DISUSUN OLEH
1. Wahyudi Rahmat Ryan D.
TAHUN 2018/2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................................5
1.4 Metode Penulisan........................................................................................................................6
1.5 Manfaat Penulisan.......................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................7
2.1 Kecekalaan KM Zahro Express.....................................................................................................7
2.2 Izin pengoperasian kegiatan angkutan laut.................................................................................8
2.3 Tanggung jawab nakhoda, perusahaan pengangkut dan syahbandar terhadap kerugian
kecelakaan.........................................................................................................................................9
2.4 Peran Mahkamah Pelayaran.....................................................................................................12
2.5 Upaya yang dilakukan oleh KNKT dan masyarakat agar pelaksanaan tanggungjawab nakhoda,
perusahaan pengangkut dan syahbandar dapat direalisasikan...................................................13
BAB III..................................................................................................................................................14
PENUTUP.............................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................14
3.2 Saran..........................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada kita, sehingga tugas makalah K3 kelautan pelayaran tentang “Kecelakaan
Transportasi Laut” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini juga sebagai tugas
yang harus dikerjakan untuk sarana pembelajaran bagi kita.
Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini,
maka penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada…. selaku dosen pembimbing kami,
yang memberikan dorongan, masukan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari rekan – rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah
ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Kapal itu diduga mengangkut ratusan orang dari Muara Angke menuju Pulau Tidung.
Usai warga melapor ke Command Center di Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit,
Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, satu unit kapal medium dan satu unit kapal pemadam
meluncur, dan tiba di lokasi kebakaran pada pukul 08.50 WIB.
Menentukan jumlah penumpang yang sesuai menjadi kendala, lantaran tidak ada
manifesnya. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, awalnya
korban meninggal satu orang hingga bertambah terus hingga 23 orang. Data terakhir dari
BNPB menyebutkan, korban meninggal 23 orang. Sedangkan korban hilang 17 orang, luka-
luka 17 orang, dan 194 orang selamat. Serta 31 orang dirawat di Rumah Sakit Atmajaya,
Jakarta Utara2. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya lantaran tidak adanya kejelasan
mengenai jumlah korban kecelakaan kapal KM Zahro Express akibat tidak adanya manifes
yang menjadi bukti jumlah penumpang yang diangkut. Selain itu banyaknya jumlah korban
yang tidak terselamatkan menjadi bukti bahwa kurangnya evakuasi dalam penyelamatan
kecelakaan kapal KM Zahro Express.
2.2 Izin pengoperasian kegiatan angkutan laut
Kegiatan angkutan laut di Indonesia tentu memerlukan izin agar dapat beroperasional
di wilayah territorial laut Indonesia. Izin tersebut dikeluarkan 12 oleh pemerintah terkait
dengan subjek hukum yang memerlukan perizinan terhadap angkutan laut tersebut. Pasal 27
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyatakan bahwa “Untuk
melakukan kegiatan angkutan di perairan orang perseorangan warga negara Indonesia atau
badan usaha wajib memiliki izin usaha.”
Adapun izin untuk menjalankan usaha angkutan laut diberikan oleh pemerintah terkait
dengan domisili wilyah pengoperasian angkutan laut tersebut. Hal ini diatur didalam Pasal 28
ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yakni :
“Izin usaha angkutan laut diberikan oleh:
a. bupati/walikota yang bersangkutan bagi badan usaha yang berdomisili dalam wilayah
kabupaten/kota dan beroperasi pada lintas pelabuhan dalam wilayah kabupaten/kota
b. gubernur provinsi yang bersangkutan bagi badan usaha yang berdomisili dalam wilayah
provinsi dan beroperasi pada lintas pelabuhan antarkabupaten/kota dalam wilayah provinsi;
atau
c. Menteri bagi badan usaha yang melakukan kegiatan pada lintas pelabuhan antarprovinsi
dan internasional.” Izin melakukan kegiatan pelayaran dengan menggunakan angkutan laut
tentu harus memenuhi syarat-syarat keselamatan dan kalaiklautan kapal.
Keselamatan kapal didalam Pasal Pasal 117 ayat (2) yang meliputi keselamatan kapal,
pencegahan pencemaran dari kapal, pengawakan kapal, garis muat kapal dan pemuatan,
kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal dan, manajemen keamanan kapal.
Keselamatan pelayaran erat berkaitan dengan kelaiklautan kapal. Kelaiklautan kapal didalam
Pasal 124 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yakni pengadaan,
pembangunan, dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya serta pengoperasian kapal di
perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal. Persyaratan keselamatan
kapal meliputi material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata
susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio danelektronika
kapal Adanya syarat-syarat keselamatan kapal dan kelaiklautan kapal tentu untuk
menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan seperti kecelakaan kapal.
Kecelakaan kapal terjadi akibat berbagai macam faktor baik faktor internal maupun
eksternal. Didalam Undang-Undang 14 Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kecelakaan
kapal diatur didalam Pasal 245 – Pasal 249. Menurut Pasal 245 yang dimaksud dengan
kecelakaan kapal merupakan kejadian yang dialami oleh kapal yang dapat mengancam
keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia berupa :
a. Kapal tenggelam
b. Kapal terbakar
c. Kapal tubrukan
d. Kapal kandas
Ketika terjadi kecelakaan kapal maka diperlukan tanggungjawab dari berbagai pihak
baik syahbandar, perusahaan pengangkut, maupun nakhoda. Tanggungjawab secara hukum
(yuridis) mempunyai dua aspek yang terkait satu dengan yang lainnya. Tanggung jawab
yuridis selalu terkait dengan hak dan kewajiban yang dapat diatur dalam suatu perjanjian
antara pihak-pihak yang bersangkutan ataupun mempunyai daya laku karena diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.Dalam pada waktu itu diperhatikan asas-asas
tanggung jawab ganti rugi untuk dapat menentukan apakah atau bagaimana sesuatu kerugian
yang menimbulkan tanggung jawab ganti rugi mempunyai batas.
Pada umumnya ada empat asas tanggung jawab ganti rugi, yaitu :
a. Asas tanggung jawab ganti rugi berdasarkan adanya unsur kesalahan (liability based on
fault).
b. Asas tanggung jawab berdasarkan praduga adanya unsur kesalahan (presumption of
liability) dimana seseorang dianggap selalu bertanggung jawab atas kerugian yang timbul
karena perbuatannya kecuali ia dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan segala upaya
untuk mencegah kerugian tersebut namun masih terjadi sehingga hal tersbeut bukan karena
kesalahannya.
c. Asas tanggung jawab ganti rugi mutlak (absolut liability) yang tidak mempermasalahkan
ada-tidaknya kesalahan.
d. Asas tanggung jawab ganti tugi terbatas (limitation of liability) dimana tanggung jawab
ganti rugi dibatasi sampai sejumlah tertentu. Hal terakhir ini umpamanya terdapat dalam
pengangkutan laut dimana tanggung jawab ganti rugi pengangut dibatasi oleh undang-
undang.
B. Syahbandar
Keselamatan pelayaran tidak terlepas dari peran Syahbandar karena persoalan terbesar
terjadinya kecelakaan pelayaran diawali dari diabaikannya prosedur atau dengan kata lain
Syahbandar tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. Keberadaan Syahbandar
merupakan manisfestasi dari bentuk kehadiran Pemerintah dalam lalu lintas laut sehingga
selain hubungan hukum privat maka hubungan hukum publik pun nyata ada dalam sistem
transportasi laut, sehingga seluruh aktifitas pelayaran diatur oleh pemerintah sebagaimana
diatur pada undang-undang Nomor 17 Tahun 2008.
Dalam Undang tersebut telah diatur secara tegas tugas dan tanggung jawab dari
Syahbandar. Syahbandar sebagai pejabat tertinggi dalam kepelabuhan tentunya memiliki
kewenangan yang besar yang diberikan oleh aturan hukum Indonesia, oleh Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran memiliki tugas sebagai berikut :
1) mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan, dan ketertiban dipelabuhan
2) mengawasi tertib lalu lintas kapal diperairan pelabuhan dan alur pelayaran.
3) mengawasi kegiatan alih muat diperairan pelabuhan
4) mengawasi pemanduan mengawasi kegiatan penundaan kapal
5) mengawasi kegiatan pekerjaan bawah air dan salvage
6) mengawasi bongkar muat barang berbahaya
7) mengawasi pengisian bahanbakar
8) mengawasi pengerukan danrekalmasi
9) mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan.
Dalam melakukan tugas yang dipercayakan sebagai pemimpin tertinggi di pelabuhan
maka Syahbandar memiliki fungsi, yaitu:
1) melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan dalam pelayaran yang mencakup,
pelaksanaan, pengawasan, dan penegakan hukum di bidang angkutan perairan
2) Syahbandar membantu tugas pencarian dan penyelamatan dipelabuhan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
3) Syahbandar diangkat oleh menteri setelah memenuhi persyaratan kompetensi dibidang
keselamatan dan keamanan serta kesyahbandaran.
Dalam melaksanakan fungsi dan tugas diatas maka Syahbandar memiliki kewenangan
sebagai berikut:
1) mengkoordinasi seluruh kegiatan pemerintahan dipelabuhan
2) memeriksa dan menyimpan surat,dokumen, dan warta kapal
3) menerbitkan persetujuan kegiatan kapal dipelabuhan melakukan pemeriksaan kapal
4) menerbitkan surat persetujuan berlayar
5) melakukan pemeriksaan kecelakaan kapal
6) melaksanakan sijil awak kapal.
Secara teori, Syahbandar memiliki landasan hukum internasional dan nasional untuk
melakukan pengawasan dan penegakan Siapa yang Bertanggung jawab Menurut Hukum
dalam Kecelakaan Kapal agar tidak terjadi kecelakaan pelayaran. Dalam pemberian surat
persetujuan berlayar ini juga telah melibatkan sejumlah instansi terkait, Syahbandar sebelum
memberikan surat ijin berlayar (port clearance) perlu meneliti kelengkapan dokumen kapal
dan jika tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan peraturan, dan bersifat pelanggaran
atau adanya kekurangan pada kapal, surat persetujuan berlayar tidak diberikan, sampai
Nakhoda atau perusahaan pelayaran Melengkapi kekurangan
1. Andi, Hamzah, 1994. Laut Teritorial Perairan Indonesia, Jakarta Akademika Presindo.
2. Djoko, Prakoso. 1988. Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, PT Prandnya Paramita.
3. Radiks, Purba. 1994. Angkutan muatan laut, Jakarta. Rineka Cipta.
4. Komite Nasional Kecelakaan Transportasi. 2007. Kajian analisa kasus kebakaran KM Levina
1 Kajian analisis trend kecelakaan transportasi laut (Artikel yang di akses pada tanggal 6 Juli
2019)
5. Melly Setyawati, Penal Code Reform “Tindak Pidana Pelayaran (Melihat UU berkaitan
dengan Pelayaran, KUHP dan RKUHP” Elsam 2013. (Artikel yang di akses pada tanggal 6
Juli 2019)