0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
20 tayangan4 halaman
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Kondisi keamanan pelabuhan Tanjung Priok masih dianggap rawan oleh lembaga internasional meskipun sudah menerapkan ISPS Code, dan pemerintah berupaya meningkatkan pengamanan serta meyakinkan bahwa tingkat keamanan pelabuhan nasional normal.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Kondisi keamanan pelabuhan Tanjung Priok masih dianggap rawan oleh lembaga internasional meskipun sudah menerapkan ISPS Code, dan pemerintah berupaya meningkatkan pengamanan serta meyakinkan bahwa tingkat keamanan pelabuhan nasional normal.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Kondisi keamanan pelabuhan Tanjung Priok masih dianggap rawan oleh lembaga internasional meskipun sudah menerapkan ISPS Code, dan pemerintah berupaya meningkatkan pengamanan serta meyakinkan bahwa tingkat keamanan pelabuhan nasional normal.
Kondisi keamanan pelabuhan Indonesia lumayan hangat dibicarakan belakangan. Isu
itu mencuat sejurus pemberitaan sebuah media yang menurunkan laporan terkait keamanan pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yang dinilai masih rawan. Kementerian Perhubungan dan BUMN kepelabuhanan yang mengatur dan mengelola pelabuhan nasional lalu meluncurkan serangkaian tangkisan. Menurut Kemenhub dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), kondisi keamanan pelabuhan nasional aman terkendali. Penerapan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code, sebagai faktor kunci atas kondisi keamanan yang kondusif. Sejak diberlakukan pada 2004, ada 348 pelabuhan yang sudah mengimplementasikan skema keamanan tersebut. Dengan data ini klaim bahwa kondisi keamanan pelabuhan aman terkendali bisa saja benar. Tapi siapa sangka, International Maritime Bureau (IMB) mendata, hingga September 2017 tercatat 23 penyerangan dan upaya penyerangan terjadi di perairan atau terminal pelabuhan Tanjung Priok. Jumlah ini jelas jauh berkurang dibanding tahun 2015 yang mencapai 85 insiden di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu. Sementara itu, pada 2016, terjadi 33 insiden. Tak salah media menyebut Tanjung Priok masih rawan. Tidak hanya IMB, Joint War Committee, yang mewakili berbagai firma asuransi berbasis di Inggris, juga mencantumkan pelabuhan Tanjung Priok sebagai zona rawan perang (war risk zone) sejak 2015. Dulu, ketika Nangroe Aceh Darussalam masih bergolak pada awal 2000-an, JWC memasukkan perairan dan pelabuhan provinsi tersebut sebagai zona rawan perang. Tentu saja, pelabuhan Tanjung Priok juga tak luput dari daftar hitam mereka. Langkah kedua lembaga internasional itu membuat citra pelabuhan Tanjung Priok tidak hanya rawan, malah menjadi berdarah-darah. Bagi kedua lembaga tersebut seperti tak ada artinya pelabuhan nasional, khususnya Tanjung Priok, yang sudah mengantongi sertifikat ISPS Code. Dampak buruk penetapan sebuah pelabuhan sebagai war risk zone pengenaan premi asuransi tambahan (war risk surcharge/WRS) bagi kapal-kapal yang berlayar. Inilah yang dimaksud berdarah-darah. Asuransi ini memiliki dua komponen. War risk liability yang meng-cover orang dan properti di atas kapal dan dihitung berdasarkan jumlah kerugian. Kemudian, war risk hull yang mengasuransi fisik kapal besar tanggungannya disesuaikan dengan nilai atau harga kapal. Adapun besar premi untuk kedua jenis asuransi ini tergantung pada tingkat stabilitas negara pelabuhan (port state). Jika stabil, preminya kecil dan sebaliknya. Ini digolongkan sebagai asuransi khusus. Maka WRS biasanya ditambahkan ke dalam paket perlindungan yang selama ini sudah dimiliki shipowner, yaitu hull and machinery (H&M) dan kargo. Di tengah dunia yang terus bergejolak akibat perang, kerusuhan dan lainnya yang bersifat non-navigational perils, asuransi war risk sudah sama pentingnya dengan dua asuransi tadi bagi pelaku usaha pelayaran global.
Komplikasi Kondisi Pelabuhan
Kebijakan JWC menetapkan war risk area bukan hanya memicu reaksi dari negara yang terkena, namun juga menimbulkan komplikasi dengan ISPS Code. Betapa tidak. Semua orang tahu Pelabuhan Tanjung Priok sudah mengantongi status ISPS Code, tetapi tetap saja dimasukkan ke dalam zona rawan perang oleh JWC. Sikap JWC itu jelas memperlihatkan begitu sulitnya menembus dinding praktik bisnis yang mereka bangun. Tetapi, diabaikannya status sebuah pelabuhan yang sudah tesertifikasi ISPS Code oleh JWC dapat dipahami. Sebab, penerapan ISPS Code di Indonesia masih menyisakan banyak persoalan. Di Tanjung Priok, orang-orang yang tidak berkepentingan keluar masuk dengan bebasnya. Ditambah lagi, instalasi militer dalam area pelabuhan, terdapat fasilitas pergudangan milik TNI AD dan pangkalan kapal perang TNI AL. Bagi penjamin asuransi ini semua menaikkan risiko. Bagaimana jika fasilitas itu meledak? Persoalan diperparah dengan lemahnya drill oleh pengelola pelabuhan/terminal termasuk regulator. Sehingga, menimbulkan keraguan di kalangan stakeholder. Bila situasi darurat terjadi di pelabuhan, apakah skenario yang sudah dipersiapkan bisa diterapkan sepenuhnya? Aspek keamanan merupakan kriteria utama suatu area dimasukkan ke dalam zona rawan perang. Gangguan keamanan yang dinilai mulai dari ringan hingga berat. Yang tergolong ringan, pencurian barang-barang berharga milik ABK ketika kapal bersandar di pelabuhan. Atau, pencurian suku cadang kapal. Sementara itu, yang termasuk kategori berat mencakup perampokan bersenjata (armed robbery), piracy, invasi, pemberontakan hingga ancaman senjata pemusnah massal. Aaksi-aksi mogok, demonstrasi, pungutan liar dan sejenisnya, yang diadakan di dalam atau luar pelabuhan, termasuk ancaman keamanan yang juga diperhatikan Joint War Committee. Sayang, penanganan kejahatan ringan oleh otoritas keamanan sering kali tidak memadai jika tidak mau disebut diremehkan. Banyak kasus pencurian yang dilaporkan ABK/nakhoda berujung di lorong gelap. Mungkin aparat keamanan beranggapan, tiap hari banyak pencurian. Mengapa pencurian di area pelabuhan harus mendapat perhatian serius. Fakta bahwa pelabuhan Tanjung Priok tidak pernah dikeluarkan dari daftar zona rawan perang-nya JWC hingga sekarang jelas mengindikasikan, ada persoalan dengan penanganan kasus-kasus pencurian di area pelabuhan. Barang yang dicuri memang tak terlalu mahal, namun harus digarisbawahi ketika kasus tersebut dilaporkan oleh ABK/nakhoda kepada pemilik kapal jumlah kerugian akan berlipat ganda. Kerugian ini dipikul oleh perusahaan asuransi yang menjamin kapal. Dalam bahasa lain, yang dicuri arloji, tetapi pihak asuransi membayar klaim seharga sebuah mobil. Asuransi inilah yang tergabung ke dalam Joint War Committee. Jadi, ada banyak PR yang harus dikerjakan sebelum mendesak dikeluarkannya wilayah perairan atau pelabuhan nasional dari daftar hitam war risk area yang dikeluarkan oleh JWC.
Penyelesaian Masalah Oleh Pemerintah
Kementerian Perhubungan menyatakan tingkat keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan secara nasional berada pada tingkat keamanan 1 atau normal, berdasarkan Surat Edaran Dirjen Perhubungan Laut No SE 2/2019. SE ditetapkan oleh Dirjen Perhubungan Laut Agus H. Purnomo pada 21 Januari 2019 itu diterbitkan guna memberikan kepastian mengenai situasi dan kondisi keamanan maritim di Indonesia. Menurut dia, penetapan tingkat keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan di Indonesia ini dilaksanakan berdasarkan ketentuan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code Part A.4 dan Part B.4.8-4.9 dan Peraturan Menteri Perhubungan No 134/2016 Pasal 4 Ayat 1 tentang Manajemen Keamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan. “Aturan itu menunjuk Dirjen Perhubungan Laut sebagai Designated Authority (DA) yang bertanggung jawab untuk menetapkan tingkat keamanan secara nasional untuk kapal dan fasilitas pelabuhan di Indonesia,” jelasnya, Jumat (25/1/2019). SE juga menginstruksikan seluruh pemangku kepentingan di wilayah Indonesia untuk selalu meningkatkan kewaspadaan guna mengantisipasi segala kemungkinan ancaman keamanan maritim di wilayah masing-masing. Adapun tingkat keamanan yang telah ditetapkan ini, lanjut Agus, dapat sewaktu- waktu diubah sesuai dengan perkembangan keamanan maritim yang terjadi secara nasional maupun setempat. “Kami akan melakukan evaluasi setelah 6 bulan sejak Surat Edaran ditetapkan,” katanya.
Penyelesaian Masalah Menurut Saya
Bagi saya masalah keamanan di pelabuhan adalah masalah yang tidak bisa dianggap sepele karena masalah keamanan merupakan tombak yang penting dalam menilai bagus atau tidaknya pelabuhan tersebut di mata nasional maupun internasional, apalagi pelabuhan adalah salah satu sumber penghasilan negara yang vital, sehingga jika pelabuhan Indonesia dianggap tidak aman pastinya akan berpengaruh bagi pendapatan negara. Menurut saya pengamanan pelabuhan harus ditingkatkan, karena selain akibatnya akan menyusahkan pihak asuransi juga akan mengganggu berjalannya alur kegiatan di pelabuhan, dan lebih lagi perhatian terhadap pihak asuransi agar memperhatikan ganti rugi kompensasi bila terjadi hal yang bersangkutan dengan keamanan di pelabuhan agar nantinya tidak terjadi kerugian bagi pihak asuransi karena ganti rugi yang di keluarkan lebih besar dibandingkan persoalan masalahnya. Keamanan di pelabuhan dapat ditingkatkan dengan menambah aparat-aparat keamanan di tempat-tempat yang berpotensi besar terjadi pencurian sehingga kasus kehilangan tidak sampai ke ABK yang nantinya akan memperumit berjalannya kegiatan di pelabuhan dan jika prosesnya sampai naik ke ABK akan merugikan pihak asuransi dkarenakan biaya ganti rugi yang pastinya akan lebih besar dibandingkan biaya barang yang hilang.