Anda di halaman 1dari 5

DESKRIPSI SINGKAT ISPS DAN ISM CODE

International Ship and Port Security Code (ISPS Code) adalah regulasi yang IMO (International Maritime
Organization) yang secara khusus mengatur tentang kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang harus
diambil oleh setiap negara dalam menanggulangi ancaman Terorisme di laut.Setelah melalui
penandatangan secara resmi oleh negara-negara anggota IMO, ISPS CODE akhirnya berlaku efektif sejak
1 Juli 2004.Penyusunan ISPS CODE dimulai sejak tahun 2001, dalam hal ini oleh Maritime Safety
Committee (MSC) bekerja sama dengan Maritime Security Working Group (MSWG). Kedua badan
tersebut dalam suatu sidang Majelis pada November tahun 2001, mengadopsi resolusi A.924(22). Isi dari
resolusi tersebut adalah melakukan tinjauan ulang terhadap segala tindakan dan prosedur dalam
mencegah kemungkinan aksi teroris yang mengancam keamanan maritim, khususnya terhadap
penumpang kapal dan awak kapal, serta keselamatan kapal pada umumnya.

Kemudian dalam Konferensi Negara Anggota di London pada 9-13 Desember 2002 (kemudian dikenal
dengan nama Konferensi Diplomatik masalah Keamanan Maritim), disepakati secara bulat untuk
memasukkan ISPS Code ke dalam Konvensi Internasional Untuk Keselamatan Di laut 1974 (SOLAS 1974).
Konferensi juga menyetujui amandemen terhadap Bab V dan Bab XI dari SOLAS, agar sesuai dengan
adopsi ISPS Code.

Bab V dari SOLAS yang semula hanya memuat tentang Keselamatan Navigasi Pelayaran/Kapal,
ditambahkan sistim baru yaitu mempercepat pelaksanaan AIS (Automatic Identification System).
Sedangkan Bab XI dipecah menjadi dua bagian. Bab XI-1 berisi ketentuan yang pada dasarnya mencakup
upaya-upaya khusus (yang sebenarnya merupakan praktek selama ini) untuk meningkatkan Keselamatan
Maritim seperti; meningkatkan kegiatan Survei dan pemberlakuan Nomor Identifikasi Kapal, serta
Dokumen Riwayat Kapal. Bab XI-2 berisi ketentuan yang sama sekali baru yaitu; Upaya-upaya Khusus
untuk meningkatkan Keamanan Maritim (Special Measures to Enhance Maritime Security).

Satu hal yang perlu dicatat, bahwa perluasan SOLAS 74 juga mencakup pada Pelabuhan dan Fasilitasnya.
Sesuatu yang sebelumnya belum pernah ada, walaupun hanya terbatas pada pelabuhan yang memiliki
interface dengan kapal laut.

Pada dasarnya ISPS Code ini terdiri dari 2 (dua) bagian besar, yang disebut Bagian A (Part A) dan Bagian B
(Part B). Bagian A berisi segala ketentuan yang Wajib dilaksanakan (mandatory) oleh Pemerintah negara
anggota, kapal/ perusahaan dan fasilitas pelabuhan, menyangkut aturan–aturan yang tercantum dalam
Bab XI-2 SOLAS 1974 hasil amandemen. Sedangkan bagian B berisikan petunjuk-petunjuk / pedoman
(guidance) tentang pelaksanaan dari Bab XI-2 dari apa yang tercantum dalam Bagian A.

Yang Penting dari ISPSKarena ISPS Code berlaku secara internasional dan menuntut kerjasama yang baik,
saling pengertian, dan bahasa yang sama antar Negara peserta, maka ada beberapa istilah yang
digunakan memerlukan pamahaman yang sama pula. Beberapa istilah penting adalah:

1.) Ship Security Plan (Rencana Keamanan Kapal), yaitu suatu rencana tertulis yang disusun dan
dikembangkan untuk menjamin pelaksanaan setiap tindakan yang diambil diatas kapal, dirancang
sedemikian rupa untuk melindungi orang diatas kapal, muatan, peralatan angkutan muatan, gudang
penyimpanan/ perbekalan dsb terhadap risiko insiden keamanan.
2). Port facility Security Plan (Rencana Keamanan Fasilitas Pelabuhan), yaitu suatu rencana tertulis yang
disusun dan dikembangkan untuk menjamin pelaksanaan setiap tindakan yang diambil untuk melindungi
segala macam fasilitas pelabuhan dan kapal, orang, muatan, peralatan angkut muatan, tempat-tempat
penyimpanan barangdidalam fasilitas pelabuhan terhadap risiko insiden keamanan.

3). Ship Security Officer (Perwira Keamanan kapal), adalah orang yang berada diatas kapal yang
bertanggung jawab kepada nakhoda kapal, ditunjuk oleh Perusahaan Perkapalan, yang bertanggung
jawab atas keamanan kapal termasuk pelaksanaan dan pemeliharaan Rencana Keamanan Kapal, dan
sekaligus bertindak sebagai penghubung antara Perwira Keamanan Perusahaan dan Perwira Keamanan
Fasilitas Pelabuhan.

4). Company Security Officer (Perwira Keamanan Perusahaan), adalah orang yang ditunjuk oleh
Perusahaan yang bertugas menjamin penilaian keamanan (assessment) kapal dilaksanakan, dan bahwa
rencana keamanan kapal dikembangkan, diserahkan kepada pejabat untuk mendapatkan persetujuan,
dan sesudahnya diimplementasikan dan dipelihara, serta menjadi penghubung antara Perwira keamanan
Pelabuhan dan Perwira keamanan Kapal.

5). Port Facility Security Officer (Perwira Keamanan Fasilitas Pelabuhan), adalah orang yang ditunjuk
untuk bertanggung jawab atas pengembangan, pelaksanaan, perubahan dan pemeliharaan dari Rencana
Keamanan Fasilitas Pelabuhan dan juga menjadi penghubung (liaison officer) antara perwira keamanan
kapal dan perwira keamanan perusahaan.

6). Security level (Tingkat Keamanan), adalah klasifikasi dari keamanan Kapal dan Pelabuhan, menurut
intensitas atau kecenderungan yang dapat terjadi setelah melalui proses pengamatan dan pengumpulan
data. Securiy level dibagi dalam 3 tingkatan, dengan level 3 yang tertinggi.

Dalam ISPS CODE, yang dimaksud dengan pelayaran adalah Pelayaran Internasional. Sedangkan
pelabuhan yang dimaksud adalah Pelabuhan yang melayani pelayaran kapal internasional.

Kriteria kapal yang digolongkan dalam pelayaran internasional (international voyage) adalah:

1.) Kapal penumpang (lebih dari 12 orang), termasuk yang berkecepatan tinggi.

2). Kapal barang, termasuk kapal pengangkut berkecepatan tinggi, 500 ton keatas.

3). Mobile Offshore Drilling Unit (MODU), instalasi pengeboran lepas pantai, termasuk drilling unit yang
ditarik.

4). Fasilitas Pelabuhan yang melayani kapal atau pelayaran internasional. Dalam hal-hal khusus, Negara
Anggota (Contracting Government) dapat memperluas ketentuan di atas terhadap fasilitas pelabuhan
domestik yang melayani kapal internasional.

Ketentuan-ketentuan dalam ISPS CODE tidak berlaku bagi Kapal Perang, Kapal bantu Angkatan Laut, atau
kapal-kapal lain untuk tujuan non komersial.

Indonesia termasuk Contracting

Negara karena sudah menandatangani dan meratifikasi ISPS CODE melalui KEPPRES No 65/ 1980 tentang
ratifikasi SOLAS 1974, kemudian Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 33/2003 tentang
pemberlakuan Amandemen SOLAS 1974 tentang Pengamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan di wilayah
Indonesia ( ISPS Code ). Karena itu Indonesia seharusnya tunduk dan melaksanakan ketentuan dalam
ISPS Code secara konsisten dan konsekuen.

ISM Code atau kependekan dari International Safety Management Code adalah standar internasional
Sistem Manajemen Keselamatan untuk pengoperasian kapal secara aman dan usaha pencegahan
pencemaran di laut. Tujuan dari penerapan ISM Code adalah menjamin keselamatan di laut untuk
menghindari kecelakaan yang dapat menimbulkan korban jiwa serta kerusakan kapal yang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan di laut. ISM Code merupakan produk IMO (International Maritime
Organization) yang akhirnya diadopsi oleh SOLAS (Safety of Life at Sea) pada tahun 1994.

Latar belakang dibuatnya ISM Code adalah banyak terjadi kecelakaan kapal. Dari kecelakaan-kecelakaan
tersebut pada umumnya disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian manusia dalam pengoperasian kapal
dan hanya sedikit yang tergolong dalam kegagalan teknologi. Pada saat itu peraturan dan konvensi yang
ada seperti MARPOL, SOLAS, LOAD LINE Convention dan peraturan klasifikasi kapal yang sebagian besar
hanya mengatur hal-hal yang bersifat teknis atau perangkat keras, dan sedikit yang berkaitan dengan
manusia atau perangkat lunak. Dari beberapa studi yang dilakukan menunjukan bahwa sebagian besar
kesalahan yang timbul akibat kesalahan/kelalaian manusia dapat dikontrol dengan penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan yang baik.

ISM Code ini diperuntukan untuk perusahan pelayaran (shipping company) dan mereka yang terlibat
dengan pengelolaan atau pengoperasian kapal yang bertujuan dapat memperbaiki kinerja perusahaan
dalam operasi kapal yang aman dan bebas pencemaran. ISM Code dalam penerapannya mengikuti
konsep-konsep dari ISO (International Organization for Standardization). Dengan menerapkan ISM Code
dengan baik maka pengelolaan kapal dapat berjalan baik. Kapal dengan sistem manajemen yang baik
dapat membatasi dalam pembuangan seperti minyak atau sampah, meminimalkan kerugian dalam
kecelakaan dan pencegahan kecelakaan seperti tabrakan atau kebakaran. Dari pencegahan terjadinya
kecelakaan kapal dapat menjaga keselamatan manusia (penumpang dan awak kapal, keselamatan
properti (kapal dan muatan) dan perlindungan lingkungan dari pencemaran baik di udara maupun di
laut.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi ISM Code dan menerbitkan Peraturan


Menteri Perhubungan RI Nomor 45 Tahun 2012 tentang Manajemen
Keselamatan Kapal. Dalam peraturan tersebut perusahaan yang mengoperasikan
kapal untuk jenis dan ukuran tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal dengan menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan. Jenis dan ukuran kapal yang dimaksud dalam
peraturan tersebut meliputi:
1. Kapal penumpang, termasuk kapal penumpang kecepatan tinggi semua ukuran
2. Kapal tangki minyak, kapal tangki pengangkut bahan kimia dan pengangkut gas dengan
ukuran ≥ 150 GT
3. Kapal barang lainnya, kapal barang kecepatan tinggi, kapal pengangkut curah, kapal ikan,
MODU dan unit FSO atau FPSO termasuk tongkang berawak dengan ukuran ≥ 500 GT

Kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan


pencegahan pencemaran dari kapal akan diberi sertifikat. Dalam pemenuhan
persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan akan diberikan sertifikat
diantaranya :
 Dokumen Penyesuaian Manajemen Keselamatan (Document of Compliance/DOC) untuk
perusahaan
 Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management Certificate/SMC) untuk kapal

Ada 16 elemen yang tercantum dalam International Safety Management


Code diantaranya:
1. Umum
 Pendahuluan yang menjelaskan definisi, sasaran dan penerapan ISM Code
2. Kebijakan keselamatan dan perlindungan lingkungan
 Perusahaan harus menyatakan secara tertulis kebijakannya (policy) tentang
keselamatan dan perlindungan lingkungan laut dan memastikan bahwa setiap
personil dalam perusahaannya mengetahui dan mematuhinya baik itu di atas kapal
maupun di kantor.
3. Tanggung jawab dan wewenang perusahaan
 Perusahaan harus memiliki orang-orang yang mampu bekerja di atas kapal
maupun di kantor dengan peranan dan tanggung jawab yang didefinisikan secara
tertulis dengan jelas
4. Orang yang ditunjuk sebagai penghubung antara pimpinan perusahaan dan kapal
(DPA/Designated Person(s) Ashore)
 Perusahaan harus menunjuk seorang atau lebih di kantor pusat yang bertanggung
jawab untuk memantau dan mengikuti semua kegiatan yang berhubungan dengan
keselamatan kapal.
5. Tanggung jawab dan wewenang master
 Nakhoda bertanggung jawab untuk membuat sistem tersebut berlaku di atas kapal
dan memotivasi kepada ABK untuk melaksana kan sistem tersebut serta memberi
mereka instruksi-instruksi yang diperlukan Nakhoda adalah jabatan tertinggi di
kapal yang mempunyai kewenangan yang lebih dan bertanggung jawab untuk
mengambil keputusan yang berkaitan dengan keselamatan dan pencegahan
pencemaran, dan meminta bantuan perusahaan sesuai keperluan.
6. Sumber daya dan Personil
 Perusahaan harus mempekerjakan personil yang tepat sesuai jabatan yang
dibutuhkan di kantor dan di kapal, dan memastikan bahwa semua personil
tersebut
1. Mengetahui tugas mereka masing-masing.
2. Menerima tentang cara melaksanakan tugasnya
3. Mendapat pelatihan jika perlu
7. Pengoperasian Kapal
 Perusahaan harus menetapkan prosedur-prosedur, rencana dan petunjuk kerja
termasuk checklist yang sesuai untuk pengoperasian kapal yang dianggap kunci
mengenai keselamatan personil, kapal dan perlindungan lingkungan. Berbagai
tugas harus ditetapkan dan diberikan kepada personil yang mempunyai kualifikasi
tersebut.
8. Kesiapan terhadap keadaan darurat
 Perusahaan harus mempersiapkan cara untuk menghadapi keadaan darurat yang
dapat terjadi sewaktu-waktu. Perusahaan harus mengembangkan rencana untuk
menghadapi keadaan darurat di kapal dan melatih semua personil terkait.
9. Pelaporan dan analisis ketidaksesuaian, kecelakaan dan kejadian berbahaya
 Sistem harus mencakup prosedur yang memastikan bahwa ketidak sesuaian,
kecelakaan dan situasi berbahaya dilaporkan ke perusahaan, diselidiki dan
dianalisa. Perusahaan harus menetapkan prosedur pelaksanaan tindakan korektif
untuk mencegah terulang kembali.
10. Pemeliharaan kapal dan perlengkapannya
 Perusahaan harus menetapkan prosedur untuk memastikan bahwa kapal dipelihara
sesuai ketentuan dari peraturan dan regulasi yang terkait dan dengan persyaratan
tambahan yang dibuat oleh perusahaan.
11. Dokumentasi
 Sistem Manajemen Keselamatan harus didokumentasikan dan dapat dikontrol.
Dokumen-dokumen tersebut harus ada di kantor dan di atas kapal. Perusahaan
harus mengontrol semua pekerjaan administrasi yang berkaitan dengan sistem
tersebut contohnya laporan tertulis atau formulir-formulir.
12. Tinjauan terhadap hasil verifikasi dan evaluasi perusahaan
 Perusahaan harus mempunyai metode sendiri untuk memastikan bahwa sistem
yang ada bekerja seperti yang diharapkan dan selalu ditingkatkan.
13. Sertifikat dan periode verifikasi
 Perusahaan dan kapal yang telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan
dan pencegahan pencemaran dari kapal akan diberi sertifikat. Sertifikat berlaku
untuk 5 tahun dan pengesahan ulang dilakukan tiap tahun untuk DOC dan antara
tahun ke 2 dan ke 3 untuk SMC.
14. Sertifikat sementara
 DOC sementara diterbitkan untuk jangka waktu tidak melebihi 12 bulan dan SMC
sementara diterbitkan untuk jangka waktu tidak melebihi 6 bulan.
15. Verifikasi
 Semua verifikasi yang diminta oleh ketentuan peraturan sistem manajemen
keselamatan harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah disetujui oleh
pemerintah bendera kapal.
16. Bentuk dari sertifikat
 Jika sertifikat tidak dalam Bahasa Inggris atau Perancis maka harus ada
terjemahan dalam salah satu dari dua bahasa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai