Anda di halaman 1dari 40

DIKLAT ANKAPIN III BAGI GURU SMK - NTB

TGL. 11 S.D. 31 JULI 2019

HUKUM MARITIM

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM ( TPU ) :


Setelah selesai mengikuti kegiatan pembelajaran ini, peserta memiliki
pemahaman tentang aturan atau ketentuan – ketentuan yang sesuai
dengan kaidah pada Hukum Maritim.

POKOK BAHASAN
1. Ruang lingkup hukum maritime.
2. Pengertian tentang kapal.
3. Nakhoda dan Awak Kapal.
4. Perjanjian Kerja Laut.
5. Surat Kapal.
I. RUANG LINGKUP HUKUM MARITIM
A. PENGERTIAN
Hukum Maritim adalah : himpunan peraturan – peraturan
, termasuk perintah – perintah dan larangan – larangan
yang bersangkut paut dengan lingkungan maritim
dalam arti luas yang mengurus tata tertib dalam
masyarakat maritim dan oleh karena itu harus ditaati
oleh masyarakat itu.

Bidang maritim dalam arti luas mengandung makna


tentang segala sesuatu yang bersangkut paut dengan
perairan ( maritime ), misalnya tentang kapal, pelayaran,
angkutan diatas air, kepelabuhan, pencemaran perairan,
tubrukan diperairan, kejahatan di perairan, laut territorial,
Zona Ekonomi Eksklusif dan sebagainya.
B. TUJUAN HUKUM MARITIM
Tujuan Hukum Maritim adalah untuk menjaga
kepentingan – kepentingan tiap manusia dalam
masyarakat maritime, supaya kepentingan – kepentingan
itu tidak dapat diganggu dalam artian bahwa setiap kasus
yang menyangkut kemaritiman diselesaikan berdasarkan
hukum maritime yang berlaku.

C. SUBYEK HUKUM MARITIM


Subyek hukum terdiri dari manusia dan atau badan
hukum .
Contoh Subyek Hukum Maritim :
- Pemilik kapal. - Pengusaha kapal.
- Nakhoda kapal. - Awak kapal.
- Pemilik muatan. - Pengirim muatan.
- Penumpang. - Dll
D. OBYEK HUKUM MARITIM
Obyek hukum maritim adalah segala benda – benda
baik benda berwujud, maupun benda tak berwujud,
benda bergerak maupun benda tidak bergerak. yang
bersangkut paut dengan lingkungan kemaritiman.

Benda berwujud : Benda tak berwujud :


- Kapal ( dalam arti luas ). - Perjanjian – perjanjian.
- Perlengkapan kapal. - Kesepakatan – kesepakatan.
- Muatan kapal. - Surat kuasa.
- Tumpahan minyak di laut. - Perintah lisan.

Benda bergerak : Benda tak bergerak :


- Kapal. - Galangan kapal.
II. KAPAL
A. Pengertian Kapal.
Obyek Hukum Maritim yang selalu melekat pada
perangkat hukum maritim baik nasional maupun
internasional adalah Kapal.

• Sesuai aturan 3 ayat a Peraturan Internasional


Mencegah Tubrukan di Laut ( PIMTL / P2TL ) Tahun
1972 mendefinisikan ” KAPAL” sebagai berikut :

“Kata kapal meliputi semua jenis pesawat air


termasuk pesawat yang tidak memindahkan air dan
pesawat pesawat terbang laut yang dipakai atau dapat
dipakai sebagai alat pengangkutan di air”
• Sedangkan kata “ kapal” sesuai pasal 1 ayat 2 Undang Undang
No. 21 Th. 1992 Tentang Pelayaran, memberikan batasan
tentang kapal sebagai berikut :

“Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis


apapun yang digerakan dengan tenaga mekanik, tenaga
angin atau ditunda , termasuk kendaraan yang berdaya
dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air serta
alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah – pindah”.
B. Kapal Laut.
- Pasal 310 ayat 1 KUHD :
Kapal laut adalah semua kapal yang dipakai untuk
pelayaran di laut atau yang diperuntukan untuk itu.

- Sesuai aturan 1 ayat a PIMT L Th 1972 :


Aturan – aturan ini berlaku bagi semua kapal dilaut lepas
dan disemua perairan yang berhubungan dengan laut
yang dapat dilayari oleh kapal kapal laut.

Perairan darat adalah : rawa, sungai, danau, terusan, muara


sungai,perairan pantai dibelakang rambu laut dan perairan
di dalam lingkungan kolam pelabuhan.
C. Kapal Indonesia.

• Pasal 311 KUHD :


“Kapal Indonesia adalah setiap kapal yang dianggap
sebagai demikian oleh undang undang tentang Surat Laut
dan Pas Kapal”.

• Pasal 95 KUHP :
“Kapal Negara Indonesia adalah kapal yg mempunyai
Surat Laut atau Pas Kapal atau surat ijin sebagai
pengganti sementara, menurut aturan aturan umum
mengenai Surat Laut dan Pas Kapal di Indonesia.

Kalimat “kapal negara” bukan berarti kapal milik pemerintah /


Negara Indonesia, melainkan mengandung makna “Kapal yang
berbendera atau berkebangsaan Indonesia” yang diberlakukan
kewajiban untuk memiliki tanda kebangsaan kapal berupa Surat
Laut atau Pas Kapal.
Sebuah kapal dikatakan kapal Indonesia harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

1. Pemiliknya seorang atau lebih Warga Negara Indonesia


(WNI)
2. Dua pertiga dimiliki seorang atau lebih WNI, sisanya
dimiliki WNA , asalkan WNA berdomisili di Indonesia.
3. Jika dimiliki badan usaha berbentuk Firma, seluruhnya
harus dimiliki WNI dan didirikan di Indonesia.
4. Jika dimiliki badan usaha berbentuk PT, harus didirikan
di Indonesia dengan minimal 2/3 sahamnya dimiliki
WNI.
5. Jika dimiliki Perkumpulan atau Yayasan, harus
berkedudukan di Indonesia dengan semua pengurusnya
adalah WNI.
III. NAKHODA DAN AWAK KAPAL.
 

A. Definisi.
Undang Undang No. 21 Th. 1992 Tentang Pelayaran pasal 1
ayat 11, 12, 13 dan 14
Ayat 11, Awak Kapal : adalah orang yang bekerja atau
dipekerjakan diatas kapal oleh pemilik atau operator kapal
untuk melakukan tugas diatas kapal sesuai dengan
jabatannya yang tercantum dalam buku sijil.

Kitab Undang – Undang Hukum Dagang ( KUHD )


Awak Kapal : Adalah Nakhoda, Anak Kapal dan
pengurus muatan
Anak Kapal adalah : mereka yang namanya tercantum
dalam Buku Sijil Awak Kapal.
Undang Undang No. 21 Th. 1992 Tentang Pelayaran pasal 1

Ayat 12, Nakhoda Kapal : adalah salah seorang dari


awak kapal yang menjadi pimpinan umum di
atas kapal dan mempunyai wewenang dan
tanggung jawab tertentu sesuai dengan
peraturan perundang undangan yang berlaku.

• Kitab Undang – Undang Hukum Dagang ( KUHD )


Pasal 341. Nakhoda adalah : Pemimpin Kapal.
Ayat 13, Pemimpin Kapal : adalah salah seorang
dari awak kapal yang menjadi
pimpinan umum diatas kapal untuk jenis dan
ukuran tertentu serta mempunyai
wewenang dan tanggung jawab tertentu,
berbeda dengan yang dimiliki Nakhoda.

Ayat 14, Anak Buah Kapal ( ABK ) : adalah awak


kapal selain Nakoda atau Pemimpin
Kapal.
Menurut ayat 11 s.d. 14 tersebut Awak Kapal terdiri dari 2
golongan yaitu Nakhoda / Pemimpin Kapal dan Anak Buah
Kapal ( ABK ).
ABK terdiri dari : Perwira dan Non Perwira.
Menurut KUHD Pasal 341 dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Nakhoda adalah pemimpin kapal.
2. Anak Kapal adalah mereka yang namanya tercantum
dalam Sijil Awak Kapal ( Monsterrol ). Kata “Sijil” artinya
Daftar.
3. Perwira Kapal adalah mereka yang dalam Sijil Awak
Kapal ditempatkan dalam tingkat sebagai perwira.
4. Anak Buah Kapal ( ABK ) adalah awak kapal lainnya
yang bukan perwira.
 
Dari pasal 341, awak kapal terbagi juga menjadi dua golongan
yaitu Nakhoda dan Anak Kapal.
Sedangkan Anak Kapal sendiri juga terbagi menjadi 2 golongan
yaitu Perwira dan non Perwira Kapal
( dalam kitab ini disebut kelasi )
B. STRUKTUR ORGANISASI

NAKHODA

NAUTIKA TEKNIKA

MUALIM I KKM

MARCONIS /
MUALIM II OPERATOR RADIO MASINIS I

SERANG JURU MASAK MANDOR

JURU MUDI JURU MINYAK

KELASI KELASI
C. NAKHODA
1. Nakhoda Sebagai Pemimpin Kapal .
Pasal 342 alinea 1 KUHD.
Nakhoda adalah pemimpin kapal yang bertindak
dan bersikap harus cakap, cermat, bijaksana yang
diperlukan untuk melakukan tugasnya.

Kewajiban Nakhoda:
a. Melengkapi segala sarana kapal secara baik
dan diberi cukup awak kapal untuk
menjalankan kapal itu ( Kelaiklautan ).
b. Memperhatikan dan memelihara kapalnya
agar tetap laik laut untuk berlayar .
c. Mengawasi barang-barang yang ada dikapalnya karena
tidak boleh ada barang tanpa ijinnya.
d. Selama dalam pelayaran agar memperhatikan
kepentingan pihak-pihak yang berhak atas muatan.
e. Memenuhi persyaratan pendidikan dan pelatihan,
kemampuan serta ketrampilan dan kesehatan.
f. Menyelenggarakan Buku Harian Kapal untuk mencatat
semua hal yang terjadi diatas kapal selama pelayaran.
g. Menyelenggarakan Buku Harian Mesin yang dikerjakan
oleh personil di kamar mesin.
h. Memiliki surat-surat kapal,seperti Surat Laut atau Pas
Kapal, Surat Ukur, Surat Ijin Berlayar dan surat-surat
lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
i. Memberikan pertolongan dalam batas kemampuan - nya kepada
setiap orang atau kapal yang dalam bahaya pada waktu dilaut.

Wewenang Nakhoda .
a. Menjalankan kekuasaan atas semua pelayar.
b. Mensita minuman keras atau senjata yang dimiliki oleh anak kapal
tanpa ijinnya.
c. Mengenakan tindakan disiplin atas pelanggaran yang dilakukan
setiap anak kapal yang :
- Meninggalkan kapal tanpa ijin Nakhoda atau kembali kekapal
tidak tepat pada waktunya seusai cuti.
- Melaksanakan tugas tidak sempurna.
- Menolak perintah atasan.
- Berperilaku tidak patut terhadap Nakhoda atau pelayar
lainnya.
- Mengganggu ketertiban umum.
d. Dalam keadaan memaksa dan mendesak, Nakhoda dapat
menjual sebagian atau seluruh muatan kapalnya.
e. Dapat merobah haluan yang telah ditetapkan guna
menyelamatkan jiwa manusia di laut.

2. Nakhoda sebagai wakil Pengusaha Kapal.


Ditempat mana saja bila Pengusaha Kapal tidak
mempunyai perwakilan setempat dan tidak dapat
mengambil tindakan secara mudah mengenai
sesuatu masalah, maka Nakhoda berwenang untuk :
– Melengkapi kapalnya dengan segala apa yang
diperlukan.
– Mengambil tindakan yang perlu untuk
menyelamatkan kapalnya.
3. Penyalahgunaan kekuasaan oleh Nakhoda.
• Undang-undang memberi kekuasaan kepada
Nakhoda, untuk itu undang – undang memberi pula
imbangan kekuasaan tadi yaitu adanya penuntutan
kepidanaan dan keperdataan kepada Nakhoda.
• Terhadap Nakhoda yang bertindak buruk terhadap
kapal, awak kapal , muatan atau penumpang,
dengan putusan Mahkamah Pelayaran Indonesia,
Nakhoda dapat dicabut wewenangnya selama waktu
tidak lebih dari dua tahun.
D. ANAK KAPAL
1. Kewajiban.
a. Bekerja sekuat tenaga yang sesuai dengan Perjanjian Kerja
Laut maupun peraturan yang berlaku di kapal.
b. Meninggalkan atau turun dari kapal harus seijin Nakhoda
dan kembali kekapal sesuai waktu yang telah ditentukan.
c. Taat kepada perintah Nakhoda .
d. Tidak diperkenankan membawa barang dagangan, minuman
keras dan senjata tanpa seijin Nakhoda.
e. Tidak diperkenankan membawa barang selundupan
maupun barang atau obat-obatan terlarang lainnya diatas
kapal.
f. Berperilaku sopan terhadap semua orang yang ada di kapal.
g. Tidak mengganggu ketertiban umum di kapal.
2. H a k
a. Hak atas upah/gaji.
b. Hak atas upah pekerjaan lembur.
c. Hak atas upah pekerjaan lembur.
d. Hak Cuti.
e. Hak atas perawatan diwaktu sakit.
E. SIJIL AWAK KAPAL
1. Pengertian.
Sijil Awak Kapal atau Daftar Awak Kapal (Monsterrol )
adalah Daftar yang berisi nama nama perwira kapal
dan anak buah kapal.
Sijil Awak Kapal itu diatur dalam pasal 376 alinea 1
KUHD, yang dibuat dalam rangkap dua di hadapan
Pegawai Pendaftar awak kapal.
Lembar pertama untuk Pegawai Pendaftar awak
kapal, sedangkan lembar kedua untuk nakhoda.
2. Isi Sijil Awak Kapal

- Nama Anak Kapal.


- Nama Kapal yang bersangkutan.
- Nama Pengusaha Kapal dan naakhoda.
- Kedudukan setiap Anak Kapal dalam
menjalankan Dinas Anak Kapal.
- Penunjukan, siapakah diantara anak kapal
itu adalah Perwira Kapal.
Sijil Awak Kapal harus ditandatangani oleh
Nakhoda dan Pegawai Pendaftar Awak Kapal.
IV. PERJANJIAN KERJA LAUT ( PKL )
 

A. Pengertian.
Pasal 395 KUHD, Yang dinamakan Perjanjian Kerja
Laut ialah perjanjian yang dibuat antara seorang
pengusaha kapal disatu pihak dan seorang buruh
dipihak lain, dengan mana pihak tersebut terakhir
menyanggupi untuk dibawah perintah Pengusaha
Kapal melakukan pekerjaan dengan mendapat upah
sebagai Nakhoda atau Anak Kapal.

Pasal 1320 KUHP , yaitu sahnya suatu perjanjian


harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
1. Adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.
Kesepakatan antara Pengusaha Kapal dengan
Pelaut.
2. Adanya kecakapan hukum dari kedua belah pihak.
Sudah cukup umur, tidak gila, tidak dibawah
pengampunan dll.
3. Adanya suatu hal tertentu yang diperjanjikan.
Ada yang diperjanjikan, yaitu ikatan kerja.
4. Adanya suatu klausul yang halal.
Si Pelaut belum bekerja, atau tidak sedang
bekerja pada Pengusaha lain.
B. Jenis – Jenis P K L.

1. Perjanjian antara pengusaha kapal dengan nakhoda


atau perwira kapal.
2. Perjanjian antara pengusaha kapal dengan anak
buah kapal ( A B K ).

• PKL harus dibuat secara tertulis atas ancaman


kebatalannya, bagi nakhoda dan perwira kapal cukup
dengan tertulis dibawah tangan, sedangkan bagi ABK
harus otentik, yang dibuat dihadapan Pegawai
Pendaftar Awak Kapal / Kesyahbandaran
C. Berakhirnya Hubungan Kerja.

Putusnya hubungan kerja ( berakhirnya PKL ) yang


sah dapat disebabkan karena :
- Secara hukum.
- Alasan mendesak.
- Alasan penting.
1. Berakhirnya PKL secara hukum.
- Waktu perjanjian kerja sudah habis atau sudah
berakhir.
- Pelaut meninggal dunia.
- Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi.
- Salah satu pihak tidak melanjutkan / meneruskan
hubungan kerja setelah lewat masa percobaan.
2. Alasan mendesak.

Bagi Pengusaha Kapal.


Pengusaha Kapal dapat menghentikan PKL dengan Buruh,
apabila :
• Menipu, dengan menyajikan keterangan, ijasah, surat –
surat atau bukti – bukti palsu.
• Kurang memiliki kecakapan dan kesanggupan untuk
melakukan tugasnya.
• Suka mabuk, madat atau bertingkah laku buruk.
• Melakukan pencurian dan perbuatan sejenis lainnya.
• Menganiaya, menghina, mengancam pengusaha,
keluarganya, dan teman - teman sekerjanya.
• Merusak barang milik pengusaha kapal.
• Menolak perintah pengusaha atau atasannya.
• Melalaikan kewajiban yang menjadi tanggung
jawabnya.
• Membawa dan menyimpan barang selundupan di
kapal.
• Membujuk pengusaha, keluarganya atau teman –
temannya untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan undang – undang atau
kesusilaan.
Bagi Awak Kapal ( Nakhoda, Perwira dan non Perwira )

• Gaji tidak dibayar.


• Tidak menyediakan makanan dan tempat tinggal
yang layak.
• Kapal diperintahkan berlayar kedaerah musuh ( di
waktu ada perang )
• Melakukan pelayaran yang melanggar hukum
( penyelundupan )
• Menganiaya atau menghina awak kapal.
• Mendapat ancaman dari awak kapal lainnya .
• Kapal kurang layak laut.
3. Alasan Penting
Bagi Pengusaha Kapal.
- Perusahaan mengalami perubahan kekayaan
sehingga memerlukan efisiensi keuangan.
- Kapal terbakar, terdampar dll.
 
Bagi Awak Kapal.
- Mendapat jabatan yang lebih tinggi ditempat
lain.
V. SURAT KAPAL.

A. SURAT UKUR .
Pasal 347 – 352 KUHD serta pasal 45 U U No. 21 Tahun
1992 mengatur tentang Surat Ukur.
Surat Ukur ialah : Suatu Sertifikat yang diberikan setelah
diadakan pengukuran terhadap kapal oleh juru ukur dari
instansi pemerintah yang berwenang, yang merupakan
sertifikat pengesahan dari ukuran – ukuran dan tonase
kapal menurut ketentuan yang berlaku.

Surat Ukur diwajibkan bagi kapal – kapal yang besarnya


20 M ³ keatas. Adapun Juru Ukur yang berwenang, adalah
dari pegawai Dirjen Perhubungan Laut, c q. Kantor Kabid
Kesyahbandaran ( Sekarang Kelaik – lautan kapal )
• Surat Ukur tetap berlaku selama kapal tidak berganti
nama, tidak berganti konstruksi, tidak tenggelam,
tidak terbakar, musnah dan sejenisnya.
• Isi Surat Ukur meliputi :
- Nama Kapal.
- Tanda Selar ( Nomer Register Resmi Kapal )
- Tempat asal kapal.
- Jumlah dek, tiang, dasar berganda, tangki
balas.
- Ukuran Tonnage, volume dan lain – lain.
B. Surat Tanda Pendaftaran Kapal.

• Pasal 314 KUHD dan pasal 46 UU No. 21 Th 1992


mengatur tentang pendaftaran kapal.
• Prosedur pendaftaran meliputi :
- Kapal harus diukur untuk mendapatkan Surat Ukur
- Kepada Syahbandar diajukan pengajuan
Pendaftaran kapal untuk mendapatkan Surat
Pengesahan Pendaftaran Sementara dan Laporan
Taksiran Harga Kapal.
- Bayar biaya balik nama dikantor pajak setempat
ditambah dengan bea meterai.
- Dengan bukti pembayaran dari kantor pajak,
diajukan kembali permohonan Pendaftaran kapal ke
Syahbandar.
- Apabila segala sesuatunya telah memenuhi
syarat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku maka oleh Syahbandar dibuat Akta /
Surat Tanda Pendaftaran Kapal.
 
• Maksud dan tujuan Pendaftaran Kapal adalah untuk
mendapatkan Tanda Kebangsaan Kapal, suatu bukti
bahwa kapal tersebut adalah kapal berkebangsaan
Indonesia.
• Kapal yang belum didaftarkan dalam Register Kapal
tidak mungkin mendapat suatu bukti kebangsaan.
Pendaftaran kapal itu diwajibkan bagi kapal yang
besarnya 20 M³ keatas
c. Surat Bukti Kebangsaan.

• Setelah kapal di ukur , diberikan Surat Ukur


kemudian didaftarkan untuk memperoleh Tanda
Pendaftaran Kapal.
• Setelah itu , kepada kapal Indonesia diberikan Bukti
Kebangsaan Kapal, berupa :
1. Surat Laut
Surat Laut diberikan untuk kapal laut yang
isi kotornya 500 M³ atau lebih yang bukan
kapal nelayan laut atau kapal pesiar.
Surat Laut diberikan untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan.
2. Pas Kapal

• Pas Kapal diberikan kepada kapal yang tidak dapat


diberi Surat Laut. Pas Kapal ada 2 ( dua ) macam yaitu :
• Pas Tahunan : diberikan kepada kapal yang isi
kotornya 20 M³ atau lebih, tetapi kurang dari 500
M³, yang bukan kapal nelayan laut atau kapal pesiar.
Pas Tahunan diberikan untuk satu tahun dan paling
lama 15 bulan.
• Pas Kecil atau Pas Biru : diberikan kepada kapal yang
isi kotornya kurang dari 20 M³, kapal nelayan laut
dan kapal pesiar.
Pas Kecil atau Pas Biru diberikan untuk jangka
waktu yang tidak ditentukan
 
Isi Surat Laut

1. Nama kapal, pemilik kapal dan Nakhoda.


2. Isi bersih / kotor menurut Surat Ukur.
3. Keterangan menurut Surat Pendaftaran Kapal
4. Nama panggilan kapal menurut Buku Isyarat
Internasional.
5. Suatu perintah kepada semua pejabat dan pegawai
pemerintah dan permintaan kepada setiap orang
yang bersangkutan, untuk menerima Nakhoda
dengan kapal dan muatannya, secara baik dan
memperlakukannya sesuai dengan undang - undang.
Surat Laut (Tanda Kebangsaan ) tidak berlaku apabila :

1. Kapal di besi tuakan.


2. Tenggelam ( hilang )
3. Kapal dipakai untuk membajak di laut.
4. Nama kapal diganti.
5. Kapal diberi tanda kebangsaan lain.

Anda mungkin juga menyukai