Anda di halaman 1dari 46

PELAKSANAAN PENERAPAN MATIRIME LABOUR

CONVENTION (MLC) DI ATAS KAPAL

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Program Pendidikan dan Pelatiham Pelaut Diploma III

DANDI PRATAMA

NIT 05.17.032.1.41/N

AHLI NAUTIKA TINGKAT III

PROGRAM DIPLOMA III PELAYARAN

POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA

TAHUN 2019
ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : DANDI PRATAMA

Nomor Induk Taruna : 05.17.032.1.41/N

Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III

Menyatakan bahwa Karya Ilmiah Terapan yang saya tulis dengan judul :

PELAKSANAAN PENERAPAN MARITIME LABOUR CONVENTION

(MLC) DI ATAS KAPAL

Merupakan karya asli seluruh ide yang ada dalam KIT tersebut , kecuali tema dan

yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide saya sendiri. Jika pernyataan

di atas terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan

oleh Politeknik Pelayaran Surabaya.

SURABAYA,...............................
.

Materai 6000

DANDI PRATAMA
NIT. 05.17.032.1.41
iii

PERSETUJUAN SEMINAR
KARYA ILMIAH TERAPAN

Judul : PELAKSANAAN PENERAPAN MARITIME


LABOUR CONVENTION (MLC) DI ATAS KAPAL
NamaTaruna : DANDI PRATAMA
NIT : 05.17.032.1.41/N
Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III
Dengan ini dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diseminarkan.

SURABAYA, ……………………2019

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Capt. Damoyanto Purba,M.Pd. Dyah Ratnaningsih,S.S., M.Pd.


Penata(III/c) Penata Tk. I (III/d)
NIP. 19730919 201012 1 001 NIP.19800302 2002502 2 001

Mengetahui:
Ketua Jurusan Nautika

Capt. Damoyanto Purba,M.Pd.


Penata(III/c)
NIP. 19730919 201012 1 001
iv

PENGESAHAN PROPOSAL
KARYA ILMIAH TERAPAN

PELAKSANAAN PENERAPAN MARITIME LABOUR CONVENTION


(MLC) DI ATAS KAPAL

Disusun dan diajukan oleh:

Dandi Pratama
NIT. 05.17.032.1.41/N
Ahli Nautika Tingkat III

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian KIT


Politeknik Pelayaran Surabaya
Pada tanggal, 18 Juni 2019

Menyetujui:

Penguji I Penguji II Penguji III

A.A Istri Sri Wahyuni,S.SiT.,M.Sda. Capt. Damoyanto Purba,M.Pd. Dyah Ratnaningsih,S.S., M.Pd.
Penata Tk. I (III/d) Penata(III/c) Penata Tk. I (III/d)
NIP.19781217 200512 2 001 NIP. 19730919 201012 1 001 NIP. 19800302 2002502 2 001

Mengetahui:

Ketua Jurusan Nautika

Capt. Damoyanto Purba,M.Pd.


Penata(III/c)
NIP. 19730919 201012 1 001
v

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji Puji syukur akan kehadirat Allah SWT,

karena atas segala kuasa, berkat, rahmat, dan anugrah-Nya yang telah Ia berikan,

sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Adapun proposal

penelitian ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan Program

Pendidikan DIPLOMA III Pelayaran di Politeknik Pelayaran Surabaya dengan

mengambil judul : ”PELAKSANAAN PENERAPAN MARITIME LABOUR

CONVENTION (MLC) DI ATAS KAPAL”.

Penulis sangat menyadari bahwa di dalam karya ilmiah terapan ini masih

banyak terdapat kekurangan, baik dalam hal penyajian materi maupun teknik

penulisannya. Hal ini dikarenakan pengalaman yang dimiliki oleh penulis masih

kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada para pembaca untuk

memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan dapat digunakan

untuk menyempurnakan proposal penelitian ini. Pada kesempatan ini, penulis

ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian karya ilmiah terapan ini dan juga rasa bangga yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Direktur Politeknik Pelayaran Surabaya Bapak Capt. Heru Susanto, MM

2. Ketua Jurusan Nautika Bapak Damoyanto Purba, S.Si.T,M.Pd

3. Pembimbing I Bapak Damoyanto Purba, S.Si.T,M.Pd

4. Pembimbing II Ibu Dyah Ratnaningsih, S.S., M.Pd

5. Bapak/Ibu dosen Politeknik Pelayaran Surabaya, khususnya lingkungan

program studi Nautika Politeknik Pelayaran Surabaya.


vi

6. Capt. Dedy Suryanto dan Wiwi Damilah selaku orang tua yang selalu

memberikan dukungan, dorongan serta kasih sayang yang tiada hentinya.

7. Elok Maulidia,A.Md. selaku rekanita yang selalu membantu dalam

pembuatan Karya Ilmiah Terapan ini.

8. Serta rekan-rekan kelas Nautika B Diploma III yang telah membantu dalam

proses penulisan Karya Ilmiah Terapan ini.

Akhir kata penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan

di dalam penulisan proposal ini. Penulis berharap semoga proposal ini dapat

bermanfaat dan berguna bagi pembaca.

SURABAYA,.............................2019

Penulis

DANDI PRATAMA
vii

ABSTRAK

DANDI PRATAMA,PELAKSANAAN PENERAPAN MARITIME


LABOUR CONVENTION (MLC) DI ATAS KAPAL. Dibimbing oleh Bapak
Damoyanto Purba, S.Si.T,M.Pd. dan Ibu Dyah Ratnaningsih, S.S., M.Pd.
Pemerintah Indonesia meratifikasi Maritime Labour Convention 2006
(MLC 2006) pada tanggal 6 Oktober 2016 melalui Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2016 tentang Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006. Perusahaan
pelayaran Indonesia saat ini masih sangat kurang dalam penanganan berbagai
masalah contohnya pada perusahaan PT. Tampok Sukses Perkasa pada kapal Tug
Boat (TB). Virgo mengalami tenggelam di perairan tanjung karawang. 7 crew
kapal dinyatakan hilang dan masih belum diketemukan dan 5 orang selamat.
Maka dari itu penulis membuat rumusan masalah yaitu bagaimana
penerapan maritime labour convention (MLC) di atas kapal dan bagaimana
penerapan maritime labour convention (MLC) bagi kesejahteraan pelaut
indonesia. Tujuan penelitian penulis yaitu bagaimana penerapan MLC apakah
sudah diberlakukan atau belum, karena sangat penting bagi para pelaut untuk
mendapatkan hak yang layak pada saat bekerja di atas kapal.
Metode penelitian penulis menggunakan metode kualitatif yang dapat
melakukan interview dengan objek yang peneliti tulis, deskriptif kualitatif adalah
memberikan prediket pada variable yang diteliti sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Perlunya sumber data yang akan memberikan informasi diantaranya
yaitu sumber data primer, dalam penelitian ini adalah melalui kuisioner dan hasil
wawancara dengan perwira di atas kapal pada saat praktek laut di laksanakan.
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah artikel dan buku panduan
Maritime labour convention (MLC)
Kata Kunci: MLC, Pelaut, Hak-Hak Dasar Pelaut.
viii

ABSTRACT

DANDI PRATAMA,THE APPLICATION OF MARITIME LABOUR


CONVENTION (MLC) ON BOARD. Guided by Mr. Damoyanto Purba,
S.Si.T,M.Pd. and Mrs. Dyah Ratnaningsih, S.S., M.Pd.
The Indonesian government ratified the 2006 Maritime Labor Convention
(MLC 2006) on October 6, 2016 through Law Number 15 of 2016 concerning
Ratification of the Maritime Labor Convention, 2006. Indonesian shipping
companies are currently still very lacking in handling various problems, for
example in the PT. Tampok Sukses Perkasa on the Tug Boat (TB). Virgo has sunk
in the waters of Tanjung Karawang. 7 crew members were declared missing and
still not found and 5 people survived.
Therefore the authors formulate a problem that is how the application of the
maritime labor convention (MLC) on board and how the implementation of the
maritime labor convention (MLC) for the welfare of Indonesian seafarers. The
author's research objective is how to apply the MLC whether it has been
implemented or not, because it is very important for seafarers to get proper rights
while working on the boat.
        The author's research method uses qualitative methods that can
conduct interviews with objects that the researcher wrote, qualitative descriptive
is to give a prediction on the variables studied according to the actual conditions.
The need for data sources that will provide information including primary data
sources, in this study is through questionnaires and the results of interviews with
officers on board when sea practices are carried out. Secondary data sources in
this study are articles and guidebooks of the Maritime Labor Convention (MLC)
Keywords: MLC, Seafarers, Seafarers' Basic Rights.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
ix

PERNYATAAN KEASLIAN................................................................................ii
PERSETUJUAN SEMINAR...............................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................v
ABSTRAK............................................................................................................vii
ABSTRACT..........................................................................................................viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...............................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................6
C. BATASAN MASALAH.............................................................................6
D. TUJUAN PENELITIAN..............................................................................6
E. MANFAAT PENELITIAN.........................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................8
A. REVIEW PENELITIAN SEBELUMNYA..............................................8
1. SEJARAH MLC (MARITIME LABOUR CONVENTION)....................9
2. MLC Sebagai Hukum Maritim Internasional.........................................11
3. POKOK-POKOK ATURAN DALAM MLC.........................................13
4. PENERAPAN MARITIME LABOUR CONVENTION (MLC)...............17
C. KERANGKA PENELITIAN.....................................................................27
BAB III..................................................................................................................28
A. JENIS PENELITIAN ..............................................................................28
B. LOKASI PENELITIAN.............................................................................29
C. SUMBER DATA ..............................................................................29
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA..........................................................29
E. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL......................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi 4 (empat) pilar aturan

internasional tersebut yaitu International Convention for the Safety of Life

at Sea, 1974 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun

1980, International Convention on Standards of Training, Certification and

Watchkeeping for Seafarers, 1978 yang diratifikasi dengan Keputusan

Presiden Nomor 60 Tahun 1986, dan International Convention for the

Prevention of Pollution from Ships, 1973 yang diratifikasi dengan Peraturan

Presiden Nomor 29 Tahun 2012 dan Maritime Labour Convention 2006

yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2016.

Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim,

2006). Secara umum, beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan

nasional Indonesia telah sesuai dengan substansi Maritime Labour

Convention, 2006

MLC 2006 ini adalah instrument hukum yang dibuat oleh Organisasi

Pekerja Internasional (International Labour Organization – ILO) yang di

sahkan pada bulan Februari 2006 di Jenewa, Swiss. sesuai dengan kebiasaan

internasional, sebuah konvensi multilateral tidak dapat diberlakukan

seketika, menunggu sampai sejumlah anggota meratifikasi konvensi

tersebut.
2

Menurut salah satu artikel pada MLC 2006, konvensi ini baru bisa

diberlakukan (come into force) satu tahun setelah 30 negara anggota atau

sejumlah negara yang mewakili 33% gross tonnage armada internasional

telah meratifikasinya. Pada tanggal 20 Agustus 2012 persyaratan tersebut

telah terpenuhi setelah Rusia dan Philippines meratifikasi konvensi tersebut.

Sehingga MLC 2006 dapat diberlakukan mulai tanggal 20 Agustus 2013.

Negara yang telah meratifikasi tersebut yaitu: Croatia, Bulgaria , Canada,

Saint Vincent and the Grenadines, Switzerland, Benin, Singapore, Denmark,

Antigua and Barbuda, Latvia, Luxembourg, Kiribati, Netherlands, Australia,

St Kitts and Nevis, Tuvalu, Togo, Poland, Palau, Sweden, Cyprus, Russian

Federation, Philippines. [ CITATION Sup13 \l 1057 ]

MLC 2006 ini sebagai pilar yang ke 4 di sektor maritim,  melengkapi

3 pilar utama instrumen hukum IMO yang telah ada sebelumnya

yaitu: SOLAS 1974, MARPOL 1973/78 dan STCW 1978. E.E. Metropoulos

dalam sambutannya menyampaikan bahwa upaya meningkatkan

keselamatan maritim, keamanan maritim dan pencegahan pencemaran

lingkungan maritim, IMO telah membuat instrumen yang cukup ketat

(stringent) melalui 3 instrumen yaitu SOLAS, MARPOL dan STCW

tersebut. Namun mengingat IMO tidak memiliki kapasitas untuk membuat

instrumen hukum yang komprehensive tntang perlindungan terhadap para

pelaut, maka sudah tepat apabila ILO membuat MLC 2006 ini sebagai

instrumen hukum internasional. Diterimanya MLC 2006 tersebut juga

menjadi inspirator disahkannya tema Hari Maritim Sedunia (World

Maritime Day)  pada sidang Dewan IMO tahun 2009 bahwa pada tahun


3

2010 dicanangkan sebagai Tahun untuk Pelaut (Year of Seafarers).[CITATION

sup13 \l 1057 ]

Bekerja dengan kondusif, aman dan terjamin merupakan hak para

pelaut. Kesejahteraan pelaut juga berkaitan erat dengan kualitas dan

kuantitas pelaut di Indonesia. Kondisi kerja yang kondusif, aman dan

terjamin saat berlayar akan berbanding lurus dengan kualitas kerja pelaut

yang semakin baik. Semakin tinggi kualitas kerja pelaut maka tingkat minat

masyarakat untuk menjadi pelaut juga akan semakin tinggi sehingga pada

akhirnya akan mempengaruhi kuantitas pelaut di Indonesia yang semakin

banyak. Untuk meningkatkan kesejahteraan pelaut maka pemerintah,

pemilik atau operator kapal harus menyediakan dan memenuhi proteksi

serta kualifikasi yang cukup demi menunjang kualitas kinerja pelaut dan

kapal untuk berlayar. Peran pemerintah yang menyediakan proteksi dan

kualifikasi bagi pelaut sehingga dapat dipenuhi oleh pemilik atau operator

kapal sejalan dengan amanat dari dasar negara Indonesia, Pancasila yang

dalam sila kelimanya berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia”, sila ini mengandung makna bahwa negara harus mewujudkan

kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya (dalam hal ini termasuk pelaut). Lebih

lanjut dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Selanjutnya disingkat UUD

1945) pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, oleh

karenanya telah jelas bahwa pemerintah wajib menggunakan

kewenangannya untuk mengakomodir hak-hak pekerja termasuk pelaut

untuk dipekerjakan secara layak dan manusiawi. Oleh karena itu analisa dan
4

penerapan Marintime Labour Convention (MLC) di di atas kapal harus

benar diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan para pelaut melalui

ketentuan-ketentuan yang dapat di terima secara mendunia.

Pada penulisan penelitian sebelumnya dituliskan bahwa MLC 2006

belum diratifikasi oleh pemerintah Indonesia, maka dari itu penulis tertarik

untuk meneliti kembali MLC 2006 ini dikarenakan telah diratifikasi oleh

Presiden Joko Widodo dan menetapkan kedalam UU No 15 Tahun 2016.

Kurangnya perhatian pada hak-hak pelaut maka tiap-tiap Negara dan

perusahaan kapal dianjurkan untuk meratifikasi MLC 2006 ini. salah satu

bukti masalah kurangnya perhatian pada hak-hak pelaut ialah pada

perusahaan pelayaran Malaysia, motor vessel (MV) hung lee IV dan motor

vessel (MV) hung lee VI, tidak membayar gaji enam pelaut Indonesia

selama tiga bulan dan enam bulan. kini sedang ditangani oleh Jabatan Laut

Semenanjung Malaysia dan Atase Perhubungan KBRI Kuala Lumpur.

[ CITATION htt09 \l 1057 ] . Masalah selanjutnya adalah perusahaan Nepline

Bhd, juga tidak membayar gaji puluhan anak buah kapal (ABK) Indonesia

yang bekerja di keempat kapal tanker milik perusahaan tersebut.[ CITATION

htt08 \l 1057 ]. Kemudian oleh karena itu, seperti yang sudah diatur dalam

klausal kedua MLC 2006 yang menetapkan mengenai upah pelaut yang

harus sesuai dengan standar international sebagai upaya untuk mengatasai

permasalahan seperti di atas. Tertulis dalam pedoman MLC 2006 tentang

upah minimum wajib disesuaikan dengan mempertimbangkan perubahan


5

biaya hidup dan kebutuhan awak kapal. Berdasarkan MLC 2006 yang

mengatur ketentuan upah minimum untuk pelaut ditetapkan bahwa upah

untuk juru mudi adalah 592 dolar AS (Rp 8,3 juta). Ditambah tunjungan,

total upahnya menjadi 1.038 dolar AS (Rp 14,6 juta) sebulan. Mulai 1

Januari 2016, ILO menaikkan upah bagi pelaut yang bekerja di kapal-kapal

ocean going. Untuk juru mudi, upah pokoknya naik dari 592 dolar menjadi

614 dolar AS (Rp 8,6 juta) sebulan, sementara upah pelaut dalam negeri

minimum 3 juta/bulan. [ CITATION htt15 \l 1057 ] . Upah diperoleh guna untuk

mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi

pelaut. Mengingat bahwa upah adalah untuk mewujudkan pemenuhan

kehidupan pekerja tentu perlu diatur berapa parameter jumlah upah untuk

mencapai kebutuhan tersebut. Kemudian untuk memberikan perlindungan

bagi pelaut dan awak kapal yang bekerja di atas kapal, Pemerintah

meratifikasi Maritime Labour Convention guna menjamin pekerjaan yang

layak bagi pelaut Indonesia. UU No 15 tahun 2016 tentang pengesahan

Maritime Labour Convention 2006.

Kewajiban pemerintah untuk mengatur hak para pelaut dapat diatur

dalam berbagai instrumen hukum salah satunya pada MLC 2006. Untuk

memenuhi kewajiban negara dalam menjamin hak bagi pelaut Indonesia,

pemerintah berwenang untuk membuat undang-undang, kebijakan (policy),

dan regulasi sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Kewenangan pemerintah yang sedemikian rupa bertujuan untuk

menyediakan pembangunan hukum yang baik. Pembangunan hukum

merupakan upaya sadar, sistematis, dan berkesinambungan untuk


6

membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang

semakin maju, sejahtera, aman, dan tenteram di dalam bingkai dan landasan

hukum yang adil dan pasti.

Karena hal-hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengambil judul:

“Pelaksanaan Penerapan Maritime Labour Convention (MLC) di atas Kapal”

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat diambil beberapa

perumusan masalah yang kiranya menjadi pernyataan dan membutuhkan

jawaban, yang akan dibahas pada pembahasan bab-bab selanjutnya dalam

Karya Ilmiah Terapan ini. Adapun perumusan masalah itu sendiri, antara

lain:

1. Bagaimana penerapan Maritime Labour Convention (MLC)

di atas kapal ?

2. Bagaimana pengaruh penerapan Maritime Labour Convention (MLC)

bagi kesejahterean para pelaut Indonesia ?

C. BATASAN MASALAH

Dalam penelitian karya tulis ilmiah ini peneliti membatasi

pembahasan pada masalah hak-hak pelaut dan upah kerja yang terjadi hanya

pada saat praktek laut di atas kapal di lingkungan perusahaan pelayaran

negara maupun swasta.


7

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian tentang analisa dan penerapan MLC di atas

kapal yaitu:

1. Untuk mengetahui penerapan Maritime Labour Convention (MLC)

di atas kapal apakah sudah benar dilakukan atau belum.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Maritime Labour Convention

(MLC) bagi kesejahteraan para pelaut di Indonesia.

E. MANFAAT PENELITIAN

Dengan adanya penelitian ini, manfaat yang ingin dicapai peneliti dalam

penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Secara Teoritis

Untuk dapat menerapkan teori yang diperoleh serta menambah

pengetahuan bagi peneliti tentang penerapan MLC di atas kapal.

a. Menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan para taruna

sebagai calon perwira kapal yang berkompeten di atas kapal.

b. Sebagai perbandingan antara teori dengan praktek nyata dilapangan

pada waktu praktek laut.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Membagi pengetahuan dan wawasan khususnya bagi para taruna di

Politeknik Pelayaran Surabaya sebagai calon Perwira, agar dapat

diajadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti berikutnya untuk dapat

menyajikan hasil penelitian yang lebih baik dan diharapkan dapat


8

menambah pengetahuan bagi calon perwira kapal tentang penerapan

Maritime Labour Convention (MLC) di atas kapal.

b. Sebagai usulan dan saran agar pada saat melaksanakan pekerjaan

dapat mendapatkan haknya dengan baik sehingga pekerjaan dapat

berjalan dengan lancar dan aman.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. REVIEW PENELITIAN SEBELUMNYA

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang penerapan

Maritime Labour Convention (MLC) di atas kapal tentang bagaimana

penerapannya dan apakah berpengaruh terhadap para pelaut. Berikut ini

peneliti berikan salah satu penelitian aslinya :

Menurut Capt. Iskandar nasib pelaut Indonesia masih sangat miris

dikarenakan perusahaan pelayaran masih tidak memperhatikan nasib pelaut

yang mengalami kecelakaan kerja, contoh nya pada perusahaan PT. Tampok

Sukses Perkasa yang berdomisili di Sekupang, Batam. Karena kapal

miliknya mengalami kecelakaan yakni tenggelam pada perairan tanjung

karawang, ada lima orang yang selamat dan yang tidak selamat (tenggelam

bersama kapal) ada dua orang, yakni Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin.

dalam rangka mencari keadilan seputar hak-hak ketenagakerjaan sang


9

nakhoda (korban) yang sampai detik ini belum dipenuhi oleh pihak

perusahaan. Perusahaan tersebut tidak membayar gaji ke-tujuh crew tersebut

selama 3 bulan serta perusahaan tidak memberikan hak asuransi kematian

dan santunan pelaut tidak dibayarkan. (https://ppi.or.id/hak-gaji-asuransi-

dan-santuan-kematian-pelaut-tak-dibayar-ppi-kepri-gugat-perusahaan-

pelayaran-di-phi-tanjung-pinang/.)

B. LANDASAN TEORI

1. SEJARAH MLC (MARITIME LABOUR CONVENTION)

Maritime Labour Convention (MLC) 2006 adalah perjanjian

internasional yang dibentuk pada tanggal 7 Februari 2006 di Jenewa,

Swiss. Konvensi ini dari Organisasi Perburuhan Internasional

(ILO) yang menyadari bahwa pelaut memiliki hak yang sama seperti

pekerja disektor lain. Dengan adanya konvensi tersebut merupakan

awal di bukanya lembaran baru akan hak-hak pekerja yang bekerja

pada sektor kelautan dan persaingan yang adil bagi para pemilik

kapal dalam industri perkapalan global. MLC ini sangat detail

mengatur bagaimana seharusnya hubungan antara pekerja dalam

sebuah kapal dengan pengusaha kapal tersebut, apa hak dan

kewajiban masing-masing pihak dengan tujuan terjadi sinergi yang


10

baik dalam proses bisnis. MLC lebih memperhatikan perjanjian

kerjasama, apa kewajiban sebuah perusahaan agency, masa kerja, K3

serta kejelasan terhadap standard operational prosedur kerja yang

jelas dan terarah.

MLC berusaha mewujudkan semua konvensi buruh maritim

global yang ada dan terekomendasi. Konvensi ini berkaitan dengan

semua kapal yang dioperasikan secara komersial dari 500 GT atau

lebih yang mengatasnamakan salah satu negara dengan ratifikasi

efektif. Kapal-kapal akan diminta harus sesuai dengan konvensi,

termasuk bidang-bidang seperti usia minimum, perjanjian kerja

pelaut, jam kerja atau istirahat, pembayaran upah, layanan perawatan

medis, penggunaan perekrutan swasta berlisensi dan layanan

penempatan, akomodasi, makanan dan perlindungan katering,

kesehatan dan keselamatan dan pencegahan kecelakaan. MLC

merupakan kemajuan yang signifikan dalam kampanye serikat buruh

global untuk meningkatkan hak-hak tenaga kerja dan standar tenaga

kerja pelaut. Ini adalah dasar yang benar dalam pelayaran

internasional, yang menambahkan dasar hak buruh untuk standar

yang ada (standar keselamatan dan keamanan).

Selanjutnya ada Konvensi Internasional tentang Standar

pelatihan, Sertifikasi dan Pengawasan untuk pelaut, dan konvensi

Internasional untuk Pencegahan Pencemaran di laut. Federasi Buruh

Transport Internasional telah menyetujui berlakunya Konvensi


11

Buruh Maritim 2006, FTI mengakui MLC sebagai pelopor Undang-

Undang yang melindungi hak bagi mereka yang bekerja di laut dan

berkomitmen untuk memantau dan membantu pelaksanaan dan

mengajak lebih banyak negara untuk meratifikasinya. IMO tidak

memiliki kapasitas untuk membuat instrumen hukum yang

komprehensif tentang perlindungan terhadap para pelaut, sehingga

ILO membuat MLC 2006 ini sebagai instrumen hukum

internasional. Diterimanya MLC 2006 tersebut juga menjadi

inspirator disahkannya tema Hari Maritim Sedunia (World Maritime

Day) pada sidang Dewan IMO tahun 2009 bahwa pada tahun 2010

dicanangkan sebagai tahun untuk pelaut (Year of Seafarers).

2. MLC Sebagai Hukum Maritim Internasional

Hukum maritim adalah himpunan peraturan-peraturan

termasuk perintah-perintah dan larangan-larangan yang bersangkut

paut dengan lingkungan maritim dalam arti luas yang mengurus tata

tertib dalam masyarakat maritim dan oleh karena itu harus ditaati

oleh masyarakat itu. Tujuan hukum maritim antara lain : Menjaga

kepentingan tiap-tiap menusia dalam masyarakat maritim, supaya

kepentingannya tidak dapat diganggu, dan Setiap kasus yang

menyangkut kemaritiman diselesaikan berdasarkan hukum maritim

yang berlaku. MLC mengakui bahwa pelaut adalah pekerja

sebagaimana dengan pekerja lainnya. Dengan konvensi ini ada

hukum baru bagi perlindungan kondisi kerja pelaut.


12

MLC merupakan pilar keempat dalam hukum maritim

internasional setelah SOLAS 1974, MARPOL 1973/1978 dan

STCW 1978. MLC 2006 ini sebagai pilar yang ke 4 di sektor

maritim, melengkapi 3 pilar utama instrumen hukum IMO yang telah

ada sebelumnya yaitu untuk meningkatkan keselamatan maritim,

keamanan maritim dan pencegahan pencemaran lingkungan maritim,

dan IMO telah membuat instrumen yang cukup ketat (stringent)

melalui 3 instrumen yaitu SOLAS, MARPOL dan STCW tersebut.

Ketentuan Dalam Maritime Labour Convention (MLC) Dalam

konvensi MLC terdapat 5 Peraturan-peraturan yang ditetapkan

konvensi ini mengenai hak-hak dasar dan hak normatif pelaut, yaitu :

a. Persyaratan minimum bagi pelaut untuk bekerja di kapal.

b. Kondisi kerja.

c. Akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan dan catering.

d. Kesehatan perlindungan, kesejahteraan dan jaminan sosial.

e. Penerapan dan pelaksanaan.

Penerapan Maritime Labour Convention (MLC) Konvensi

Pekerja Maritim (MLC 2006) berlaku bagi semua pelaut, baik yang

bekerja didalam negeri maupun luar negeri. Namun tidak semua

negara sudah menerapkan konvensi ini. Pada tahun 2015 kapal-kapal

yang berada di bawah bendera Indonesia belum menerapkan MLC


13

padahal konvensi ini akan banyak memberikan perlindungan bagi

pelaut jika suatu negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut,

negara yang menerapkan konvensi ini pemerintahnya secara formal

telah membuat komitmen untuk menerapkan seluruh kewajiban yang

ditetapkan dalam konvensi tersebut. Setiap negara bendera kapal

punya hak untuk menentukan sendiri bagaimana memenuhi MLC

sehingga kondisinya akan berbeda dari satu negara bendera ke

negara bendera kapal yang lain. Ini diperbolehkan sepanjang hal-hal

yang diminta oleh konvensi terpenuhi dan kapal tersebut mematuhi

standar negara benderanya, yang harus dijelaskan dalam Declaration

of Maritime Labour Compliance (DMLC). Aturan DMLC setiap

kapal berbobot lebih dari 500 GT yang beroperasi di perairan

internasional antar pelabuhan di negara yang berbeda, harus

memiliki sertifikat buruh maritim.

Sertifikat tersebut untuk mengkonfirmasi bahwa kapal tersebut

telah memenuhi ketentuan Konvensi. Maritime Labour Certificate

dan Declaration of Maritime Labour Compliance harus dikeluarkan

oleh negara bendera kapal dan dokumen-dokumen tersebut harus

berada di atas kapal pada saat diperiksa dinegara tempat singgahnya

kapal. Indonesia saat ini menjadi salah satu negara yang telah

menerapkan MLC. Pengaruh telah diterapkannya MLC di Indonesia

membuat para pelaut Indonesia mendapatkan hak-haknya

sebagaimana mestinya seperti perjanjian kerja, upah, jam kerja,

jaminan sosial, lingkungan kerja, keselamatan dan kesejahteraan


14

yang telah diatur dalam MLC. Oleh karena itu, pelaut Indonesia saat

ini telah memiliki perlindungan hak yang telah dijamin oleh negara.

3. POKOK-POKOK ATURAN DALAM MLC

Dalam MLC terdapat 5 pokok aturan didalamnya berikut 5 pokok

aturan yang terdapat dalam Maritime Labour Convention :[CITATION htt06

\l 1057 ]

a. Persyaratan Minimum untuk Pelaut berkerja di atas Kapal

1) Usia Minimum Pelaut

Tujuan ditetapkannya usia minimum pelaut agar bisa memastikan

bahwa tidak ada orang di bawah umur yang bekerja di kapal.

2) Sertifikat Kesehatan

Dengan sertifikat kesehatan ini dapat memastikan bahwa semua

pelaut secara medis layak untuk menjalankan tugasnya di laut.

3) Pelatihan dan Kualifikasi

Dengan diadakannya pelatihan dapat memastikan pelaut dilatih dan

memenuhi syarat untuk melaksanakannya tugas mereka di kapal.


15

4) Perekrutan dan Penempatan

Peraturan ini memastikan pelaut memiliki akses yang efisien dan

diatur dengan baik dengan sistem perekrutan dan penempatan

pelaut.

b. Kondisi Kerja

1) Perjanjian Kerja Pelaut

Semua pelaut harus memiliki perjanjian kerja pelaut agar dapat

memastikan bahwa pelaut memiliki perjanjian kerja yang adil.

2) Upah

Peraturan ini bertujuan untuk memastikan pelaut dibayar untuk

layanan mereka.

3) Jam Kerja dan Jam Istirahat

Peraturan ini sangat penting bagi semua pelaut untuk memastikan

bahwa pelaut telah mengatur jam kerja atau jam istirahat.

4) Hak untuk Cuti

Setiap pelaut memiliki hak untuk cuti dari karena itu peraturan ini

dibuat untuk memastikan bahwa pelaut memiliki cuti yang cukup.


16

5) Repatriasi

Repatriasi atau pemulangan diperberlakukan karena setiap pelaut

punya hak untuk pulang peraturan ini memastikan pelaut bisa

kembali ke rumah.

6) Kompensasi Pelaut yang mengalami Kehilangan Kapal

Setiap pelaut harus diberi kompensasi saat kehilangan kapal

peraturan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pelaut diberi

kompensasi saat kapal hilang atau telah kandas.

7) Manning Level

Manning level, maksud dari manning level ialah setiap kapal harus

memiliki jumlah pelaut yang cukup jadi peraturan ini memastikan

pelaut bekerja di kapal dengan personil yang cukup untuk operasi

kapal yang aman, efisien dan terjamin.

8) Pengembangan dan Peluang Karir dan Keterampilan Pelaut

Peraturan ini bertujuan untuk mempromosikan pengembangan karir

dan keterampilan dan kesempatan kerja para pelaut.

c. Akomodasi, Fasilitas Rekreasi, Makanan dan Catering

1) Akomodasi dan Fasilitas Rekreasi


17

Semua pelaut harus memiliki hak mendapatkan fasilitas dengan

peraturan ini dapat memastikan pelaut memiliki akomodasi dan

fasilitas rekreasi yang layak di atas kapal.

2) Makanan dan Katering

Dibuatnya peraturan ini bertujuan untuk memastikan pelaut

memiliki akses terhadap makanan dan air minum berkualitas yang

disediakan dalam kondisi higienis.

d. Perlindungan Kesehatan, Perawatan Medis, Kesejahteraan, dan

Perlindungan Keamanan Sosial

1) Perawatan Medis di Kapal dan Darat

Setiap manusia mempunyai hak mendapatkan perawatan

medis termasuk juga dengan pelaut dibuatnya aturan ini bertujuan

untuk melindungi kesehatan pelaut dan memastikan akses cepat

mereka untuk perawatan medis di kapal dan darat.

2) Kewajiban Pemilik Kapal


18

Peraturan ini bertujuan untuk memastikan pelaut asuransikan

dari sakit, luka atau kematian yang terjadi sehubungan dengan

pekerjaan mereka.

3) Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan dan Pencegahan

Kecelakaan

Setiap pelaut harus mendapatkan keselamatan kerja dengan

aturan ini memastikan bahwa lingkungan kerja pelaut di kapal

menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.

4) Akses Fasilitas Kesejahteraan di Darat

Semua pelaut harus memiliki fasilitas kesehatan termasuk

fasilitas kesehatan di darat dengan aturan ini dapat memastikan

bahwa pelaut yang bekerja di kapal memiliki akses fasilitas dan

layanan yang berbasis di darat untuk menjamin kesehatan dan

kesejahteraan mereka.

5) Jaminan Sosial

Adanya peraturan ini dapat memastikan bahwa pelaut memiliki

jaminan perlindungan sosial.

e. Kepatuhan dan Penegakan

1) Tanggung Jawab Negara


19

Memastikan bahwa setiap anggota melaksanakan tanggung

jawabnya berdasarkan Konvensi ini.

2) Tanggung Jawab Negara Pelabuhan

Memungkinkan setiap anggota untuk melaksanakan tanggung

jawabnya berdasarkan konvensi ini mengenai kerja sama

internasional dalam pelaksanaan dan penegakan standar Konvensi di

kapal asing.

3) Tanggung Jawab Penyediaan Tenaga Kerja

Memastikan bahwa setiap anggota melaksanakan tanggung

jawabnya berdasarkan konvensi ini berkaitan dengan perekrutan

pelaut dan penempatan dan perlindungan sosial pelautnya.

4. PENERAPAN MARITIME LABOUR CONVENTION (MLC)

Penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori,

metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu

kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang

telah terencana dan tersusun sebelumnya. Sesusai dengan isi pokok-

pokok aturan dalam MLC semua yang ditetapkan dalam aturan di atas

kapal-kapal yang negaranya termasuk dalam konvensi ini harus

menerapkan peraturan-peraturan Maritime Labour Convention dengan

benar sesuai dengan apa yang dalam isi konvensi ini.

a. Persyaratan Minimum untuk Pelaut Berkerja di atas Kapal


20

1) Usia Minimum Pelaut

Penerapan usia minimum pelaut harus diterapkan dengan cara

tidak ada orang di bawah usia minimum yang harus dipekerjakan di

atas kapal. Usia minimum pada saat mulai berlakunya Konvensi ini

adalah 16 tahun jadi tidak diperbolehkan memperkerjakan orang di

bawah usia 16 tahun. Usia minimum yang lebih tinggi diperlukan

dalam keadaan yang ditetapkan dalam kode.

2) Sertifikat Kesehatan

Setiap kapal atau perusahaan kapal harus memperhatikan

setifikasi kesehatan pelaut. Pelaut tidak boleh bekerja di kapal

kecuali jika mereka disertifikasi secara medis yang sesuai dengan

tugasnya. Pengecualian hanya bisa diijinkan seperti yang ditentukan

dalam kode etik.

3) Pelatihan dan Kualifikasi

Setiap pelaut harus memiliki pelatihan dan kualifikasi. Pelaut

tidak boleh bekerja di kapal kecuali dilatih atau disertifikasi secara

kompeten agar dapat memenuhi syarat untuk melakukan tugasnya.

Pelaut juga tidak diizinkan untuk bekerja di kapal kecuali jika

berhasil menyelesaikan pelatihan untuk keselamatan pribadi di atas

kapal.
21

4) Perekrutan dan Penempatan

Semua pelaut memiliki akses terhadap sistem yang efisien,

memadai dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mencari

pekerjaan di kapal tanpa biaya kepada pelaut. Layanan rekrutmen

dan penempatan pelaut yang beroperasi di wilayah anggota harus

sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam kode etik.

b. Kondisi Kerja

1) Perjanjian Kerja Pelaut

Penerapan perjanjian kerja pelaut harus dengan syarat dan

ketentuan untuk pekerjaan pelaut harus ditetapkan atau dirujuk

dalam perjanjian tertulis yang jelas dan dapat diterima secara hukum

dan harus konsisten dengan standar yang ditetapkan dalam kode etik.

Perjanjian kerja pelaut harus disetujui oleh pelaut di bawah kondisi

yang memastikan pelaut memiliki kesempatan untuk meninjau dan

mencari syarat dan ketentuan dalam perjanjian dan bebas

menerimanya sebelum menandatangani. Sesuai dengan hukum dan

praktik internasional pelaut Perjanjian kerja harus dipahami untuk

menggabungkan kolektifan.

2) Upah
22

Gaji adalah suatu bentuk pembayaran periodik dari seorang

majikan pada karyawannya yang dinyatakan dalam suatu tempat

kerja. Semua pelaut harus dibayar untuk pekerjaan mereka secara

teratur dan sesuai sepenuhnya dengan perjanjian kerja mereka.

3) Jam Kerja dan Jam Istirahat

Penerapan jam kerja dan istirahat, setiap anggota harus

memastikan bahwa jam kerja atau jam istirahat bagi pelaut diatur.

Seperti jam kerja para pelaut harus 8-14 jam dan memiliki istirahat

tidak kurang dari 10 jam. Setiap anggota harus menetapkan jam kerja

maksimal atau jam minimum istirahat selama periode yang sesuai

dengan ketentuan dalam kode etik.

4) Hak untuk Cuti

Setiap anggota mewajibkan pelaut yang dipekerjakan pada kapal

diberikan cuti tahunan dan dibayar dalam kondisi yang sesuai, sesuai

dengan ketentuan dalam kode etik. Pelaut harus diberi cuti darat

untuk mendapatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka dan dengan

persyaratan operasional posisi mereka.

5) Repatriasi

Pelaut memiliki hak untuk dipulangkan tanpa biaya kepada diri

mereka sendiri dalam situasi tersebut dan dalam kondisi yang


23

ditentukan dalam kode etik. Setiap anggota mewajibkan untuk

memberikan keamanan finansial untuk memastikan bahwa pelaut

dipulangkan dengan benar sesuai dengan kode etik ini.

6) Kompensasi Pelaut yang mengalami Kehilangan Kapal

Setiap kapal atau perusahaan kapal harus menerapkan

kompensasi saat kapal hilang atau telah kandas. Pelaut berhak atas

kompensasi yang memadai dalam hal cedera, kehilangan atau

pengangguran yang timbul dari kehilangan kapal.

7) Manning Level

Penerapan manning level memastikan pelaut bekerja di kapal

dengan personil yang cukup untuk operasi kapal yang aman, efisien

dan terjamin. Setiap anggota mewajibkan agar semua kapal cukup

jumlah pelaut yang dipekerjakan di kapal untuk memastikan bahwa

kapal dioperasikan dengan aman, lancar dan dengan memperhatikan

keamanan dalam segala kondisi, dengan memperhatikan masalah

tentang pelaut kelelahan dan sifat dan kondisi pelayaran.

8) Pengembangan dan Peluang Karir dan Keterampilan Pelaut

Penerapan aturan ini diterapkan dengan cara setiap anggota

memiliki kebijakan nasional untuk mempromosikan pekerjaan

disektor maritim dan untuk mendorong pengembangan karir dan

keterampilan dan lapangan kerja yang lebih baik bagi pelaut yang

berdomisili di wilayahnya.
24

c. Akomodasi, Fasilitas Rekreasi, Makanan dan Catering

1) Akomodasi dan Fasilitas Rekreasi

Setiap anggota harus memastikan bahwa kapal menyediakannya

akomodasi yang layak dan fasilitas rekreasi untuk pelaut yang

bekerja atau tinggal di atas kapal. Persyaratan dalam Pedoman

Pelaksanaan Peraturan ini yang berkaitan dengan konstruksi dan

peralatan kapal hanya berlaku untuk kapal yang dibangun pada atau

setelah tanggal ketika konvensi ini mulai berlaku bagi anggota yang

bersangkutan. untuk kapal yang dibangun sebelum tanggal tersebut,

persyaratan yang berkaitan dengan konstruksi dan peralatan kapal

yang ditetapkan dalam Konvensi Akomodasi Kru (Revisi), 1949

(No. 92), dan Konvensi Akomodasi Kru (Pelengkap), 1970 (No.

133), harus terus berlaku seandainya berlaku, sebelum tanggal

tersebut, berdasarkan hukum atau praktik anggota yang

bersangkutan. Sebuah kapal harus dianggap telah dibangun pada

tanggal ketika lunas diletakkan atau pada saat yang sama dari

kontruksi.

2) Makanan dan Katering

Makanan sangatlah penting bagi setiap pelaut setiap kapal harus

menerapkan aturan ini dengan cara setiap anggota harus memastikan

bahwa kapal-kapal menyediakan makanan dan air minum dengan

kualitas yang tepat, nilai gizi dan kuantitas yang cukup memenuhi

persyaratan kapal dan memperhitungkan budaya yang berbeda dan


25

latar belakang agama. Pelaut yang berada di atas kapal harus diberi

makanan gratis. Pelaut yang bekerja sebagai juru masak kapal

bertanggung jawab untuk persiapan makanan harus dilatih dan

memenuhi syarat untuk posisi mereka di atas kapal.

d. Perlindungan Kesehatan, Perawatan Medis, Kesejahteraan, dan

Perlindungan Keamanan Sosial

1) Perawatan Medis di Kapal dan Darat

Setiap anggota harus memastikan bahwa semua pelaut di kapal

dilindungi kesehatan mereka dan mereka memiliki akses untuk

meminta dan perawatan medis yang memadai saat bekerja di kapal.

Perlindungan dan perawatan berdasarkan ayat (1), peraturan ini pada

prinsipnya, diberikan tanpa biaya kepada pelaut. Setiap anggota

harus memastikan bahwa pelaut di atas kapal di wilayahnya yang

membutuhkan perawatan medis segera diberi akses ke fasilitas medis

yang ada di darat. Persyaratan perlindungan kesehatan on-board dan

perawatan medis ditetapkan dalam kode etik ini mencakup standar

untuk tindakan yang ditujukan untuk memberi pelaut perlindungan

kesehatan dan perawatan medis sebanding mungkin dengan apa yang

umumnya tersedia untuk pekerja darat

2) Kewajiban Pemilik Kapal

Penerapan aturan ini setiap anggota harus memastikan pelaut

asuransikan dari sakit, luka atau kematian yang terjadi sehubungan


26

dengan pekerjaan mereka. Setiap anggota juga harus memastikan

bahwa tindakan, sesuai dengan kode etik nya, dan menyediakan

pelaut yang dipekerjakan di kapal dengan hak untuk bantuan

material dan dukungan dari pemilik kapal sehubungan dengan

asuransi sakit, luka atau kematian yang terjadi saat mereka bekerja di

atas kapal.

3) Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan dan Pencegahan

Kecelakaan

Setiap anggota harus memastikan bahwa pelaut di kapal

menyediakan perlindungan kesehatan kerja. Setiap anggota harus

mengembangkan dan mengumumkan pedoman nasional untuk

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di kapal yang

mengibarkan bendera, setelah konsultasi dengan organisasi pemilik

kapal dan pelaut yang representatif dan mempertimbangkannya

kode, pedoman dan standar akun yang direkomendasikan oleh

internasional organisasi, administrasi nasional dan organisasi

industri maritim. Setiap anggota juga harus mengadopsi undang-

undang dan peraturan dan tindakan lain yang ditangani hal-hal

yang tercantum dalam kode etik, dengan mempertimbangkan

instrumen internasional yang relevan dan menetapkan standar

untuk keselamatan dan kesehatan kerja dan pencegahan kecelakaan

kapal

4) Akses Fasilitas Kesejahteraan di darat


27

Penerapan aturan ini harus memastikan bahwa pelaut yang

bekerja di kapal memiliki akses fasilitas dan layanan yang berbasis

di darat untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan mereka.

Setiap anggota harus memastikan bahwa fasilitas kesejahteraan

yang berbasis di darat, di mana mereka ada, mudah diakses anggota

juga harus mempromosikan pembangunan kesejahteraan Fasilitas,

seperti

yang tercantum dalam kode etik, di pelabuhan yang ditunjuk untuk

menyediakan pelaut di kapal yang berada di pelabuhannya dengan

akses terhadap fasilitas dan layanan kesejahteraan yang memadai.

Tanggung jawab masing-masing anggota sehubungan dengan

fasilitas yang berbasis di darat, seperti fasilitas dan layanan

kesejahteraan, budaya, rekreasi dan informasi, ditetapkan dalam

kode etik.

5) Jaminan Sosial

Setiap anggota harus memastikan bahwa semua pelaut dan,

sejauh yang ditentukan karena dalam hukum nasionalnya,


28

tanggungan mereka memiliki akses terhadap perlindungan jaminan

sosial sesuai dengan kode etik tanpa prasangka namun untuk

kondisi yang lebih menguntungkan sebagaimana dimaksud dalam

ayat 8 pasal 19 Konstitusi. Setiap anggota berjanji untuk

mengambil langkah, sesuai dengan keadaan nasionalnya, secara

individu dan melalui kerja sama internasional, untuk mencapai

kemajuan perlindungan jaminan sosial yang komprehensif bagi

pelaut. Setiap anggota juga harus memastikan bahwa pelaut yang

tunduk pada jaminan sosialnya, dan, sejauh yang ditentukan dalam

undang-undang nasionalnya, tanggungan mereka, berhak untuk

mendapatkan keuntungan dari perlindungan jaminan social.

e. Kepatuhan dan Penegakan

1) Tanggung Jawab Negara

Penerapan aturan ini setiap anggota harus memastikan bahwa

setiap kapal atau perusahaan kapal harus melaksanakan tanggung

jawabnya berdasarkan apa yang ada dalam konvensi ini

2) Tanggung Jawab Negara Pelabuhan

Setiap anggota menerapakan tanggung jawab negara pelabuhan

untuk melaksanakan tanggung jawabnya berdasarkan apa yang

terdapat dalam konvensi ini mengenai kerja sama internasional

dalam pelaksanaan dan penegakan standar konvensi di kapal asing.

3) Tanggung Jawab Penyediaan Tenaga Kerja


29

Penerapan tanggung jawab penyediaan tenaga kerja dengan cara

setiap anggota melaksanakan tanggung jawabnya berdasarkan apa

yang ada dalam isi konvensi ini berkaitan dengan perekrutan

pelautdan penempatan dan perlindungan sosial pelautnya.


30

C. KERANGKA PENELITIAN
31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian kualitatif  adalah  riset  yang bersifat deskriptif dan

cenderung menggunakan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif

subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Sesuai dengan

pengertian tersebut kami menganalisis data dengan menggunakan

pendekatan induktif. Selain itu kami juga memberikan data data yang sesuai

dengan landasan teori yang kami gunakan. Sehingga penelitian kami dapat

menjadi penelitian yang benar dan tepat.

Metode ini peniliti dapat memahami dan mengungkapkan tentang

masalah yang peniliti tulis, dan juga metode kualitatif ini peniliti dapat

melakukan interview dengan objek yang peniliti tulis. Dapat dipahami

bahwa menganalisa deskriptif kualitatif adalah memberikan prediket pada

variabel yang diteliti sesuai dengan kondisi sebenarnya [ CITATION Koe93 \l

1057 ]. Maksudnya adalah untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya

antara keserasian teori dan praktek.

Dalam menganalisis dan mendeskripsikan mengenaianalisa penerapan

Maritime Labour Convention (MLC) di atas kapal untuk kesejahteraan para

pelaut. Penelitian menggunakan landasan teori sebagai pemandu agar fokus

penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga

bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian

serta bahan pembahasan hasil penelitian.


32

B. LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini peneliti lakukan pada saat di atas kapal tempat

melaksanakan praktek laut.

C. SUMBER DATA

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data

diperoleh untuk data sehubungan dengan masalah yang akan peniliti tulis.

Perlunya sumber  data yang akan memeberikan informasi diantaranya

yaitu :

1. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah dengan cara

menggunakan angket atau kuisioner dan hasil wawancara dengan

perwira atau crew di atas kapal pada saat praktek laut di laksanakan

diharapkan dari sumber tersebut dapat mengetahui manfaat penerapan

MLC di atas kapal.

2. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah artikel dan

buku panduan Maritime Labour Convention (MLC) juga Dosen

Pembimbing dan Dosen Metodologi Penelitian.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti

untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Maka data yang diperoleh

haruslah mendalam, jelas dan spesifik. Selanjutnya dijelaskan oleh


33

[ CITATION Sar08 \l 1057 ] cara-cara yang dapat digunakan oleh peniliti untuk

mengumpulkan data. Untuk memperoleh data dilapangan yang sesuai

dengan masalah yang akan diteliti maka peniliti menggunakan teknik

sebagai berikut

1. Observasi

Observasi menurut [ CITATION Sat89 \l 1057 ] adalah

pengamatan yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

terhadap aktivitas individu atau obyek lain yang diselidiki.

Observasi pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun

data penelitian melalui pengamatan. Untuk memperoleh data yang

autentik dalam pengumpulan data tentang penerapan Maritime

Labour Convention (MLC) di atas kapal. Pengumpulan data dengan

angket ini peniliti mengajukan daftar pertanyaan secara tertulis

kepada responden, dimana jawabannya sudah disediakan.

2. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi adalah data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip nilai,

buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan

sebagainya. Data yang akan dicari dapat berupa arsip-arsip tertulis,

guna mengetahui panduan sistem kerja yang terjadi.

3. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan maksud untuk mengumpulkan

informasi untuk penyusunan karya ilmiah terapan. Teknik


34

pengumpulan data ini dilakukan untuk mencari informasi dan

keterangan dengan mengajukan beberapa pertanyaan tentang

pelaksanaan penerapan MLC di atas kapal secara langsung kepada

perwira maupun abk danorang-orang yang terlibat langsung di atas

kapal.

  E. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

Dalam pengolahan data peniliti akan memahami dan menganalisis

dengan deskriptif kualitatif yang memberikan prediket pada variabel yang

diteliti sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, hasil ini akan diperoleh dari

pelaksanaan observasi dan wawancara dianalisis dengan uraian dan

penjelasan narasi. Adapun tahap-tahap analisis data yang peniliti gunakan

terdiri dari :

a. Seleksi data, yaitu menyeleksi data yang sudah terkumpul, apakah sudah

terjawab masalah penelitian yang akan disajikan atau belum.

b. Klasifikasi data yaitu mengklasifikasikan data yang telah terkumpul

sesuai dengan masalah yang telah ditetapkan.

c. Menarik kesimpulan yaitu menarik kesimpulan dari data yang ditulis.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak

bersifat uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah

diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk

deskriptif. Menurut Peter[CITATION Man01 \l 1057 ], analisis data

adalah“proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu


35

pola, kategori dan uraian dasar”. Definisi tersebut memberikan gambaran

tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan

penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari

data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan langkah-langkah yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis

data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak

pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,

menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya

dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

3. Display Data

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun

yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk


36

teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel

dan bagan. Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam

proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan

menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat

dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan

sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi

dokumentasi.

DAFTAR PUSTAKA

Kepri, P. (2018, September 21). https://ppi.or.id/hak-gaji-asuransi-dan-santuan-


kematian-pelaut-tak-dibayar-ppi-kepri-gugat-perusahaan-pelayaran-di-
phi-tanjung-pinang/. Dipetik 06 20, 2019
Koentjaraningrat. (1993). Deskriptif Kualitatif. Deskriptif Kualitatif, 89.
Manchester. (2001). Teknik Analisis Data, 78.
Saritra. (2008). Teknik Pengumpulan Data. Mandar Maju, 213.
Satya, K. (1989). Teknik Obervasi . ALFABETA, 13.
Supriyono, C. H. (2013, 05 15). Dipetik 05 22, 2019, dari
https://infokapal.wordpress.com/2013/05/15/sekilas-maritime-labour-
convention-2006-mlc-2006/.
Tambunan, C. H. (2015, 12 17). https://www.pikiran-
rakyat.com/ekonomi/2015/12/17/banyak-di-bawah-umr-saatnya-
standard-upah-pelaut-ditetapkan. Dipetik 05 06, 2019
Teknik Analisis Data. (2001). Dalam Manchester.
http://hadisupriyono.blogspot.com/2013/05/sekilas-maritime-labour-
convention-2006.html.
http://ilo.org/global/standards/maritime-labour-convention/lang--en/index.htm.
https://internasional.kompas.com/read/2009/02/10/14270694/gaji.6.pelaut.wni
.tak.dibayar.di.malaysia. (2009, 02 10).
https://www.antaranews.com/berita/126558/pelayaran-malaysia-tidak-bayar-
gaji-puluhan-abk-indonesia. (2008, 12 10). Dipetik 05 05, 2019
37

https://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2015/12/17/banyak-di-bawah-umr-
saatnya-standard-upah-pelaut-ditetapkan. (2015, 12 17)

Anda mungkin juga menyukai