Anda di halaman 1dari 38

i

KARYA ILMIAH TERAPAN

PENERAPAN ATURAN P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT PADA SITUASI


MENYILANG UNTUK MENGHINDARI BAHAYA TUBRUKAN DI ATAS
KAPAL LPG/C GAS ARAR

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III Pelayaran

TEGAR MAULANA
NIT.05.17.049.1.41
AHLI NAUTIKA TINGKAT III

PROGRAM DIPLOMA III PELAYARAN


POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA

TAHUN 2021
i

PENERAPAN ATURAN P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT PADA SITUASI


MENYILANG UNTUK MENGHINDARI BAHAYA TUBRUKAN DI ATAS
KAPAL LPG/C GAS ARAR

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III

TEGAR MAULANA
NIT.05.17.049.1.41
AHLI NAUTIKA TINGKAT III

PROGRAM DIPLOMA III PELAYARAN


POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA

TAHUN 2021
ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : TEGAR MAULANA

Nomor Induk Taruna : 05.17.049.1.41

Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis dengan judul

“PENERAPAN ATURAN P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT PADA

SITUASI MENYILANG UNTUK MENGHINDARI BAHAYA TUBRUKAN

DI ATAS KAPAL LPG/C GAS ARAR” Merupakan karya asli seluruh ide yang

ada dalam KIT tersebut, kecuali tema dan yang saya nyatakan sebagai kutipan,

merupakan ide saya sendiri.

Jika pernyataan di atas terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima

sanksi yang ditetapkan oleh Politeknik Pelayaran Surabaya.

SURABAYA, ..............

TEGAR MAULANA
NIT: 05.17.049.1.41
iii

PERSETUJUAN SEMINAR
KARYA ILMIAH TERAPAN

Judul : PENERAPAN ATURAN P2TL SAAT DINAS JAGA


LAUT PADA SITUASI MENYILANG UNTUK
MENGHINDARI BAHAYA TUBRUKAN DI ATAS
KAPAL LPG/C GAS ARAR
Nama : TEGAR MAULANA
NIT : 05.17.049.1.41
Jurusan : Nautika
Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III
Dengan ini dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diseminarkan

Surabaya, ............................ 2021

Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II

A.A Istri Sri Wahyuni, S.Si.T.,Sda. Dr.Trisnowati Rahayu,M.AP.


Penata Tk.I (III/d) Pembina Tk.I (IV/b)
NIP. 19781217 200502 2 001 NIP. 19660216 199303 2 001

Mengetahui:

Ketua Jurusan Nautika

Capt. Tri Mulyanto B.H, S.SiT.,M.Pd.


PENGESAHAN
Penata (III/c)
NIP.ILMIAH
KARYA 19751101TERAPAN
200912 1 002
iv

PENGESAHAN
KARYA ILMIAH TERAPAN

PENERAPAN ATURAN P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT PADA SITUASI


MENYILANG UNTUK MENGHINDARI BAHAYA TUBRUKAN
DI ATAS KAPAL LPG/CGAS ARAR

Disusun dan Diajukan Oleh:


TEGAR MAULANA
NIT. 05.17.049.1.41/N
Ahli Nautika Tingkat III
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian KIT
Pada tanggal .....................
Menyetujui:
Penguji I Penguji II Penguji III

Sutoyo,S.SiT,M.Pd A.A Istri Sri Wahyuni, S.Si.T.,Sda. Dr.Trisnowati Rahayu,M.AP.


Penata Tk.I (III/c) Penata Tk.I (III/d) Pembina Tk.I (IV/b)
NIP. 1975119 2010121 1 001 NIP. 19781217 200502 2 001 NIP. 19660216 199303 2 001

Mengetahui:
Ketua Jurusan Nautika

Capt. Tri Mulyanto B.H, S.SiT.,M.Pd.


Penata (III/c)
NIP. 19751101 200912 1 002
v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Karya ilmiah terapan ini dengan judul “PENERAPAN ATURAN
P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT PADA SITUASI MENYILANG UNTUK
MENGHINDARI BAHAYA TUBRUKAN DI ATAS KAPAL LPG/C GAS
ARAR”, karya tulis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat bagi
taruna yang akan melaksanakan praktek laut Program Diploma III Politeknik
Pelayaran Surabaya.

Penelitian ini dilaksanakan karena ketertarikan peneliti pada masalah yang


sering terlupakan dan tidak dianggap menjadi masalah, padahal justru faktor yang
sering diabaikan inilah yang menjadi salah satu faktor penghambat terwujudnya
penerapan dinas jaga dengan standar yang baik dari sebuah kapal.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualilitatif yang


ditekankan pada penggambaran objek penelitian dan menganalisisnya. Penelitian
ini mendalami masalah penerapan aturan P2TL dengan baik saat melaksanakan
dinas jaga. Peneliti telah melakukan pengumpulan data kemudian melakukan
analisis dan menyusun simpulan sehingga tersaji fakta deskriptif sesuai tujuan
penelitian.

Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada pihak – pihak yang
telah membantu sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan, antara lain kepada :

1. Direktur Politeknik Pelayaran Surabaya Bapak Capt. Dian Wahdiana, MM

2. Ketua Jurusan Nautika Bapak Tri Mulyanto,S.SiT, M.Pd

3. Pembimbing I Ibu Anak Agung Istri Sri Wahyuni,S.SiT, M.Sda

4. Pembimbing II Ibu Dr.Trisnowati Rahayu, M.AP.

5. Bapak dan Ibu dosen Politeknik Pelayaran Surabya , khususnya


lingkungan program studi Nautika Politeknk Pelayaran Surabaya.
vi

6. Kedua orang tua saya atas segala dukungan dan doanya.

7. PT. Pertamina (PERSERO), terutama crew LPG/C GAS ARAR tempat


saya melakukan Praktek Berlayar.

8. Serta rekan – rekan kelas Nautika B Diploma III Reguler yang telah
membantu dalam proses penulisan Karya Ilmiah Terapan ini.

9. membantu dalam penyusunan karya ilmiah terapan ini.

Terimakasih kepada beliau dan semua pihak yang telah membantu,

semoga semua amal dan jasa baik mereka mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhir kata penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan

kekurangan didalam penulisan karya ilmiah terapan ini. Penulis berharap semoga

karya ilmiah terapan ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi penulis

serta berguna bagi pembaca.

Surabaya,.....................2021

Penulis

Tegar Mulana
vii

ABSTRAK

TEGAR MAULANA, 2021 Penerapan Aturan P2TL Saat Dinas Jaga Laut
Pada Situasi Menyilang Untuk Menghindari Bahaya Tubrukan Di Atas Kapal
LPG/C Gas Arar. Dibimbing oleh A.A Istri Sri Wahyuni dan Dr.Trisnowati
Rahayu.
Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) 1972 atau Collision
Regulation 1972 adalah bagian dari mata pelajaran dinas jaga yang berisi
peraturan-peraturan untuk bernavigasi secara aman. Di dalam P2TL semua
kegiatan dan bagaimana pengambilan tindakan yang tepat terhadap segala
keadaan dan kondisi sudah diatur.
Watchkeeping merupakan salah satu hal yang perlu sangat diperhatikan
dalam melalui alur pelayaran sempit. Watchkeeping adalah sebuah pengetahuan
yang diberikan kepada cadet sebagai calon perwira untuk mempersiapkan diri
sebagai Perwira di atas kapal agar kapal tersebut mencapai tujuannya selamat
sampai disuatu tempat tujuan yang telah direncanakan.
Bahaya tubrukan atau Risk of Collision dalam bahasa inggrisnya adalah
suatu kondisi atau keadaan dimana kapal kita memiliki haluan yang sama dengan
kapal lain yang berlawanan arah dan kapal yang akan bersilangan dengan kapal
kita. Bahaya tubrukan juga dapat terjadi pada saat penyusulan apabila tidak ada
koordinasi antar kapal.
Penelitian dilaksanakan selama 12 bulan di kapal LPG/C GAS ARAR.
Data primer diperoleh secara langsung dari kejadian atau kegiatan yang terjadi di
atas kapal LPG/C GAS ARAR. Data sekunder diperoleh dari data yang sudah ada
serta wawancara langsung terhadap perwira kapal dan melihat kejadian yang
pernah terjadi di atas kapal.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan aturan P2TL saat dinas
jaga laut pada situasi menyilang untuk menghindari bahaya tubrukan di atas kapal
LPG/C GAS ARAR sudah ditarapkan baik sesuai aturan yang ada. Namun masih
ada salah satu kapal yang belum menerapkan aturan tersebut.

Kata kunci: Dinas Jaga, P2TL, dan Bahaya Tubrukan.


viii

ABSTRACT

TEGAR MAULANA, 2021 Application of Rule of P2TL When


Whatchkeeping at Overtaking to Avoid The Danger Of Collision On My Board
LPG/C Gas Arar. Supervised by A.A Istri Sri Wahyuni and Dr.Trisnowati Rahayu.
The 1972 Marine Collision Regulation (P2TL) or Collision Regulation
1972 is part of the guard duty that contains rules to navigate safely. In P2TL all
activities and how to take appropriate action against all circumstances and
conditions have been arranged.
Watchkeeping is one thing to be kept in through the narrow shipping
lanes. Watchkeeping is a knowledge that is given to as a cadet officer candidates
to prepare themselves as officer on board the vessels to reach the goal safely
reach somewhere objectives that have been planned.
The collision hazard or Risk of Collision in English is a condition or
circumstance in which our vessel has the same bow with other vessels in opposite
directions and vessels that will cross with our ship. Collision hazards may also
occur at the time of enrollment if there is no coordination between ships.
The research was conducted for 12 months on the LPG / C GAS ARAR
ship. Primary data is obtained directly from events or activities that occur on
board the LPG / C GAS ARAR ship. Secondary data is obtained from existing
data as well as direct interviews with ship officers and seeing events that have
occurred on board.
The results of this study indicate that the implementation of the P2TL rules
when the marine guard service is in a crossing situation to avoid the danger of a
collision on board LPG / C GAS ARAR is expected to be good according to
existing regulations. However, there is still one ship that has not implemented this
rule.

Key Word: Watchkeeping, P2TL, and Risk of Collision.


ix

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN............................................................................................. ii

PERSETUJUAN SEMINAR KARYA ILMIAH TERAPAN ........................................... iii

PENGESAHAN ................................................................................................................. iv

ABSTRAK ........................................................................................................................ vii

ABSTRACT ..................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1

B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................... 4

C. BATASAN MASALAH ..................................................................................... 4

D. TUJUAN PENELITIAN ..................................................................................... 4

E. MANFAAT PENELITIAN................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 6

A. REVIEW PENELITIAN SEBELUMNYA ......................................................... 6

B. LANDASAN TEORI .......................................................................................... 6

1. Pengertian Terapan ................................................................................................. 6

2. Dinas Jaga ............................................................................................................... 8

3. Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL).................................................. 13

4. Bahaya Tubrukan .................................................................................................. 15

5. Penerapan P2TL untuk menghindari bahaya tubrukan ......................................... 17

C. Kerangka Penelitian .......................................................................................... 20

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................. 21

A. JENIS PENELITIAN ................................................................................................... 21


x
B. LOKASI & WAKTU PENELITIAN ........................................................................... 21

C. SUMBER DATA ......................................................................................................... 21

1. Sumber Data Primer .............................................................................................. 21

2. Sumber Data Sekunder.......................................................................................... 22

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA............................................................................ 22

1. Dokumentasi ......................................................................................................... 22

2. Wawancara............................................................................................................ 22

E. TEKNIK ANALISIS DATA ........................................................................................ 23

1. Pengumpulan Data (Data Collection) ................................................................... 23

2. Reduksi Data (Data Reduction) ............................................................................ 23

3. Display Data.......................................................................................................... 24

C. PEMBAHASAN ................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 36

LAMPIRAN ...................................................................................................................... 38
xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Radar. ................................................................................................ 19

Gambar 2.2 Kerangka ........................................................................................... 22


xii

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Dinas Jaga ............................................................................................. 11
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa

Indonesia. Aktifitas perkembangan transportasi di Indonesia semakin

meningkat merupakan dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial

budaya masyarakat.

Menurut Noel John Vavasour (1981:23), angkutan laut adalah salah satu

jenis transportasi yang saat ini sangat diperhatikan oleh Pemerintah, karena

dipandang memiliki nilai potensial yang sangat tinggi dalam perkembangan

sektor ekonomi maupun sektor sosial di Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu

pulau. Kerja sama antar negara dalam tukar-menukar teknologi dan

perekonomian termasuk dalam hal ekspor impor barang yang sebagian besar

melalui jalur laut karena biaya pengangkutan yang jauh lebih murah

dibandingkan melalui angkutan udara. Dengan adanya jalur pelayaran, maka

akan meningkatkan tingkat perdagangan yang mengacu pada tingkat

pertumbuhan ekonomi dari sektor angkutan laut, agar dapat tercapai tentunya

harus diimbangi dengan mutu pelayaran yang baik dan seefektif mungkin.

Ramainya lalu lintas laut ini memiliki dampak negatif yang sangat

merugikan semua pihak dalam dunia pelayaran. Dampak negatif itu adalah

kecelakaan kapal atau dalam kamus pelayaran disebut dengan tubrukan.

Tubrukan adalah suatu keadaan darurat yang terjadi karena kapal menabrak
2

kapal lain, benda mengapung dan hal-hal lain yang mengakibatkan kapal

menjadi rusak bahkan bias terjadi kebakaran dan ledakan.

Kecelakaan diatas kapal yang terjadi yang mengakibatkan banyaknya

korban jiwa, sebagai contoh penyebab terjadinya tubrukan kapal ketika

berlayar melalui alur pelayaran sempit yang sudah tidak dapat dikendalikan

atau dikuasai, kapal tersebut mengalami kondisi atau keadaan darurat.

Mengakibatkan terjadinya kerugian yang disebabkan oleh kurangnya

penerapan pengamatan yang baik dalam melakukan dinas jaga. Dan juga

kurang siapnya perwira jaga menerapkan aturan P2TL.

Berdasarkan Komite Nasional Transportsi, Knkt-03.03/03.02.02 Pada

hari Jumat, tanggal 26 Desember 2015 Tragedi kecelakaan Transportasi

kembali terjadi, kali ini adalah tubrukan kapal laut di Selat Sunda antara kapal

Feri Ro-Ro (roll-on roll-off) KM. Bahuga Jaya dengan kapal tanker MT.

Norgas Cathinka. Tabrakan tersebut terjadi antara pukul 04:00 – 05:00 pagi.

Akibat kecelakaan itu KM. Bahuga Jaya tenggelam satu jam setelahnya.

Tercatat 8 orang meninggal dunia.

Melihat dari kronologis kecelakaan yang beredar bahwa Kapal Tanker

menabrak Lambung Kanan KM. Bahuga Jaya. Dalam kejadian ini, terlihat

bahwa kapal Feri Ro-Ro tetap bertahan dengan haluannya dan kapal Tanker

MT. Norgas merasa dalam posisi yang benar juga “bertahan” dengan posisinya.

Sekalipun disebutkan ada tindakan merubah haluan, tapi jarak yang sudah

terlalu dekat maka kecelakaan tak bisa dihindari.

Secara posisi kapal, kapal Tanker MT. Norgas Catinkha sudah benar, tapi

harus dilihat juga didalam aturan P2TL disebutkan, bahwa dalam rangka
3

menghindari Tubrukan, setiap kapal wajib mengusahakan agar tidak terjadi

tubrukan, misalnya membunyikan suling kapal, berkomunikasi melalui Radio

VHF, ataupun cahaya yang tujuannya agar dapat menarik perhatian kapal lain,

yang mungkin saja seluruh awak kapal dalam kondisi keracunan gas misalnya

sehingga kapal berjalan seperti kapal hantu, atau dikarenakan kelalaian ABK,

tidur saat jaga.

Kejadian tersebut juga di alami penulis saat melakukan praktek berlayar

di atas kapal LPG/C GAS ARAR, pada 12 Juli 2020 pukul 21:10 waktu

setempat,pada saat penulis melaksanakan dina jaga malam meliha ada kapal di

sebelah kiri kapal kami,situasi tersebut akan terjadi situasi menyilang sesuai

dengan aturan kapal kami harus mempertahankan haluannya,namun kapal lain

tersebut juga tidak merubah haluannya untuk tidak memotong haluan kapal

kami,dan akhirnya mualim jaga tanpa ragu-ragu mengambil tindakan untuk

merubah haluan kapal kami kekiri sejauh mungkin untuk menghindari situasi

saling mendekati dan mengurangi resiko terjadinya bahaya tubrukan.

Oleh karena itu penerapan dan pemahaman mengenai aturan P2TL ketika

sedang melaksanalan dinas jaga saat kapal berlayar harus benar diterapkan

untuk mencegah kejadian seperti itu terulang kembali. Hal yang sebenarnya

terkandung dalam materi dinas jaga adalah sebuah pengetahuan yang diberikan

kepada cadet sebagai calon perwira untuk mempersiapkan diri sebagai Perwira

di atas kapal agar kapal tersebut mencapai tujuannya selamat sampai disuatu

tempat tujuan yang telah direncanakan. Karena hal-hal tersebut diatas penulis

tertarik untuk mengambil judul:


4

“Penerapan Aturan P2TL Saat Dinas Jaga Laut Pada Situasi

Menyilang Untuk Menghindari Bahaya Tubrukan Di Atas Kapal LPG/C

Gas Arar”

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah diatas, penulis menemukan beberapa

masalah yang ingin diungkapkan dalam karya ilmiah ini, yaitu:

1. Bagaimana penerapan aturan P2TL pada pelaksanaan dinas jaga laut yang

dilaksankan di atas kapal LPG/C GAS ARAR untuk menghindari bahaya

tubrukan?

2. Bagaimana prosedur yang dilaksanakan di atas kapal LPG/C GAS ARAR

dalam aturan P2TL saat situasi menyilang?

C. BATASAN MASALAH

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis membatasi pembahasan

hanya pada aturan 5, 6, 7, 15 dan 34 P2TL saat dinas jaga laut untuk

menghindari bahaya tubrukan.

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian yaitu:

1. Untuk mengetahui penerapan aturan P2TL di atas kapal LPG/C GAS ARAR

saat dinas jaga laut untuk menghindari bahaya tubrukan.


5

2. Untuk mengetahui prosedur-prosedur saat situasi menyilang dalam

penerapannya di atas kapal LPG/C GAS ARAR sesuai aturan P2TL.

E. MANFAAT PENELITIAN

Dengan adanya penelitian ini, manfaat yang ingin dicapai penulis dalam

penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Secara Teoritis

Untuk dapat menerapkan teori yang diperoleh serta menambah pengetahuan

bagi penulis tentang pelaksanaan tugas dinas jaga dianjungan. Untuk

menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan wawasan para taruna

sebagai calon perwira kapal.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Membagi pengetahuan dan wawasan khususnya bagi para taruna di

Politeknik Pelayaran Surabaya sebagai calon Perwira, agar dapat

diajadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti berikutnya untuk dapat

menyajikan hasil penelitian yang lebih baik dan diharapkan dapat

menambah pengetahuan bagi calon perwira kapal tentang penerapan

aturan P2TL saat dinas jaga laut.

b. Sebagai masukan dan saran pada perusahaan pelayaran/muallim saat

melaksanakan pekerjaan dinas jaga dapat berjalan dengan lancar dan

aman.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. REVIEW PENELITIAN SEBELUMNYA

Beberapa penulis telah melakukan penelitian tentang penerapan aturan

P2TL saat dinas jaga laut untuk menghindari bahaya tubrukan. Berikut ini

penulis berikan penelitian aslinya:

1. Bimo Wira Para (2015), Keselamatan Aktivitas Transportasi Laut terhadap

Collision pada Bouy, keselamatan aktivitas transportasi laut terhadap

tubrukan kapal merupakan hal yang penting dilakukan bukan hanya untuk

mengetahui safety level pada sebuah alur pelayaran, namun juga untuk

mengurangi potensi terjadi tubrukan.

2. Berdasarkan laporan hasil penelitian oleh Dewan Keselamatan Transportasi

Nasional Inggris yang berjudul “ Major Marine Collisions and Effects of

Prevention Recommendations “ tertanggal 9 September 1981 menyebutkan

bahwa penyebab utama terjadinya tubrukan dilaut dari tahun 1970 hingga

tahun 1979 adalah karena kesalahan manusia.

B. LANDASAN TEORI

1. Pengertian Terapan

Pengertian penerapan adalah pemasangan, pengenaan, perihal

mempraktekkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).


7

Berdasarkan teori di atas, penulis menyimpulkan bahwa penerapan

adalah mempraktekkan atau cara melaksanakan sesuatu berdasarkan sebuah

teori yang seharusnya dapat dilakukan juga di atas kapal dalam penerapan

prosedur memasuki enclosed space dengan benar.

Secara umum orang tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan dinas

jaga, karena secara umum orang hanya mengetahui bahwa yang dimaksud

dinas jaga adalah sebuah jadwal rutin yang diberlakukan kantor atau pun

instansi untuk kepentingan keamanan lingkungan disekitarnya.

pengarahan dan bimbingan Nakhoda, para petugas jaga melaksanakan tugas

jaga navigasi dan ikut bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran

selama bertugas.

Ketika kapal sedang berlayar, perwira yang sedang melaksanakan dinas

jaga navigasi juga harus memperhatikan lingkungan sekitar pelayaran

karena hal-hal perlindungan laut juga di atur dalam STCW 1995 chapter

VIII sebagai berikut: 1) setiap anggota tugas jaga harus memahami dan

menyadari sepenuhnya akibat yang timbul bila terjadi pencemaran, 2) harus

selalu mengambil tindakan pencegahan pencemaran, 3) tindakan

pencegahan mengacu pada peraturan internasional maupun nasional yang

berlaku.

Dalam satu hari (selama 24 jam), tugas/dinas jaga dibagi menjadi 3 regu

dengan masing-masing regu bertugas selama 4 jam siang dan 4 jam malam,

sehingga tiap regu bertugas 8 jam per hari. Bagian dek dan bagian mesin

sama-sama menggunakan pembagian waktu jaga tersebut, tetapi bagian


8

radio hanya menggunakan 2 regu saja. Petugas jaga adalah para perwira-

perwira dek dan ahli mesin kapal (engineers) serta anak buah (juru mudi),

tukang minyak (oiler).

Hal yang sebenarnya terkandung dalam materi Watchkeeping adalah

sebuah pengetahuan yang diberikan kepada cadet sebagai calon perwira

untuk mempersiapkan diri sebagai Perwira di atas kapal agar kapal tersebut

mencapai tujuannya selamat sampai disuatu tempat tujuan yang telah

direncanakan.

Dalam Dinas Jaga calon perwira diberikan pemahaman tentang

pengetahuan prosedur yang diperlukan untuk mempertahankan navigasi

yang aman saat melakukan pengamatan di anjungan sebuah kapal.

Oleh karena itu penulis akan memberikan beberapa teori, yang

didalamnya terdapat pemahaman tentang penerapan aturan P2TL saat dinas

jaga laut sebagai pencegahan bahaya tubrukan :

2. Dinas Jaga

Salah satu tugas yang harus dilaksakan oleh awak kru kapal adalah dinas

jaga. Dinas jaga adalah suatu kegiatan pengawasan selama 24 jam diatas

kapal, yang dilakukan oleh muallim jaga dengan tujuan mednukung operasi

pelayaran supaya terlaksana dengan selamat, ini dilakukan dengan

mengkondisikan pelayaran supaya dapat berjalan dengan benar sesuai

aturan IMO.

Sebagai dasar dari penjelasan tentang tugas jaga adalah berpedoman pada

Konvensi Internasional untuk Standard of Training Certification and


9

Watchkeeping for Seafarers (STCW 1978). Amandemen 1995) yaitu suatu

badan internasional yang berwenang untuk subyek itu.

Peraturan mengenai tugas jaga diatur dalam Standards of Training

Certification and Watchkeeping ( STCW ) 1995 pada Chapter VIII

(delapan). Chapter VIII berisi tentang standard-standard yang berkaitan

dengan tugas jaga, diantaranya adalah sebagai berikut: fitnes (kebugaran),

prinsip umum tugas jaga. Seorang perwira jaga yang sedang melaksanakan

dinas jaga laut harus dalam keadaan sehat dan bugar, maka STCW 1995

mengatur dalam hal kebugaran sebagai berikut:

a) Semua orang yang ditunjuk untuk menjalankan tugas jaga sebagai

perwira yang melaksanakan suatu tugas jaga atau sebagai bawahan yang

ambil bagian dalam suatu tugas jaga, harus diberikan waktu istirahat

paling sedikit 10 jam setiap periode 24 jam.

b) Jam – jam istirahat paling banyak hanya boleh dibagi menjadi dua

periode istirahat yang salah satu periodenya tidak boleh kurang dari 6

jam.

c) Persyaratan untuk periode istirahat yang diuraikan pada paragraph 1 dan

paragraph 2 di atas, tidak harus diikuti jika berada dala situasi darurat

atau situasi latihan atau terjadi kondisi-kondisi operasional yang

mendesak.

Pelaksanaan tugas jaga di atas kapal juga diatur dalam STCW 1995

chapter VIII agar perwira jaga melaksanakan dinas jaga dengan tepat dan

benar dengan prinsip-prinsi tugas jaga navigasi, yaitu:

a) Pengaturan jaga navigasi oleh Nakhoda.


10

b) Dibawah pengarahan dan bimbingan Nakhoda, para petugas jaga

melaksanakan tugas jaga navigasi dan ikut bertanggung jawab atas

keselamatan pelayaran selama bertugas.

Ketika kapal sedang berlayar, perwira yang sedang melaksanakan dinas

jaga navigasi juga harus memperhatikan lingkungan sekitar pelayaran

karena hal-hal perlindungan laut juga di atur dalam STCW 1995 chapter

VIII sebagai berikut:

a) Setiap anggota tugas jaga harus memahami dan menyadari sepenuhnya

akibat yang timbul bila terjadi pencemaran.

b) Harus selalu mengambil tindakan pencegahan pencemaran.

c) Tindakan pencegahan mengacu pada peraturan internasional maupun

nasional yang berlaku.

Dalam satu hari (selama 24 jam), tugas/dinas jaga dibagi menjadi 3 regu

dengan masing-masing regu bertugas selama 4 jam siang dan 4 jam malam,

sehingga tiap regu bertugas 8 jam per hari. Bagian dek dan bagian mesin

sama-sama menggunakan pembagian waktu jaga tersebut, tetapi bagian

radio hanya menggunakan 2 regu saja. Petugas jaga adalah para perwira-

perwira dek dan ahli mesin kapal (engineers) serta anak buah (juru mudi),

tukang minyak (oiler).


11

Sebagai contoh dapat dilihat tabel daftar jaga di bawah ini :

Tabel 2.1 Dinas Jaga

Regu Jam jaga Nama jaga Petugas dek Petugas


kamar
mesin

1 04.00 – 08.00 Jaga subuh Mualim I Masinis I

dengan juru dengan juru


16.00 – 20.00 Jaga sore
mudi dan minyak

panjarwala

2 08.00 – 12.00 Jaga pagi Mualim III Masinis III

dengan juru dengan juru


20.00 – 24.00 Jaga malam
mudi dan minyak

panjarwala

3 00.00 – 04.00 Jaga tengah Mualim II Masinis II

malam dengan juru dengan juru

mudi dan minyak


Jaga siang
12.00 – 16.00
panjarwala

Sumber : Colreg 1972

Tugas dan tanggung jawab di kapal di bagi menjadi dua yaitu tugas dan

tanggung jawab bagian deck dan tugas bagian mesin. Keduanya mempunyai

fungsi dan tugas yang sangat erat hubungannya atas kelancaran operasional

sebuah kapal.
12

Tugas dan tanggung jawab di bagian mesin di pegang oleh Kepala Kamar

Mesin (KKM) sedangkan bagian deck dan seluruh operasional kapal

menjadi tanggung jawab seorang Nakhoda.

Namun dalam operasionalnya Nakhoda di bantu oleh para Mualim dan

Anak Buah Kapal yang lainnya. Peran Nakhoda sangat sentral sekali

sehingga apabila terjadi sesuatu atau kendala dalam menjalankan tugas atau

dinas kapal maka wajib hukumnya Mualim untuk memberitahu kepada

Nakhoda.

Dinas jaga di kapal meliputi dinas harian dan dinas jaga. Dinas harian di

lakukan pada hari – hari kerja terutama saat kapal sedang mobilisasi di

pelabuhan atau jetty sedang dinas jaga dilakukan di luar jam kerja atau saat

kapal sedang berlayar.

Maksud dan tujuan dilaksanakan tugas jaga adalah menjaga keamanan,

keselamatan, ketertiban kapal, muatan, penumpang dan lingkungannya.

Mentaati peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku (Internasional).

Dan melaksanakan perintah dari perusahaan maupun Nakhoda (tertulis atau

lisan).

Sebagai perwira jaga yang bertugas jaga navigasi merupakan wakil

nahkoda dan terutama selalu bertanggung jawab atas navigasi yang aman

dan mematuhi peraturan internasional COLREG (Collision Regulation).

Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan

suatu tugas jaga. Dalam modul P2TL dijelaskan hal yang harus diperhatikan

sebgai berikut:
13

a. Pengamatan (Look Out)

Perwira jaga yang melaksanakan suatu pengamatan yang baik harus

sesuai dengan aturan 5 P2TL tahun 1972 bertujuan agar: a) menjaga

kewaspadaan secara terus menerus dengan penglihatan, pendengaran dan

juga dengan sarana lain yang ada sehubungan dengan setiap perubahan

penting dalam hal suasana pengoperasian. b) memperhatikan sepenuhnya

situasi-situasi dan resiko-resiko tubrukan, kandas dan bahaya navigasi

lainnya. c) medeteksi kapal-kapal atau pesawat terbang yang sedang

berada dalam bahaya, orang-orang yang mengalami kecelakaan kapal,

kerangka kapal, serta bahaya-bahaya lain yang mengancam navigasi.

b. Melaksanakan tugas jaga navigasi

Perwira jaga mempunyai tanggung jawab bernavigasi yang baik dan

benar. Selama bertugas jaga haluan, posisi dan kecepatan kapal harus

diperiksa secara berkala degan mengunakan setiap peralatan navigasi

yang ada seperti Radar, GPS atau alat elektronik lainnya untuk menjamin

bahwa kapal berada pada haluan yang telah direncanakan.

3. Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL)

Menurut modul P2TL (2015:26)Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut

(P2TL) 1972 atau Collision Regulation 1972 adalah bagian dari mata

pelajaran dinas jaga yang berisi peraturan-peraturan untuk bernavigasi

secara aman. Di dalam P2TL semua kegiatan dan bagaimana pengambilan

tindakan yang tepat terhadap segala keadaan dan kondisi sudah diatur.
14

Seorang pelaut dalam membawa kapal wajib mematuhi aturan P2TL ini,

tetapi tidak serta merta mematuhi seluruh aturan karena masih ada

pengecualian yaitu jika mengikuti aturan yang ada akan membahayakan

kapal, kita diwajibkan menyimpang peraturan yang ada untuk keselamatan.

Tidak ada suatu peraturan yang membebaskan seorang nahkoda atau

perwira jaga bila nyata-nyata terbukti lalai atau tidak memperhitungkan

resiko terhadap semua kemungkinan bahaya yang timbul, maka setiap

perwira laut khususnya perwira jaga harus mengetahui pengertian pokok

dari beberapa pasal yang penting pada buku Peraturan Pencegahan

Tubrukan di Laut ( Collision Regulation 1972 ).

Adapun aturan-aturan pencegahan tubrukan dilaut dalam modul P2TL

(2015), yang menjadi batasan peneliti adalah:

1. Aturan 5 (Pengamatan) yaitu tiap kapal senantiasa melakukan

pengamatan yang cermat, baik dengan penglihatan dan pendengaran

maupun dengan semua saranan yang tersedia sesuai dengan keadaan dan

suasana sebagaimaan lazimnya, sehingga dapat membuat penilaian yang

layak terhadap situasi dan bahaya tubrukan.

2. Aturan 6 (Kecepatan Aman) yaitu setiap kapal harus senantiasa bergerak

dengan kecepatan aman sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat

dan efektif unutk menghindari tubrukan dan dapat dihentikan dalam jarak

yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang sedang alami


15

3. Aturan 15 (menyilang) yaitu jika dua buah kapal tenaga dengan haluan

saling menyilang sehingga menimbulkan bahaya tubrukan, maka kapal

yang mengetahui ada kapal lain pada lambung kanannya, harus

menyimpang dan jika keadaan mengijinkan harus menghindari untuk

memotong di depan kapal itu.

4. Aturan 34 ( Isyarat-isyarat olah gerak dan peringatan ) yaitu:

a. Jika kapal yang saling melihat satu sama lain kapal tenaga yang

sedang berlayar, jika melakukan gerak sebagaimana yang

diperbolehkan atau diharuskan oleh aturan-aturan ini harus

menunjukkan olah gerak itu dengan isyarat-isyarat suling sebagai

berikut: 1) Satu tiup pendek berarti “saya sedang merubah haluan ke

kanan”, 2) Dua tiup pendek berarti “saya sedang merubah haluan ke

kiri”, 3) Tiga tiup pendek berarti “mesin saya bergerak mundur”

b. Sebuah kapal yang bermaksud menyusul kapal sesuai dengan aturan

harus menunjukkan maksudnya dengan isyarat-isyarat suling sebagai

berikut: a) dua suling panjang diikuti satu tiup pendek berarti “saya

hendak menyusul dari sisi kanan anda”, b) dua tiup pajang diikuti dua

tiup pendek berarti “saya hendak menyusul dari sisi kiri anda”, c) satu

tiup panjang, satu tiup pendek, satu tiup panjang dan satu tiup pendek

secara berurutan berarti “saya menyetujuinya”

4. Bahaya Tubrukan

Menurut modul P2TL (2015:3) Bahaya tubrukan atau Risk of Collision

dalam bahasa inggrisnya adalah suatu kondisi atau keadaan dimana kapal
16

kita memiliki haluan yang sama dengan kapal lain yang berlawanan arah

dan kapal yang akan bersilangan dengan kapal kita. Bahaya tubrukan juga

dapat terjadi pada saat penyusulan apabila tidak ada koordinasi antar kapal.

Sebagaimana yang telah dijelaskan didalam aturan 7 Peraturan

Pencegahan Tubrukan Dilaut (P2TL), yang berisikan sebagai berikut:

a. Setiap kapal harus menggunakan semua peralatan yang tersedia sesuai

dengan keadan dan kondisi yang ada, untuk menentukan ada dan

tidaknya bahaya tubrukan. Jika ada keragu-raguan, maka bahaya

demikian itu harus dianggap ada.

b. Pesawat radar harus digunakan setepat-tepatnya, jika ada dan

dioperasikan dengan baik termasuk penelitian jarak jauh untuk

mendapatkan peringatan awal dari bahaya tubrukan dan radar plotting

atau pengamatan sistematis yang serupa atas benda-benda yang dideteksi.

c. Perkiraan-perkiraan tidak boleh dibuat atas dasar keterangan yang kurang

sesuai, terutama yang berkenaan dengan keterangan radar.

d. Dalam menentukan bahaya tubrukan diantaranya harus dipertimbangkan

keadaan berikut ini :

1) Bahaya demikian harus dianggap ada, jika baringan pedoman kapal

yang mendekat, tidak menunjukkan perubahan yang berarti.

2) Bahaya demikian itu kadang-kadang terjadi walaupun perubahan

baringan nyata, terutama bilamana mendekati sebuah kapal yang besar

atau tundaan atau bilamana mendekati suatu kapal pada jarak dekat.
17

Jadi bahaya tubrukan itu harus dianggap ada apabila jarak kapal dengan

kapal yang lain itu tidak jauh. Dan haluan kapal itu sendiri tidak berubah

sehingga kita harus melakukan tindakan-tindakan agar tubrukan itu tidak

terjadi. Maka dari itu organisasi internasional yang mengatur tentang

pelayaran mengeluarkan peraturan Collision Regulatin 1972.

5. Penerapan P2TL untuk menghindari bahaya tubrukan

International Maritime Organization (IMO) mengeluarkan sebuah

peraturan Collision Regulation (COLREG 1972) karena sering terjadinya

bahaya-bahaya yang terjadi saat pelayaran salah satunya bahaya tubrukan.

Peraturan pencegahan tubrukan laut (P2TL) yang mejadi pedoman para kru

kapal saat dinas jaga agar tidak terjadi bahaya tubrukan. Menurut Viar

Lantang (2012) tidak akan mungkin terjadi kecelakaan di laut kalau

diasumsikan semua berjalan normal dan faktor manusia juga beerja sesuai

dengan standart operating procedure, kecuali keadaan cuaca yang memaksa

semua nya baik faktor manusia maupun peralatan sudah tidak berfungsi.

Ada banyak aturan yang terkandung dalam peraturan pencegahan

tubrukan laut (P2TL) namun penulis akan menjelaskan beberapa aturan

agar perwira yang saat berdinas jaga dapat menghindari bahaya tubrukan. Di

dalam P2TL mengatur perwira jaga harus selalu melakukan pengamatan

(aturan 5) dikatakan bahwa “setiap kapal harus selalu menyelenggarakan

pengamatan yang layak baik dengan penglihatan dan pendengaran maupun

dengan semua sarana yang tersedia sesuai dengan keadaan dan suasana yang

ada untuk dapat membuat penilaian yang lengkap tentang situasi dan bahaya

tubrukan”. Dalam melakukan sebuah pengamatan perwira jaga dapat


18

menggunakan peralatan navigasi untuk membantu menemukan objek-objek

sekitar kapal. Adapun alat yang bisa digunakan: Radar, GPS dan lain-lain.

Gambar 2.1 Radar

(Sumber : www.http///radar.co.id)

Kecepatan sebuah kapal saat berlayar juga di atur dalam P2TL pada

aturan 6. Setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman

sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan efektif untuk

menghindari tubrukan. Namun ada faktor-faktor yang diperhitungkan dalam

aturan ini:

1) Tingkat penglihatan,

2) Kepadatan lalu lintas termasuk pemusatan kapal-kapal ikan atau kapal-

kapal lainnya,

3) Kemampuan olah gerak kapal, khususnya yang berhubungan dengan

gerak henta dan kemampuan berputar dalam setiap kondisi yang ada,

4) Pada malam hari terdapat cahaya latar belakang seperti lampu-lampu

darurat atau pantulan dari lam[u-lampu kapal kita,


19

5) Keadaan angin, laut dan arus serta adanya bahaya-bahaya navigasi yang

ada disekitarnya,

6) Sarat kapal sehubungan dengan kedalaman air yang dilalui

Para perwira jaga yang sedang melaksanakan dinas jaga harus dapat

megatur kecepatan kapal dengan seaman mungkin. Dalam situasi menyusul

perwira jaga juga diberlakukan aturan 15 yaitu sebuah kapal yang haluannya

saling menyilang sehingga menimbulkan bahaya tubrukan, maka kapal yang

mengetahui ada kapal lain di lambung kanannya,harus menyimpang dan

harus menyimpang untuk memotong di depan kapal lain itu.

Keadaan ini harus dianggap ada oleh perwira jaga dan bertindak sesuai

dengan ketentuan yaitu termasuk pada aturan 34 P2TL. Bahwa apabila kapal

bermaksud untuk menyusul kapal lain harus menunjukkan isyarat-isyarat

suling sebagai berikut:

1) Dua suling panjang diikuti satu tiup pendek ( ) berarti “saya hendak

menyusul dari sisi kanan anda”

2) Dua tiup panjang diikuti dua tiup pendek berarti (-- -- - -)“saya hendak

menyusul dari sisi kiri anda”

3) Satu tiup panjang, satu tiup pendek, satu tiup panjang dan satu tiup

pendek secara berurutan ( )

Jadi perwira jaga harus selalu memperhatikan kondisi kapal saat dia

berdinas jaga. Karena bahaya tubrukan bisa terjadi apabila perwira jaga lalai

dalam memperhatikan aturan-aturan yang sudah ditetapkan.


20

C. Kerangka Penelitian

Penerapan Aturan P2TL Saat Dinas Jaga Laut Untuk


Menghindari Bahaya Tubrukan

1. Aturan P2TL Tingginya resiko bahaya


2. Dinas jaga laaut tubrukan pada saat dinas
3. Bahaya tubrukan jaga laut

Penerapan aturan P2TL yang baik pada saat dinas jaga laut
untuk menghindari bahaya tubrukan

Menghindari tubrukan saat dinas jaga laut dengan


menerapkan aturan P2TL secara optimal

Gambar 2.2 Kerangka Penelitian


21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian yang dibuat oleh penulis ini menggunakan sistem kualitatif

yang merupakan penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan

cenderung menggunakan analisis data. Metode penelitian kualitatif

mengandalkan pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan

narasumber serta melihat dan meneliti secara langsung di lokasi penelitian.

B. LOKASI & WAKTU PENELITIAN

Waktu penelitian ini dilakukan oleh penulis saat sedang melaksanakan

Praktek Berlayar (Prala) selama kurang lebih 13 bulan diatas kapal LPG/C

GAS ARAR, yang terhitung saat penulis sign on di ataas kapal pada tanggal

18 November 2019 dan diakhiri saat penulis sign off pada tanggal 18

Desember 2020.

C. SUMBER DATA

1. Sumber Data Primer

Data ini diperoleh penulis secara langsung pada obyek penelitian dengan

cara melakukan pengamatan, pencatatan, serta wawancara dengan perwira

kapal. Penulis memperoleh data primer dengan mengadakan penelitian di

atas kapal melalui mewancarai perwira dan ABK kapal saat berdinas jaga di

anjungan.
22

2. Sumber Data Sekunder

Data ini taruna peroleh dengan cara membaca dokumen-dokumen, buku-

buku, studi pustaka yang berhubungan dengan penerapan aturan-aturan

P2TL serta dinas jaga di atas kapal bersama perwira kapal.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk

mendapatkan data dalam suatu penelitian. Maka data yang diperoleh haruslah

mendalam, jelas dan spesifik. Selanjutnya dijelaskan oleh Sugiyono (2009:225)

cara-cara yang dapat digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan data. Untuk

memperoleh data dilapangan yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti

maka penulis menggunakan teknik sebagai berikut :

1. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi adalah data mengenai hal-

hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip nilai, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Data yang akan

dicari dapat berupa arsip-arsip tertulis, guna mengetahui panduan sistem

kerja yang terjadi. Dokumen yang berbentuk karya misalnya gambar tentang

kejadian saat dinas jaga anjungan bersama perwira jaga diatas kapal.

2. Wawancara

Menurut Margono (1997:167), interview adalah tehnik pengumpulan

informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan dan dijawab

secara lisan juga, dan dilakukan secara langsung dengan tatap muka antara
23

pencari informasi dengan sumber informasi. Dalam interview ini penulis

yang menjadi pencari informasi dan sumber informasinya adalah para

perwira kapal.

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat

uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh

akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif.

Menurut Patton (Moleong, 2001:103), analisis data adalah “proses mengatur

urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian

dasar”. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya

kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok

penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin

(2003:70), yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data.

Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-
24

catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data

dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat

gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan

data/informasi yang tidak relevan.

3. Display Data

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.

Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan.

Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut

dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh

data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan

dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui

metode wawancara yang didukung studi dokumentasi.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta.

Burhan, Bungin. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis


dan Metodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Koentjaraningrat. 1993. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kusuma, S, T. 1987. Psiko Diagnostik. Yogyakarta: SGPLB Negeri Yogyakarta
Moleong, Lexy J. 2001. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Pritchard.
Noel, John Vavasour. 1981. The VNR Dictionary of Ships and the Seas. New
York; Toronto: Van Nostrand Reinhold.
Politeknik Pelayaran Surabaya. 2015. P2TL & DINAS JAGA.
Surabaya: Politeknik Pelayaran Surabaya

Margono. 1997. Metode interview. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R&D. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pritchard.

Anda mungkin juga menyukai