Anda di halaman 1dari 11

12

BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni sehingga membutuhkan sarana transportasi laut memadai. Transportasi khususnya tranportasi laut merupakan roda penggerak perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia. Aktivitas perkembangan transportasi di Indonesia semakin meningkat hal ini merupakan dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial budaya dan masyarakat. Peningkatan aktifitas transportasi secara nasional dapat berdampak semakin meningkatnya insiden dan kecelakaan transportasi. Tingginya kasus kecelakaan laut di Indonesia saat ini harus menjadi perhatian seluruh pihak, bukan hanya pemilik kapal tetapi juga pemerintah, instansi terkait dan masyarakat yang harus lebih aktif dalam memberikan informasi. Selain itu penyebab utama kecelakaan laut pada umumnya adalah karena faktor kelebihan angkutan dari daya angkut yang ditetapkan, baik itu angkutan barang maupun orang. Bahkan tidak jarang pemakai jasa pelayaran memaksakan diri naik kapal meskipun kapal sudah penuh dengan tekad asal dapat tempat diatas kapal. Dalam rangka pengintegrasian sarana dan prasarana transportasi yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan transportasi, perlu standarisasi atau peraturan sistem dan prosedur, serta sumber daya manusia yang profesional untuk mewujudkan pelayanan penyelenggaraan transportasi yang utuh dan berhasil guna serta berdaya guna. Maka untuk itu diperlukan suatu sistem tata pemerintahan yang baik dimana pemerintah mempunyai fungsi sebagai pembinaan terhadap pelayanan transportasi meliputi aspek pengaturan, aspek pengawasan dan aspek pengendalian. Aspek pengaturan, meliputi penetapan kebijakan umum dan kebijakan teknis antara lain penentuan standar, norma, pedoman, kriteria, perencanaan, prosedur termasuk persyaratan keamanan dan keselamatan. Aspek pengawasan, meliputi kegiatan pemantauan, penilaian, dan investigasi, rekomendasi dan tindakan korektif serta penegakan hukum terhadap penyelenggaraan transportasi agar sesuai standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur dan perencanaan yang telah ditetapkan dengan peraturan perundangundangan. Aspek pengendalian meliputi arahan, bimbingan dan petunjuk, perijinan, sertifikasi dan pelatihan serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.

BAB 2 IDENTIFIKASI BAHAYA Kemungkinan dan Penyebab Kecalakaan Laut di indonesia Dari marine transportation accidents 2003-2008, dengan mengambil sumber dari cetak biru pembangunan perhubungan laut, dapat diketahui jumlah kecelakaan di Indonesia termasuk tinggi. Dari kejadian kecelakaan tersebut tidak hanya berakibat pada kerugian materiil saja namun juga merenggut banyak korban nyawa hilang sia-sia. Pada kapal-kapal tua/melewati batas usia yang telah ditentukan, kurangnya alat canggih/modern yang dapat mendeteksi/meminimalkan terjadinya kecelakaan,memaksa operasi kapal tergantung dari kompetensi crew kapal. Menurut catatan ILU (Institut of London Underwriter) 95 kapal hilang selama tahun 1995, dan pada tahun 1996 ILU mencatat 1.190 orang meninggal /hilang dilaut. DNV memperkirakan Kerugian finansial mencapai $US 10 Milyar yang diakibatkan kecelakaan kapal. Ada beberapa phenomena kecelakaan antara lain: - Collision/ tubrukan : Terjadinya tubrukan kapal dengan kapal lain, menubruk dermaga atau obyeklainnya di laut - Contact/ impact : akibat tubrukan antara kapal dan objek lain - Grounding/stranding : Kandas, terdampar, terbalik baik yang bersifat sementara maupun permanen akibat mengenai dasar laut/pantai - Foundering/flooding : Terjadinya kebocoran yang dapat mengakibatkan kapal tenggelam serta resiko hypothermia akibat bukaan dan air masuk - Kerusakan mesin/hull : kerusakan mesin/hull menyebabkan kecelakaan - Kebakaran/ledakan : Terbakarnya sebagian atau seluruh kapal serta resiko meledak. Karakteristik kecelakaan pada umumnya adalah : a. Kecelakaan Sebagai Kejadian Yang Langka b. Kecelakaan Sebagai Suatu Peristiwa Yang Tidak Tahu Kapan Akan Terjadi c. Kecelakaan Sebagai Peristiwa-Peristiwa Multi Faktor Konsekuensi Dari Kecelakaan Kapal ( Consequence of Ship Accident) Secara umum konsekuensi dari kecelakaan kapal dapat diukur/ditentukan dari beberapa hal seperti dibawah ini: - Hilangnya nyawa penumpang/ krew (loss of human life) - Hilangnya muatan (loss of cargo) - Kerusakan pada badan kapal (damage to ship or other ships) - Kerusakan pada lingkungan (Damage to the environment) Pada analisa resiko yang akan dilakukan menggungunakan standart IMO guidelines (MSC/Circ.1023, 2002) dari standart yang telah dikeluarkan sebelumnya tentang pendekatan untuk melakukan analisa resiko. Guidelines tersebut berisi tata cara

penyusunan Formal safety Assesment, dimana pada langkah kedua merupakan langkah risk assessment, Namun analisa yang diberikan dalam standart tersebut tidak menunjukkan secara spesifik objek yang dianalisa. Hilangnya Nyawa ( Loss of Human Life ) Ketika menghitung konsekuensi atas hilangnya nyawa manusia, pasti muncul pertanyaan yang sensitif berapa nyawa melayang?, berapa biaya yang harus dikeluarkan? untuk tujuan membuat perbandingan resiko. kehilangan nyawa hanya dapat dikompensasi dengan nilai uang setelah kejadian kecelakaan. Secara khusus ada perbedaan antara hilangnya nyawa personel/ crew dengan penumpang. Karena personel telah mengetahui tingkat resiko sedang penumpang tidak. Sebagai akibatnya, potensi konsekuensi pada penumpang kapal menjadi sangat besar. Hilangnya sejumlah nyawa pada beberapa kecelakaan terkadang masih dapat diterima oleh masyarakat/lembaga yang berwenang, tapi jika kecelakaan tersebut bukan merupakan kecelakaan/kasus yang besar. Pada kasus ini tidak dapat disepelekan karena akan menjadi penelitian/ investigasi yang serius dan mungkin akan memunculkan peraturan/ regulasi baru, sehingga konsekuensi dalam hal ini akan jauh melampaui syarat-syarat atau yang berhubungan dengan finansial. Ada beberapa kriteria resiko oleh IMO dan organisasi lainnya, misalnya IMO mengeluarkan MSC/Circ. Selain itu DNV juga mengeluarkan suatu standar kriteria resiko. Kriteria resiko yang dikeluarka DNV lebih spesifik menyebut criteria/parameter berapa biaya sebagai penganti atas konsekuensi. Pada table merupakan batasan kriteria korban jiwa yang dapat diterima yang dikeluarkan oleh DNV. Tabel 1 Acceptance Criteria by DNV

Metode untuk menentukan criteria berapa besar kerugian atas keselamatan jiwa yang bisa dinyatakan dalam bentuk biaya/ uang, dalam sebuah analisa konsekuensi sangatlah sulit. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan seperti yang tercantum didalam IMO guidelines yang lebih diperjelas di dalam risk evaluation criteria yang dikeluarkan oleh DNV . Kerugian Muatan (Loss of Cargo) Kerugian atas muatan sering terjadi dalam sebuah kecelakaan kapal. Biasanya agen kapal/ pengirim telah mengasuransikan muatannya, sehingga pemilik muatan langsung dapat

mendapat kompensasi dari fihak asuransi setelah terjadinya kecelakaan. Pembayaran pengantian kerugian muatan ini biasanya sesuai tingkat dari konsekuensi. Pada beberapa kasus dimana waktu pengiriman sangat berarti, jika terjadi keterlambatan, sedangkan nilai pembayaran pengganti muatan tidak termasuk kompensasi atas keterlambatan tersebut, maka hal ini akan menjadi tanggung jawab jasa pengirim/agen. Halhal yang tidak tampak/ terlihat semacam ini sangat sulit untuk dilakukan assessment dan mungkin akan lebih bervariasi pada setiap kasus kecelakaan. Pada kapal tanker, konsekuensi tidak hanya pada jumlah muatan saja. Lebih dari itu, bila terjadi kecelakaan muatan yang berupa minyak atau bahan kimia akan mencemari lingkungan. Biaya untuk konsekuensi, seperti kerusakan lingkungan, membersihkan tumpahan, kerugian nyawa dll bisa melebihi biaya atas muatan dan kapal itu sendiri. Dari Danis maritime authority, persamaan-24, telah mempresentasikan estimasi biaya atas kecelakaan yang mengakibatkan tumpahan minyak. Studi ini didasarkan pada penelitian pengendalian resiko di darat, pada daerah terbatas, pendekatan ini diyakini juga dapat diterapkan di dunia maritime. Cost of an occurred spill adalah total biaya yang diperkirakan yang berhubungan dengan tumpahan minyak, termasuk pembersihan pantai, kerusakan property, kerusakan lingkungan dll. Dalam prakteknya baik Cost of averting a spill dan Cost of an occurred spill akan diwakili oleh nilai rata-rata dari data statistik. Kerusakan Kapal (Damage to Ship or Other Ships) Konsekuensi atas kerugian atau kerusakan pada kapal juga meliputi komponen yang tampak dan tidak tampak. Jika ada kapal terlibat kecelakaan dan tidak secara keseluruhan rusak/ tenggelam, maka untuk mengetahui konsekuensi adalah sederhana dari biaya yang tampak pada saat reparasi hingga kapal dapat dioperasikan. Begitu juga saat kapal secara keseluruhan tenggelam maka biaya yang tampak juga sederhana dengan biaya penggantian atas kapal tersebut. Ada beberapa konsekuensi dari komponen tidak tampak meliputi kerugian atau kerusakan dimana melebihi nilai biaya untuk komponen yang tampak, seperti konsekuensi terganggunya operasional sebuah bisnis atau kerugian atas kapal secara keseluruhan. Sebagai contoh, transportasi penumpang atau bahan pokok di suatu daerah akan terganggu jika tiadanya moda transportasi akibat terjadinya kerusakan pada kapal pengangkut. Kerusakan kapal akibat tubrukan kapal tergantung berapa energy yang ditransformasikan. Besarnya energy yang ditransformasikan tergantung dari karakteristik tubrukan tersebut. Jika gaya tumbukan/impact force tepat terjadi di titik berat kapal/cetre of mass, maka central impact terjadi sehingga tidak menimbulkan rotasi pada kapal. Dan sebaliknya, jika tubrukan terjadi tidak pada titik berat kapal, maka yang terjadi adalah eccentric impact, sehingga energy kinetic sebagian di transformasikan untuk memutar badan kapal. Energy kinetic yang dilepas diserap oleh kontruksi kapal, proses dasar penyerapan energy dari energy kinetic yang dilepaskan dapat berupa: - Global vibration (getaran menyeluruh pada kapal) - Local vibration (getaran setempat)

- Elastic deformation (deformasi elastic/ tidak sampai merobek lambung) - Plastic deformation (deformasi plastic/lambung robek) Secara umum energy tumbukan dapat dibagi jadi dua, low-impact dan highimpact. Pada low-impact tubrukan hanya menyebabkan kerusakan minor, energy kinetic diserap oleh kekuatan lambung, sedang pada high-impact, energy yang dilepaskan diserap oleh deformasi plastic lambung kapal, bulk head dan deck. Sebagian energy yang dilepas hampir semuanya diserap menjadi deformasi plastik, dan pusat kerusakan/ deformasi terletak pada daerah dimana terjadi tubrukan. Tingkat tubrukan dicirikan oleh beberapa parameter diantaranya: - Karakteristik konstruksi kapal yang menubruk dan ditubruk - Massa kapal yang menubruk dan ditubruk pada saat tubrukan - Kecepatan kapal yang menubruk dan ditubruk saat tubrukan - Sudut tubrukan antara kapal yang menubruk dan ditubruk - Lokasi kerusakan relative terhadap panjang kapal

BAB 3 ESTIMASI RESIKO Evaluasi Resiko Estimasi resiko dapat mengidentifikasikan daerah dengan resiko tinggi. Resiko kerusakan terhadap lingkungan secara total akan dapat diestimasikan. Pertama adalah menentukan tingkat resiko yang dapat diterima/ acceptable untuk keselamatan Manusia. Langkah selanjutnya adalah memperoleh nilai resiko yang dapat dievaluasi menurut tingkat resiko. Resiko yang tidak dapat diterima akan dilakukan modifikasi/tindakan lanjut yang dibutuhkan untuk melakukan langkah seperti diawal dalam melakukan risk assessment. Data Korban Jiwa Berdasarkan Laporan Kejadian Kecelakaan Laut Berdasarkan data korban jiwa dari Laporan Kejadian Kecalakaan Laut antara 2006 2010 maka dapat kita simpulkan sebagai berikut : Tabel 2 Data Korban Jiwa LKK 2006 - 2010
Tahun 2006 2007 2008 2010 Tenggelam 306 62 42 158 Jenis Kecelakaan Terbakar Tubrukan 19 10 68 12 1 1 8 12 Kandas 0 5 0 5 Lainnya 6 15 6 15 Total 341 162 50 198

Trend Korban Kecelakaan Kapal Tahun 2006 - 2010


400 350 300 250 200 150 100 50 0 -502006 Jumlah Kematian Tenggelam Terbakar Tubrukan Kandas Total 2007 2008 Tahun 2009 2010

Grafik 1 Trend Korban Kecelakaan Kapal

Perhitungan Resiko Kecelakaan Menggunakan Individual Risk Berdasarkan data statistik pada LKK pada tahun 2006 terdapat sebanyak 341 korban kecelakaan, apabila total crew yang bekerja di Indonesia dimisalkan sebanyak 200.000 jiwa maka laju occupational fatallity nya menjadi 1.71 x 10-3 . Berdasarkan contoh perhitungan diatas maka laju occupational fatallity tiap tahun adalah

Tabel 3 Perhitungan Resiko


Tahun 2006 2007 2008 2010 Tenggelam 306 62 42 158 Jenis Kecelakaan Terbakar Tubrukan 19 10 68 12 1 1 8 12 Kandas 0 5 0 5 Lainnya 6 15 6 15 Total 341 162 50 198 Crew 200000 200000 200000 200000 Frekuensi 1.71E-03 8.10E-04 2.50E-04 9.90E-04

BAB 4 PENILAIAN TINGKAT RESIKO


Individual Risk Individual Risk adalah analisa tingkat resiko mengenai keselamatan dan kesehatan individu terhadap bahaya dari aktivitas tertentu. Jika resiko hidup dianggap jauh lebih besar daripada risiko cedera dan sakit (karena bobotnya yang lebih tinggi dari konsekuensi, belum tentu karena probabilitas yang lebih tinggi). Individual risk digunakan lebih untuk mengevaluasi apakah risiko kepada individu tersebut dapat diterima atau tidak. Berdasarkan DNV terdapat Kriteria resiko yaitu:

Tabel 4 Kriteria resiko DNV

Maka data pada tabel 3 diatas maka akan dianalisa apakah resiko tersebut dapat diterima atau tidak. Hasil dari resiko tersebut dapat dilihat dari grafik dibawah ini :

1.80E-03 1.60E-03 1.40E-03 1.20E-03 Individual Risk 1.00E-03 8.01E-04 6.01E-04 4.01E-04 2.01E-04 1.00E-06 2006 2007 Tahun 2008 2010 Frekuensi

Intolerable

ALARP

Dari Grafik diatas pada tahun 2006 merupakan tahun yang sangat beresiko tinggi bagi crew sehingga sangat berbahaya. Pada tahun 2007 terjadi penurunan resiko dan tingkat resiko ALARP.

BAB 5 USULAN MITIGASI


Penanganan Resiko (Mitigasi) Penanganan resiko melibatkan identifikasi jangkauan opsi untuk menangani resiko, menilai resiko, mempersiapkan rencana-rencana penanganan resiko dan mengimplementasikannya. 1) Mengidentifikasi opsi-popsi resiko: Berdasarkan prioritas, penanganan resiko dapat digolongkan kedalam 4 opsi yaitu: - Menerima resiko (meretensi) - Menghindari resiko - Mengurangi resiko - Mengalihkan resiko 2) Mengevaluasi/menilai penanganan resiko: Opsi-opsi dimulai berdasarkan jangkauan pengurangan resiko dan jangkauan manfaat atau peluang tambahan yang tercipta. Opsi yang paling tepat adalah opsi yang melibatkan penyeimbang biaya implementasi setiap opsi terhadap manfaat yang diperoleh. 3) Mempersiapkan rencana-rencana penanganan: Rencana penanganan harus dapat mengidentifikasikan tanggung jawab, biaya, pengukuran kinerja dan proses pemeriksaan yang diberlakukan. Rencana penanganan juga harus memasukkan sebuah mekanisme untuk menilai implementasi opsi-opsi terhadap kriteria kinerja, tanggung jawab, dan sasaran lainnya. 4) Mengimplementasikan rencana-rencana penanganan: Implementasi rencana penanganan resiko yang berhasil mengharuskan sebuah system manajemen efektif yang menentukan metode yang dipilih dan akuntabilitas untuk tindakan pemantauan terhadap kriteria yang di tetapkan, apabila penanganan resiko masih sama maka harus segera di diambil apakah akan mempertahankan resiko atau mengulangi proses penanganan resiko. Dalam pelaksanaan perlu dilakukan pemantauan terhadap resiko-resiko, efektifitas rencana penanganan resiko, strategi dan sistem manajemen yang telah ditetapkan untuk mengendalikan implementasi. Langkah-langkah perlu dipantau untuk memastikan keadaan atau menambah prioritas-prioritas resiko.

Upaya-Upaya Menekan Terjadinya kecelakaan kapal adalah sebagai berikut : a. Peningkatan pemeriksaan daya muat kapal sehingga kapal tidak berlayar dengan muatan yang melebihi kapasitas daya angkut b. Peningkatan pelaksanaan uji terhadap kapal

c. Pengaktifan pemantauan dan monitoring kapal melalui radio pantai d. Peningkatan patroli laut di kawasan yang rawan kecelakaan e. Peningkatan latihan dan simulasi kondisi emergency secara berkala di atas kapal f. Penyuluhan keselamatan pelayaran kepada stakeholder dan masyarakat pengguna jasa g. Peningkatan kampanye keselamatan pelayaran

Untuk meningkatkan keandalan sarana dan prasarana transportasi laut, dalam kerangka meningkatkan keselamatan pelayaran dan mengurangi kerugian nasional akibat kecelakaan laut, maka diperlukan program strategis baik jangka pendek maupun jangka menengah dibawah ini.

Anda mungkin juga menyukai