Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

BUDAYA KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN

DOSEN PEMBIMBING
SABARUDDIN,S.E,M.Pd

DISUSUN OLEH
Jody Ramadansyah Siregar
210903017
Sistem Kelistrikan Kapal - A

POLITEKNIK PELAYARAN MALAHAYATI


ACEH
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya lah sehingga pembuatan makalah untuk memenuhi tugas mata pelajaran
BUDAYA KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN yang berjudul “
PENTINGNYA BUDAYA KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN” dapat
terselesaikan.
Dalam pembuatan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan terimakasih pada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas sehinggga kami dapat
menyelesaikannya. Dalam pembuatan makalah ini kami berharap semoga dapat bermanfaat kita
semua.
Kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat kami
harapkan.Apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami mohon maaf.

.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
Latar Belakang......................................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................................4
ISI...............................................................................................................................................................4
Pengertian proses penanganan Keselamatan dan Keamanan Kapal................................................4
Keselamatan keamanan kapal..............................................................................................................6
Pengertian pihak-pihak yang terkait...................................................................................................7
Perngertian peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses keselamaan..................................9
Faktor-faktor keselamatan.................................................................................................................10
BAB III.....................................................................................................................................................11
PENUTUP................................................................................................................................................11
KESIMPULAN....................................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki 17.499 pulau dari
Sabang sampai Merauke. Luas total wilayah Indonesia adalah 7,81 juta km2 yang terdiri dari
2,01 juta km2 daratan, 3,25 juta km2 lautan, dan 2,55 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
(http://www2.kkp.go.id/ diakses pada tanggal 18/12/2018). Negara dengan luas perairan lebih
besar dari pada luas daratan, maka dari itu Indonesia disebut sebagai Negara Maritim
(https://bphn.go.id, diakses pada tanggal 18/12/2018). Sehingga dapat diartikan bahwa ke depan
laut merupakan sumber daya alam (SDA) yang sangat potensial dan memberikan banyak harapan
serta kesejahteraan masyarakat.
Tidak hanya itu, Indonesia yang dikenal sebagai archipelagic state ini berada tepat di titik
pertemuan komunikasi antara Samudera Pasifik dan Samudera India serta Benua Asia dan Benua
Australia, yang menghubungkan kepentingan negara-negara besar dan maju (Ikhtiari, 2011:5).
Sebagai negara kepulauan yang terletak di beberapa rute pelayaran paling strategis di dunia,
perairan Indonesia menjadi lalu lintas laut bagi lebih dari separuh pelayaran perdagangan dunia
setiap tahunnya, menempatkan wilayah maritim Indonesia merupakan jalur perdagangan
terpenting dan tersibuk di dunia. Konsekuensinya adalah potensi kecelakaan kapal di laut yang
tidak rendah, termasuk terjadinya polusi laut, hal ini tentu saja memberikan dampak kerugian
yang besar terhadap Indonesia serta ekosistem laut pun ikut terganggu.
Terdapat beberapa komite yang menangani masalah teknis keselamatan maritim dalam IMO,
salah satunya adalah The Maritime Safety Committee (MSC). Komite ini menangani semua hal
yang berkaitan dengan keselamatan maritim, hal yang mencakup kapal penumpang dan semua
kapal kargo seperti yang tertera dalam konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) Convention 1974
(IMO Profile, 2017). Keselamatan maritim adalah kebijakan dalam meminimalisir kecelakaan
kapal secara teknisi (Kadarisman, 2017:179). Para pengguna sarana transportasi laut pada
umumnya sangat mengutamakan persoalan keselamatan dan keamanan, terjadinya kecelakaan
kapal seperti tenggelam, terbakar, tabrakan, dan lainya adalah permasalahan yang berkaitan
dengan keselamatan transportasi laut. Oleh karena itu, keselamatan maritim perlu ditingkatkan.
Tugas IMO tercantum dalam Konvensi SOLAS artikel 1(a) adalah "Untuk memberikan
penggerak kerjasama antar Negara (States) dalam bidang peraturan pemerintah dan
pelaksanaannya yang berhubungan dengan masalah-masalah teknis dari segala bentuk berkaitan
dengan pelayaran yang menggunakan perdagangan internasional: untuk menganjurkan dan
memfasilitasi/memudahkan suatu adopsi umum terhadap standard-standard praktis tertinggi
dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan keselamatan di laut, effisiensi ketika
melakukan navigasi serta pencegahan dan pengendalian pencemaran di laut dari kapal"
Masalah Kesalamatan Pelayaran merupakan hal yang sangat penting dan menduduki posisi sentral
dalam segala aspek di dunia pelayaran. Aspek yang melekat pada keselamatan pelayaran meliputi
karekteristik sikap,nilai,dan aktivitas mengenai pentingnya terpenuhinya persyaratan keselamatan dan
keamanan yang menyangkut angkutan di perairan dan kepelabuhanan. Pengabaian atas keselamatan
pelayaran cenderung meningkatkan biaya ekonomi dan lingkungan seperti penurunan produksi, timbul
biaya medis, terjadi pulusi dan penggunaan energy yang tidak efisien. Rendahahnya keselamatan perairan
ini diakibatkan oleh lemahnya menajemen sumber daya manusia (pendidikan,kompetensi,kondisi
kerja,jam kerja) dan menajemen proses (prosedur,system keselamatan). Keselamatan merupakan bagian
integral pada manajemen perusahaan pelayaran secara umum untuk mendukung kondisi kerja diatas kapal
yang lebih baik. Manajemen tidak hanya mengaitkan kapal dengan produktifitsnya saja, namun perlu
meningkatkan pengawasan terhadap kelayakan kapal dan kondisi kerja diatas kapal secara memadai.
Nahkoda memegang peranan penting dalam keselamatan di laut,ia menentukan diamana, kapan,
bagaimana dan berapa lama kapal menempuh waktu pelayaran. Serta bagaimana mengontrol setiap
kegiatan diatas kapal yang juga tergantung pada temperamen,komitmen,dan pengalaman nahkoda dan
awak.
Beberapa yang perlu diperhatikan berkaitan dengan keselamatan pelayaran, meliputi: (1) Pencatatan
kecelakaan pada kapal niaga, dimana penyebab kecelakaan perlu dianalisis untuk identifikasi dan
implementasi pencegahannya; dan (2) Pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan yang diharapkan
mengurangi tingkat kecelakaan, seiring dengan perkembangan konstruksi kapal serta kondisi kerja diatas
kapal. Indonesia merupakan daerah kepulauan yang terbesar didunia, hal ini berpengaruh langsung
terhadap penggunaan moda transportasi laut guna menghubungkan satu pulau dengan pulau yang lainnya
secara aman dan memenuhi standarisasi keselamatan maritime,namun dalam prakteknya angka
kecelakaan laut di Indonesia masih relative tinggi.
BAB II
ISI

Pengertian proses penanganan Keselamatan dan Keamanan Kapal

Proses penanganan Keselamatan pelayaran adalah segala hal yang ada dan dapat dikembangkan
dalam kaitanya dengan tindakan pencegahan kecelakaan pada saat pelaksanan kerja di bidang pelayaran.
Proses penanganan keselamatan pelayaran adalah dalam berbagai rujukan didefinisikan sebagai
suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan kapal yang menyangkut angkutan di
perairan dan kepelabuhanan, Disebutkan terdapat banyak penyebab kecelakaan kapal laut; karena tidak
diindahkannya keharusan tiap kendaraan yang berada di atas kapal untuk diikat (lashing), hingga pada
persoalan penempatan barang yang tidak memperhitungkan titik berat kapal dan gaya lengan stabil
misalnya. Artinya, penyebab kecelakaan sebuah kapal tidak dapat disebutkan secara pasti, melainkan
perlu dilakukan pengkajian. Dalam ketidak laikan kapal, bahwa sejak kapal dipesan untuk dibangun
hingga kapal beroperasi, selalu ada aturan yang harus dipatuhi, dan di dalam semua proses
pelaksanaannya selalu ada badan independen yang menjadi pengawasnya. Pada saat kapal dirancang
kemudian pemilihan bahan, dan selama proses pembangunannya, selain pemilik kapal, pihak galangan
kapal, dan pihak pemerintah selaku administrator ada pihak Klasifikasi. Di Indonesia dilakukan oleh Biro
Klasifikasi Indonesia yang melakukan pengawasan dan pemberian kelas bagi kapal yang telah selesai
dibuat, hingga nanti setelah kapal beroperasi mereka juga akan melakukan survey dan audit atas
pelaksanaan semua aturan keselamatan yang harus dipenuhi.
Kecelakaan angkutan laut yang menelan banyak korban jiwa dan harta benda terjadi silih berganti
dalam beberapa tahun belakangan ini diantaranya KM Bahuga. Ada beberapa penyebab yaitu faktor
manusia merupakan faktor yang paling besar yang antara lain meliputi kecerobohan di dalam
menjalankan kapal, kekurang mampuan awak kapal dalam menguasai berbagai permasalahan yang
mungkin timbul dalam operasional kapal, secara sadar memuat kapal secara berlebihan. Lalu ada faktor
teknis biasanya terkait dengan kekurang cermatan di dalam desain kapal, penelantaran perawatan kapal
sehingga mengakibatkan kerusakan kapal atau bagian-bagian kapal yang menyebabkan kapal mengalami
kecelakaan, terbakarnya kapal seperti yang dialami Kapal Tampomas diperairan Masalembo, Kapal
Livina ada faktor alam, faktur cuaca buruk merupakan permasalahan yang seringkali dianggap sebagai
penyebab utama dalam kecelakaan laut. Permasalahan yang biasanya dialami adalah badai, gelombang
yang tinggi yang dipengaruhi oleh musim/badai, arus yang besar, kabut yang mengakibatkan jarak
pandang yang terbatas.
Jika menilik aturan international keselamatan pelayaran. Bahwa Untuk mengendalikan
keselamatan pelayaran secara internasional diatur dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut;
International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS), 1974, sebagaimana telah disempurnakan:
Aturan internasional ini menyangkut ketentuan konstruksi (struktur, stabilitas, permesinan dan instalasi
listrik, perlindungan api, detoktor api dan pemadam kebakaran). Terdapat komunikasi radio, keselamatan
navigasi. Perangkat penolong, seperti pelampung, keselamatan navigasi. Dan penerapan ketentuan-
ketentuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk di dalamnya penerapan of
the International Safety Management (ISM) Code dan International Ship and Port Facility Security (ISPS)
Code). Ada International Convention on Standards of Training, Certification dan Watchkeeping for
Seafarers, tahun 1978 dan terakhir diubah pada tahun 1995. International Convention on Maritime Search
and Rescue, 1979. International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual (IAMSAR) dalam
3 jilid. Perangkat keselamatan yang yang digunakan dalam evakuasi kapal dalam hal terjadi kebakaran
ataupun kapal tenggelam berupa Baju pelampung, Perahu sekoci, Rakit penolong Perangkat komunikasi.
Perangkat yang penting dalam komunikasi adalah sistem komunikasi yang meliputi Radio komunikasi
antar kapal, kapal dengan pelabuhan, kapal dengan radio pantai serta telepon satelit.
Jenis kecelakaan, Bocor, Hanyut, Kandas, Kerusakan Konstruksi, Kerusakan Mesin Meledak,
Menabrak Dermaga, Menabrak Tiang Jembatan, Miring, Orang Jatuh ke Laut, Tenggelam, Terbakar,
Terbalik, Tubrukan, Keamanan Kapal, Penilaian Keamanan Kapal dilakukan untuk mengidentifikasikan
kelemahan/kekurangan yang mungkin terjadi pada bagian pengamanan (Security) kapal dan kemungkinan
untuk mengurangi atau mitigasi kelemahan/kekurangan dimaksud.
Elemen-elemen yang terjadi substansi dari hasil penilaian keamanan kapal sebagaimana
dimaksud dalam ISPS Code Part A.8 dan Part B. 8.3. Penilaian keamanan kapal (SSA) dapat
dilaksanakan oleh Company Security Officer (CSO) dan atau petugas yang ditunjuk oleh Perusahaan.
Recognized Security Organization (RSO) yang telah di tetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan
Laut. Rancangan Keamanan Kapal (Ship Security Plan). Rancangan keamanan kapal merupakan rencana
keamanan yang di kembangkan dari hasil penilaian keamanan untuk memastikan bahwa penerapan
langkah-langkah keamanan diatas kapal yang di rancang dapat di terapkan untuk melindungi orang,
muatan, peralatan angkut muatan, gudang perbekalan kapal dari resiko suatu gangguan keamanan.
Keselamatan dan kemanan berlayar, tempat perpindahan intra atau antarmoda serta mendorong
perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah.Pengaturan tentang
hal tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang kaitannya
dengan kegiatan pelayaran yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhan, keselamatan dan
keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim. Tujuannya adalah kegiatan kepelabuhanan
terwujud dengan system transportasi yang efektif dan effisien, serat mengimolementasikan yang
termaktub dalam Pancasila sebagai Ideologi Negara dan UUD 1945. Peraturan perundang-undangan
merupakan hukum positif yang sangat penting untuk mengatur segala kegiatan di pelabuhan dan
pelayaran. Hukum itu berfungsi mengatur, menertibkan manusia sebagai objek hukum di dalam pergaulan
sehar-hari, serta mampu menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan social
masyarakat. Secara sistematis, fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat. Lawrance M. Friedman
(1987).

Keselamatan keamanan kapal

Dalam UU Nomer 17 tahun 2008 tentang pelayaran dinyatakan bahwa:


1. Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan
keselamatan dan keamanan kapal yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan
lingkungan maritim.
2. Keliklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal,
pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan
awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan
pencegahan pencemaran dari kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
3. Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, kontruksi,
bangunan permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan, alat penolong
dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan
pengujian. Untuk mengendalikan keselamatan pelayaran secara Internasional diatur dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. International Convention for Safetyof Live Sea (SOLAS), 1974, sebagimana yang telah
disempurnakan dan aturan internasional ini menyangkut ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
1) Kontruksi (struktur, stabilitas, permesinan dan instalasi listrik, perlindungan api
dan pemadam kebakaran).
2) Komunikasi radio, keselamatan navigasi.
3) Perangkat penolong, seperti pelampung, sekoci, rakit penolong.
4) Penerapan ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan
pelayaran termasuk didalamnya penerapan International Safety Management
(ISM) Code, Internasional Ship and Port Facility Security (ISPS) Code.
b. International Convention on Standart of Training, Certifaction and Wacth keeping for
Seafarers, tahun 1978 dan terakhir diubah tahun 1995.
c. International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979
d. International Aeronautical and maritime Search and Rescue Manual (IAMSR), (Danny F.
Dk, 2015).
Regulasi yang mengatur tentang pelayaran adalah:
1. Secara nasional, Indonesia mempunyai peraturan lambung timbul pada tahun 1996, dan
peraturan Schepen Verordening 1935 (SV 1935) dan peraturan pelaksanaanya yang
bersumber dari produk hukum tersebut. Saat ini, penjabaran dari SV diatur dalam
Undangundang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dalam penjelasaanya
mengamatatkan bahwa peraturan bidang keselamatan dan keamanan memuat ketentuan
yang mengantisipasi teknologi dengan mengacu pada konvesi internasional yang
cenderung menggunakan peralatan mutakir pada sarana dan prasarana keselamatan
pelayaran, disamping mengakomodasi ketentuan mengenai sistem keamanan pelayaran
yang termuat dalam International Ship and Port Fasiliti Scurity Code (ISPS Code).
2. Secara nasional, Indonesia mengikuti peraturan tentang SOLAS 1974 dan
amandemennya. Pada 1980 yang mengesahkan “International Convention for The Safety
of Life at Sea, 1974” sebagai hasil konfeksi Internasional Tentang Keselamatan Jiwa di
Laut 1974, yang telah ditandatangani oleh Delegasi Pemerintah Republik Indonesia, di
London, pada 1 November yang merupakan pengganti “International Convention for The
Safety of Life at Sea, 1960”. Peraturan ini berlaku untuk semua kapal baik kapal
Indonesia maupun kapal asing yang melakukan pelayaran di manapun di dunia. Sesuai
dengan peraturan tersebut, maka pemerintah dalam hal ini Kementrian Perhubungan
memberikan kewenangan pengawasan kepada Direktorat Jendral Perhubungan Laut
untuk melaksanakan pengawasan dan menerapkan ketentuan tersebut terhadap kapalkapal
Republik Indonesia yang terkena peraturan ini maupun kapal asing yang memasuki
pelabuhan Indonesia. Untuk mengetahui ketentuan tersebut, maka seluruh unit kerja
Direktorat Jendral Perhubungan Laut melakukan pengawasan yang dimulai dari awal
pembangunan suatu kapal sampai tersebut tidak dapat dioprasikan lagi atau discrap.
Pasal 126 ayat (1) menyebutkan bahwa kapal yang dinyatakan memenuhi
persyaratan keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh menteri. Dalam ayat (2)
disebutkan bahwa sertifikat keselamatan terdiri atas.
a. Sertifikat kapal penumpang.
b. Sertifikat keselamatan kapal barang.Sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal
penangkapan ikan.
Sementara itu, keselamatan kapal yang ditentukan melalui pemeriksaan dan
pengujian pada ayat (3). Dalam ayat (4) disebutkan terhadap kapal yang telah
memperoleh sertifikat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan penilian terus
menerus sampai kapal tidak digunakan lagi.

Pengertian pihak-pihak yang terkait

Pemerintahan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo melalui


Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014, mendirikan Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang
sebelumnya bernama Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Hal ini menarik untuk
dibahas, karena selama ini di Indonesia menganut sistem multi-agen yang merupakan sistem
kelembagaan dimana terdapat lebih dari 1(satu) institusi/lembaga yang berinteraksi secara
bersama-sama untuk mencapai atau untuk menyelesaikan masalah yang sama. Ferber dan
Gutknecht berpendapat bahwa agen-agen penegakan hukum di laut tersebut merupakan suatu
entitas otonom yang berperilaku individual. Sifat interaksi multi-agen tersebut timbul karena:
pertama, sistem organisasi yang heterogen.

Masing-masing institusi mempunyai struktur organisasi tersendiri. Kedua, perbedaan


budaya dan sistem kerja antar organisasi. Meski berada dalam satu platform atau satu cakupan
bidang, masing-masing organisasi dikembangkan dengan gaya yang berbeda sesuai dengan visi
masing-masing organisasi. Ego dan kompetisi kepentingan sektoral juga nampak dalam
koordinasi peningkatan kemampuan pengawasan keamanan di wilayah laut, terutama antara TNI
dan Polri. Salah satu contoh adalah inistiaf TNI AL untuk meminjamkan sejumlah senjata dan
amunisinya terhadap Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP), petugas Bea Cukai dan
Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai melalui Nota Kesepakatan antara KSAL TNI Laksamana TNI
dengan ketiga perwakilan instansi tersebut. Padahal, izin penggunaan senjata dan bahan peledak
oleh pihak sipil merupakan kewenangan Kepolisian RI seperti diatur dalam UU Nomor 2 tahun
2002 tentang Kepolisian RI dan Surat Keputusan Kapolri No. SKEP/82/II/2004 pada tanggal 16
Februari 2004. Persoalan koordinasi dan fungsi integratif semakin menajam dengan proses
transisi sistem pengawasan maritim sejak berlakunya UU Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah
Negara dan UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Secara teroritis, aktor utama yang
memiliki kewenangan dalam kemaritiman untuk melakukan kontrol atas arus lintas maritim
adalah Polisi Perairan (Polair), Petugas Imigrasi, dan Petugas Bea Cukai. Polair, tugas utamanya
adalah pencegahan dan penindakan terhadap aktifitas arus lintas barang dan orang yang bersifat
illegal, pendeteksian ancaman keamanan, serta pengontrolan terhadap orang dan barang di titik
awal hingga tujuan, penyelidikan dan penyidikan tindak kejahatan ataupun peristiwa
kecelakaan/insiden. Petugas Imigrasi bertanggung jawab untuk melakukan kontrol persyaratan
dan pelarangan masuk barang dan orang, menjamin legalitas dari dokumen perjalanan,
mengidentifikasi dan menginvestigasi tindak kejahatan, dan membantu orang-orang yang
membutuhkan pertolongan. Petugas bea cukai pada dasarnya bertugas untuk mengatur arus
barang dan jasa. Fungsinya adalah memfasilitasi perdagangan sesuai persyaratan yang ditentukan
tentang keluar masuk barang, memastikan pelaksanaan bea dan pajak masuk, serta melindungi
kesehatan arus lintas manusia, hewan dan binatang. Namun, pada kenyataannya di Indonesia
terdapat 12 (dua belas) instansi yang melakukan penegakan hukum dan peraturan tentang laut
secara bersama-sama. Lembaga-lembaga tersebut mempunyai landasan hukum masing-masing
yang isinya hampir bersinggungan. Meski bersinggungan, dalam menjalankan fungsinya sebagai
penegak hukum di wilayah laut Indonesia, sehingga pengamanan dan penegakan hukum belum
berjalan maksimal. Masing-masing instansi/kementerian terkait mempunyai kebijakan, sarana
dan prasarana, serta sumber daya manusia yang berbeda-beda, berdasarkan tugas pokok dan
fungsinya yang telah ditentukan. Dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, mencoba merubah
sistem kelembagaan multi agent menjadi single agent untuk penegakan hukum di laut Indonesia.
Bakorkamla, yang awalnya hanya sebagai koordinator direvitalisasi pada tanggal 8 Desember
2014 menjadi Badan Keamanan Laut Indonesia (Bakamla) dengan wewenang yang lebih luas
sampai dengan kewenangan untuk menindak segala bentuk kejahatan di laut. Hal ini
menimbulkan pro dan kontra, karena persoalan utama yang terjadi adalah kurangnya koordinasi
antar lembaga, bukan membuat lembaga baru. Lembaga yang sudah ada memang dijalankan
sesuai tupoksi masingmasing dan ini mengindikasikan peran spesifik dari masing-masing
lembaga (spesialisasi). Peran spesialiasi inilah yang harus diperkuat melalui fungsi koordinasi.
Misalnya Kementerian Perhubungan, khususnya Ditjen Perhubungan Laut (dulunya Jawatan
Pelayaran). Tugasnya adalah memelihara keamanan, keselamatan navigasi dan menjaga marine
pollution. Armada KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai) Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut bertugas sebagai penjaga pantai dan penegakan hukum di laut. Ada dasar hukumnya dan
diakui oleh hukum internasional. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (P2) bertugas mengawasi
lalu lintas barang masuk dan keluar NKRI umumnya, pelanggaran khususnya, lebih khusus lagi
adalah tugas mendeteksi dan menangkap penyelundupan di wilayah perairan Indonesia.

Perngertian peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses keselamaan

Menurut Suryo Guritno (2018), Menyatakan bahwa Ada kalannya petolongan untuk
kapal yang dalam situasi darurat melalui pesawat udara SAR, mungkin dalam bentuk kontainer
atau paket tersebut seharusnya diberi petunjuk yang jelas setidaknya 3 bahasa, dengan simbol
atau dengan pita warna menurut kode, sbb:

Merah : Suplay media & perlengkapak P3K


Biru : Makanan dan air
Kuning : Selimut dan baju pelindung
Hitam : Perlengkapan campuran (kampak, kompas,alat masak)
Warna campuran : Berisi campuran (sesuai dengan kebutuhannya)
Perlengkapan campuran mungkin meliputi:
1. Rakit individual / beberapa rakit dihubungkan dengan tali apung.
2. Suar radio atau alat pemancar apung.
3. Isyarat warna, asap dan nyala yang mengapung.
4. Suar paarasut untuk penerangan
5. Pompa penyelamat
Sebelum berlayar sehubungan dengan keselamatan kapal.
1. Sebelum kapal berlayar sesuai dengan keselamatan kapal
a. Memastikan garis haluan kapal menyusuri tempat yang
dianggap/kemungkinan ombaknya kecil (coastal voyage).
b. Memberi saran/arahan kepada officer of the word (OOW) untuk
senantiasa berlayar dengan tidak memotong ombak, usahakan
usahakan arah ombak 3-4 surat dari arah kanan lambung kapal.
2. Sebelum berlayar sehubung dengan keselamatan kru / penumpang
a. Memastikan semua alat keselamatan berkerja dengan baik sesuai
fungsinya masing-masing.
b. Memberikan familiarisasi kepada kru / penumpang tentang alat-alat
keselamatan di kapal berdasarkan fungsi, tempat dan cara pemakian
yang benar.
c. Memberitahukan kepada kru / penumpang bahwa kapal berlayar
dalam cuaca buruk
d. Memerintahkan ABK agar tidak bekerja di lokasi pinggir kapal dan
penumpang untuk menjahui lokasi pinggir-pinggir kapal.
3. Sebelum berlayar sehubungan dengan Muatan
a. Memastikan semua muatan di lashing dengan kuat agar tidak
bergeser pada saat kapal terkena ombak.
b. Jika dirasa perlu diberi lashing tambahan.
c. Memerintahkan ABK untuk secara periodik memeriksa lashingan
muatan

Faktor-faktor keselamatan
Karna dalam mengontrol kegiatan faktor manusia berperan, maka tugas dan kewajiban setiap
individu harus digariskan dengan jelas dengan mempertimbangkan elemen-elemen “control,
communication, competence”. Untuk maksud tersebut diperlukan prosedur tertulis:
1. Bagimana cara mencegah kecelakaan yang dapat menimbulkan kecelakaan.
2. Bagimana mengontrol potensi yang dapat menimbulkan kecelakaan.
3. Bagimana menanggulangi bahaya dan kecelakaan yang terjadi untuk mengurangi dampak
negatifnya.
Pada tahap awal perencanaan, perusahaan perlu mempertimbangkan:
a. Sumber dana dan sarana, peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan peraturan.
b. Persiapan sumber daya manusia, termasuk prosedur penerimaan, seleksi, penempatan karyawan sesuai
kualitas dan kesanggupan.
c. Sumber informasi mengenai peraturan keselamatan kerja dan lindungan lingkungan yang relevan dan
sumber pengetahuan yang dapat mendukung pelaksanaanya.
Menyusul kemudian bgaimana mengontrol keselamatan operasi yang berwawasan lingkungan,
termasuk didalamnya:
1) Identifikasi bahaya yang mungkin timbul.
2) Mempertimbangkan resiko yang mungkin timbul akibat kecelakaan yang terjadi dengan
melakukan ”Quantitative Risk Analyisi (QRA)”.
3) Mengontrol kecelakaan yang terjadi untuk menghindari atau mengurangi resiko kerugian
yang lebih banyak.
Butir 6 ISM Code menyebutkan bahwa seorang nahkoda kapal, harus sanggup memeberikan
komando dan mengambil keputusan yang tepat. Nahkoda harus mengerti dan mengetahui isi SMS
perusahaan, dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.
Selain ABK harus bersertifikat, berkualitas dan sehat secara medis sesuai persyaratan nasional
dan internasional, berdasarkan peraturan konvensi STCW-95 (Standard of Training, Certification and
Watchkeeping) untuk para pelaut.
Untukn ini perusahaan harus membuat prosedur penilian personil yang ditempatkan pada suatu
jabatan penting dalam perusahaan dan menjadi bagian dari sistem maanajemen atau SMS perusahaan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan:

1. Pentingnya keselamatan tidak hanya bagi penumpang tapi juga bagi pekerja di atas kapal
2. Transportasi pelayaran sangat dibutuhkan bagi masyarakat
3. Selalu mengutamakan kebaikan kapal
4. Selalu memantau pergantian cuaca
5. Tetap mematuhi standarisasi keselamatan maritime, DLL..

Anda mungkin juga menyukai