Anda di halaman 1dari 9

PENEGAKKAN HUKUM DALAM MENYINGKIRKANKAN

KERANGKA KAPAL YANG MENGGANGU KESELAMATAN DAN


KEAMANAN PELAYARAN

OLEH: DR (C). DRS. ACHMAD RIDWAN TENTOWI., S.H., M.H.

A.Problematika Yang Terjadi


Transportasi laut, yakni transportasi yang melibatkan
suatu sistem pemindahan (perpindahan) manusia atau barang
yang beroperasi di laut dengan menggunakan alat sebagai
kendaraan dengan bantuan tenaga manusia atau mesin. Aspek
pelayaran dan keselamatan ini, merupakan amanat tertingi dari
substansi Undang – Undang Nomor. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, yang pada intinya adalah bahwa; pelayaran menjadi
suatu hal yang sangat strategis bagi wawasan nasional serta
menjadi sarana vital yang menunjang tujuan persatuan dan
kesatuan nasional. Sehingga mempunyai potensi kuat untuk
dikembangkan sesuai dengan peranannya baik nasional maupun
internasional sehingga mampu mendorong dan menunjang
pembangunan nasional demi meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan mandat Pancasila serta Undang-
undang Dasar 1945.
Problematika yang terjadi di laut terkait dengan
keselamatan dan keamanan pelayaran adalah, bangkai kapal
dan perahu yang karam di laut selayar, sampai saat ini masih
sering terjadi kelambatan dalam mengangkat / memindahkan
kapal yang tenggelam, bahkan ada diantaranya yang belum
diangkat atau dipindahkan sama sekali. Sangat jelas bangkai
kapal ini sangat mengganggu sekali terhadap keselamatan dan
keamanan bagi kapal – kapal yang melintas laut tersebut.
Hingga saat ini sejumlah bangkai kapal dan perahu yang karam
diperairan pantai barat Kabupaten kepulauan Selayar, belum
mendapat perhatian dari pihak terkait untuk dipindahkan. Malah
bangkai bangkai perahu dan kapal tersebut kini menjadi sampah
di jalur pelayaran menuju wilayah kepulauan.

1
2

Tidak hanya bangkai kapal tersebut, kecelakaan beruntun


yang terjadi di alur pelayaran Surabaya, tepatnya dekat pulau
Karang Jamuang Jawa Timur. Kapal Cargo KTC-1 yang tenggelam
pada tanggal 4 Oktober 2017 di alur pelayaran tersebut,
menyebabkan tertabrak tongkang bemuatan penuh. Dan ini
menjadi permasalahan juga, yang akhirnya menyebabkan
keselamatan dan keamanan pelayaran yang tidak terjamin,
akibat bangkai kapal tersebut tidak diangkat.
Tema ini sangatlah aktual, kalau kita angkat ke
permukaan, padahal Undang – Undang No. 17 Tahun 2008
Tentang Pelayaran sudah mengatur hal ini, namun belum ada
tindakan yang tegas dari phak terkait. Sebenarnya beberapa
perusahaan Salvage pernah maju dan berusaha mengangkat
kapal yang karam tersebut, hanya saja tidak memiliki alasan
mengapa sampai 3 bulan lebih tidak satupun perusahan yang
melakukannya. Namun kalau kita lihat Peraturan Menteri
Perhubungan No. 71 Tahun 2013 Tentang Salvage dan / atau
Pekerjaan Bawah Air, bab IV Pasal 9, kapal tersebut berada di
Tingkat Gangguan 1 yaitu dalam lingkup DLKR dan DLKP. Untuk
diketahui, bahwa jangka waktu penyingkiran atau pengangkatan
kapal kandas di area Tingkat Gangguan 1 adalah maksimal 30
hari.
Peristiwa yang baru sajah terjadi (2018), adalah sebuah
kapal tongkang jenis Cargo Barge 350 feet yang mengangkut
batu bara diperkirakan seberat 4.500 metrik ton terdampar di
Pantai Carita dekat Hotel Lippo, Desa Sukajadi, Kecamatan
Carita, Kabupaten Pandeglang. Hal tersebut kandas dan
terdapar, di sebabkan terbawa arus gelombang besar dan angin
kencang. Menurut informasi warga, belum diketahui kapal
tersebut asal dari daerah mana. Namun dipastikan kapal
bermuatan batu bara tersebut hendak menuju PLTU 2 Labuan.
Mungkin peristiwa ini terlalu baru, bahkan ada yang sudah
beberapa tahun Sebanyak 4 bangkai kapal yang karam, sampai
saat ini, masih teronggok di dasar Laut Belawan. Baik pemilik
kapal maupun Syahbandar, belum melakukan evakuasi. Padahal,
bangkai kapal itu telah memakan korban, termasuk kapal
perang TNI AL dan kapal Bea Cukai.
Apa artinya, di sini belum adanya kemampuan dalam
meneggakan hukum di wilayah perairan, kalau tidak dengan
3

segera bangaki kapal tersebut di angkat, maka akan


mengganggu sekali terhadap keselamatan dan keamanan
pelayaran bagi kapal – kapal yang melintasi jalur tersebut.
Kapal yang karam adalah akibat, mungkin yang harus segera
dicari adalah yang mengakibatkan kapal tersebut karam. Jika
kita menelaah jauh lebih dalam, maka fungsinya tugas
Syahbandar dalam mengawasi kelayak lautan kapal yang
meliputi keselamatan, keamanan, dan ketertitaban di pelabuhan
Seorang syahbandar akan dimintai pertanggungjawaban atas
terjadinya kecelakaan kapal di laut. Keselamatan kapal dalam
kamus transportasi laut adalah keadaan kapal yang memenuhi
persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan
pelistrikan, stabilitas tata susunan serta perlengkapan termasuk
radio dan elektronika kapal. Secara terus menerus, keselamatan
kapal harus diperiksa oleh Syahbandar sebelum boleh berlayar.
Dalam hal ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa beberapa kapal
yang karam tersebut lepas dari pengawasan Syahbandar, atau
bisa saja pada saat berlayar kapal tersebut tidak awasi secara
penuh oleh Syahbandar.
Dunia Internasional sudah lama menaruh perhatian
terhadap keselamatan pelayaran ini, yang mengurus atau
menangani hal - hal yang terkait dengan keselamatan jiwa,
harta laut, serta kelestarian lingkungan. Lembaga tersebut
dinamakan International Maritime Organization (IMO) yang
bernaung dibawah PBB. Salah satu faktor penting dalam
mewujudkan keselamatan serta kelestarian lingkungan laut
adalah keterampilan, keahlian dari manusia yang terkait dengan
pengoperasian dari alat transportasi kapal di laut, karena
bagaimanapun kokohnya konstruksi suatu kapal dan betapapun
canggihnya teknologi baik sarana bantu maupun peralatan yang
ditempatkan di atas kapal tersebut kalau dioperasikan manusia
yang tidak mempunyai keterampilan atau keahlian sesuai
dengan tugas dan fungsinya maka semua akan sia-sia.
Realitas menujukan terdapat lemahnya dalam
pelaksanaan aturan keselamatan pelayaran, yang disebabkan
oleh belum dilaksanakan aturan hukum secara optimal. hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yakni: pihak syahbandar yang
belum memenuhi kualifikasi dalam arti belum menguasai secara
penuh peraturan tertib Bandar, Penegakan hukum (law
4

inforcement) yang tidak sungguh - sungguh. Selain itu seorang


Syahbandar haruslah mampu bersikap tegas, Berani, memiliki
pengetahuan luas serta memahami setiap peraturan pelayaran
sehingga dalam setiap langkah yang diambil berdasarkan
peraturan yang ada. Pentingnya masalah keselamatan dan
keamanan serta keseluruhan kegiatan dalam pelayaran
angkutan laut merupakan tanggung jawab dalam
kepelabuhanan, sebab salah satu persoalan terbesar dalam
kecelakaan kapal dalam pelayaran adalah persoalan
kemampuan dan keahlian seseorang menjalankan tugas
kesyahbandarannya baik dalam melaksanakan keseluruhan
tugas dalam pelabuhan serta dalam melakukan kerjasama
ataupun hubungan dengan badan usaha lain yang bertugas
untuk melakukan pengawasan dalam perkapalan maupun
pelayaran itu sendiri. Oleh sebab itu peran seorang syahbandar
sangatlah penting, baik dalam memberikan surat kelayak lautan
kapal, ijin berlayar, keselamatan dan kemanan, serta seluruh
kegiatan pelayaran angkutan laut diperairan Indonesia.

B.Penegakkan Hukum Belum Optimal


Penegakan hukum di laut (wilayah perairan) Indonesia
telah ada ketentuan yang mengatur tentang jaminan keamanan
dan keselamatan di laut, yakni Undang – Undang Nomor 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Namun dalam realitasnya tidak
dapat optimal, dalam bekerjanya masih banyak menimbulkan
persoalan tersendiri antara pemilik kapal, perusahaan asuransi
dan Pemerintah, dalam hal menyingkirkan dan mengangkat
kapal yang karam. Kita lihat saja, pasca tenggelamnya Kapal
Motor Penumpang (KMP) Wihan Sejahtera di perairan Teluk
Lamong, ataupun beberapa bangkai kapal yang sampai saat ini
masih belum diangkat, hukum tidak kunjung ditegakan. Tahun
2013 yang lalu, kasus yang serupa juga pernah terjadi. Ratusan
petikemas yang merupakan muatan dari kapal Kapal Motor (KM)
Lintas Bahari Utama (kapal peti kemas) ukuran 1.654 groston
yang tenggelam akibat tabrakan dengan KM Lintas Bengkulu.
Ratusan Peti Kemas tersebut, dalam proses pemindahannya
sangat lama sekali.
5

Regulasi tentang tentang penyingkiran bangkai kapal


ataupun kerangka kapal yang karam di laut, diatur dalam
Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan
Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 71 Tahun 2013
Tentang Salvage dan / atau Pekerjaan Bawah Air, yang intinya
adalah pemerintah mewajibkan kepada para pemilik kapal untuk
menyingkirkan kerangka kapal dan / atau muatannya
maksimum 180 hari sejak kapal tenggelam. Regulasi ini,
menindaklanjuti Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Pasal 203, yang menyatakan bahwa; Pemilik kapal
wajib menyingkirkan kerangka kapal dan / atau muatannya yang
mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran paling lama
180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak kapal
tenggelam.
Pasal 203 juga mengamantkan bahwa; Pemerintah wajib
mengangkat, menyingkirkan, atau menghancurkan seluruh atau
sebagian dari kerangka kapal dan/atau muatannya atas biaya
pemilik apabila dalam batas waktu yang ditetapkan Pemerintah,
pemilik tidak melaksanakan tanggung jawab dan kewajibannya.
Pemilik kapal yang lalai melaksanakan kewajiban dalam batas
waktu yang ditetapkan Pemerintah sebagaimana diamantkan
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008, sehingga mengakibatkan
terjadinya kecelakaan pelayaran, wajib membayar ganti
kerugian kepada pihak yang mengalami kecelakaan.
Artinya, aturan hukum ini, mendorong terhadap pemilik
kapal untuk memiliki tanggung jawab untuk melakukan
penyingkiran terhadap kapalnya yang kandas sesuai batas
waktu penyingkirannya. Hal ini juga diamantkan oleh Pasal 202
Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, bahwa
Pemilik kapal dan / atau Nakhoda wajib melaporkan kerangka
kapalnya yang berada di perairan Indonesia kepada instansi
yang berwenang. Kerangka kapal tersebut, posisinya
mengganggu keselamatan berlayar, harus diberi Sarana Bantu
Navigasi - Pelayaran sebagai tanda dan diumumkan oleh
instansi yang berwenang.
Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No. 05 Tahun 2010
Tentang Kenavigasian, Pasal 122, bahwa pemilik kerangka kapal
wajib menyingkirkan kerangka kapal dan / atau muatannya ke
tempat lain yang ditentukan oleh Menteri. Penyingkiran kapal
6

tersebut, harus dilakukan paling lama 180 (seratus delapan


puluh) hari kalender sejak kapal tenggelam. Apabila dalam
jangka waktu 180 hari kalender pemilik kapal belum
melaksanakan penyingkiran kerangka kapalnya, penyingkiran
kerangka kapal wajib dilakukan oleh Menteri atas biaya pemilik
kerangka kapal. Kemudian, apabila pemilik kerangka kapal yang
lalai melaksanakan penyingkiran kerangka kapalnya dalam
jangka waktu 180 hari kalnder, sehingga mengakibatkan
terjadinya kecelakaan kapal, wajib membayar ganti kerugian
kepada pihak yang mengalami kecelakaan.
Jika bangkai kapal yang karam tidak segera diangkat
dikhawatirkan membahayakan kapal lainnya, terutama jika
arusnya deras akan terbawa dan menabrak kapal lainnya yang
tengah sandar atau akan memasuki Pelabuhan. Jika hal itu
terjadi terutama berbenturan dengan kapal asing, ditakutkan
seluruh kapal asing lainnya menolak masuk Pelabuhan. Kalau
saja kapal asing tidak mau masuk atau melintas ke perairan
Indonesia akibat terganggung bangkai kapal yang karam
tersebut, maka kerugian besar yang akan diderita yakni
importir dan eksportir sebab tidak ada lagi yang mau angkut
barang milik mereka, di samping negara akan kehilangan
pendapatan serta kepecayaan dunia international. Selain
daripada itu juga, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan
perlindungan lingkungan maritim, merupakan bagian dari sistem
transportasi nasional yang harus dikembangkan potensi dan
peranannya untuk mewujudkan sistem transportasi yang efektif
dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional
yang mantap dan dinamis. Kalua saja bangkai kapal yang karam
tidak diangkut juga, maka transportasi yang dinamis tersebut,
akan menjadi terganggu, ini yang dimaksud bahwa bangkai
kapal yang karam tersebut, akan menggangu perekonomian dan
merugikan pendapatan Negara.
Mengapa pemilik kapal membiarkan begitu saja bangkai
kapal yang karam di tengah laut?, ada indikasi bahwa selama ini
bila kapal tenggelam, maka akan dibiarkan begitu saja oleh
pemilik kapal, sebab biaya pengangkatan yang tidak murah.
Kalau dibiarkan, tentunya ini dapat merusak ekosistim laut.
Sudah sewajarnya pemerintah memikirkan akan hal ini dan
memberikan peraturan bahwa bangkai kapal karam wajib
7

diangkat bangkainya dan ini menjadi tanggung jawab pemilik


kapal. sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor. 71 Tahun 2013 tentang Salvage dan atau
Pekerjaan Bawah Air. Undang – Undang No. 17 Tahun 2008
Tentang Pelayaran, memberikan defenisi Salvage adalah
pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan /
atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam
keadaan bahaya di perairan termasuk mengangkat kerangka
kapal atau rintangan bawah air atau benda lainnya.
Sekalipun biaya untuk mengangkat bangkai kapal cukup
mahal, namun pemilik kapal tidak perlu khawatir dengan adanya
regulasi atau Peraturan Menteri Perhubungan Nomor. 71 Tahun
2013 tentang Salvage dan atau Pekerjaan Bawah Air, sebab
perusahaan asuransi telah menyediakan jaminan untuk
menanggung biaya penyingkiran bangkai kapal tersebut. Jadi
pemilik kapal tidak perlu memikirkan biaya penyingkiran
bangkai kapal tersebut.
Asuransi sebagaimana diatur dalam PM. 71 Tahun 2013
tentang Salvage dan atau Pekerjaan Bawah Air, bertujuan untuk
memberikan perlindungan bagi pemilik kapal dalam
mengoperasikan setiap kapal mereka. Dengan terdaftar dalam
produk asuransi ini, jika tenggelam maka asuransi tersebut bisa
meng-cover biaya untuk pengangkatan bangkai kapal tersebut,
pemilik kapal juga memiliki keuntungan berupa penggantian
muatan yang rusak atau hilang saat kapal tersebut karam di
perairan.
Regulasi mengenai asuransi kerangka kapal ini, lebih jelas
diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 2015
Tentang Kenavigasian, Pasal 119 menyatakan bahwa; Pemilik
kapal wajib mengasuransikan kapalnya, termasuk asuransi
atas kewajiban mengangkat kerangka kapal, untuk asuransi
semacam ini dapat dikecualikan terhadap; kapal perang; kapal
negara yang digunakan untuk melakukan tugas pemerintahan;
kapal layar dan kapal layar motor; atau kapal motor dengan
tonase kotor kurang dari GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage).
Aturan hukum sudah tersedia, tinggal sekarang adalah
bagaimana itikad baik dari pemilik kapal untuk segera
memindahkan bangkai kapal yang menggangu jalur pelayaran
tersebut. Pasal 321 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008
Tentang Pelayaran, menyatakan bahwa; Pemilik kapal yang tidak
8

menyingkirkan kerangka kapal dan / atau muatannya yang


mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran dalam
batas waktu yang ditetapkan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 203 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Problem yang muncul
juga adalah, bagian dari pihak asuransi (perusahaan asuransi),
ketika menghadapi persoalan kapal karam dan harus di angkat
atau dipindahkan, perusahaan – perusahan asuransi tersebut
banyak yang lari dari tanggungjawab.
Sebagai saran, bahwa ketentuan pidana dalam regulasi
ini, harus ditambah sebab dengan ancaman pidana 1 tahun dan
denda 200 juta rupiah, tidak akan memiliki efek jera terhadap
pemilik kapal. Penegakan hukum terhadap keamanan dan
keselamatan pelayaran, akan berjalan efektif, jika ada
keserasian (terintegrasi) antara 4 (empat) faktor yang
mencakup faktor hukum, aparat penegak hukum, fasilitas atau
sarana pendukung, dan masyarakat yang diatur sebagai subyek
hukum. Faktor hukum penting untuk mengetahui suatu
ketentuan merupakan ketentuan hukum yang berlaku atau
bukan yang bisa dilihat dari ajaran atau teori sumber hukum.

Senarai Pustaka

Anonim, Keselamatan pelayaran Penyebab kecelakaan


pelayaran. http: // id. wikipedia. Org / wiki /
Keselamatan_pelayaran # Penyebab_ kecelakaan
_pelayaran diakses pada tanggal 08 Agustus 2018.

Djafar Al- Bramm, Hukum Pengangkutan Laut (Buku II):


Tanggungjawab Pengakut, Asuran, Pusat Kajian Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila (PKIH
FHUP), 2011.

Detik News, Kapal Kargo Muat Batu Kapur Kandas di Utara Karang
Jamuang, Oktober 2017.
9

E – Maritime, Kapal Yang Sudah 3 Bulan Kandas Tertabrak


Tongkang di Surabaya, Dimana Aspek Keselamatan Alur
Pelayaran?, Jakarta, 18 Januari 2018.

Hukum Online, Sudah Sepatutnya Bangkai Kapal Karam


Menjadi Tanggungjawab Pemilik.

Hussyen Umar, Hukum Maritim dan Masalah-Masalah


Pelayaran di Indoneisa : Buku I, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 2001.

Ivamy, E.R. Hardy. Case Book on Carriage by Sea. London:


Lloyds of London Press Ltd., 1985.

Kementerian Perhubungan RI, Amankan Jalur; Dirjen Hubla


Minta PengangkatanBangkai Kapal dipercepat, Biro
Komunikasi dan Informasi Publik - Kamis, 19 November
2015

Mochtar Kusumaatmadja, Bungai Rampai Hukum Laut,


Binacipta, Bandung, 1989.

Sigit Sugiman, Bangkai Kapal Karam Mengganggu Jalur


Pelayaran. http://www.kabarindonesia.com.

Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran,

Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 2015 Tentang


Kenavigasian

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor. 71 Tahun 2013 tentang


Salvage dan atau Pekerjaan Bawah Air.

Anda mungkin juga menyukai