Anda di halaman 1dari 25

POTENSI DAN SUMBERDAYA KEMARITIMAN

BAGIAN I. GAMBARAN UMUM INDONESIA DAN SULAWESI

A. Gambaran umum Indonesia meliputi : Letak geografis, luas wilayah, jumlah


pulau, panjang garis pantai dan distribusi pemetaan potensi sumberdaya.

1. Letak Geografis Indonesia


Posisi geografis Indonesia dibelahan bumi ini berada di daerah tropis tepatnya
dalam posisi silang antara dua buah benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia selain itu
juga diapit oleh dua buah samudra, yaitu samudra Pasifik dan Samudra Hindia (Nontji,
1993). Indonesia terbentang dengan gugusan pulau-pulaunya dari Sabang sampai
Merauke atau dari Miyangas sampai Pulau Rote membentuk suatu tanah air Indonesia
yang juga disebut sebagai Nusantara atau sering disebut Perairan Nusantara. Kata
Nusantara berasal dari kata Nusa berarti pulau dan kata Antara yang berarti diapit dua laut
dan dua benua. Posisi perairan Indonesia tersebut berpengaruh terhadap kondisi perairan
laut dari kedua benua dan samudra tersebut. Perubahan musim dan tekanan udara di
Benua Asia dan Australia dapat menyebabkan berkembangnya angin musim (muson) di
wilayah Indonesia dan selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kondisi musum hujan dan
musim kemarau. Pola angin musim dapat mempengaruhi arus laut dibagian permukaan
atau sering disebut arus permukaan.
Hubungan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia di daerah khatulistiwa
hanya dapat terjadi melalui perairan Indonesia, pertukaran massa air antara kedua samudra
tersebut terjadi melalui beberapa selat yang diapit oleh pulau-pulau yang terdapat di
perairan Nusantara. Dinamika arus laut yang melewati perairan Nusantara tersebut
mempengaruhi kehidupan biota laut, termasuk pola mingrasi beberapa jenis ikan laut yang
termasuk ikan ruaya (migratory) yang melakukan mingrasi mengikuti pola arus melalui
selat-selat yang bertebaran di perairan Nusantara, ikan tersebut mengikuti pergerakan arus
laut dari Samudra Pasifik ke samudra Hindia demikian pula terjadi sebaliknya pada musim
yang berbeda.

2. Luas Wilayah
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, luas seluruh wilayah
Indonesia ditambah dengan jalur laut 12 mil yaitu 5,8 juta km 2 terdiri dari luas darata 1,9
juta km2 luas wilayah laut sekitar 3,1 juta km 2 (0,3 km2 perairan teritorial; 2,8 juta km2
perairan nusantara atau perairan kepulauan) atau sekitar 62% dari luas teritorialnya.
Konprensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang hukum laut 1985 dan 1960 di
Jenewa tidak dapat memecahkan masalah lebar Laut Teritorial mulai dari 3 mil sampai 200
mil laut, namun konprensi PBB tentang hukum laut ketiga pada tahun 1982 berhasil
menentukan lebar laut teritorial maksimal 12 mil dan zona tambahan maximal 24 mil laut
yang diukur dari garis dasar laut teritorial.
Indonesia diberikan kewenangan memanfaatkan perairan laut yang termasuk ZEE
(Zona Ekonomi Eksklusif) seluas 2,7 juta km2 untuk kepentingan eksplorasi, eksploitasi,
dan pengelolaan sumberdaya hayati maupun non-hayati, untuk tujuan penelitian, hak
yurikdiksi mendirikan instalasi bawah laut atau pulau buatan (Unclos, 1982). Batas terluar
dari ZEE sekitar 200 mil laut dari garis pantai pada saat surut terendah (base line).

3. Panjang Garis Pantai dan Jumlah Pulau


Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Canada dengan
panjang garis pantai 95.181 km. Wilayah Indonesia Terdiri dari 17.508 pulau dari jumlah
tersebut baru sekitar 6.000 pulau yang telah mempunyai nama, sedangkan pulau yang
berpenghuni sekitar 1.000 pulau. Dari seluruh luas daratan Indonesia diperkirakan terdapat
13 pulau atau sekitar 97% pulau-pulau besar, seperti : Pulau Kalimantan, Sumatra, Irian
Jaya, Sulawesi, Jawa, Madura, Halmahera, Seram, Sumbawa, Timor, Flores, Bali dan
Lombok). Daratan lainnya sekitar 13.000 pulau dengan luas sekitar 54.000 km 2 atau luas
rata-rata 4 km2 setiap pulau.

4. Distribusi dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Kemaritiman

Wilayah pesisir dan lautan Indonesia kaya dan beragam sumber daya alamnya telah
dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama,
khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya. Sementara itu, kekayaan
hidrokarbon dan mineral lainnya yang terdapat di wilayah ini juga telah dimanfaatkan
untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional sejak Pelita I. Selain menyediakan
berbagai sumber daya tersebut, wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai
fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan
agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan
limbah.

Menurut perhitungan yang dilakukan oleh Tim CIDA/Bappenas (1988), pada


tahun 1987 nilai ekonomi total yang dihasilkan oleh sebelas kegiatan pembangunan
(pemanfaatan) sumber daya pesisir dan lautan sebesar 36,6 triliyun, atau sekitar 22% dari
total produk domestik bruto. Berbagai kegiatan pembangunan ini merupakan sumber
mata pencaharian dan kesejahteraan bagi sekitar 13,6 juta orang, dan secara tidak
langsung mendukung kegiatan ekonomi bagi sekitar 60% dari total penduduk Indonesia
yang bermukim di kawasan pesisir. Kemudian pada tahun 1990, konstribusi ekonomi
kegiatan sektor kelautan tersebut meningkat menjadi Rp. 43,3 triliyun, atau sekitar 24%
dari total produk domestik bruto, dan menyediakan kesempatan kerja bagi sekitar 16 juta
jiwa (Dahuri, 1998). Kenaikan konstribusi ini terutama disebabkan oleh kegiatan minyak
dan gas, perikanan, dan pariwisata. Sumber Daya Dapat Pulih. sumberdaya ini terdiri
atas: hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, sumberdaya
perikanan laut serta bahan-bahan bioaktif. sedangkan sumberdaya tidak dapat pulih (non-
renewable resource) terdiri atas: seluruh mineral dan geologi. Mineral terdiri dari tiga
kelas yaitu kelas A (mineral strategis; minyak, gas, dan batu bara), kelas B (mineral vital;
emas, timah, nikel, bauksit, bijih besi, dan cromite), dan kelas C (mineral industri;
termsuk bahan bangunan dan galian seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin, dan pasir).
Selain sumberdaya tersebut masih ada jasa-jasa lingkungan (environmental service) yang
dapat memberikan konstribusi bagi perekonomian negara seperti fungsi kawasan pesisir
dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi,
sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan
limbah, pengatur iklim, kawasan perlindungan, dan sistem penunjang kehidupan serta
fungsi ekologis lainnya.

Sumberdaya pesisir dan lautan (sumberdaya kemaritiman Indonesia) yang tersebar


diseluruh wilayah nusantara mulai dari wilayah laut teritorial, laut nusantara, maupun pada
wilayah laut yang termasuk dalam zona ekonomi eksklusif. Pada daerah ini telah dideteksi
dan ditentukan melalui pemetaan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan, khususnya
potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang bernilai ekonomis seperti tersebut diatas.
Hasil identifikasi menunjukkan bahawa terdapat 26 titik kawasan ekonomi unggulan pada
sektor kelautan dan perikanan, sebaran titik tersebut terdapat diseluruh wilayah perairan
laut Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia (Gambar 1).
26 KAWASAN EKONOMI UNGGULAN BERBASIS KELAUTAN
DAN PERIKANAN

9 11 12

Gambar. 1. Peta kawasan ekonomi unggulan berbasis Kelutan dan Perikanan di Perairan Indonesia.
B. Gambaran umum Sulawesi Selatan meliputi : Letak geografis, luas wilayah, jumlah
pulau, panjang garis pantai dan distribusi pemetaan potensi sumberdaya.

1. Letak Geografis Sulawesi Selatan

Secara geografis Sulawesi Selatan terletak pada posisi 0 0 12’ LS dan 116O 48’–
122O 36’ BT dan diapit oleh tiga wilayah laut yaitu: Teluk Bone di sebelah Timur, Laut
Flores di sebelah Selatan dan Selat Makassar di sebelah barat dan berbatasan dengan
Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi tengah sebelah utara dan Provinsi Sulawesi
Tenggara sebelah timur. (BPS, 2005). Sebagai wilayah yang sebagian besar berada di
daerah pesisir, Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai potensi sumberdaya kelautan dan
perikanan yang sangat besar, misalnya luas wilayah penangkapan ikan di Sulawesi Selatan
sebesar 48.000 km2 (Dinas Perikanan & Kelautan Prop. Sulsel, 2002). Wilayah pesisir
Sulawesi Selatan umumnya terdiri atas sedimen alluvial. Dengan kondisi perairan tropis
kisaran suhu perairan 26O-29OC dan pada perairan yang lebih dangkal suhu dapat
mencapai 34OC. Siklus musim kering dan penghujan mengakibatkan wilayah pesisir
menjadi cukup ekstrim bagi beberapa jenis biota perairan. Akan tetapi kondisi ini dapat
ditolerir oleh beberapa kelompok biota tertentu seperti crustacea (kepiting, kerang) dan
gastropod (tiram dan siput), karena keberadaan eksoskeleton yang membuat mereka
resisten terhadap perubahan iklim yang cukup ekstrim.

2. Luas Wilayah

Provinsi Sulawesi Selatan Ibukota Makassar, dengan luas wilayah daratan secara
keseluruhan 45.574,48 km2, dengan panjang garis pantai sekitar 1.973,7 km merupakan
salah satu Provinsi di Kawasan Timur Indonesia yang mempunyai wilayah perairan pantai
dan laut cukup luas. Secara administrasi Provinsi Sulawesi Selatan terbagi atas 23 (dua
puluh tiga) kabupaten/kota; masingmasing Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu
Utara, Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten
Sinjai, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Selayar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten
Jeneponto, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Maros,
Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, Kabupaten
Sidrap, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Toraja. Dari sekian
kabupaten dan kota yang ada hanya 4 (empat) kabupaten yang tidak masuk dalam
konteks wilayah pesisir (BPS, 2005). Sulawesi Selatan memiliki sejarah keterkaitan yang
erat dengan kehidupan laut, dan budaya masyarakat yang kaya akan pengalam
kehidupan pesisir dan petualangan di laut.

3. Panjang Garis Pantai

Kondisi geografis Provinsi sulawesi selatan menggambarkan potensi sumberdaya


alam yang kaya baik di darat maupun di laut. Panjang garis pantai sekitar 1.973,7 km,
Pemda Sulawesi Selatan bertanggung jawab mengelola wilayah laut dan pesisir seluas
kurang lebih 60.000 km2 di daerah ini juga dikenal gugusan kepulauan antara lain :
Kepulauan Spermonde atau Kepulauan Sangkarang, Kepulauan Pangkep, dan Atol
Takabonerate.

4. Distribusi dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Kemaritiman

Sulawesi Selatan jika ditinjau dari konteks pesisir maka luas sumber daya alami
yang dimanfaatkan berupa kegiatan penangkapan ikan dan wisata. Potensi perikanan
tangkap Sulawesi Selatan sebesar 620.480 ton/tahun, dengan rincian: Selat Makassar
307.380 ton/tahun, Laut Flores 168.780 ton/tahun dan Teluk Bone sebesar 144.320
ton/tahun. Pada Tahun 2003, produksi penangkapan ikan laut sebesar 354.434 ton atau
meningkat 10,5% dari tahun sebelumnya, dengan nilai total Rp. 1.285.348.397. Sulawesi
Selatan hanya ada empat PPI yaitu PPI Paotere di Makassar, PPI Lappa di Sinjai, PPI
Pontap di Kota Palopo dan PPI Boddia di Takalar Wilayah pesisir Sulawesi Selatan
memiliki potensi lahan budidaya laut sebesar 600.500 ha dan potensi lahan tambak sekitar
150.000 ha, dengan tingkat pemanfaatan 84.832 ha (Dahuri, 2004). Adapun produksi
budidaya tambak sebesar 110.408 ton atau menurun sekitar 1% dari tahun sebelumnya,
dengan nilai total Rp. 1.450.099.965. Di Sulawesi Selatan baru sekitar 20.866 ha (dari
sekitar 102.642 ha luas total) tambak yang menikmati saluran irigasi teknis yang panjang
keseluruhannya adalah 1.035.765 m (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi
Selatan, 2002).
Wilayah pesisir Sulawesi Selatan diketahui dihuni oleh 19 spesies mangrove
dengan cakupan vegetasi cukup luas, yang pada tahun 1999 sekitar 26.911 ha (Data
Informasi Dinas Kehutanan Provinsi Sulsel, 2002). Provinsi Sulawesi Selatan memiliki
areal hutan mangrove yang terluas di Pulau Sulawesi (Whitten et al., 2002). Selain itu,
Pada wilayah yang berbatasan dengan laut, hutan mangrove didominasi oleh Avicennia dan
Sonneratia. Di bagian belakang zona tersebut ditemui Bruguiera dan Rhizophora. Sedang
pada wilayah-wilayah yang berbatasan dengan daratan ditemukan pandan, Ficus, Nypa dan
biota lain yang menjadi ciri peralihan antara wilayah laut dan daratan. Biomas hutan
mangrove di wilayah Sulawesi diperkirakan berkisar 122 – 245 ton/ha, walaupun dengan
laju pembukaan lahan tambak dan pemanfaatan kayu bakau sebagai bahan bakar dan
lainnya dewasa ini diyakini tingkat penutupannya sudah jauh berkurang. Selain jenis-jenis
ikan pemakan detritus, mangrove juga diketahui dihuni oleh kekerangan, udang, kepiting
serta beberapa jenis burung dan fauna lainnya seperti, moyet dan kelelawar.
Lamun merupakan ekosistem pesisir lainnya, dijumpai pada perairan pantai yang
dangkal diantara terumbu karang dan mangrove/pantai. Sulawesi Selatan dikenal tujuh
genera lamun, yaitu: Enhalus, Thalassia, Halophila, Halodule, Cymodocea, Syngodium
dan Thallassodendrum. Selain berfungsi sebagai penyerap sedimen, padang lamun juga
dikenal sebagai regulator nutrien di perairan pantai sehingga berperan menjadi tempat
berkumpulnya organisme renik plankton yang pada gilirannya mengundang ikan-ikan
untuk meletakkan telurnya hingga menetas. Selain itu, organisme seperti dugong (duyung),
moluska dan teripang juga merupakan biota-biota yang sering dijumpai berasosiasi dengan
padang lamun.
Ekosistem yang dijumpai pada perairan pantai selain mangrove dan lamun, yaitu
Ekosistem Terumbu Karang. Terumbu karang merupakan ekosistem pesisir yang penting,
selain karena peran perlindungan pantai juga menjadi tempat hidup berbagai biota asosiatif
seperti rumput laut (algae), cacing laut, moluska, ular laut, bulu babi, teripang, bintang laut
dan tidak kurang dari 200 jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Kawasan
Kepulauan Spermonde dan Taka Bonerate sudah dikenal luas sebagai lokasi hamparan
terumbu karang di Sulawesi Selatan (luas total hamparan terumbu karang di kedua
kawasan ini diperikrakan sekitar 600 km 2, sumber: Dokumen Persiapan COREMAP Phase
II, 2003), dengan keanekaragaman hayati dan produksi ikan karang yang sangat tinggi dan
banyak dieksploitasi. Nilai produksi primer dari suatu hamparan terumbu karang yang baik
dapat mencapai 7.000 g C/m2 /tahun atau setara dengan biomas 70 ton/ha/tahun. Selain
sebagai penyedia sumberdaya perikanan, hamparan terumbu karang juga memiliki potensi
penyedia jasa lingkungan seperti objek wisata, sumber bahan baku obat-obatan (sponge
dan algae) dan lain-lain. Saat ini, kondisi terumbu karang di Sulawesi Selatan sudah
mengalami degradasi sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan dengan persentase
penutupan terumbu karang yang baik hanya tinggal sekitar 20%. Selain potensi
sumberdaya hayati pesisir dan laut di atas, pada beberapa wilayah pesisir di Sulawesi
Selatan juga diketahui mengandung sumberdaya minyak, gas bumi dan mineral. Diantara
biota-biota laut yang berada di perairan Provinsi Sulawesi Selatan ada beberapa spesies
langka yang dilindungi antara lain ; ikan dugong di Selat Makassar, penyu di Kepulauan
Taka Bonerate dan spermonde, ketam kelapa, kima dan beberapa spesies lainnya.
Sulawesi Selatan memiliki garis pantai sepanjang 1.973,7 km yang sangat potensial untuk
penangkapan ikan, budidaya laut, potensi tambak seluas 150.000 ha yang didukung dengan
72 sungai besar/kecil dan 4 danau besar serta 232 pulaupulau kecil. Sumberdaya manusia
nelayan Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 411.312 orang yang terdiri atas 208.375 orang
nelayan laut, 14.486 orang nelayan perairan umum, pembudidaya tambak 101.025 orang,
pembudidaya kolam 3.193 orang dan pembudidaya sawah (mina padi) 12.233 orang.
Produksi perikanan tahun 2001 sebesar 450.577 ton dengan rata-rata peningkatan 4,8 %
per tahun yang berasal dari penangkapan di laut dan perairan umum, budidaya tambak,
kolam dan mina padi. Potensi sumberdaya khususnya pada sektor kelautan dan perikanan
Propinsi Sulawesi Selatan sesuai dengan pemetaan pemanfaatan ruang dalam rangka
kerjasama kawasan untuk pengembangan kegiatan pada sektor kelautan dan perikanan
dapat dilihat pada Gambar 2.
KAWASAN PEMANFAATAN RUANG LAUT
SELAT MAKASSAR – LAUT SULAWESI
Lingkup Wilayah Kaltim, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sulsel
Pusat Pengembangan Balikpapan, Makassar
Sub Pusat Tarakan, Tj. Redeb, Bontang, Samarinda,
Pengembangan Muara Jawa, Batulicin, Kotabaru,
Banjarmasin, Barru, Pare-Pare, Mamuju, Palu,
Toli-Toli, Buol

INDIKASI KEGIATAN DALAM RANGKA


PENGEMBANGAN KERJASAMA ANTAR KAWASAN
INDIKASI KOMODITI/ PUSAT POLA
KEGIATAN PRODUK KEGIATAN KERJASAMA
Pengembangan 1. Ikan Pelagis 1. Banjarmasin Pembentukan
Penangkapan Ikan Besar, 2. Tarakan Badan Usaha
2. Ikan Pelagis Kecil Bersama
3. Ikan Demersal
4. Ikan Lainnya
Pengembangan 1. Budidaya Ikan, 1. Kotabaru Pembentukan
Pembudidayaan 2. Budidaya 2. Muarajawa keterkaitan hulu
Ikan Rumput Laut 3. Bontang
hilir produk
perikanan
4. Makassar
5. Barru
6. Pare-Pare
7. Toli-Toli
8. Mamuju
Pengembangan 1. Wisata 1. Pulau Derawan Pembentukan
Atraksi Wisata Petualangan Laut (Tj. Redeb) keterkaitan antar
Bahari (Diving, 2. Balikpapan atraksi wisata
Snorkling) 3. Kep.
2. Wisata Suaka Kapoposang
Alam Laut 4. Pare-Pare
3. Wisata Cagar
Alam
4. Wisata Pantai
Pengembangan 1. Internasional 1. Makassar Pembentukan
Industri Pelayaran 2. Nasional 2. Balikpapan keterkaitan antar
dan Pengangkutan pusat-pusat
3. Regional 3. Banjarmasin kegiatan
4. Samarinda (perkotaan) dan
atau pasar

Gambar 2. Peta potensi sumberdaya Kelautan dan Perikanan di Perairan Sulawesi

Modul Pembelajaran WSBM (wawasan sosial budaya maritim)-MKU-Unhas.


14
BAGIAN II. POTENSI KEMARITIMAN INDONESIA

I. POTENSI PEMBANGUNAN EKONOMI KEMARITIMAN BERDASARKAN


JENIS SUMBERDAYA ALAM.

Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar terdiri dari
tiga kelompok : (1) sumber daya dapat pulih (renewable resources), (2) sumber daya tak
dapat pulih (non-renewable resources), dan (3) jasa-jasa lingkungan (environmental
services). Potensi yang dihasilkan dari wilayah perairan Indonesia pada tahun 1987 sekitar
Rp 36,6 trilyun, atau sekitar 22% dari total produk domestik bruto (Dahuri et al 2001).
Karakteristik geografis Indonesia serta struktur dan tipologi ekosistemmya yang
didominasi oleh lautan telah menjadikan bangsa Indonesia sebagai Mega-biodiversity
terbesar di dunia, yang merupakan justifikasi bahwa Indonesia merupakan salah satu
negara bahari/maritim terbesar di dunia. Fakta ini menunjukkan bahwa sumberdaya
kelautan merupakan kekayaan alam yang memiliki peluang amat potensial dimanfaatkan
sebagai sumberdaya yang efektif dalam pembangunan bangsa Indonesia. Berdasarkan
jenisnya sumberdaya kelautan dibagi menjadi sumberdaya yang dapat pulih (renewable
resources), sumberdaya yang tak dapat pulih (unrenewable resources), energi kelautan dan
jasa-jasa lingkungan sebagai berikut :

A. SUMBERDAYA DAPAT PULIH (RENEWABLE RESOURCES)

- Ikan Pelagis besar /kecil - Terumbu karang


- Ikan Demersal - Hutan Mangrove
- Udang dan crustacea lainnya - Pandang Lamun dan Rumput Laut
- Ikan Hias dan Ikan Karang - Pulau-pulau kecil
- Dll.

B. SUMBERDAYA TAK DAPAT PULIH (NON-RENEWABLE RESOURCES)

a. Bahan tambang dan mineral

- Bahan bangunan - Garam


- Pasir besi & Pasir kuarsa - Titanium
- Batu apung - Lempung Koalim
- Siderit - Kromit/kromium
- Mineral radio aktif (Zirkon) - Emas
b. Minyak dan gas bumi

C. ENERGI KELAUTAN

- Gelombang
- Pasang surut
- OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion)
- Angin

D. JASA-JASA LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL SERVICES)

- Media teransportasi dan komunikasi


- Pengaturan iklim
- Keindahan alam
- Penyerapan Limbah
- Wisata Bahari

URAIAN POTENSI SUMBERDAYA KEMARITIMAN

A. Sumber Daya Dapat Pulih (renewable resources)

1. Sumber Daya Perikanan Laut

Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumber daya perikanan
pelagis besar (451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil (2.423.000 ton/tahun), sumber daya
perikanan demersal 3.163.630 ton/tahun, udang (100.720 ton/tahun), ikan karang (80.082
ton/tahun) dan cumi-cumi 328.960 ton/tahun. Dengan demikian secara nasional potensi
lestari perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai
48% (Dirjen Perikanan 1995). Data pada tahun 1998 menunjukkan bahwa produksi ikan
laut adalah 3.616.140 ton dan hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan potensi
laut baru mencapai 57,0% (Ditjen Perikanan 1999 dalam Susilo 2001). Sedangkan
potensi lahan pertambakan diperkirakan seluas 866.550 ha dan baru dimanfaatkan seluas
344.759 ha (39,78%) bahkan bisa lebih tinggi lagi. Dengan demikian masih terbuka
peluang untuk peningkatan produksi dan produktivitas lahan. Keterlibatan masyarakat
dalam meningkatkan produksi perlu diatur sehingga bisa mendatangkan keuntungan bagi
semua pihak dalam pengelolaan yang bersifat ramah lingkungan, lestari berkelanjutan.

Usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan bagi masyarakat


dengan menggunakan teknologi baru yang efisien. Hal ini untuk mengantisipasi
persaingan penangkapan oleh negara lain yang sering masuk ke perairan Indonesia
dengan teknologi lebih maju. Usaha ini melibatkan semua pihak mulai dari masyarakat
nelayan, pengusaha dan pemerintah serta pihak terkait lainnya. Hal lain yang perlu
dilakukan adalah memberi pengertian pada masyarakat nelayan tentang bahaya
penangkapan yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau
penggunaan racun seperti sianida dan potasium.

Bidang pertambakan, disamping dilakukan secara ekstensifikasi, usaha peningkatan


hasil pertambakan dalam bentuk intensifikasi. Hal ini jika dihubungkan dengan
pengelolaan tambak di Indonesia pada umumnya masih tradisional. Dengan hasil
produksi pertambakan Indonesia tahun 1998 berjumlah 585.900 ton yang merupakan nilai
lebih dari 50% hasil kegiatan budidaya perikanan (Susilo 1999 dalam Ditjen Perikanan
1999). Keterlibatan masyarakat dalam bentuk pertambakan inti rakyat dimana
perusahaan sebagai intinya dan masyarakat petambak sebagai plasma merupakan suatu
konsep yang baik meskipun kadangkala dalam pelaksanaannya banyak mengalami
kendala. Hubungan lainnya seperti kemitraan antara masyarakat petambak dengan
pengusaha penyedia sarana produksi juga adalah salah satu model kemitraan yang perlu
dikembangkan dan disempurnakan dimasa yang akan datang.

Di wilayah pesisir dan laut terdapat 3 (tiga) ekosistem kunci yang mempunyai nilai
dan peran ekologis yang sangat signifikan terhadap proses regenerasi potensi sumberdaya
alam, ekosistem yang dimaksud yaitu : ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan
ekosistem terumbu karang (Gambar 3). Keberadaan ekosistem di wilayah pesisir sangat
menunjang proses ekologis untuk keberlanjutan suatu organism didalam lingkungannya.
Ekosistem terbut pada umumnya mempunyai yang sama yaitu : sebagai daerah
pemijahan, daerah asuhan berbagai bibit ikan, dan daerah untuk mencari makan berbagai
organisme perairan.

POTENSI EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT YAITU : HUTAN BAKAU


(MANGROVE, TERUMBU KARANG DA PADANG LAMUN.
PENAMPANG EKOSISTEM PESISIR SBB :

ZONA PADANG LAMUN


ZONA MANGROVE
TERUMBU KARANG

Gambar 3. Penampang berbagai ekosistem pesisir

2. Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting


di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota
perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan
amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain
sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu,
daun-daunan sebagai bahan baku obat obatan, dan lain-lain. Segenap kegunaan ini telah
dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar masyarakat pesisir di tanah air.
Potensi lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara optimal, adalah
kawasan wisata alam (ecotourism). Padahal negara lain, seperti Malaysia dan Australia,
kegiatan wisata alam di kawasan hutan mangrove sudah berkembang lama dan
menguntungkan (Dahuri et al 2004).

Indonesia memiliki hutan mangrove yang luas dibandingkan dengan negara lain.
Hutan-hutan ini dapat menempati bantaran sungai-sungai besar hingga 100 km masuk ke
pedalaman seperti yang dijumpai di sepanjang sungai Mahakam dan sungai Musi.
Keanekaragaman juga tertinggi di dunia dengan jumlah spesies sebanyak 89, terdiri dari
35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit, dan 2 spesies
parasitik (Kusmana, 2003 dalam Saru, 2007). Selanjutnya Fungsi dan Peran Hutan
Mangrove sbb : (1) Fungsi Fisik : Menyusun mekanisme hubungan antar komponen
dalam ekosistem mangrove/ekosistem lain (padang lamun, terumbu karang), Pelindung
pantai, dan Pengendali banjir; (2) Fungsi Kimia : Penyerap bahan pencemar, Sumber
energi bagi biota laut, dan Suplai bahan organik dalam lingkungan perairan; (3) Fungsi
Biologis : Menjaga kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati di
perairan merupakan pensuplay unsur–unsur hara utama di pantai khususnya daerah
lamun dan terumbu karang; (4) fungsi ekonomi, sebagai sumber kayu kelas satu, bubur
kayu, bahan kertas, chips, dan arang. Ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem
peralihan antara daratan dan lautan yang menjadi matarantai yang sangat penting dalam
pemeliharaan keseimbangan siklus biologi di suatu perairan, tempat berlindung dan
memijah berbagai jenis udang, ikan, berbagai biota laut lainnya, dan juga merupakan
habitat satwa seperti burung, primata, reptilia, insekta, sehingga secara ekologis dan
ekonomis dapat dimanfaatkan untuk peningktan kesejahtraan manusia. Ekosistem
mangrove juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pada Gambar 4.
PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

• Lebih dari 70 macam produk langsung dan tak langsung


mangrove yang dimanfaatkan manusia (Saenger et.al, 1983)

• Memiliki nilai estetika sebagai wahana wisata alam


Produk tidak langsung dari ekosistem mangrove

Sumber Produk
Ikan Blodok (beberapa jenis) Makanan, Pupuk
Krustasea (udang dan kepiting) Makanan
Moluska (kerang, remis, tiram) Makanan
Lebah Madu, Lilin
Burung Makanan, Bulu, Rekreasi
Reptil Kulit, Makanan, Rekreasi
Fauna lainnya (amfibi, dan serangga) Makanan, Rekreasi

Gambar 4. Berbagai bentuk pemanfaatan hutan mangrove.

3. Pandang Lamun dan Rumput Laut (Tumbuhan Laut)

Lamun (sea grass), atau disebut juga ilalang laut, adalah satu-satunya kelompok
tumbuhan berbunga yang tercatat di lingkungan laut. Tumbuhan- tumbuhan ini hidup di
habitat perairan dangkal. Seperti halnya rumput di darat, lamun juga mempunyai tunas
berdaun tegak dan tangkai-tangkai merayap yang dinamakan rimpang (rhizoma). Tangkai
ini merupakan alat efektif untuk perkembangbiakan. Berbeda dengan tumbuhan-tumbuhan
laut lainnya (alga bentik), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Mereka juga
mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan unsur hara (Romimohtarto
dan Juwana, 1999).
Padang lamun mempunyai fungsi yang sangat vital dalam ekosistem perairan sebagai
berikut : (1) Meredam ombak dan melindungi pantai; (2) Tempat pemijahan (spawning
ground); (3) Daerah asuhan larva (nursey ground); (4) Tempat makan (feeding ground);
(5) Rumah tempat tinggal biota laut; (6)Wisata bahar. Salah satu ilustrasi fungsi lamun
sebagai tempat mencari makan dapat dilihat pada Gambar 5.

EKOSISTEM PADANG LAMUN

12

Gambar 5. Peran padang lamun dalam Rantai Makanan di daerah pantai.

Padang lamun dapat dimanfaatkan sebagai berikut : (1) Tempat kegiatan


marikultur berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram; (2) Tempat rekreasi atau
pariwisata; (3) Sumber pupuk hijau jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Selain padang lamun kelompok tumbuhan laut lainnya yang mempunyai nilai
ekonomis penting yaitu rumput laut. Potensi rumput laut (alga) di perairan Indonesia
mencakup areal seluas 26.700 ha dengan potensi produksi sebesar 482.400 ton/tahun.
Pemanfaatan rumput laut untuk industri terutama pada senyawa kimia yang terkandung di
dalamnya, khususnya karegenan, agar, dan algin (Nontji, 1987).
Padang lamun dapat dimanfaatkan
sebagai berikut :
• Tempat kegiatan marikultur berbagai
jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram.
• Tempat rekreasi atau pariwisata.

• Sumber pupuk hijau.

Fungsi padang lamun:


- Meredam ombak dan melindungi pantai
-Tempat pemijahan (spawning ground)
-Daerah asuhan larva (nursey ground)
-Tempat makan (feeding ground)
-Rumah tempat tinggal biota laut
-Wisata bahari..?
Gambar 6. Fungsi dan peran padang lamun

Melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor, maka saat ini
telah diupayakan untuk dibudidayakan. Misalnya budidaya Euchema spp telah di coba di
Kepulauan Seribu (Jakarta), Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang
(Riau), dan Teluk Lampung (Dahuri et al 2001). Usaha budidaya rumput laut telah
banyak dilakukan dan masih bisa ditingkatkan. Keterlibatan semua pihak dalam
teknologi pembudidayaan dan pemasaran merupakan faktor yang menentukan dalam
menggairahkan masyarakat dalam mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Peranan
pemerintah regulasi dalam penentuan daerah budidaya, bantuan dari badan-badan peneliti
untuk memperbaiki mutu produksi serta jaminan harga yang baik dari pembeli/eksportir
rumput laut sangat menentukan kesinambungan usaha budidaya komoditi ini.

4.Terumbu Karang
Indonesia memiliki kurang lebih 50.000 km2 ekosistem terumbu karang yang
tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan (Dahuri et al. 2001). Terumbu karang
mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik,
tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai biota; terumbu karang juga
menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai
jenis hasil perikanan, batu karang untuk konstruksi. Dari segi estetika, terumbu karang
dapat menampilkan pemandangan yang sangat indah (Gambar 7). Upaya pemanfaatan
sumber daya alam yang lestari dengan melibatkan masyarakat sangat dibutuhkan. Pada
kasus di Bali (Dahuri et al 2001) dimana masyarakat melakukan pengambilan karang
secara intesif harus dicegah dengan mencarikan alternatif berupa pengelolaan wilayah
tersebut untuk kepentingan turisme dan melibatkan masyarakat didalamnya. Cara seperti
ini telah berhasil dikembangkan di Bunaken Sulawesi Utara dimana masyarakat terlibat
dalam sektor ekonomi seperti pelayanan pada penjualan suvenir, makanan kecil, dan
penyediaan fasilitas untuk menikmati keindahan terumbu karang; perahu katamaran
(perahu yang mempunyai kaca pada bagian tengah, sehingga orang bisa melihat langsung
kedalam air melalui kaca tersebut) atau jasa scuba diving. Sedangkan perusahaan bisa
menyediakan fasilitas hotel, restauran dan lain-lain.

Peran terumbu karang :


• pelindung pantai dari hempasan
ombak dan arus kuat yang berasal
dari laut.
• sebagai habitat, tempat mencari
makanan, tempat asuhan dan
pembesaran, tempat pemijahan
bagi berbagai biota yang hidup di
terumbu karang atau sekitarnya.
Pemanfaatan sbb :
• Sebagai tempat penangkapan
berbagai jenis biota laut konsumsi,
dan berbagai jenis ikan hias.
• Bahan konstruksi bangunan dan
pembuatan kapur.
• Bahan perhiasan.
• Bahan baku farmasi.

Gambar 7. Fungsi dan peran terumbu karang


Secara umum produktifitas primer ekosistem perairan tropik yang diukur
berdasarkan satuan Gram Carbon/m2/tahun adalah sebagai berikut : (a) Ekosistem
mangrove 430-5.000; (b) Algae, Seagrass bed (lamun dan rumput laut 900-4.650; (c)
Terumbu karang 1.800-4.200; (d) Estuaria 200-4.000; (e) daerah upwelling 400-3.650; (f)
continental shelf 100-600; dan (g) laut terbuka 2-400.

B. Sumber daya yang Tidak Dapat Puli (unrenewable resources)

1. Bahan tambang dan mineral

- Bahan bangunan - Garam


- Pasir besi & Pasir kuarsa - Titanium
- Batu apung - Lempung Koalim
- Siderit - Kromit/kromium
- Mineral radio aktif (Zirkon) - Emas
2. Minyak dan gas bumi

Sumber daya yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi, yang
termasuk kedalamnya antara lain minyak gas, batu bara, emas, timah, nikel, bijh besi,
batu bara, granit, tanah liat, pasir, dan lain-lain. Sumber daya geologi lainnya adalah
bahan baku industri dan bahan bangunan, antara lain kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan,
kerikil dan batu pondasi. Bebagai potensi sumberdaya mineral wilayah pesisir dan lautan
di Indonesia merupakan penghasil devisa utama dalam beberapa dasawarsa terakhir.
Beberapa kegiatan eksplorasi minyak bumi dilepas pantai telah mulai berproduksi ,
seperti Laut Jawa dan Selat Makassar.

Pada tahun 1985 Indonesia memiliki cadangan minyak bumi 6,65 milyar barel dan
gas alam sekitar 14,5 milyar barel. Cadangan migas terdapat di 60 cekungan yang
sebagian besar terdapat diwilayah pesisir dan lautan, seperti Kepulauan Natuna, pantai
selatan Pulau Jawa, Selat Makassar, dan Celah Timor. Isu yang beredar akhir – akhir ini
tentang Laut Banda, bahwa ditempat tersebut menyimpan banyak cadangan minyak bumi,
akan tetapi keberadaannya memerlukan terknologi tinggi dan biaya besar untuk
mengeksploitasinya, sehingga belum bernilai ekonomi untuk masa sekarang.

Selain potensi minyak bumi, wilayah pesisir dan lautan juga mengandung sumber
daya mineral logam yang mempunyai nilai ekonomi. Timah putih (Sn) dan zicron juga
terdapat di wilayah ini, terdapat dikepulauan Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.
Deposit fosfat telah ditemukan di Laut Timor. Mangan Oksida terdapat di Laut Banda,
Seram, dan Maluku serta di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) dekat
Sumatra Barat (Lautan Hindia), dan Irian Jaya (Lautan Pasifik). Ferrometalic nodules
terdapat di wilayah pesisir Sulawesi Utara, dan biji besi dapat ditemukan hampir
disepanjang Pantai Selatan Jawa. Carbonaceous Coral reefs tersebar secara ekstensif di
Kawasan Timur Indonesia (KTI), terutama di sekitar Kalimantan Timur, Sulawesi, dan
Selat Makassar. Semantara itu, bahan bangunan seperti tanah liat, pasir, dan kerikil
tersebar hampir di seluruh wilayah peisisir dan laut Indonesia. Sampai saat ini hanya
timah, bauksit, biji besi, pasir, dan kerikil yang sudah dimanfaatkan. Penelitian Baruna
Jaya II telah mengidentifikasi keberadaan mineral (Mn) dan emas (Au) di daerah perairan
Bangka dan Teluk Bone.

Berdasarkan pada keadaan geologi regional, logam mulia (emas) sekunder


diperkirakan terdapat di daerah Selat Sunda (sekitar perairan Lampung), perairan
Kalimantan Selatan (sekitar darah muara Sungai Bariti kearah Palau Laut), dan di daerah
perairan Maluku Utara dan Sulawesi Utara. Sedangkan mangan noduler (manganese
nodule) diduga terdapat di Laut Banda dan laut dalam lainnya.

Sumber daya geologi sektor pertamangan lainnya yang telah dieksploitasi adalah
bahan baku industri dan bahan bangunan, antara lain kaolin, pasir kuarsa, pasir bangunan,
kerikil, dan batu pondasi. Pemanfaatan sumber daya geologi sektor pertambangan,
geoteknik, dan kelautan merupakan bukti peran aktifnya sumber daya wilayah pesisir
dalam kegiatan pembangunan, yang diusahakan berkesinambungan dan berwawasan
lingkungan.
C. Jasa-jasa Lingkungan

Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan
sebagai tempat rekreasi dan parawisata, media transportasi dan komunikasi, sumber
energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah,
pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis
lainnya. Wilayah pesisir dan lautan ini juga memiliki potensi sumber daya energi yang
cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal sebagaimana diketahui,
wilayah pesisir dan lautan sudah dijajaki sebagai salah satu sumber energi alternative
karena resiko polusi terhadap lingkungannya sangat kecil. Sumber energi yang dapat
dimanfaatkan tersebut antara lain : pasang surut, gelombang, perbedaan salinitas, angina,
dan pemanfaatan perbedaan suhu air laut dilapisan permukaan dan lapisan dalam perairan
dikenal dengan OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion).

D. OTEC (Ocean Thermal Energy Convention)

OTEC merupakan salah satu bentuk pengalihan energi yang tersimpan dari sifat
fisik air laut menjadi energi listrik. Suhu air laut akan menurun sesuai dengan
bertambahnya kedalaman. Perbedaan suhu air dipermukaan dengan suhu air dibagian
dalam dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. Menurut beberapa
literatur, perbedaan suhu secara vertikal sangat besar terjadi dilaut tropis sehingga
Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis sangat potensial untuk
mengembangkan OTEC sebagai salah satu energi alternatif.

Proses pemanfaatan perbedaan suhu air di permukaan laut, biasanya


menggunakan pusat pembangkit energi yang ditempatkan di permukaan laut dan
dilengkapi dengan sebuah pipa panjang yang menjulur ke arah dasar laut sehingga
perbedaan suhu mencapai sekitar 200 C. Keadaan tersebut dapat terjadi pada
kedalaman lebih dari 1000 meter. Dengan menggunakan pompa, air dingin dari
kedalaman dialirkan kepermukaan, selanjutnya digunakan untuk mengubah amoniak
dari bentuk gas menjadi cair. Amoniak cair lalu dipanaskan oleh air hangat
permukaan sehingga menguap menjadi gas kembali. Selama proses perubahan dari
fase cair menjadi fase gas dan gas menjadi fase cair, amoniak berputar membuat
siklus yang dapat menggerakkan turbin sehingga dapat dihasilkan daya listrik.

1. Energi dari Gelombang Laut

Gelombang laut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif di


hampir seluruh wilayah dan lautan dunia. Pembangkit listrik semacam ini sesuai
dibangun didaerah perairan yang memiliki angin yang cukup kuat dan dasar perairan
pesisir yang memungkinkan gelombang dapat mencapai pantai secara paralel
(sejajar).

Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai macam jasa-jasa


lingkungan yang sangat potensial bagi kepentingan pembangunan dan bahkan
kelangsungan hidup manusia. Ini termasuk keindahan pantai dan bawah laut untuk
industri wisata bahari, pendidikan, dan pelatihan: media perhubungan, pengendali
iklim global, dan penampungan limbah.

2. Energi Pasang Surut

Pasang surut dapat dikonversi menjadi energi listrik, terutama pada daerah-
daerah teluk atau estuaria yang memiliki amplitudo pasang surut 5 sampai 15 meter.
Metode yang digunakan adalah mengendalikan ketinggian muka air dengan
membangun dam.

Secara alami, permukaan air teluk atau kolom perairan yang dibatasi dengan
bangunan permanen, akan naik dan turun setiap harinya. Energi kinetik dari gerak
itulah yang kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik.
Perkiraan total energi yang dapat dihasilkan oleh pasang surut diperkirakan mencapai
3 x 106 megawatt atau 3 x 1012 kilo watt.
Tenaga pasang surut mulai dikembangkan secara komersial oleh Prancis sejak
tahun 1966. Pembangkit listrik tenaga pasang surut di daerah estuaria rance
merupakan yang pertama di dunia dan menghasilkan 240 megawatt (dapat
menghidupkan 1012 bola lampu berkekuatan 240 watt sekaligus).

II. POTENSI PEMBANGUNAN EKONOMI KEMARITIMAN MENURUT SEKTOR


KEGIATAN DAN BEBERAPA ILUSTRASI MANFAAT SUMBERDAYA
KEMARITIMAN.

1. Perikanan Tangkap

2. Perikanan Budidaya

3. Industri Pengolahan Produk Perikanan

4. Industri Bioteknologi

5. Pariwisata Bahari dan Pantai

6. Pertambangan dan Energi

7. Perhubungan Laut

8. Industri Kapal, Bangunan Laut dan Pantai

9. Ekosistem Pesisir dan Laut :Hutan Pantai (mangrove); Padang lamun; Terumbu
karang.

10. Pulau-pulau Kecil

11. Benda-benda Berharga

Pemanfaatan Sumberdaya Persektor Kegiatan sebagai berikut : (1) perikanan


tangkap ~ 6,4 juta ton/th potensi lestari (maximum sustainable yield); (2) perikanan
budidaya, untuk budidaya laut (mariculture) ~ 24 juta ha ~ 47 juta ton/th, Budidaya
pantai (tambak) ~ 1 juta ha; (3) industri bioteknologi kelautan ~ US $ 14 milyar/th; (4)
Ekstrasi “bioactive substances” (Omega-3, squalence, biopigmen, polysakarida, dll)
untuk industri farmasi, kosmetik, dan makanan-minuman Genetic engineering dan
Bioremediasi lingkungan; (5) Pariwisata bahari, contoh nyata Negara bagian
Queensland (2100 km coastline) ~ US $ 2,5 milyar. Indonesia memiliki panjang
pantai 95.181 km jika dikelola dengan baik, maka akan menghasilkan devisa yang
cukup besar; (6) pertambangan dan energi; (7) perhubungan laut, devisa untuk
pelayaran asing ~ US $ 10 milyar/th, kegiatan ini juga memberikan konstribusi atau
Multiplier effects ekonomi lainnya; (8) industri maritime antara lain : Industri
Parawisata, Industri Perikanan dan Industri perkapalan; (9) POTENSI PULAU-
PULAU KECIL untuk Kegiatan : Pertahanan, Industri Perikanan, Pariwisata dan lain
lain; dan (10) Benda-benda berharga bawah laut khususnya dari kapal tenggelam pada
masa lampau.

Anda mungkin juga menyukai