ABIGAIL F C CHIQUITA
1306451660
Bab I . PENDAHULUAN 1
Bab II . PEMBAHASAN 4
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
Kapal adalah semua perahu, dengan nama apapun juga. Kecuali apabila
ditentukan atau diperjanjikan lain, maka kapal ini dianggap meliputi segala alat
perlengkapannya. Sedangkan yang dimaksud dengan alat perlengkapan kapal
adalah segala benda yang bukan suatu bagian daripada kapal itu sendiri, namun
diperuntukkan untuk selamanya dipakai tetap dengan kapal itu. 3 Sedangkan
1
H. M. Iwan Gayo, Buku Pintar, seri senior, (Jakarta: Pustaka Warga Negara, 2002), hlm.
7.
2
Indonesia, UU No. 17 Tahun 2008, LN No. 70 Tahun 2008, TBN No. 4297, Pasal 1
angka (10).
3
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang [Wetboek van Koophandel]. Diterjemahkan
oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta : Pradnya Paramita, 2002, Pasal 309.
1
rumusan Pasal 1 angka (36) UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
menegaskan, definisi kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu
yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik dan energi lainnya, ditarik
atau ditunda, termasuk kendaraarn yang berdaya dukung dinamis, kendaraan
dibawah permukaan air serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah.
4
Angling Adhitya Purbaya, “Menhub: 450 Insiden dan Kecelakaan Terjadi di Laut
Indonesia Tahun 2014,“ http://news.detik.com/berita/2940502/menhub-450-insiden-dan-
kecelakaan-terjadi-di-laut-indonesia-tahun-2014, diunduh pada 29 April 2016.
5
http://kemhubri.dephub.go.id/knkt/ntsc_maritime/Laut/Publications/Laporan%20Analisis%20Tren
d%20Kecelakaan%20Laut%202003-2008.pdf, diunduh pada 29 April 2016.
6
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang [Wetboek van Koophandel]. Diterjemahkan
oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta : Pradnya Paramita, 2002, Pasal 534 ayat (2).
2
3. Bagaimana penyelesaian ganti rugi korban tubrukan antara KMP
Bahuga Jaya dan MT Norgas Cathinka?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
c. Adanya sifat keragu-raguan tentang terjadinya tabrakan (atau
yang menyebabkan terjadinya tubrukan)
Maka dalam ketiga hal tersebut di atas tidak ada pihak yang salah.
Dan oleh karena tidak ada yang salah, maka dengan ini dipikul
mereka yang menderitanya (Pasal 535 KUHD).
2. Apabila timbulnya tubrukan disebabkan karena adanya kesalahan
pada salah satu pihak atau adanya kesalahan pada kapal lain, maka
pihak pengusaha kapal yang berbuat salah satu itu harus bertanggung
jawab untuk seluruh kerugian (Pasal 536 KUHD).
3. Apabila terjadinya tubrukan kapal itu karena adanya kesalahan dari
kedua belah pihak (schuld van wederjide), maka para pengusaha
kapal dari masing-masing kapal yang bertabrakan itu harus
bertanggung jawab, maisng-masing seimbang dengan beratnya
kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh kedua belah pihak (Pasal
537 KUHD).
Awalnya tak ada masalah. Ketika pada jarak 3,5 nautical mile, Jibing
mengetahui keberadaan Bahuga Jaya. Satu nautical mile setara dengan 1,852
kilometer atau sekitar 18 kali panjang lapangan sepak bola. Saat itu ia belum
mengetahui risiko tubrukan sehingga ia tidak melakukan tindakan apa pun.
Ketika jarak Norgas dan Bahuga tinggal 1,5 nautical mile, baru Jibing
mengubah arah kapal ke kanan sekitar lima derajat karena melihat ada risiko
tubrukan. Tapi, ia tetap tak melepas kemudi otomatis.
KMP Bahuga Jaya yang sudah mengetahui ada risiko tubrukan coba
mengontak MT Norgas. Akan tetapi, Dua kali mengontak tak ada tanggapan.
KMP Bahuga Jaya lalu berinisiatif memutar kemudi ke arah kiri 20 derajat. Saat
5
jarak tersisa 0,5 nautical mile dan risiko tubrukan makin tinggi, Ji bing mematikan
kendali otomatis dan mengubah arah kapal ke kanan hingga lebih dari 15 derajat.
Namun terlambat, KMP Norgas terlanjur bertubrukan dengan KMP Bahuga Jaya.
Setelah tubrukan, Ji bing baru memerintahkan awak lain untuk memanggil
nakhoda Ernesto.
Tabrakan yang terjadi antara MT Norgas Cathinka dan KMP Bahuga Jaya
disebabkan oleh kesalahan manusia (human error). Dugaan tersebut terindikasi
dari tindakan yang dilakukan mualim kapal. Dalam Peraturan Pencegahan
Tubrukan di Laut (P2TL) 1972, atau Collision Regulation 1972 International
Maritime Organization (IMO), kapal yang melihat di sisi kanannya ada kapal lain
wajib menghindar. Dalam sebuah kapal lampu sisi kiri merah, kanan hijau, artinya
pelaut pantang belok ke kiri. Dalam posisi kecelakaan tersebut, MT Norgas dinilai
6
bergerak benar ke kanan tetapi kemudian menabrak lambung kanan KMP Bahuga
Jaya yang berbelok ke kiri. Menurut Collisison Regulation 1972, seharusnya kapal
di manuverkan ke kanan sehingga banyak tudingan kesalahan prosedur dan
operasional yang dilakukan KMP Bahuga Jaya yang malah melaju ke kiri. Sahad
Maruli Tua Manurung, nahkoda kapal Bahuga, mengatakan di samping kanan ada
kapal lain begitu juga di belakang sedangkan di depan ada kapal tanker MT
Norgas, menurut aturan internasional keputusan itu diperbolehkan untuk
menghindari tabrakan.
Jibing tidak melakukan tindakan sedini mungkin dan tidak tegas. Ia baru
mengubah arah kapal ke kanan sekitar lima derajat ketika jarak Norgas dan
Bahuga tinggal 1,5 nautical mile karena melihat ada risiko tubrukan. Tapi, ia tetap
tak melepas kemudi otomatis. MT Norgas telah dihubungi oleh Bahuga Jaya
sebanyak dua kali akan tetapi tidak menjawab. Bahuga Jaya lalu berinisiatif
memutar kemudi ke arah kiri 20 derajat. Saat jarak tersisa 0,5 nautical mile dan
risiko tubrukan makin tinggi, Jibing mematikan kendali otomatis dan mengubah
arah kapal ke kanan hingga lebih dari 15 derajat. Namun terlambat, MT Norgas
terlanjur bertubrukan dengan Bahuga Jaya.
(d) Tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan kapal lain
harus sedemikian rupa sehingga dapat dilewati pada jarak yang aman.
Ketepatan dari tindakan itu harus dikaji dengan seksama sampai kapal yang
7
lain dapat terlewati dengan bebas dan aman.
8
Indonesia. Beberapa peraturan yang memuat pengaturan tentang Mahkamah
Pelayaran dapat disebutkan, antara lain:
9
Hukum Acara Pidana, putusan oleh Mahkamah Pelayaran merupakan suatu alat
bukti yang sah. Karena dapat dimasukkan dalam kategori alat bukti, yaitu alat
bukti surat (Pasal 184 KUHAP), sehingga dapat dipergunakan di muka
pengadilan. Di dalam kecelakaan kapal, jika didalam penyelidikan ditemukan
adanya dugaan kelalaian atau eskalahan yang bersifat prosedural/administratif
menyangkut perizinan kapal dan ad mniistratif lainnya, maka pihak yang dapat
dimintai pertanggung jawaban adalah pengusaha kapal atau perusahaan pelayaran
(vicarious liability), dimana suatu pihak dimintai pertanggung jawaban atas
kesalahan yang bukan secara langsung dilakukan oleh terdakwa. Sedangkan jika
ditemukan dugaan adanya kelalaian pada saat beroperasinya kapal tersebut
sehingga mengakibatkan terjadinya kecelakaan, maka pihak yang dapat
dipertanggung jawabkan atas kecelakaan tersebut adalah Nakhoda kapal dan/atau
awak kapal (strict liability) karena terdawa langsung dimintai pertanggung
jawaban atas kesalahan yang diperbuat.
10
Lalu, Jaksa Penuntut Umum juga menuntut Ernesto Silvania Lat Jr,
nakhoda kapal MT Norgas Cathinka, tujuh bulan penjara dan denda Rp 5 juta
subsider 3 bulan penjara, dipotong masa tahanan. Su Ji Bing juga dituntut pidana
selama satu tahun.
Menurut majelis hakim dakwaan jaksa yang disusun secara alternatif tidak
terbukti di persidangan. Jaksa penuntut umum tidak mampu membuktikan tindak
pidana dalam Pasal 359 KUHP, Pasal 330 dan Pasal 332 Undang-undang Nomor
17 tahun 2008 tentang Pelayaran. "Unsur kelalaian tidak bisa dibuktikan karena
terdakwa yang pada saat peristiwa terjadi sudah mendelegasikan kepada mualim
satu yaitu Su Ji bing dan ada upaya untuk menghindari tabrakan," katanya.
Terdakwa Su Ji Bing juga dibebaskan dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut
Umum.
7
Radiks Purba, Asuransi Angkutan Laut, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm.330.
11
alat angkutan penumpang umum termasuk juga di dalamnya korban kecelakaan
angkutan laut, pemerintah telah membuat Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964
tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (selanjutnya disebut
UU No. 33 Tahun 1964). Sesuai konsiderannya, Undang-undang ini dibuat
dengan tujuan untuk memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
yang menggunakan alat transportasi umum. Jaminan sosial merupakan suatu
penerapan perjanjian asuransi yang diberikan sebagai upaya untuk meringankan
resiko yang dialami oleh masyarakat dan bersifat mutlak hak warga negara.
8
Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Resiko, (Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2006),
hlm. 22.
12
demikian bila penumpang mengalami kecelakaan maka korban atau ahli warisnya
berhak untuk mendapatkan santunan dari PT Jasa Raharja (Persero). PT Jasa
Raharja (Persero) seperti telah diuraikan diatas, merupakan perusahaan asuransi
yang diberi tanggung jawab pemerintah untuk menyalurkan santunan melalui
mekanisme asuransi kepada korban kecelakaan lalu lintas dan angkutan umum.
Setiap kendaraan yang diangkut kapal feri yang tenggelam itu, otomatis
mendapatkan asuransi. Nilai premi asuransi itu dibayarkan pemilik kapal.
Nilainya untuk sepeda motor Rp 400 sekali jalan, roda empat (mobil pribadi) Rp
1.700/ sekali jalan, sedangkan untuk truk mencapai Rp 13 ribu untuk sekali jalan.
Kepada ahli waris korban tewas akan diberikan santunan sebesar Rp25
juta. Penumpang kapal feri yang menderita luka-luka juga mendapatkan santunan
pengobatan, nilainya maksimum Rp 10 juta per orang. Klaim pengobatan itu bisa
disampaikan kepada PT Jasa Raharja, meski para korban berobat di daerahnya
masing-masing.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam kasus tubrukan antara KM Bahuga Jaya dan MT Norgas Cathinka,
pihak yang patut bertanggung jawab ialah pihak MT Norgas Cathinka dimana
Mualim I Kapal Su Ji Bing telah lalai tidak mengikuti aturan 16 juncto aturan 8
huruf a, b, d dan e peraturan pencegahan tubrukan di laut (P2TL/COLREG) tahun
1972. Ji bing tidak melakukan tindakan sedini mungkin dan tidak tegas. Ia baru
mengubah arah kapal ke kanan sekitar lima derajat ketika jarak Norgas dan
Bahuga tinggal 1,5 nautical mile karena melihat ada risiko tubrukan. Tapi, ia tetap
tak melepas kemudi otomatis. MT Norgas telah dihubungi oleh Bahuga Jaya
sebanyak dua kali akan tetapi tidak menjawab. Bahuga Jaya lalu berinisiatif
memutar kemudi ke arah kiri 20 derajat. Saat jarak tersisa 0,5 nautical mile dan
risiko tubrukan makin tinggi, Jibing mematikan kendali otomatis dan mengubah
arah kapal ke kanan hingga lebih dari 15 derajat. Namun terlambat, MT Norgas
terlanjur bertubrukan dengan Bahuga Jaya. Ernesto selaku nakhoda MT Norgas
Cathinka yang bertabrakan dengan KMP Bahuga Jaya juga dapat dipersalahkan
karena tidak berupaya memberikan pertolongan terhadap para korban penumpang
KMP Bahuga Jaya yang tenggelam. Tindakan tersebut melanggar Pasal 332 UU
17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
14
Selanjutnya, upaya hukum tetap dilakukan dengan melimpahkan perkara
kepada Kejaksaan Tinggi Lampung. Akhirnya, Hakim Pengadilan Negeri
Kalianda pada 8 Mei 2013 dalam putusannya menilai Ernesto tidak terbukti
bersalah dalam kecelakaan yang merenggut 7 jiwa pada 26 September 2012 lalu.
Terdakwa Su Ji Bing juga dibebaskan dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut
Umum.
15
Dalam kasus tubrukan antara KMP Bahuga Jaya dan MT Norgas
Cathinka, Komisi V DPR RI mendesak pihak asuransi termasuk PT. Jasa Raharja
untuk segera memberikan uang santunan dan ganti rugi bagi para korban
kecelakaan KMP Bahuga Jaya di dalam Rapat Kerja Pada 3 Oktober 2012.
3.2 Saran
Mengingat bahwa intensitas pelayaran di wilayah perairan Indonesia
diperkirakan akan lebih meningkat, yang bukan saja melibatkan kapal-kapal
berbendera Indonesia akan tetapi juga kapal-kapal asing, maka potensi terjadinya
insiden-insiden pelayaran diperkirakan juga akan lebih meningkat. Oleh karena
itu, perlu dipikirkan mengenai keberadaan sebuah lembaga pengadilan maritim
yang memiliki yurisdiksi dan kompetensi yang luas, lebih profesional dan
didukung oleh sumberdaya manusia yang benar-benar menguasai persoalan-
persoalan khusus, seperti Mahkamah Maritim (Maritime Court atau Admiralty
Court) di negara-negara lain.
16
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Badan Pembinaan Hukum Nasional. Laporan Akhir Tim Analisis Evaluasi
2002.
Purba, Radiks. Asuransi Angkutan Laut. Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Salim, Abbas. Asuransi dan Manajemen Resiko. Jakarta, PT. Raja Grafindo, 2006.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Lembaran
INTERNET
http://kemhubri.dephub.go.id/knkt/ntsc_maritime/Laut/Publications/Laporan%20
Analisis%20Trend%20Kecelakaan%20Laut%202003-2008.pdf. Diunduh 29 April
2016.
17
Arrazie, Nurochman. “Nahkoda Kapal Norgas Cathinka Divonis Bebas.”
https://m.tempo.co/read/news/2013/05/09/058479048/nahkoda-kapal-norgas-
cathinka-divonis-bebas. Diunduh 14 Mei 2016.
Purbaya, Angling Adhitya. “Menhub: 450 Insiden dan Kecelakaan Terjadi di Laut
Indonesia Tahun 2014.” http://news.detik.com/berita/2940502/menhub-450-
insiden-dan-kecelakaan-terjadi-di-laut-indonesia-tahun-2014. Diunduh 29 April
2016.
Barutu, Piere. “Bagaimanakah Status Hukum Tabrakan Kapal Bahuga dan Norgas
?” http://www.kompasiana.com/piereberutu/bagaimanakah-status-hukum-
tabrakan-kapal-bahuga-dan-norgas_5519dc07a333119d1cb65950. Diunduh 3 Mei
2016.
18