Anda di halaman 1dari 9

PENEGAKKAN HUKUM DALAM

MENYINGKIRKANKAN KERANGKA KAPAL


YANG MENGGANGU KESELAMATAN DAN
KEAMANAN PELAYARAN

Dr (C). Achmad Ridwan Tentowi., S.H., M.H.


Salah satu persoalan yang terjadi terkait dengan
keselamatan dan keamanan pelayaran adalah,
banyaknya kapal – kapal yang tenggelam, di laut
maupun di alur pelayaran, kerangkanya masih
belum diangkat.
Sampai saat ini masih sering
terjadinya kelambatan dalam
mengangkat / memindahkan kapal
yang tenggelam, bahkan ada
diantaranya yang belum diangkat
ataupun dipindahkan sama sekali

Peraturan Menteri Perhubungan No. 71 Tahun 2013 Tentang


Salvage dan / atau Pekerjaan Bawah Air, bab IV Pasal 9,
kapal tersebut berada di Tingkat Gangguan 1 yaitu dalam
lingkup DLKR dan DLKP.
Realitas menujukan terdapat lemahnya dalam pelaksanaan aturan
keselamatan pelayaran, yang disebabkan oleh belum dilaksanakan
aturan hukum secara optimal. hal ini disebabkan oleh beberapa faktor;

 Pihak syahbandar belum secara penuh melakukan


penegakkan hukum (Law enforcement) sesuai
dengan peraturan perundangan – undangan yang
berlaku (Hukum Positif);
 Selain itu seorang Syahbandar haruslah mampu
bersikap tegas, Berani, memiliki pengetahuan luas
serta memahami setiap peraturan pelayaran
sehingga dalam setiap langkah yang diambil
berdasarkan peraturan yang ada.
Jika bangkai kapal yang karam tidak segera diangkat dikhawatirkan
membahayakan kapal lainnya, terutama jika arusnya deras akan terbawa dan
menabrak kapal lainnya yang tengah sandar atau akan memasuki Pelabuhan.

Jika hal itu terjadi terutama berbenturan dengan


kapal asing, ditakutkan seluruh kapal asing
lainnya menolak masuk Pelabuhan.

Kalau saja kapal asing tidak mau masuk atau melintas ke perairan
Indonesia akibat terganggung bangkai kapal yang karam tersebut,
maka kerugian besar yang akan diderita yakni importir dan eksportir
sebab tidak ada lagi yang mau angkut barang milik mereka, di
samping negara akan kehilangan pendapatan serta kepecayaan dunia
international.
KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN

Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

Peraturan Pemerintah No. 05 Tahun 2010 Tentang


Kenavigasian,

Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 71 Tahun


2013 Tentang Salvage dan / atau Pekerjaan Bawah Air

Pemilik kapal wajib menyingkirkan kerangka kapal dan / atau muatannya yang
mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran paling lama 180 (seratus
delapan puluh) hari kalender sejak kapal tenggelam.
Mengapa pemilik kapal membiarkan begitu saja bangkai
kapal yang karam di tengah laut?,

Ada indikasi bahwa selama ini bila kapal


tenggelam, maka akan dibiarkan begitu saja
oleh pemilik kapal, sebab biaya
pengangkatan yang tidak murah. Kalau
dibiarkan, tentunya ini dapat merusak
ekosistim laut.

Sudah sewajarnya pemerintah memikirkan akan hal ini dan memberikan peraturan bahwa
bangkai kapal karam wajib diangkat bangkainya dan ini menjadi tanggung jawab pemilik
kapal, Pemerintah serta Perusahaan Asuransi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor. 71 Tahun 2013 tentang Salvage dan atau Pekerjaan Bawah Air.
Regulasi mengenai asuransi kerangka kapal ini, lebih jelas diatur di
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 2015 Tentang
Kenavigasian.

Pasal 119 menyatakan bahwa; Pemilik kapal wajib


mengasuransikan kapalnya, termasuk asuransi atas
kewajiban mengangkat kerangka kapal, untuk
asuransi semacam ini dapat dikecualikan terhadap;
kapal perang; kapal negara yang digunakan untuk
melakukan tugas pemerintahan; kapal layar dan
kapal layar motor; atau kapal motor dengan tonase
kotor kurang dari GT 35 (tiga puluh lima Gross
Tonnage).
Sebagai saran, bahwa ketentuan pidana dalam Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, harus ditambah sebab dengan ancaman pidana 1 tahun dan denda 200 juta rupiah,
tidak akan memiliki efek jera terhadap pemilik kapal

Penegakkan hukum dalam hal ini Hukum Kemaritiman, harus secara tegas dan keseriusan
ditegakkan, sebab hal ini kalau tidak secara tegas akan menggangu perekonomian Indonesia
secara otomatis merugikan terhadap Negara

Penegakan hukum terhadap keamanan dan keselamatan pelayaran, akan berjalan efektif, jika
ada keserasian (terintegrasi) antara 4 (empat) faktor yang mencakup faktor hukum, aparat
penegak hukum, fasilitas atau sarana pendukung, dan masyarakat yang diatur sebagai subyek
hukum. Faktor hukum penting untuk mengetahui suatu ketentuan merupakan ketentuan
hukum yang berlaku atau bukan yang bisa dilihat dari ajaran atau teori sumber hukum.

Anda mungkin juga menyukai