Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam melakukan pemuatan harus diusahakan agar semua ruang

muat dapat terisi penuh oleh muatan atau kapal dapat memuat sampai

sarat maksimum, sehingga dapat diperoleh ruang tambang yang

maksimal. Namun demikian, karena bentuk paking muatan tertentu,

sering muatan tidak dapat memenuhi ruang muat, kemungkinan lain

adalah cara pemadatan yang kurang baik, sehinnga banyak ruang muat

yang tidak terisi muatan. Ruang muat yang tidak terisi muatan disebut “

broken stowage ”.

Untuk memperoleh keuntungan yang semaksimal, Maka tiap-tiap

perusahaan perkapalan menginginkan kapal-kapalnya membawa muatan

secara maksimal pula, sehingga tercapai kondisi kapal yang disebut Full

and Down. Full and down adalah suatu kondisi pemuatan sedemikian

rupa sehingga ruang muat seluruhnya dapat dipenuhi oleh muatan dan

saat itu kapal memiliki sarat maksimum yang diijinkan sesuai dengan

daerah pelayaran. Kondisi tersebut agak sulit didapatkan. Biasanya

keadaan full tetapi tidak down, atau sebaliknya agar tercapai maksud

1
untuk menggunakan ruang secara maksimal. Jadi broken stowage

adalah prosentase ruang palka yang tidak dapat diisi oleh muatan.

Optimalisasi pemuatan pada kapal dapat Full and Down menjadi

salah satu tujuan utama operasi kapal niaga dengan memuat sebanyak-

banyaknya (tanpa melupakan unsur dari ship safety and stability) agar

menghemat waktu, uang serta keuntungan untuk perusahaan dari

ongkos pengangkutan, akan tetapi pada kenyataannya semua hal yang

berkaitan dengan pemuatan, pengaturan, dan sistem pengamanan

container di atas kapal terkadang tidak sesuai aturan dan kemampuan

kapal, Proses pemuatan di Kapal ialah dibuat oleh orang kantor atau

planer, kemudian diserahkan ke kapal untuk disetujui Chief Officer dan

apabila ada yang akan di ubah oleh Chief Officer, maka Chief akan

merubah stowege plan tersebut dan ini mengakibatkan terkadang kapal

mengalami kemiringan setelah dimuat. Faktor penyebabnya ialah

kurangnya ketelitian dalam pembuatan storage plan dan ketelitian Chief

Officer, serta mengakibatkan stabilitas kapal tidak baik, dan tidak layak

untuk berlayar, sehingga dibutuhkan waktu untuk membuat stabilitas

kapal kembali normal dan layak untuk berlayar dan ini juga berdampak

pada keterlambatan keberangkatan serta menyita banyak waktu. Hal ini

tentu saja sangat membahayakan kelangsungan pelayaran pada saat

diperjalanan, dengan demikian penulis terdorong memilih judul

2
“OPTIMALISASI PROSES PEMUATAN DAN PEMBONGKARAN DI

KAPAL” penulis mencoba membahasnya, sehingga proses bongkar

muat muatan itu sendiri berjalan sesuai dengan rencana dan dapat

menghindari kerugian-kerugian yang mungkin akan dihadapi oleh

perusahaan.

B. Rumusan Masalah

Berdsarkan latar belakang tersebut hal yang menjadi rumusan

masalah, yaitu :

1. Apa yang menyebabkan kurang optimalnya proses pemuatan dan

pembongkaran di Kapal ?

2. Upaya apa yang harus dilakukan untuk mengoptimalkan proses

pemuatan dan pembongkaran di Kapal ?

3. Bagaimana proses pemuatan dan pembongkaran agar tetap optimal

di Kapal ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Mengetahui faktor penyebab kurang optimalnya proses

pemuatan dan pembongkaran Kapal

3
b. Mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan proses

pemuatan dan pembongkaran di Kapal

c. Untuk mengetahui proses pemuatan dan pembongkaran yang

optimal di Kapal

2. Kegunaan penelitian antara lain :

a. Memberikan informasi pada orang-orang atau pekerja di atas

kapal agar hal-hal yang tidak diinginkan terutama tidak

optimalnya proses pemuatan dan pembongkaran pada kapal

container yang bersifat merugikan dapat ditekan.

b. Agar informasi ini akan menambah dan meningkatkan kelancaran

dan berjalan baiknya proses pemuatan dan pembongkaran pada

kapal container.

D. Metode penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode

deskriptif, untuk menggambarkan dan menguraikan obyek yang

diteliti. Adapun pengertian deskriptif adalah tulisan yang berisi

pemaparan, uraian dan penjelasan tentang suatu obyek

sebagaimana adanya pada waktu tertentu dan tidak mengambil

kesimpulan atau keputusan secara umum.

4
Oleh karena itu didalam pembahasan penulis berusaha memaparkan

tentang semua hasil yang telah didapat mengenai obyek yang diteliti.

Karya Tulis Ilmiah Terapan ini selain mengandung hal-hal yang

bersifat teori juga memuat hal-hal yang bersifat praktis. Dalam

pengertian bahwa selain ditulis dari beberapa literatur buku, juga

bersumber dari obyek-obyek penelitian yang ditemukan selama

penelitian. Penggunaan aspek observasi atau pengamatan sangat

berperan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah Terapan ini. Jadi

penggabungan antara teori, praktek serta observasi disatukan dalam

sebuah Karya Tulis Ilmiah Terapan ini. Oleh sebab itu Karya Tulis

Ilmiah Terapan ini memuat tentang sebuah penelitian yang

dimunculkan dalam item - item permasalahan yang akan diteliti.

2. Subjek Penelitian

Subyek penelitian didasarkan pada observasi di atas kapal Kapal.

Dengan menitik beratkan penelitian pada optimalisasi proses

pemuatan dan pembongkaran di Kapal. Dimana waktu penelitian ini

dilaksanakan selama 12 bulan tepatnya pada saat penulis

melaksanakan praktek laut.

3. Sistem Pengumpulan Data

Dalam penyampaian hasil penelitian kedalam sebuah tulisan

tentunya harus disusun secara sistematis sesuai dengan tujuan

5
penelitian. Masing-masing bagian dari tulisan tersebut memiliki

keterkaitan satu sama lain. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan data-

data yang akurat. Untuk memperoleh data-data tersebut secara

akurat dan bisa dijamin tingkat validitasnya, maka diperlukan

beberapa metode pengumpulan data. Metode pengumpulan data

ada beberapa macam tergantung dari bagaimana penyampaian hasil

penelitian tersebut nantinya.

Namun demikian dari sekian banyak metode penelitian tidak satu

metode yang dianggap paling sempurna. Tiap-tiap metode memiliki

kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk membuat

penyampaian hasil penelitian kedalam sebuah tulisan agar dapat

memenuhi kriteria-kriteria yang diwajibkan, maka harus dilengkapi

dengan metode pengumpulan data lebih dari satu.

Dalam penelitian penulis menggunakan beberapa teknik

pengumpulan data :

a. Metode Observasi

Penulis mengadakan pengamatan secara langsung di atas kapal

ketika melaksanakan praktek laut dan penelitian di kapal Kapal.

Hal ini dilaksanakan untuk membandingkan serta mencari

kesesuaian antara keterangan yang diperoleh dari studi pustaka

dengan fakta-fakta di atas kapal.

6
b. Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses tanya jawab secara lisan

yang dilaksanakan seseorang saling berhubungan dan saling

menerima serta memberikan informasi. Wawancara sebagai alat

pengumpulan data menghendaki adanya komunikasi langsung

antara penelitian dengan sasaran penelitian.

c. Metode Studi Kepustakaan

Studi pustaka yaitu metode data yang ditempuh dengan cara

membaca dan menelaah buku-buku atau dokumen-dokumen

baik yang ada diperpustakaan atau pun dokumen yang diperoleh

dari tempat lain yang relefan dengan permasalahan yang

diangkat dengan maksud untuk memahami teori yang berkaitan

dengan permasalahan yang diambil. Buku-buku atau dokumen-

dokumen tersebut penulis baca dan dapatkan di berbagai

macam bentuk seperti internet dan referensi dari luar dan dari

kapal tempat penulis melakukan praktek laut. Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dimana

kegiatan yang dilakukan dengan memulai langkah mengamati

objek yang diteliti dan mencatat data-data yang menunjang

sewaktu melaksanakan praktek laut di atas kapal, kemudian

membahas objek tersebut untuk dipaparkan secara rinci.

7
4. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni data

kualitatif yaitu data yang diperoleh berupa informasi-informasi

sekitar pembahasan secara tulisan adalah optimalisasi proses

pemuatan dan pembongkaran.

b. Sumber Data

Adapun sumber data yang penulis gunakan yaitu :

1) Data Primer yaitu merupakan data yang diperoleh langsung

dari sumbernya, dalam hal ini penulis memproleh data primer

dengan acara metode survei yaitu dengan mengamati dan

mengukur secara langsung di lokasi peneitian.

2) Data Sekunder yaitu data yang diusahakan sendiri

pengumpulannya oleh peneliti, data-data ini diperoleh dari

buku yang berkaitan dengan obyek penelitian kertas kerja ini

yang disampaikan pada saat kuliah, Kajian Pustaka dan

buku-buku dari perpustakaan.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Optimalisasi

Menurut Winardi (1996:363),

“Optimalisasi adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya


tujuan. Secara umum optimalisasi adalah pencarian nilai terbaik
dari yang tersedia dari beberapa fungsi yang diberikan pada suatu
konteks”.

Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan,

jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara

efektif dan efisien. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Dekdikbud:1995:628) “Optimalisasi berasal dari kata optimal yang

berarti terbaik, tertinggi”.

Optimalisasi banyak juga diartikan sebagai ukuran dimana semua

kebutuhan dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.

B. Pengertian Proses

Menurut S. Handayaningrat (1988:20) mengemukakan bahwa

“Proses adalah serangkaian tahap kegiatan mulai dari menentukan

sasaran sampai tercapainya tujuan”.

Sedangkan menurut JS Badudu dan Sutan M Zain dalam kamus

9
Bahasa Indonesia (1996:1092),

“Proses adalah jalannya suatu peristiwa dari awal sampai akhir


atau masih berjalan tentang suatu perbuatan, pekerjaan dan
tindakan”.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa proses merupakan

suatu aktivitas kegiatan dari awal sampai akhir atau masih berjalan yang

memberikan nafas bagi organisasi sampai dengan tercapainya tujuan.

C. Pengertian Bongkar Muat

Menurut Badudu (2001:200) dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Bongkar diterjemahkan sebagai:

“Bongkar berarti mengangkat, membawa keluar semua isi


sesuatu, mengeluarkan semua atau memindahkan. Pengertian
Muat: berisi, pas, cocok, masuk ada didalamnya, dapat berisi,
memuat, mengisi, kedalam, menempatkan. merupakan suatu
pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain dan bisa
juga dikatakan suatu barang dari kapal ke dermaga, dari dermaga
ke gudang atau sebaliknya dari gudang ke gudang atau dari
gudang ke dermaga baru diangkut ke kapal”.

Menurut F.D.C. Sudjatmiko (2007:264),

“Bongkar muat berarti pemindahan muatan dari dan keatas kapal


untuk ditimbun ke dalam atau langsung diangkut ke tempat pemilik
barang dengan melalui dermaga pelabuhan dengan
mempergunakan alat pelengkap bongkar muat, baik yang berada
di dermaga maupun yang berada di kapal itu sendiri”.

Alat-alat yang digunakan untuk aktivitas bongkar muat adalah:

1. Grabs adalah alat muat / bongkar yang sering digunakan untuk

10
memuat/ membongkar barang jenis curah kering.

2. Bucket adalah sebuah bak dengan kapasitas tertentu yangdigunakan

untuk memuat barang curah atau bag.

3. Crane adalah suatu alat dengan kapasitas tertentu yang digunakan

untuk menaikan atau menurunkan barang dari atau ke kapal.

4. Sling adalah jerat untuk muatan yang dibuat dari tali, termasuk tali

kawat atau baja, gunanya untuk mengangkat atau menurunkan

muata dari/ke kapal.

5. Forklift adalah kendaraan roda empat yang berfungsi sebagai alat

pemindah (transport) barang dari satu titik ke titik yang lain dengan

jarak yang dekat. Operasional kendaraan ini banyak terdapat di

lingkungan pabrik

6. Loader adalah mesin yang digunakan untuk meraup dan transportasi

bahan dalam area kerja.

7. Exchavator adalah alat berat yang sering dipergunakan pada

pekerjaan konstruksi, kehutanan dan industri pertambangan karena

alat ini dapat melakukan berbagai macam pekerjaan.

D. Pengertian Muatan

Pengertian Muatan Kapal Menurut Arwinas Dirgahayu (2001:9):

“Muatan adalah kapal dapat disebut, sebagai seluruh jenis barang


yang dapat dimuat ke kapal dan diangkut ke tempat lain baik

11
berupa bahan baku atau hasil produksi dari suatu proses
pengolahan”.

Muatan kapal laut dikelompokkan atau dibedakan menurut

beberapa pengelompokan sesuai dengan jenis pengapalan, jenis

kemasan, dan sifat muatan.

Pengertian Muatan Kapal menurut Sudjatmiko (1995:64) :

“Muatan kapal adalahsegala macam barang dan barang


dagangan (goods and merchandise) yang diserahkan kepada
pengangkut untuk diangkut dengan kapal, guna diserahkan
kepada orang/barang dipelabuhan atau pelabuhan tujuan”.

Menurut Istopo dalam bukunya Kapal dan Muatannya (1999:65)

“Muatan adalah segala macam barang dagangan yang di


serahkan kepada pengangkut untuk diangkut dengan kapal guna
diserahkan kepada orang atau badan.

Menurut Istopo muatan dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

1. Muatan cair adalah mutan berbentuk cairan yang dimuat secara

curah ke dalam tangki.

2. Muatan basah adalah muatan yang sifatnya basah atau berbentuk

cairan yang dikemas seperti di dalam drum, kaleng, tong dan

sebagainya, muatan basah harus diperhatikan akan kebocoran yang

mungkin akan terjadi pada kemasannya. Untuk menjaga hal tersebut

maka dibawahnya diberi bantalan sedemikian rupa agar

kebocoranya dapat mengalir ke got, sehingga tidak merusak muatan

12
lainnya. Cara meletakkan muatan memegang peranan yang penting.

Yang termasuk muatan basah lainnya antara lain : minuman dalam

kaleng atau botol.

3. Muatan kering adalah jenis muatan yang tidak merusak muatan

lainnya tetapi dapat rusak oleh muatan lainnya, terutama oleh

muatan basah, oleh karena itu kedua jenis muatan tersebut tidak

boleh tercampur.

4. Muatan kotor adalah muatan yang dapat menimbulkan kotor atau

debu selama atau sesudah muat bongkar, yang dapat menimbulkan

kerusakan pada muatan lainnya terutama muatan bersih dan halus.

5. Muatan berbahaya adalah semua jenis muatan yang memerlukan

perhatian khusus karena dapat menimbulkan bahaya bagi tubuh

manusia, kebakaran hingga dapat menimbulkan bahaya ledakan.

Muatan Kapal menurut Arwinas (2001:9)

“Muatan adalah seluruh jenis barang yang dapat dimuat ke kapal


dan diangkut ke tempat lain baik berupa bahan baku atau hasil
produksi dari suatu proses pengolahan. Dan dikelompokkan atau
di bedakan menurut beberapa pengelompokan sesuai dengan
jenis pengapalan, jenis kemasan dan sifat muatan”

1. Pengelompokan muatan berdasarakan jenis pengapalan adalah:

a. Muatan sejenis (Homogenous Cargo) adalah semua muatan

yang kapalkan secara bersamaan dalam suatu kompartemen

13
atau palka dan tidak dicampur dengan muatan lain tanpa adanya

penyekat muatan dan dimuat secara curah maupun dengan

kemasan tertentu.

b. Muatan campuran (Heterogenous Cargo) adalah muatan ini

terdiri dari berbagi jenis dan sebagian besar menggunakan

kemasan atau dalam bentuk satuan unit (bag, pallet, drum)

disebut juga dengan muatan general cargo.

2. Pengelompokan muatan berdasarkan jenis kemasannya

a. Muatan unitized adalah muatan dalam unit-unit dan terdiri dari

beberapa jenis muatan dan digabung dengan menggunakan

pallet.

b. Muatan curah (bulk cargo) adalah Muatan curah (bulk cargo)

adalah muatan yang diangkut melalui laut dalam jumlah besar.

c. Muatan Curah Kering adalah Merupakan muatan curah padat

dalam bentuk biji-bijian, serbuk, bubuk, butiran dan sebagainya

yang dalam bongkar muat muatan dilakukan dengan

mencurahkan muatan ke dalam palka dengan menggunakan

alat-alat khusus. Contoh muatan curah kering antara lain biji

gandum, kedelai, jagung, pasir, semen, klinker, soda dan

sebagainya.

14
d. Muatan Curah Cair (liquid bulk cargo) yaitu Yaitu muatan curah

yang berbentuk cairan yang diangkut dengan menggunakan

kapal-kapal khusus yang disebut kapal tanker. Contoh muatan

curah cair ini adalah bahan bakar, crude palm oil (CPO), produk

kimia cair dan sebagainya.

e. Muatan curah gas adalah Yaitu muatan curah dalam bentuk gas

yang dimampatkan, contohnya gas alam (LPG).

f. Muatan Peti Kemas adalah Yaitu muatan berupa wadah yang

dari baja, besi, aluminium yang digunakan untuk menyimpan

atau menghimpun barang.

3. Pengelompokan muatan berdasarkan sifat muatan :

a. Muatan Sensitif.

b. Muatan Berharga.

c. Muatan Berbahaya.

E. Pengertian Kapal

Kamus besar bahas indonesia mendefinisikan kapal sebagai

kendaraan pengangkut penumpanng dan barang di laut (sungai dsb).

Menurut pasal 309 ayat (1) KUHD, “Kapal adalah semua alat

berlayar, apapun nama dan sifatnya”. Termasuk didalamnya adalah:

15
kapal karam, mesin pengeruk lumpur, mesin penyedot pasir, dan alat

pengangkut terapung lainnya. Meskipun benda-benda tersebut tidak

dapat bergerak dengan kekuatannya sendiri, namun dapat digolongkan

kedalam “alat berlayar” karena dapat terapung atau mengapung dan

bergerak di air.

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran:

“Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu,


yang digerakkan dnegan tenaga angin, tenaga mekanik, energi
lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya
dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat
apungdan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah”.

Sementara menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

tentang Perikanan, terdapat beberapa pengertian tentang kapal, yaitu:

“Kapal Perikanan ialah kapal, perahu, atau alat apung lainnya


yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan,
pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan
penelitian/eksplorasi perikanan”.

Kapal yang digunakan baik untuk keperluan transportasi antar

pulau maupun untuk keperluan eksploitasi hasil laut, harus memenuhi

persyaratan kelaik lautan, sehingga menjamin keselamatan kapal selama

pelayarannya di laut. Adapun Kelaik Lautan kapal adalah keadaan kapal

yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan

pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan,

16
kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum

kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari

kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan

tertentu.

17
BAB III

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Perusahaan PT. Kapal

Ditengah realisasi pembangunan infrastruktur kemaritiman, PT.

Kapal adalah perusahaan pelayaran yang berkedudukan di Jalan Pluit

Raya No. 8 Blok B Jakarta Utara , menyatakan komitmennya untuk

berperan maksimal melayani pelayaran penyebrangan di Domestik

maupun internasional.

PT. Kapal adalah perusahan pelayaran Indonesia yang

menyediakan solusi transportasi “point-to-point”. Jaringan rute pelayaran

kapal-kapal yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan utama dan

pelabuhan-pelabuhan perdagangan antar-pulau di Nusantara, mencakup

sebagian besar wilayah Indonesia dan diperkuat oleh keberadaan kantor

cabang di beberapa pelabuhan. Dalam menjalankan kegiatannya, PT.

Kapal mengutamakan keselamatan, kualitas, dan fokus pada kebutuhan

pelanggan (safety, quality and customer focus) memiliki staf terlatih yang

optimal yang terbuka untuk umpan balik dan perubahan, dan untuk terus

meningkatkan Layanan Pelanggan dan Kemampuan Bermitra melalui

Pelanggan & Umpan Balik Mitra, Inovasi, dan Teknologi.

18
B. Ship Particular Kapal

Adapun data mengenai kapal Kapal dapat dilihat sebagai berikut :

Name Of Owner : PT. Kapal

Call Sign :YHDW

IMO Number : 8627696

Name Of Ship : Kapal

Register : Batam

Type of Ship : General Cargp

Class : BKI

Build : Japan 1986

Builder : Nagashima Shipyard

D.W.T : 1.500 Ton

GRT : 1.253 Ton

Displacement : 934,350 Ton

LOA : 62,70 M

LBP : 57,10 M

Breadth Upper : 13,4 M

Breadth 2nd : 12,4 M

Depth Upper : 6,25 M

Depth 2nd : 4,30 M

Ship’s Draft : 4,20 M

Main Engine : HANSIN 6 LU 32 G

19
Auxiliary Engine : YANMAR 6 HAL-TN

Speed : 7-8 Knot

C. Struktur Orgsnisasi dan Tata Kerja Pada Kapal Kapal

NAKHODA

CHIEF OFFICER CHIEF ENGINEER

2nd OFFICER 2nd ENGINEER

3rd ENGINEER

JURU MASAK

BOSUN

JURU MUDI JURU MINYAK

CADET DECK CADET ENGINE

20
Uraian tugas crew kapal Kapal

Bagian Deck

1. Nakhoda / Master

Nakhoda adalah sebagai pimpinan kapal, pemegang kewibawaan,

jaksa atau pegawai kepolisisan, pegawai pencatatan sipil dan notaris

di atas kapal.

a) Nakhoda mempunyai kekuasaan mutlak di atas kapal laut dan di

pelabuhan, berdasarkan undang-undang terhadap semua orang

yang berada di atas kapal.

b) Nakhoda mempunyai tanggung jawab serta wewenang penuh

dalam penerapan pelaksanaan sistem manajemen keselamatan

kapal (ISM CODE)

c) Nakhoda bertanggung jawab penuh atas keselamatan kapal,

personel dikapal dan untuk pencegahan polusi menurut standard

yang diisyaratkan oleh perusahaan dan kode international

manajemen keselamatan untuk operasi kapal yang aman,

kelaikan lautan, efesiensi dan pengoperasian kapal secara

ekonomis dan melaksanakan kebijakan dalam bidang

keselamatan dan perlindungan lingkungan, memotivasi awak

kapal agar selalu memperhatikan dan mematuhi ketentuan

21
manajemen keselamatan sesuai prosedur secara jelas dan

mudah dipahami.

2. Mualim I

Mualim I adalah kepala dek departemen dan sebagai perwira

pengganti apabila nakhoda berhalangan dan bertindak sebagai

pengawas langsung setiap pekerjaan di bagian dek yang sifatnya

sangat berbahaya. Mualim I bertanggung jawab kepada nakhoda

meliputi:

a. Menyelenggarakan tugas navigasi administrasi pengawasan

b. Pengoperasian yang aman dan ekonomis di bagian dek,

pemeliharaan semua ruangan dan perlengkapan dibawah

tanggung jawabnya, ketepatan waktu dalam mempersiapkan

semua ruangan serta mengadakan pencatatan secara teliti dan

benar.

c. Menyelenggarakan buku harian dek, buku olah gerak , buku

catatan minyak dan buku lainnya yang ada kaitannya dengan

deck department dengan baik dan benar.

3. Mualim II

Mualim II bertanggung jawab kepada nakhoda mengenai hasil kerja

dan tindakan yang seharusnya sebagai seorang mualim jaga dan

perwira navigasi, bilamana bertugas menangani muatan dan ballast.

22
Mualim II bertanggung jawab kepada nakhoda melalui mualim I.

Mualim II bertanggung jawab terhadap hal-hal sebagai berikut.:

a. Melaksanakan tugas jaga berlayar dan di pelabuhan

b. Mempersiapkan perencanaan pelayaran sesuai petunjuk dari

nakhoda.

c. Menarik garis haluan di peta berdasarkan petunjuk dan

persetujuan dari nakhoda.

4. Bosun

Tugas dan tanggung jawab bosun :

a. Pumpman bertanggung jawab kepada mualim I mengenai hasil

kerja dan tindakan sebagai kepala kerja harian di dek

b. Menyiapkan alat-alat dan perlengkapan kerja harian lainnya

seperti yang di perintahkan oleh mualim I atau mualim jaga.

c. Memelihara dan menjaga kebersihan di akomodasi serta bagian-

bagian kapal lainnya sesuai instruksi dari mualim I.

6. Juru Mudi

Tugas dan tanggung jawab juru mudi :

a. Melaksanakan tugas jaga dan saat kapal berlayar, bertugas jaga

dianjungan, melaksanakan siaga dan menangani kemudi kapal.

23
b. Menyiapkan bendera-bendera, alat-alat pemadam di dek, dan

perlengkapan lainnya seperti yang di perintahkan oleh mualim I

atau mualim jaga.

c. Memelihara dan menjaga kebersihan di anjungan serta bagian-

bagian kapal lainnya sesuai instruksi dari mualim I.

8. Kadet Deck

a. Melakukan tugas harian berturut-turut di dek selama tiga bulan

pada saat awal melaksanakan praktek laut.

b. Melakukan tugas jaga pada bulan berikutnya selama enam bulan

berturut-turut sesuai dengan urutan devisi jaga.

c. Melakukan olah gerak mesin kapal pada bulan berikutnya hingga

selesai melaksanakan praktek laut.

Bagian Mesin

1. Kepala kamar mesin (KKM)

KKM mempunyai tugas dan tanggung jawab penuh atas semua

pemesinan dan peralatan yang ada dikamar mesin, serta

bertanggung jawab atas pengoperasian kapal.

2. Masinis II

Masinis II bertanggung jawab atas pengoperasian generator diatas

kapal, dan juga mesin kemudi, serta menjalankan pekerjaan sesuai

perintah dari kepala kamar mesin.

24
3. Oiler

Adapun tugas dan tanggung jawab oiler ialah :

a. Menguasai, mengatasi dan mencatat semua alat-alat indicator

pesawat yang sedang berjalan dan memeriksa minyak pelumas.

b. Melaporkan kepada Masinis jaga bila ada kelainan pada kapal

yang sedang beroperasi

c. Melaksanakan pekerjaan harian dikamar mesin, membantu

setiap ada tugas yang diperlukan pada waktu olah gerak dan

harus berada dikamar mesin.

d. Membantu pencegahan pencemaran laut dan keselamtan kerja

e. Melaksanakan kebersihan pesawat-pesawat, peraltan kerja serta

kamar mesin

f. Melaksanakan tugas lainnya seperti yang diperintahkan oleh

Masinis I atau Masinis jaga.

6. Kadet Mesin

a. Melakukan tugas harian berturut-turut selama tiga bulan pada

saat awal melaksanakan praktek laut.

b. Melakukan tugas jaga pada bulan berikutnya selama enam bulan

berturut-turut sesuai dengan urutan devisi jaga.

c. Melakukan olah gerak mesin kapal pada bulan berikutnya

hiingga selesai melaksanakan praktek laut.

25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penyebab Kurangnya Optimalisasi Proses Pemuatan Dan

Pembongkaran di Kapal

Kapal laut adalah sarana angkutan laut yang sampai saat ini

masih dianggap lebih efisien dan ekonomis di dalam pengangkutan

barang dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu Negara ke

Negara lain karena kemampuan memuatnya yang besar yang belum

dimiliki oleh transportasi yang lain. Dalam perkembangannya kapal laut

dapat dibedakan menurut tipenya atau menurut jenis muatan yang

diangkutnya, salah satunya adalah kapal cargo, yaitu kapal yang khusus

yang dirancang untuk mengangkut muatan dan barang campuran,

misalnya; pipa, gelondongan, palet-palet dan lain sebagaimana.

Proses pemuatan dan pembongkaran, sering mengalami

keterlambatan, hal ini akan menurunkan efektifitas kerja sehingga

menimbulkan kerugian baik waktu maupun materi. Keadaan ini sering

terjadi dan dialami oleh crew ketika bekerja di Kapal

26
Berdasarkan hasil penelitian saat melaksanakan kegiatan

pemuatan dan pembongkaran di Kapal, maka penulis memperoleh data

bahwa keterlambatan proses pemuatan dan pembongkaran disebabkan

adanya berbagai macam penyebab seperti tidak maksimalnya

pengawasan dan pengetahuan tentang muatan, adanya kongesti

pelabuhan juga kekurangan peralatan penunjang muatan di atas kapal

menjadi sebagian faktor pencetus dari timbulnya masalah pada proses

lambatnya muatan di atas Kapal.

Masalah-masalah atau hambatan-hambatan yang berhasil

diidentifikasi antara lain sebagai berikut :

1. Proses sandar kapal belum tepat waktu

Untuk menjamin berjalannya proses muatan yang tepat waktu pada

Kapal, maka ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan berdasarkan

dari temuan pada kondisi saat ini. Karena seringnya kapal harus

berlabuh dan menunggu jadwal untuk sandar atau terikat di buoy

(moored) sehingga clearance in atau ijin masuk dan sebagainya

menjadi terlambat yang berakibat pada terlambatnya kegiatan

pemuatan dan pembongkaran.

Diharapkan kepada pihak keagenan kapal pada pelabuhan muatan

agar mempersiapkan segala sesuatunya lebih awal sehingga pada

27
saat kapal tiba di pelabuhan tidak perlu lagi harus berlabuh jangkar

dan menunggu dalam waktu yang lama untuk disandarkan dan

melaksanakan kegiatan pemuatan dan pembongkaran. Persiapan

administrasi kapal dan muatan juga harus disiapkan sedini mungkin

sebelum kapal tiba di pelabuhan.

Hal ini akan sangat baik sekali bagi perusahaan pelayaran

mengingat kelancaran kegiatan pemuatan dan pembongkaran

adalah salah satu bagian yang penting untuk mencapai keuntungan

perusahaan yang lebih meningkat lagi.

2. Kurangnya koordinasi dalam proses pemuatan dan pembongkaran

Pentingnya koordinasi antara pihak kapal dengan pihak darat

ataupun antara sesama pekerja di Kapal sangat penting dalam

menunjang lancarnya proses pemuatan dan pembongkaran di atas

kapal. Pada saat draft survey diperlukan kerjasama yang baik antara

Mualim Satu yang dibantu oleh ABK (Anak Buah Kapal) dengan

pihak Surveyor ataupun dengan Foreman (mandor) sehingga

kegiatan pemuatan dan pembongkaran segera bisa dilaksanakan.

Koordinasi antara Mualim jaga dengan ABK juga sangat penting

mengingat pada saat bongkar muat muatan sering kali dilaksanakan

buka tutup palka dan penggeseran tutup palka ke palka lain yang

tidak sedang dilakukan kegiatan bongkar muat muatan.

28
Pengaturan air ballas yang diatur oleh Mualim Satu dan dikerjakan

oleh ABK dalam hal ini Bosun juga penting diperhatikan sebab jika

pengisian atau pemompaan air ballast yang terlambat dapat

mengakibatkan kapal terlalu dongak sehingga proses pemuatan dan

pembongkaran menjadi terlambat. Untuk itu diharapkan kerjasama

antara Mualim dengan ABK dan dengan pihak darat baik surveyor

ataupun foreman sangat penting sekali sehingga menunjang

lancarnya proses pemuatan dan pembongkaran di Kapal.

B. Upaya yang Harus Dilakukan Dalam Mengoptimalkan Proses

Pemuatan Dan Pembongkaran di Kapal

Untuk mengoptimalkan proses pemuatan dan pembongkaran di

pelabuhan maka pihak kapal, perusahaan serta pihak pelabuhan harus

berkoordinasi supaya menunjang kelancaran proses pemuatan dan

pembongkaran dari kapal ke pelabuhan ataupun sebaliknya dari

pelabuhan ke kapal. Agar optimalnya proses pemuatan dan

pembongkaran maka hal-hal yang harus terpenuhi yaitu :

1. ABK harus mempunyai pengetahuan tentang pengoperasian alat

bongkar muat di kapal dan alat-alat penunjang lain dan harus selalu

dilakukan perawatan pada alat bongkar muat.

29
2. Dokumen kapal sudah siap sebelum tiba di tempat pelabuhan agar

tidak memerlukan waktu untuk menyiapkannya

3. Pihak kapal dan pelabuhan harus selalu melakukan koordinasi atau

komunikasi.

Pentingnya pengawasan dalam proses bongkar muat untuk

aktifitas yang terselenggara agar sesuai dengan apa yang sudah di

rencanakan sebelumnya. Adapun bentuk pengawasan proses pemuatan

dan pembongkaran yang diterapkan di Kapal yaitu :

1. Pengawasan internal

Pengawasan internal cenderung ditujukan kepada orang atau badan

yang terlibat dalam manajemen dan merupakan wewenang pihak

kapal itu sendiri. Pengawasan internal dirancang untuk menjamin

tercapainya tujuan pihak kapal seperti di bawah ini :

a. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan operasional bongkar muat

b. Ketaatan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

2. Pengawasan eksternal

Pengawasan eksternal dilaksanakan oleh unit pelaksana

pengawasan yang terdapat di luar pihak kapal, seperti pihak darat

atau TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat).

3. Pengawasan preventif represif

Pengawasan preventif merupakan pengawasan yang dilaksanakan

30
pada kegiatan sebelum proses pemuatan dan pembongkaran

dilaksanakan, sehingga mampu mencegah terjadinya kegiatan yang

tidak diharapkan. Dalam konsep maritim contohnya: crew kapal

mencegah terjadinya kerusakan muatan.

4. Pengawasan aktif dan pasif

Pengawasan aktif ialah merupakan suatu bentuk pengawasan yang

dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan. Sedangkan

pengawasan pasif ialah merupakan suatu bentuk pengawasan yang

dilaksanakan melalui penelitian dan pengujian. Pengawasan aktif

adalah pengawasan yang dilakukan oleh pihak kapal secara umum

dan pihak darat, sedangkan pengawasan pasif dilakukan oleh

Muallim I secara khusus yang memperhatikan stabilitas kapal dalam

kegiatan bongkar muat.

C. Penanganan Proses Pemuatan Dan Pembongkaran Agar Optimal di

Kapal

Hal utama yang menjadi penyebab tidak maksimalnya proses

pemuatan dan pembongkaran yaitu adanya kongesti pelabuhan.

Pengangkutan Intermodal ekspor Impor Melalui Laut, bahwa proses

kegiatan bongkar muat yang tidak maksimal sering kali disebabakan oleh

adanya kongesti pelabuhan (Port Congestion) salah satunya yaitu

31
keadaan menunggu antrian kapal yang telah selesai melakukan kegiatan

di pelabuhan. Kapal dapat menunggu berhari-hari bahkan berminggu-

minggu di luar pelabuhan untuk membongkar muatannya. Port

Congestion ini akan timbul jika kapasitas penampungan pelabuhan tidak

sebanding dengan jumlah kapal yang hendak masuk pelabuhan untuk

melaksanakan kegiatan bongkar atau muat barang.

Kongesti Pelabuhan bisa dihindari dengan membuat perencanaan

yang matang, manajemen yang baik, meningkatkan SDM terutama

tenaga buruh, koordinasi yang terjalin dengan baik, lalu lintas yang

teratur, kebijakan dalam operasional, pemeliharaan peralatan, prosedur

penyelesaian dokumen dan mengantisipasi.

Agar proses pemuatan dan pembongkaran di pelabuhan berjalan

lancar, penanganan muatan harus diusahakan dalam setiap kegiatan di

pelabuhan dapat selesai pada waktu yang tepat agar tidak menimbulkan

waiting time, delay kapal, long hatch dan keterlambatan pasang surut air,

booking dermaga atau pandu, convoy di suez canal.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam memaksimalkan

kegiatan bongkar muat adalah sebagai berikut:

1. Lebih memperhatikan kinerja buruh yang terkadang tidak sesuai

harapan dalam menyusun muatan.

2. Lebih teliti dalam menghitung muatan, kesinergian antara data dari

32
pihak kapal dan darat harus tetap terjaga agar tidak terjadi kerugian

diantara kedua belah pihak.

3. Pengawasan pada saat bongkar muat harus diperhatikan terutama

pada saat pemerataan pengambilan muatan itu sendiri, seraya

menghindari ketidak keimbangan kapal

4. Pengawasan mandor pada buruh harus tetap terjaga,

memperhatikan batas jam istirahat buruh, memperhatikan pula

kinerjanya

5. Prinsip Safety First harus diberlakukan pada proses bongkar muat

muatan semen, ini dilakukan untuk menghindari jatuhnya tumpukan

semen yang menimpa buruh dan mengakibatkan korban jiwa.

Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh kurangnya kegiatan

pengawasan yaitu:

1. Kerusakan muatan dalam jumlah besar

Kelalaian preparasi bongkar muat dapat menyebabkan kerusakan

pada muatan semen, misalnya bocor pada bungkus atau pecah,

olehnya perlu perhatian khusus pada pengawasan bongkar muat itu

sendiri.

Jumlah semen yang terhitung dalam prosesi bongkar muat tidak

sesuai dengan data yang ada sebelumnya. Sesuai dengan penjelas

sebelumnya ketidaksinergian antara pihak kapal dan darat dalam

33
menghitung muatan menyebabkan kesalah data perhitungan semen.

2. Pengaruh terhadap stabilitas kapal

Kurangnya pengawasan saat bongkar muat dapat berakibat

terhadap stabilitas kapal, ini disebabkan oleh proses bongkar muat

muatan yang tidak seimbang oleh buruh, dimana ketika muatan yang

diamati di awal lebih banyak di bagian depan kapal, dan yang paling

fatal terputusnya tali tross yang dapat mengakibatkan tenggelamnya

kapal.

3. Terjadinya keterlambatan bongkar muat

Keterlambatan bongkar muat dalam hal ini lebih bersifat teknis,

contoh kasus yang biasa ditemukan dilapangan adalah kurangnya

pengawasan oleh pihak mandor ketika buruh mengambil jatah

istirahat lebih dari waktu yang ditentukan dan mengakibatkan

keterlambatan bongkar muat.

4. Terjadinya kecelakan kerja pada proses Stevedoring

Pada pekerjaan bongkar muat barang yang dilakukan dipelabuhan

terdapat bahaya pada masing-masing proses kerja. Pada proses

kerja stevedoring, bahaya tertinggi pada saat membuka terpal

penutup barang di palka kapal. Bahaya yang paling dominan adalah

bahaya kehilangan keseimbangan, karena pekerja berada di atas

kapal yang bergoyang karena diterpa ombak dapat menyebabkan

34
pekerja kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh ke dalam

laut.

Berikutnya pada saat pekerja membongkar dan memasukkan barang

ke dalam jala-jala pada tahap ini pekerja ketika akan memasukkan

barang kedalam jala-jala, dengan cara kerja yang seperti itu dan

beban angkut barang yang mencapai 15-25kg, maka pekerjaakan

berpotensi terkena lowback pain. Kesalahan posisi atau postur tubuh

saat menangani beban dapat menyebabkan pekerja mengalami

cedera atau pun gangguan kesehatan pada otot tulang secara

kronis.

Pada saat pekerja mengaitkan jala-jala pada ring crane, pada

tahapan ini pekerja berpotensi mengalami tabrakan pada kepala oleh

ring crane yang keras dan tajam dan mengakibatkan luka parah

pada bagian kepala. Hal ini terjadi karena jarak antara besi ring

crane dengan pekerja yang terlalu dekat, terkadang pekerja juga

tidak melihat dari mana arah datangnya ring crane sehingga pekerja

berpotensi mengalami kecelakaan.

Tahapan selanjutnya adalah memindahkan jala-jala yang berisi

barang dari kapal ke dermaga dengan menggunakan crane, pada

lingkungan kerja ini banyak perkerja yang berada di bawah crane

menunggu barang yang akan diturunkan. Jika kita melihat tahapan

35
kerja ini beban yang diangkat crane melewati pekerja yang sedang

bekerja baik di deck kapal maupun di dermaga. Sehingga apabila

operator crane terlalu cepat dalam mengoperasikan crane

menyebabkan barang menjadi tidak stabil dan berayun, karena

beban yang diangkut melewati pekerja maka pekerja akan

berpotensi tertabrak dan menyebabkan luka parah pada bagian

kepala.

Secara umum proses kerja stevedoring berada di luar ruangan dan

terpapar langsung oleh sinar matahari, hal ini dapat menyebabkan

pekerja akan mengalami dehidrasi ditambah lagi dengan prilaku

pekerja yang sering tidak menggunakan baju lengan panjang.

Apabila pekerja bekerja pada kondisi panas akan terjadi peningkatan

metabolisme dalam tubuh pekerja, dengan demikian pekerja akan

mudah lelah, sehingga pekerja mengalami penurunan konsentarsi

yang akhirnya dapat menyebabkan kecelakaan kerja.

36
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya maka dapat ditarik

kesimpilan sebegai berikut :

1. Proses proses pemuatan dan pembongkaran di Kapal belum optimal,

karena mualim I kurang teliti sehingga proses bongkar muat muatan

memerlukan waktu lama ( long hatch ) hal ini juga disebabkan oleh

alat muat bongkar yang tidak dapat difungsikan dengan baik dan

kurangnya koordinasi dalam bongkar muat antara pihak darat dan

kapal tentang pelaksanaan bongkar muat.

2. Mengoptimalkan penanganan proses pemuatan dan pembongkaran

dilakukan dengan pengawasan dalam proses bongkar muat untuk

aktifitas yang terselenggara agar sesuai dengan apa yang sudah di

rencanakan sebelumnya.

3. Penanganan proses pemuatan dan pembongkaran agar optimal yaitu

dengan cara meningkatkan skill dan pemahaman Anak Buah Kapal

tentang cara pembacaan Stowage Plan dan pemahaman tentang

penggunaan alat muat bongkar dan saat proses pemuatan dan

pembongkaran sesuai dengan prosedur di kapal.

37
B. Saran-saran

Berdasarkan kelemahan dan kekurangan yang ada, maka

disarankan sebagai berikut :

1. Agar waktu muat bongkar di pelabuhan dapat dikurangi seharusnya

dilakukan perawatan terhadap alat muat bongkar secara berkala

sesuai prosedur yang sudah ditetapkan di atas kapal dan alat yang

rusak dilakukan perbaikan atau diganti baru.

2. Sebelum pelaksanaan muat bongkar di pelabuhan seharusnya

dilakukan koordinasi antara pihak kapal dan pihak darat tentang

pelaksanaan muat bongkar agar pelaksanaan tersebut dapat

berjalan dengan lancar.

38

Anda mungkin juga menyukai