Anda di halaman 1dari 108

KEMARITIMAN SULAWESI

TENGGARA

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2019
EDITOR
HAKIKI ERNAWATI
JUMYANY SYNTHA MAOLA KADANG
SAHRIANI
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | ii

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya kepada kami, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan buku
mengenai “Kemaritiman Sulawesi Tenggara”. Buku mengenai “Kemaritiman Sulawesi
Tenggara” ini, berisi lima bab dengan bahasan berupa sejarah, peradaban budaya, ekonomi,
teknologi dan berkenaan dengan mitigasi bencana maritim di Sulawesi Tenggara.
Buku ini, telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Oleh karena itu, kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan buku ini,
baik kepada para narasumber, dosen pembimbing dan rekan penulis lainnya dalam curah
gagasan, aktualisasi pemikiran dan tanggapannya mengenai proses penyusunan buku ini.
Terlepas dari semua hal tersebut, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya serta penyusunan
kronologis peristiwa. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka dan hati yang lapang kami
menerima segala saran maupun kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki ataupun
mengembangkan bahan bahasan kedepannya. Diharapkan keberadaan buku ini, dapat menjadi
stimulus bagi generasi penulis mendatang serta membuka cakrawala berpikir untuk
mengembangkan potensi daerah di Sulawesi Tenggara khususnya terhadap bidang
kemaritimannya. Akhir kata semoga buku mengenai “Kemaritiman Sulawesi Tenggara” ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Kendari, Juni 2019

Penyusun
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
BAB I SEJARAH MARITIM DI SULAWESI TENGGARA 1
A. Bukti Sejarah dan Bukti Arkeologi Maritim di Sulawesi Tenggara 2
B. Kerajaan Maritim di Sulawesi Tenggara 7
C. Sejarah Maritim di Sulawesi Tenggara 12
BAB II BUDAYA MARITIM DI SULAWESI TENGGARA 14
A. Budaya Maritim 15
B. Peradaban Maritim pada Suku Bajo 15
C. Peradaban Maritim pada Suku Buton 24
BAB III EKONOMI MARITIM DI SULAWESI TENGGARA 32
A. Masyarakat Pesisir di Sulawesi Tenggara 33
B. Industri Pengelola Sumber Daya Laut di Sulawesi Tenggara 37
C. Fungsi Kelembagaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir untuk Mencapai
Kesejahteraan yang Berkelanjutan 37
D. Kebijakan yang Mendukung Ekonomi Maritim di Sulawesi Tenggara 38
E. Potensi Kemaritiman di Sulawesi Tenggara 40
F. Kelebihan dan Kekurangan Masyarakat di Daerah Pesisir 46
G. Masalah-masalah Perekonomian Daerah Pesisir di Sulawesi Tenggara 47
BAB IV ILMU DAN TEKNOLOGI MARITIM DI SULAWESI TENGGARA 49
A. Pengertian Ilmu dan Teknologi Maritim 50
B. Perbedaan Kelautan dan Kemaritiman 50
C. Pemanfaatan Teknologi di Bidang Maritim 51
D. Kebutuhan Riset dan IPTEK untuk Mendukung dan Akselerasi Pembangunan
Kelautan 52
E. Riset Teknologi Kemaritiman di Sulawesi Tenggara 55
BAB V MITIGASI BENCANA MARITIM DI SULAWESI TENGGARA 60
A. Pengertian Mitigasi Bencana 61
B. Jenis-jenis Mitigasi Bencana 67
C. Tujuan dan Metode Mitigasi Bencana 68
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | iv

D. Bahaya dan Pengaruh Mitigasi Bencana 69


E. Kebijakan dan Strategi dalam Mitigasi Bencana 70
F. Manajemen Mitigasi Bencana 72
G. Evakuasi Korban Bencana 75
DAFTAR PUSTAKA 77
BIODATA PENULIS 79
LAMPIRAN 96
Wawasan Kemaritiman di Sulawesi Tenggara |v

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perahu Lambo 5
Gambar 2. Teluk Kendari 6
Gambar 3. Panah Peninggalan Suku Bajo Petoaha 7
Gambar 4. Pola Pemukiman Suku Bajo 17
Gambar 5. Rumah Bungke Khas Suku Bajo 18
Gambar 6. Bangka Kabangu 28
Gambar 7. Bangka Nade 28
Gambar 8. Perahu Layar Motor 30
Gambar 9. Kondisi Pesisir Masyarakat suku Bajo 36
Gambar 10. Anak-anak Masyarakat suku Bajo 36
Gambar 11. Budidaya Rumput Laut 40
Gambar 12. Ikan yang dijual oleh masyarakat Suku Bajo 41
Gambar 13. Salah Satu Keramba Masyarakat Suku Bajo 42
Gambar 14. Deretan Keramba Masyarakat Suku Bajo 42
Gambar 15. Pulau Labengki 43
Gambar 16. Pantai Nambo 43
Gambar 17. Pantai Liwutongkidi 44
Gambar 18. Taman Laut Wakatobi 44
Gambar 19. Kendari Beach 45
Gambar 20. Pulau Bokori 46
Gambar 21. Pasar Masyarakat Suku Bajo 48
Gambar 22. Perahu Fiberglass 56
Gambar 23. Tecnopark Pulau Bokori 57
Gambar 24. Terumbu Karang di Wakatobi 59
Gambar 25. Peta sebaran titik gempa bumi diwilayah Sulawesi Tenggara tahun
2007-2016 63
Gambar 26. Peta sesar gempa diwilayah Sulawesi Tenggara 64
Gambar 27. Siklus Manajemen Bencana 72
Gambar 28. Visual Rambu-rambu Evakuasi 76
Gambar 29. Suasana Saat di Perkampungan Masyarakat Suku Bajo 99
Gambar 30. Persiapan Wawancara dengan Narasumber Mengenai Wawasan Kemaritiman
Daerah Bajoe Bungkutoko Sulawesi Tenggara 99
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | vi

Gambar 31. Keseruan Bersama Anak-anak Masyarakat Bajo di Bungkutoko Sulawesi


Tenggara 100
Gambar 32. Pose Style Bersama Anak-anak Masyarakat Bajo di Bungkutoko Sulawesi
Tenggara 100
Gambar 33. Proses Wawancara Bersama Pak Ando Selaku Ketua Adat Daerah Bajoe
Bungkutoko Sulawesi Tenggara Mengenai Sejarah dan Budaya Masyarakat
Suku Bajo 101
Gambar 34. Proses Wawancara Kelompok Mitigasi Bencana Daerah Bajoe, Bungkutoko
dengan Salah Satu Narasumber 101
Gambar 35. Keseruan Pasca Wawancara di Bungkutoko Sulawesi Tenggara 102
Gambar 36. Wawancara Ibu RT 12 Kampung Wajo Oleh Kelompok Ekonomi Maritim 102
BAB I

OLEH :
SEJARAH SAHRIANI (A1K1 18 032)
SARTIKA (A1K1 18 060)
MARDIANA MULYA SAPUTRI (A1K1 18 070)
MARITIM LA ODE IMRAN RAJAB S. (A1K118116)
IIN MUTHMAINNAH (A1K1 18 072)
TITIN REBRIANTI (A1K1 15 110)
SULAWESI JULI ANDRIANI (A1K1 18 136)
WA ILA (A1K1 15 112)
FITRI (A1K1 18 096)
TENGGARA MUSLAN (A1K1 18 076)
Wawasan Kemaritiman di Sulawesi Tenggara |2

A. Bukti Sejarah dan Bukti Arkeologi Maritim di Sulawesi Tenggara


1. Bukti Sejarah Maritim di Sulawesi Tenggara
1) Sejarah Sulawesi Tenggara
Kawasan Indonesia bagian timur terdapat pelabuhan-pelabuhan yang ramai
dikunjungi oleh pedagang yang kemudian membentuk jaringan pelayaran dari dan
menuju Sulawesi seperti Pelabuhan Malaka, Makassar, Sulu, dan Maluku. Kawasan
Indonesia bagian barat juga terdapat kota-kota pelabuhan yang ramai, yaitu Batavia,
Banten, Demak dan Surabaya. Menguatnya pelabuhan-pelabuhan di Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Tenggara seiring berjalan dengan jatuhnya satu-persatu pelabuhan
tersebut ke tangan VOC dan Portugis. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun
1511 menyebabkan para pedagang dan pelaut mencari koloni dagang baru, salah
satunya adalah Makassar. Kemudian pada abad ke-17 ketika banyak pelabuhan-
pelabuhan di Jawa dan Maluku jatuh ke tangan VOC, para pedagang Jawa dan
pedagang dari pusat perdagangan tersebut menjadikan kawasan Sulawesi bagian
selatan sebagai tempat singgah dan pemasaran baru.1 Politik monopoli yang dijalankan
Kolonialis mengakibatkan pada pedagang memindahkan tujuan dagangnya mencari
tempat-tempat pelabuhan bebas, sehingga peran dari pelabuhan Makassar dan Buton
pun semakin meningkat.
2) Sejarah Suku Bajo
Asal-usul suku Bajo, atau yang biasa dijuluki dengan manusia perahu, terdiri
dari beberapa versi. Versi yang paling terkenal adalah bahwa suku Bajo berasal dari
para prajurit Kerajaan Johor, Malaysia yang diperintahkan oleh raja mereka untuk
mencari putri raja yang hilang di laut lepas. Dikabarkan bahwa pada masa itu sang
putri raja bertamasya mengarungi lautan Nusantara. Tapi karena satu dan lain sebab,
akhirnya sang putri hilang dan tak kembali. Maka, atas titah raja, beberapa prajurit
kerajaan ditugasi untuk mencari sang putri yang hilang dengan catatan tak boleh
kembali ke kerajaan apabila sang putri belum ditemukan. Singkat cerita, karena sang
putri tak juga ditemukan, akhirnya para prajurit itu memutuskan untuk tak kembali ke
kerajaan dan memilih menetap di perahu mengikuti arah angin yang membawa perahu
mereka. Maka dari sinilah dimulai sebuah perantauan tak berujung. Hal ini menjadi
yang kemudian menjadi cikal bakal adanya suku Bajo yang kemudian tinggal di atas
perahu dan berpindah-pindah dan menyebar hingga seluruh nusantara. Versi lain

1
Poelinggomang, 2002:22
Wawasan Kemaritiman di Sulawesi Tenggara |3

menyatakan bahwa suku Bajo berasal dari Vietnam dan Philipina. Argumen ini
didasarkan pada banyaknya kemiripan bahasa yang digunakan suku Bajo dengan
bahasa Tagalog di Philipina dan Vietnam. Versi lain juga mengatakan suku Bajo
berasal dari Kerajaan Johor yang datang ke Indonesia untuk membantu Kerajaan
Sriwijaya pada abad ke-18.2
Nama “Bajo” sendiri bukanlah nama asli dari suku ini. Suku Bajo menyebut
diri mereka sebagai suku Same, sementara sebutan untuk orang diluar suku mereka,
mereka menyebutnya dengan istilah suku Bagai. Kata Bajo sendiri oleh beberapa
kalangan diyaniki berasal dari kata yang berkonotasi bajak laut. Meski banyak
kalangan yang membantah konotasi ini, menurut tutur yang berkembang bahwa pada
jaman dahulu banyak dari bajak laut yang memang berasal dari suku Same, yakni satu
yang memang hidup dan tinggal di perahu ini dan menyebar hingga ke seluruh
nusantara. Sehingga, suku laut apa pun di bumi nusantara ini kerap dimaknai sebagai
suku Bajo. Pada suku Bajo, dikenal empat kelompok masyarakat yang didasarkan
pada karakteristik mereka dalam kaitannya dengan aktivitas mereka di lautan. Empat
kelompok masyarakat ini dikenal dengan sebutan sebagai berikut.
a) Kelompok Lilibu, yakni Suku Bajo yang biasanya mengarungi lautan hanya satu
dua hari untuk mencari ikan dan jarak melautnya pun tidak terlalu jauh. Setelah
ikan didapat, kelompok ini biasanya segera “pulang” untuk bertemu keluarganya.
Perahu yang digunakan oleh kelompok ini biasanya berukuran kecil yang bernama
soppe dan dikendalikan menggunakan dayung.
b) Kelompok Papongka, yakni suku Bajo yang bisa dikendali dengan aktivitas
melautnya yang hanya seminggu dua minggu saja untuk mencari ikan. Perahu
yang digunakan oleh kelompok ini hampir sama dengan kelompok Lilibu. Hanya
saja berbeda dengan kelompok Lilibu, jarak tempuh mereka bisa lebih jauh dan
keluar pulau. Bila dirasa telah memperoleh hasil atau kehabisan air bersih, mereka
akan menyinggahi pulau-pulau terdekat. Setelah menjual ikan-ikan tangkapan dan
mendapat air bersih, mereka pun kembali ke laut.
c) Kelompok Sakai, yaitu suku Bajo yang memiliki kebiasaan mencari ikan yang
wilayah kerjanya lebih luas. Bila kelompok Papongka hitungannya sudah antar
pulau. Sehingga, waktu yang dibutuhkan puang lebih lama. Mereka berada di

2
Ando, 2019
Wawasan Kemaritiman di Sulawesi Tenggara |4

“tempat kerja” nya itu selama sebulan atau dua bulan. Karena itu, perahu yang
digunakan pun lebih besar dan saat ini umumnya telah bermesin.
d) Kelompok Lame, yakni suku Bajo yang bisa dikategorikan nelayan-nelayan yang
lebih modern. Mereka menggunakan perahu besar dengan yang besar dan mesin
bertenaga besar. Karena, mereka memang bakal mengarungi laut lepas hingga
menjangkau negara lain. Mereka bisa berada di lahan nafkahnya itu hingga
berbulan-bulan.
Untuk di daerah Kendari khususnya daerah Petoaha, suku Bajo mulai menempati
daerah tersebut sejak tahun 1960-an. Kondisi lingkungan daerah Petoaha pada saat itu
belum ada yang menetap atau masyarakat suku Bajo lah yang pertama mendiami daerah
tersebut hingga sekarang. Sumber mata pencaharian masyarakatnya adalah nelayan.
Masyarakat suku Bajo di daerah tersebut tidak melakukan kegiatan melaut pada hari
Jum’at karena mereka sedang fokus untuk melaksanakan kegiatan beribadah yakni
sholat Jum’at yang mana masyarakatnya mayoritas Islam. Selain itu, masyarakat suku
Bajo di Petoaha juga mempercayai bahwa hari Jum’at merupakan hari lahirnya Nabi
Adam a.s. dan hari datangnya kiamat. Masyarakat Suku Bajo di Petoaha mempercayai
hal tersebut karena kepercayaan turun-temurun yang awalnya di bawa oleh ulama-ulama
yang datang ke daerah tersebut.3

2. Bukti Arkeologi Maritim di Sulawesi Tenggara


Salah satu bukti arkeologi maritim di Sulawesi Tenggara berada di Buton. Hal
yang menonjol dari kebudayaan masyarakat Buton adalah perahu Lambo dan tradisi
pelayarannya. Berdasarkan catatan antropolog menuliskan bahwa pada tahun 1987
sebanyak 1.281 kapal perdagangan lokal (perahu Lambo) ada di kabupaten Buton, 467
ada di pulau Tukang Besi, dan jumlah ini berlanjut dalam pola yang panjang. Pada tahun
1919 menurut perkiraan seorang militer Belanda bahwa ada sekitar 300 perahu di pulau
Buton, 200 perahu terdapat di pulau Tukang Besi dan setengahnya terdapat di pulau
Binongko. 4 Dalam jurnal berjudul “Dinamika Pelayaran dan Perubahan Perahu Lambo
dalam Kebudayaan Maritim Orang Buton” yang ditulis Dr. Tasrifin Tahara, antropolog
UNHAS dan Rismawidyawati dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan,
menyebutkan penamaan Lambo secara ilmiah telah digunakan Adrian Horridge pada
tahun 1981.

3
Ando, 2019
4
Soukthon, 1995
Wawasan Kemaritiman di Sulawesi Tenggara |5

Menurut Tasrifin dan Rismaidyawati mengemukakan dalam beberapa cacatan


sejarah, jenis perahu yang sering digunakan orang Buton sebagai sarana transportasi
dalam aktivitas kemaritiman adalah perahu lambo. Aktivitas kemaritiman yang umum
dilakukan adalah melakukan perdagangan dengan membawa hasil-hasil laut seperti lola
(trochus niloticus), teripang, sirip ikan hiu, dan lain-lain. Pada musim barat, mereka
melakukan pelayaran perdagangan dengan tujuan untuk wilayah barat yaitu Surabaya,
Gresik, Tanjung Pinang, bahkan sampai di wilayah Malaysia dan Singapura. Pada saat
pelayaran dari arah barat, pelayar tersebut membawa barang seperti kain, piring, guci, dan
lain-lain. Selain itu, untuk kebutuhan rumah tangganya, barang-barang tersebut juga
adalah barang untuk dijual di Kota Bau Bau. Pelayaran ke wilayah timur melingkupi
Ambon, Halmahera, Banda, Ternate dan Papua.5
Lambo sebagai ciri khas perahu yang digunakan oleh orang Buton daam pelayara
nusantara. Pada pelayaran trasidional, layar memegang peran sangat penting dalam
pelayaran. Tenaga penggerak perahu sepenuhnya bergantung pada kekuatan angin. Cepat
dan lambat pelayaran ditentukan kondisi angin ketika berlayar.

Gambar 1. Perahu Lambo 6

Berdasarkan ketertarikan J.N. Vosmaer dengan sebuah teluk yang indah dan
kemudian memberinya nama “Vosmaer Baai” (Teluk Vosmaer, kemudian terkenal
dengan Teluk Kendari). Dari perjalanannya mengelilingi pantai timur Sulawesi mulai di
Gorontalo, Poso, Togian, dan menyusuri teluk Tomini hingga memasuki teluk Tolo
dalam perjalanan pulang ke Makassar, ia singgah di teluk Kendari pada 9 Mei 1831 dan
menemukan orang Bajo dan Bugis. Vosmaer sangat kagum dan tertarik dengan teluk
Kendari yang baru ditemukan, sehingga mendorongnya membuat peta dan melakukan
penelitian. Ketertarikan Vosmaer itu dibuktikan satu tahun (1832) kemudian dengan

5
Tahara, 2014
6
Sumber: www.google.com
Wawasan Kemaritiman di Sulawesi Tenggara |6

mendirikan Logde yakni istana raja Tebau, dan selanjutnya melengkapinya dengan
fasilitas pelabuhan serta mengawasi perkampungan orang Bajo dan Bugis yang
beraktivitas sebagai nelayan dari gangguan bajak laut (Tobelo).
Jauh sebelum kota Kendari ditemukan dan dibangun oleh Vosmaer Kendari
menjadi sebuah kota kolonial di atas bukit di tepi pantai Teluk Kendari. Wilayah ini
(Kendari) sebelumnya adalah masuk dalam pemerintahan Kerajaan Konawe yang
berkedudukan di pedalaman dengan ibu kotanya Unaaha. Kini bekas pusat kerajaan
Konawe itu menjadi satu kabupaten otonom yaitu kabupaten Konawe, sebelumnya
bernama kabupaten Kendari yang dimekarkan thaun 1995. Sedangkan sebagian wilayah
kabupaten Kendari yang terletak di pesisir pantai teluk Kendari tetap menggunakan
nama Kendari menjadi kota Kendari. Kandai begitu nama awal Kendari artinya bambu
kecil yang digunakan sebagai penyokong rakit atau perahu. Selain penamaan Kandai
penduduk setempat menyebutnya pula dengan nama Kantahi maksudnya kawasan
pemukiman di pesisir pantai. Kedua istilah penyebutan untuk memberi makna tersendiri
bagi daerah ini, akhirnya dari kedua nama itu mengalami perubahan menjadi Kendari.
Nama Kendari ini menjadi awal pilihan bagi Belanda untuk melazimkan penamaan
daerah ini, kemudian ditetapkan menjadi permukiman di sekitar teluk Kendari.
Kampung Kandai inilah yang dibangun Vosmaer seorang Belanda pada tahun 1832
menjadi sebuah kota pantai dengan infrastruktur berupa logde (loji), istana raja, jalan,
pelabuhan, pasar, rumah ibadah dan sarana lainnya di atas bukit yang bercirikan
kawasan kolonial kemudian menjadi cikal bakal kota Kendari sebagai ibu kota provinsi
Sulawesi Tenggara.

Gambar 2. Teluk Kendari 7

Salah satu peninggalan Suku Bajo yang ada di Sulawesi Tenggara khususnya di
Petoaha adalah panah yang biasa digunakan masyarakat suku Bajo untuk menangkap

7
Sumber: www.google.com
Wawasan Kemaritiman di Sulawesi Tenggara |7

ikan. Pada hari-hari biasa masyarakat suku Bajo Petoaha melakukan kegiatan melaut
pada malam hari tepatnya pada pukul 18.00 WITA sampai pagi hari. Namun,
masyarakat suku Bajo Petoaha juga biasa melakukan kegiatan melaut pada pukul 06.00
WITA sampai siang hari menjelang sholat Zuhur. Cara penangkapan ikan selain
menggunakan panah biasa juga menggunakan pukat.8

Gambar 3. Panah Peninggalan Suku Bajo Petoaha 9

B. Kerajaan Maritim di Sulawesi Tenggara


1. Kesultanan Buton
Kesultanan Buton merupakan kesultanan bercorak maritim yang terdiri atas
banyak pulau, ragam suku dan bahasa. Wilayah Kesultanan Buton berada ditengah-tengah
kekuatan besar, yaitu Makassar, Ternate, dan Belanda. Kesultanan ini tetap dapat
mempertahankan legitimasinya sehingga mencapai kejayaan. Kejayaan kesultanan Buton
sangat dipengaruhi oleh keberadaan pelabuhan. Pelabuhan Buton merupakan pelabuhan
yang sangat penting pada masa itu. Akses laut yang terbentang di nusantara menjadikan
pelabuhan Buton menjadi pelabuhan yang sangat penting untuk disinggahi. Munculnya
jalur perdagangan telah memicu terjalinnya perdagangan dan pertumbuhan serta
perkembangan kota-kota pusat kesultanan, dengan kota-kota bandarnya sejak abad ke 13-

8
Ando, 2019
9
Sumber: dokumen pribadi
Wawasan Kemaritiman di Sulawesi Tenggara |8

18 M.10 Karena faktor tersebut, Kesultanan Buton menjadi pusat perdagangan dari kapal-
kapal pedagang yang singgah. Perputaran ekonomi yang terjadi turut menjadikan
Kesultanan Buton menjadi wilayah kesultanan yang tumbuh besar hingga mencapai masa
kejayaan.
Anthony Reid dalam beberapa tulisannya cukup banyak menjelaskan peran dan
kejayaan kesultanan Buton dalam jaringan niaga, begitupun didalam buku Endward L.
Poellingomang yang berjudul “Makassar Abad XIX”, serta pembahasan didalam tulisan
yang ditulis oleh sejarawan lainnya. Pembahasan yang lebih khusus tentang Kesultanan
Buton ialah Susanto Zuhdi dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Buton yang Terabaikan
Labu Lope Labu Wana”. Zuhdi dalam bukunya sangat detail menuliskan sejarah
kesultanan Buton hingga aspek budaya masyarakatnya, namun faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kejayaannya perlu pembahasan lebih lanjut, terutama secara
arkeologis.
Dalam konteks Kesultanan Buton pada abad ke 17 dan 18, pada masa itu
Kesultanan Buton merupakan kawasan penting dalam jalur pelayaran dan perdagangan.
Kawasan Buton diuntungkan oleh letaknya yang strategis dan di dukung oleh angin
musim yang baik. Ditinjau dari Environmental Determinism Model, kawasan kesultanan
Buton yang mencakup pulau-pulau lain disekitarnya tentu menentukan ciri dari
kebudayaannya. Karena terpisah atas pulau-pulau, maka secara budaya dan sosial
masyarakatnya terbagi atas keragaman suku dan bahasa yang berbeda antar pulau. Dalam
menjaga eksistensi kekuasaannya, Kesultanan Buton membentuk lapisan sosial yang
masing-masing memiliki tugas dan peran yang dipegang teguh. Bentuk pemerintahan dan
kekuasaan kesultanan Buton diturunkan secara turun temurun sehingga kesultanan Buton
sukses mempertahankan legitimasinya selama berabad-abad.
Ditinjau dari CulturalEecology Model, karena pengaruh lingkungan yang berada
didalam lingkup kepulauan, maka ciri dari kesultanan Buton ialah budaya maritim.
Terbukti dari adanya situs arkeologis Benteng Keraton Wolio di Bau Bau, Buton. Benteng
ini tercatat dalam Guiness Book of Record sebagai benteng terluas didunia dengan luas
sekitar 23,3 hektar. Benteng ini terdiri merupakan pusat pemerintahan kesultanan Buton
yang berdiri pada abad ke-16. Benteng ini berdiri di atas bukit sehingga dahulu benteng
ini merupakan tempat pertahanan terbaik karena dari atas benteng dapat melihat lautan
membentang dibawah bukit. Kesultanan Buton yang memiliki budaya maritim akan

10
Tjandrasamita, 2009:39
Wawasan Kemaritiman di Sulawesi Tenggara |9

memanfaatkan keuntungan dari letak geografis dan lingkungannya untuk mendapatkan


keuntungan ekonomi. Maka dari itu, kesultanan mendirikan pelabuhan-pelabuhan disetiap
bagian kawasan kekuasaannya menjadi pelabuhan feeder points dan pelabuhan BAUBAU
yang dengan pusat kesultanan dijadikan sebagai pelabuhan collecting points.
Keberadaan kesultanan Buton di perairan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
tidak dapat dipisahkan dari adanya dua faktor, yaitu kondisi lingkungan geografis dan
pelabuhan-pelabuhan yang ada disekitarnya. Kawasan Buton diuntungan dengan kondisi
pulau sekitar yang tidak terlalu banyak sehingga menjadi pilihan banyak pelaut yang
memasuki selat Buton. Kemudian perairan yang terlindung dari pulau-pulau di sekitarnya.
Faktor lain adalah keberadaan pelabuhan-pelabuhan yang didirikan di sekitar Buton.
Sebelah barat Buton terdapat pelabuhan Makassar yang mulai maju pesat setelah jatuhnya
makal ke tangan VOC ditahun 1511. Selain itu di timur terdapat kepulauan Maluku yang
menjadi lumbung rempah-rempah bagi VOC membuat banyak kapal-kapal Eropa
melewati jalur tersebut. Karena faktor-faktor keuntungan itulah kawasan perairan Buton
yang memiliki peran yang sangat strategis dalam jaringan perdagangan internasional.
Kejayaan kesultanan Buton yang panjang menjadikan wilayahnya yang terdiri dari banyak
pulau, beragam etnis dan bahasa memiliki identitas ke-Buton-an yang melekat hingga saat
ini.

2. Kerajaan Konawe
Dalam buku profil provinsi republik Indonesia dijelaskan bahwa ciri-ciri fisik
penduduk asli Sulawesi Tenggara memiliki kemiripan dengan suku-suku bangsa asli
Indonesia lainnya yang berasal dari campuran antara bangsa Wedrid dan bangsa Negroid.
Suku bangsa Tolaki termasuk ras Mongoloid jika dilihat dari ciri-ciri antropologisnya.
Pada umumnya kehidupan mereka bermigrasi dari arah utara ke selatan secara
bergelombang melalui kelompok kecil. Perpindahan itu terjadi kira-kira tahun 2000-500
SM dengan menggunakan alat yang masih sederhana seperti rakit dan perahu bercadik.
Jika ditelusuri persebaran manusia dilihat dari budaya yang mereka ciptakan seperti
gerabah, didaerah ini terdapat gerabah yang memiliki ciri khas, yaitu berlapis merah dan
dihiasi dengan pola digores atau dengan mengunakan tatap untuk manara pola-pola
hiasnya. Di duga pemilik kebudayaan tersebut adalah suku bangsa yang berkulit kuning
seperti Minahasa, Gorontalo, Balantak, Mori, Bungku, Moronene, dan Tolaki. Dari
berbagai sumber atau hasil penelitian mengenai asal usul dari persebaran orang Tolaki
yang dilaksanakan baik oleh para peneliti/penulis Indonesia termasuk pada ilmuan lokal
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 10

dijelaskan asal-usul orang Tolaki adalah dari daerah Hon-Bin, Tiongkok Selatan pada
tahun 6.000 SM yaitu yang menjadi leluhur puak-puak orang Tolaki sehingga mendesak
dan menyebar dalam berbagai pecahan rombongan sebagaimana yang kemudian dikenal
dengan lahirnya berbagai pecahan suku-suku yang bertebaran di seluruh pelosok bagian
utara, timur, selatan dan barat Sulawesi.
Di Konawe salah satu suku yang sangat terkenal sebagai pendukung kebudayaan
maritim yaitu suku Bajo (Bajau). Suku Bajo merupakan suku yang hidup bebas
mengembara di lautan luas sehingga sering dikenal sebagai pengembara laut. Suku Bajo
sejak saat dulu telah menempati lautan, pesisir, dan kepulauan bahkan terkesan mereka
tidak bisa melakukan aktivitasnya di daratan. Suku Bajo mayoritas bekerja sebagai
nelayan secara turun-temurun. Mata pencaharian utama suku Bajo adalah mencari ikan
dengan cara yang masih terbilang tradisional, seperti memancing, memanah dan
menjaring ikan. Ikan-ikan tersebut nantinya dijual kepada penduduk sekitar pesisir atau
pulau terdekat. Suku Bajo juga dikenal sebagai penyelam ulung, mereka tahan berjam-jam
menyelam sedalam 10-20 meter untuk berburu ikan dengan tombaknya yang berkaitan
dan senjata harpun buatan sendiri. Selain ikan mereka juga mencari kerang mutiara dan
juga mengumpulkan rumput laut, teripang, dan sirip ikan hiu yang memiliki harga yang
cukup tinggi. Suku Bajo juga dikenal dengan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya
laut yang dipegang teguh oleh masyarakatnya. Mereka memiliki suatu peraturan dalam hal
penangkapan ikan, salah satunya mereka memilih ikan yang usianya sudah matang untuk
dikonsumsi. Mereka tidak mau menangkap ikan yang masih kecil agar terjaga
keberlanjutannya. Suku Bajo juga paham musim bertelur masing-masing jenis ikan
sehingga ikan yang akan bertelur tidak akan terambil. Karena mereka hidup menetap
dalam waktu lama, suku Bajo akhirnya menyatu dengan masyarakat sekitar yang
menyebabnya perubahan nilai-nilai sosial yang dianut ditambah adanya interaksi antara
suku Bajo dengan masyarakat Konawe yang disekitaran pesisir. Pola-pola hubungan yang
terjadi yaitu orang darat sebagai pemilik modal, pemilik perahu, dan pemilik alat tangkap.
Orang Bajo sebagai anak buah yang hanya mengandalkan tenaga, kemudian pemilik
modal dan diterapkannya sistem aturan bagi hasil sebelum masuk kedalam pendapatan
rumah tangga. Penyebab utama suku Bajo datang menetap di perairan Konawe adalah
pemenuhan kebutuhan hidup (ekonomi), faktor lingkungan dan lain sebagainya.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 11

3. Kerajaan Kulisusu
Buton Utara pada masa prabarata baru berdiri satu pemerintahan yang terstruktur
setelah integrasi dengan kesultanan Buton yakni dengan terbentuknya Barata Kulisusu.
Dalam masa ini, dengan adanya ancaman dari arah “Buritan” maupun dari “Haluan”,
sebagaimana digambarkan tradisi lokal, mencerminkan analogi “Negara” Buton (Darul
Butuni) dengan sebuah perahu (the ship of state) tradisi lokal menyebutkan bahwa
penyusunan birokrasi kesultanan dilakukan pada masa sultan La Elangi. Ada hubungan
perluasan antara pengaruh Ternate dan Gowa dengan penerapan struktur kekuasaan Buton
bagi wilayah-wilayah yang dikendalikannya the ship of state Buton dalam penerapannya
dengan barat, perahu bercadik ganda.
Dalam dokumentasi yang diterbitkan oleh DPD Sulawesi Tenggara dinyatakan
bahwa “Barata dalam arti politis adalah kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri dalam
lingkungan kesultanan Buton, terdiri dari kerajaan Muna, kerajaan Tiworo, kerajaan
Kulisusu dan kerajaan Kaledupa, yang masing-masing mempunyai dan mengatur
pemerintahannya sendiri. Keempat Barata itu berkewajiban melindungi dari serangan
musuh yang datang dari luar. Kulisusu dan Kaledupa berkewajiban menjaga serangan dari
arah timur sementara Tiworo dan Muna menjaga keamanan kerajaan dari arah barat.
Kedudukan dari keempat Barata itu juga merupakan fasal atau daerah taklukan yang
memberi keuntungan bagi Buton.
Kerajaan Muna, Tiworo, Kulisusu dan Kaledupa dikukuhkan sebagai Barata atau
basis pertahanan kesultanan Buton setelah pemerintahan sultan Dayanu Ikhsanuddin
(sultan ke-4 Buton), namun kerja sama dibidang pertahanan antara wilayah-wilayah barata
dengan Buton jauh sebelum sudah terjalin yakni sejak sultan Murhum (sultan I). Kerja
sama ini dilatarbelakangi gangguan dari serangan bajak laut Tobelo (Ternate).
Berdasarkan sumber-sumber sejarah bahwa Buton pernah mengalami tiga kali serangan
dahsyat dari bajak laut Tobelo. Serangan pertama terjadi pada masa pemerintahan Tua
Rade (Raja IV), serangan kedua yang dipimpin oleh La Bolontio, terjadi pada masa
pemerintahan Raja Mulae (Raja V), sedangkan serangan ketiga terjadi setelah Sultan
Murhum berkuasa di Buton. Serangan ketiga ini tanpa perkiraan sebelumnya dan pada
akhirnya menimbulkan persahabatan yang erat antara Buton dan Ternate.
Masa pemerintahan Tua Rade atau Raja IV untuk pertama kali Tobelo melakukan
serangan ke Buton. Sasaran utama dalam serangan ini adalah daerah-daerah pesisir,
utamanya Siompu dan Kadatua. Rakyat kedua daerah ini menyelamatkan diri dari
marabahaya dengan cara meminta perlindungan di Keraton Buton. Orang-orang yang
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 12

melarikan diri mendapat perlindungan dan diberikan tempat pemukiman di Keraton


Buton. Perkampungan-perkampungan itu kemudian dikenal dengan nama Limbo Sambali,
Limbo Melai, Limno Rakia, Limbo Gama, Limbo Wandailolo. Seluruh kekuatan kerajaan
bersatu padu menumpas bajak laut tersebut melalui pertempuran yang sengit. Penamaan
Limbo (kampung) tersebut masing-masing mengandung pengertian tersendiri sesuai
peristiwa yang terjadi pada saat itu.
Limbo Sambali artinya kampung luar (limbo=kampung; sambali luar). Dinamakan
demikian karena bajak laut datangnya dari luar. Limbo Melai artinya kampung mulai
(melai=mulai), artinya bajak laut mulai menggempur Buton. Limbo Rakia artinya
kampung bagian (turakia=bagian) artinya bahwa orang-orang yang ada di Siompu dan
Kadatua adalah bagian dari Wolio (Buton) karena itu harus dibela. Limbo Gama artinya
kampung gema (goma=gema), artinya bahwa peristiwa yang menggemparkan tersebut
menggema diseluruh penjuru kerajaan. Limbo Wandailolo artinya kampung angina laut
(wandailolo=angina laut) mengingatkan bahwa peristiwa tersebut datangnya dari arah
laut, diantarai oleh laut. Dalam pertempuran tersebut para bajak laut dapat ditaklukan oleh
pasukan Buton.

C. Sejarah Maritim di Sulawesi Tenggara


Sulawesi Tenggara merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di
bagian tenggara pulau Sulawesi dengan ibukota Kendari. Provinsi Sulawesi Tenggara
terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan
garis khatulistiwa di antara 02°45' – 06°15' Lintang Selatan dan 120°45' – 124°30' Bujur
Timur serta mempunyai wilayah daratan seluas 38.140 km² (3.814.000 ha) dan perairan
(laut) seluas 110.000 km² (11.000.000 ha). Sulawesi Tenggara awalnya merupakan nama
salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara (Sulselra) dengan Bau
Bau sebagai ibukota kabupaten. Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Daerah Otonom
berdasarkan Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No. 13 tahun 1964. Sulawesi Tenggara
pada masa pemerintahan Negara Kesultanan-Kerajaan Nusantara hingga terbentuknya
Kabupaten Sulawesi Tenggara pada tahun 1952, sebelumnya merupakan Afdeling.
Onafdeling ini kemudian dikenal dengan sebutan Onafdeling Boeton Laiwoi dengan pusat
pemerintahannya di BAUBAU. Onafdeling Boeton Laiwoi tersebut terdiri dari Afdeling
Boeton, Afdeling Muna dan Afdeling Laiwui.
Onafdeling secara konsepsional merupakan suatu wilayah administrasi setingkat
kewedanan yang diperintah oleh seorang (wedana bangsa Belanda) yang disebut
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 13

Kontroleur (istilah ini kemudian disebut Patih) pada masa pemerintahan kolonial Hindia
Belanda. Sebuah onafdeling terdiri atas beberapa landschap yang dikepalai oleh seorang
hoofd dan beberapa distrik (kedemengan) yang dikepalai oleh seorang districthoofd atau
kepala distrik setingkat asisten wedana. Status Onafdeling diberikan oleh pemerintah
Hindia Belanda kepada daerah-daerah yang memiliki kekuasaan asli dan kedaulatan yang
dihormati bahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sendiri. Pengakuan kekuasaan ini
diberikan kepada daerah-daerah tersebut bukanlah daerah jajahan Belanda namun sebagai
daerah yang memiliki jaminan hubungan dengan Belanda. Dalam beberapa anggapan
bahwa Onafdeling merupakan jajahan kiranya tidaklah benar, karena dalam kasus
Onafdeling Boeton Laiwoi terdapat hubungan dominasi yang agak besar oleh Belanda
sebagai pihak super power pada masa itu dengan Kesultanan dan Kerajaan di Sulawesi
Tenggara khususnya Kesultanan Buton, sehingga diberikanlah status Onafdeling Boeton
Laiwoi.
Afdeling Kolaka pada waktu itu berada di bawah Onafdeling Luwu (Sulawesi
Selatan), kemudian dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1952 Sulawesi Tenggara
menjadi satu kabupaten, yaitu kabupaten Sulawesi Tenggara dengan ibu kotanya
BAUBAU. Kabupaten Sulawesi Tenggara tersebut meliputi wilayah-wilayah bekas
Onafdeling Beton Laiwui serta bekas Onafdeling Kolaka dan menjadi bagian dari provinsi
Sulawesi Selatan Tenggara dengan pusat pemerintahannya di Makassar (Ujung Pandang).
Selanjutnya pada masa orde lama dengan Undang-Undang No. 29 Tahun 1959,
kabupaten Sulawesi Tenggara yang dimekarkan menjadi empat kabupaten yaitu
kabupaten Buton, kabupaten Kendari, kabupaten Kolaka dan kabupaten Muna. Keempat
daerah tingkat II tersebut merupakan bagian dari provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Betapa sulitnya komunikasi perhubungan pada waktu itu antara daerah tingkat II se-
Sulawesi Selatan Tenggara dengan pusat pemerintahan provinsi di Ujung Pandan,
sehingga menghambat pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan maupun pelaksanaan tugas
pembangunan. Disamping itu gangguan DI/TII pada saat itu menghambat pelaksanaan
tugas-tugas pembangunan utamanya di pedesaan.
Daerah Sulawesi Tenggara terdiri dari wilayah daratan dan kepulauan yang cukup
luar, mengandung berbagai hasil tambang yaitu aspal dan nikel, maupun sejumlah bahan
galian lainnya. Demikian pula potensi lahan pertanian cukup berpotensi untuk
dikembangkan. Selain itu, terdapat pula berbagai hasil hutan berupa rotan, damar, serta
berbagai hasil hutan lainnya. Atas pertimbangan ini tokoh-tokoh masyarakat Sulawesi
Tenggara membentuk panitia penuntut daerah otonom tingkat I Sulawesi Tenggara
BAB II

OLEH :

BUDAYA EMA FEBRIANTI


DARWIATI
(A1K1 15 022)
(A1K1 15 017)
HARTATI (A1K1 15 030)

MARITIM BASLIN
LA ODE SALDIN
(A1K1 18 016)
(A1K1 18 040)
HAKIKI ERNAWATI (A1K1 18 042)

SULAWESI NAZAR
HASNI MONGKITO
(A1K1 18 060)
(A1K1 18 064)
FRISKA NOVRIYANTI (A1K1 180 074)

TENGGARA MARISA DWI ADININGSIH


MEMO PURNAMA
(A1K1 18 086)
(A1K1 18 098)
JUMRAN (A1K1 18 142)
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 15

A. Budaya Maritim
Budaya Maritim berasal dari dua suku kata yakni budaya dan maritim. Budaya
merupakan kebiasaan ataupun tindakan-tindakan yang telah mendarah daging pada suatu
masyarakat bahkan telah menjadi adat istiadat masyarakat tertentu. Sedang, maritim
merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya laut baik
kaitannya pada sektor pelayaran, perdagangan, transportasi dan lain sebagainya. Sehingga,
budaya maritim merupakan suatu tindakan atau kebiasaan masyarakat dalam kaitannya
memnfaatkan sumber daya laut yang ada dalam menopang pendapatan maupun biaya
hidup sehari-hari baik daerah maupun kancah negara bahkan dunia. Indonesia itu sendiri
merupakan negara maritim yang mana dalam kehidupan sehari-hari memanfaatkan
sumber daya lautnya. Indonesia sekarang sedang gencar dalam pengembangan di sektor
maritim yakni dalam melestarikan kelautannya dan menjadikan laut sebagai hal penting
yang perlu dijaga dan melestarikan keindahan laut. Indonesia merupakan poros maritim
dunia.

B. Peradaban Maritim pada Suku Bajo


Masyarakat Bajo adalah masyarakat nelayan yang hidup, tumbuh dan berkembang
di wilayah perairan pesisir, yang memulai kehidupannya dengan mengembara di lautan
dan melakukan segala aktivitasnya di atas perahu hingga bermukim di atas air. Hal ini
dijalani sejak nenek moyang mereka yang memiliki tempat tinggal di atas perahu
(sampan) yang sangat sederhana dengan bentuk atap yang menyerupai rumah dan
memiliki fasilitas seadanya. Tempat tinggal tersebut masyarakat menamainya dengan
sebutan bidok (perahu), kemudian membangun kampoh berfungsi sebagai tempat tinggal
dan dijadikan sebagai sarana dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Menurut Anna Tsing (1993) Bajo, Bajau atau Sama Bajo juga merupakan salah
satu suku di Indonesia yang menyebar ke berbagai penjuru negeri. Konon nenek moyang
mereka berasal dari Johor, Malaysia. Mereka adalah keturunan orang-orang Johor yang
dititahkan raja untuk mencari putrinya yang melarikan diri. Orang-orang tersebut
diperintahkan untuk mencari putri ke suluruh pelosok negeri hingga pulau Sulawesi.
Menurut cerita, sang putri memilih menetap di Sulawesi, sedangkan orang yang
mencarinya lambat laun memilih tinggal dan tidak lagi kembali ke Johor. Dan konon
menurut satu versi, sang putri menikah dengan pangeran Bugis kemudian menempatkan
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 16

rakyatnya di daerah yang sekarang bernama Bajoe. Sedangkan versi lainnya menyebutkan
karena tidak dapat menemukan sang putri, akhirnya orang-orang asal Johor ini memilih
menetap di kawasan Teluk Tomini, baik di Gorontalo maupun kepulauan Togian.
Menurut penuturan dari Pak Ando masyarakat Bajo itu sendiri umumnya merupakan
muslim. Dalam artian, telah menganut agama Islam sebagai suatu keyakinan dari masing-
masing masyarakat baik masyarakat saat ini maupun nenek moyang terdahulu.
Peradaban masyarakat Bajo sangat erat hubungannya dengan masyarakat yang
bermukim di pesisir baik itu Sulawesi Selatan sebagai salah satu suku terkenalnya adalah
suku Bugis. Suku Bugis sangat erat kaitannya dengan suku maritim khususnya Bajoe di
Sulawesi Tenggara. Suku Bajo tidak hanya ada di Sulawesi melainkan tersebar di seluruh
penjuru negeri. Hubungan unik yang bisa kita amati yakni penggunaan bahasa yang masih
serumpun.
1. Pola Pemukiman
Menurut penuturan Pak Ando, Masyarakat Bajo umumnya tinggal dan bermukim
berpindah-pindah. Namun, setelah merasa nyaman dengan daerah lautnya mereka
menetap di daerah tersebut. Umumnya, indikator kenyamanan dipengaruhi oleh kekayaan
laut yang dimiliki daerah tersebut. Jika daerah tersebut hasil lautnya banyak, maka
masyarakat akan memanggil masyarakat lainnya agar berbondong-bondong bermukim di
daerah tersebut. Demikian halnya, mengenai arti lautan bagi masyarakat Bajo yakni
sebagai saudara.
Wilayah permukiman masyarakat suku Bajo itu sendiri di Kelurahan Bajoe secara
umum menuruti pola memanjang dan mengelompok menempati areal sepanjang pantai
teluk Bone. Menurut Abdul Hafid bahwa dahulu, hunian suku Bajo pada awalnya di atas
bidok (perahu) sampai tahun 1930-an. Kemudian pada awal tahun 1935 mereka mulai
membangun kumpoh (tempat tinggal tetap). Dari kumpoh ini kemudian membangun
babaroh di pantai pasang surut. Babaroh ini merupakan tempat tinggal sementara suku
Bajo untuk beristirahat dan mengolah hasil laut. Semua material konstruksinya berasal
dari lingkungan sekitarnya seperti kayu bakau sebagai tiang penyangga, rumbia untuk
penutup atap dan bambu sebagai lantai atau dinding. Setelah merasa cocok tinggal di
Bajoe, akhirnya mereka mengembangkan hunian mereka dari babaroh menjadi popondok.
Bentuk popondok dikembangkan lagi menjadi rumak/rumah berupa terapung, La Gasa,
Tanjung Pinang dan Bajoe.
Laut digunakan pula sebagai wilayah permukiman oleh Suku Bajo, hal ini dapat
dikaitkan dengan konsepsi masyarakat suku Bajo tentang ruang, sebagaimana yang
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 17

dikemukakan oleh Dadang A. Suriamihardja bahwa suku Bajo menganggap lautan sebagai
berikut.
1) Ruang kebersamaan untuk menjaga hubungan di antara sesama, dan bekerja
sama dengan pihak lain untuk mencapai tujuan bersama.
2) Ruang kekeluargaan untuk menjaga agar tidak saling mengganggu dan merugikan,
sehingga mampu menerapkan strategi adaptif dalam mengatasi problematika yang
dihadapi.
3) Ruang persatuan untuk saling menolong, member dan menerima, dalam berbagai
aktivitas di laut di antara sesama mereka. Dalam makna seperti ini, ruang bagi suku
Bajo tetap berada pada kondisi pra-permukiman, yaitu kondisi perkelanaan, yang
ternyata diperlukan sebagai bukti kedaulatan.
Rumah masyarakat Bajo dibangun di atas air laut karena masyarakat Bajo merasa
ganjil jika tidak berdampingan dengan laut. Rumah tradisional Bajoe yang dimaksud
adalah rumah Bungke merupakan sebutan untuk rumah tradisional masyarakat Bajo.
Rumah ini dibangun dengan sembilan tiang (Walisongo = sembilan wali). Tiang pertama
diberi timah agar pemikiran penghuni rumah dapat jernih demikian tiang yang lain
dengan makna tertentu dalam pembangunannya. Sebab rasa kekeluargaan terhadap laut,
masyarakat Bajo hingga sekarang masih bermukim di laut. Beberapa masyarakat Bajo
yang lain telah ada yang bermukim di darat karena alasan tertentu seperti kawin dengan
orang dari daratan dan persoalan menempuh selama pendidikan.11

Gambar 4. Pola Pemukiman Suku Bajo12

11
Ando, 2019
12
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 18

2. Karakteristik dari Rumah Bajo

Gambar 5. Rumah Bungke Khas Suku Bajo13

Tipologi rumah tradisional suku bajo berbentuk bujur sangkar atau persegi
panjang. Kemudian atap berbentuk limasan atau pelana yang umumnya menggunakan
atap rumbia atau seng. Dinding dan lantai rumah terbuat dari papan kayu namun masih
banyak rumah suku Bajo yang menggunakan daun silar, pelepah sagu nan enau sebagai
dinding. Rumah masyarakat suku Bajo berbentuk panggung (Bungke) yang terbuat dari
kayu baik sebagai pondasi hingga badan rumah tradisional suku Bajo. Sebutan rumah
Bungke didasarkan pada pembangunan pondasi tiangnya dengan sembilan tiang
berdasarkan Walisongo, tutur Pak Ando selaku ketua adat dusun Bajoe Bungkutoko,
Sulawesi Tenggara.
Masyarakat Bajo menggunakan kayu lokal sebagai bahannya seperti kayu
pingsan, besi, kerikis, togoulu, kalakka dan manjarite dengan pemakaian berbentuk kayu
bulat yang masih mempunyai kulit dengan ukuran berdiameter antara 15 sampai dengan
25 cm. Terciptanya bentuk arsitektur rumah Bajo dilatarbelakangi oleh suatu budaya,
yaitu Budaya Appabolang. Dimana dalam budaya ini, terdapat prinsip-prinsip yang harus
dipenuhi dalam pembuatan rumah Bajo. Beberapa istilah pada rumah suku Bajo yakni
sebagai berikut.
1) Ulu (kepala) sebagai tempat yang teratas karena melambangkan kesucian.
2) Watang (badan) yang melambangkan suatu penghidupan sejati yang harus
dilindungi.
3) Aje (kaki) merupakan tempat kotor yang dipenuhi oleh roh jahat yang berfungsi
untuk melindungi watang.
13
Rifai, 2010:8
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 19

Didalam rumah Bajo dibagi menjadi tiga ruang, yakni ruang Lego-lego sebagai
teras, Watangpola yaitu badan rumah dengan Pocci Bola sebagai pusat rumah untuk
berkumpul dan mengadakan upacara serta Dapureng sebagai dapur. Mereka juga percaya
arah barat sebagi kiblat dan suci tidak boleh digunakan sebagai tempat yang kotor seperti
toilet. Anak tangga juga harus berjumlah ganjil, bila syarat ini tidak dipenuhi maka akan
menyurutkan rezeki masuk kedalam rumah. Dalam pembuatan rumah tradisional Bajo,
masyarakat suku Bajo masih memegang teguh pakem dan mengadakan upacara adat
setiap kali mendirikan rumah. Karena dalam kepercayaannya ada hari baik dalam
mendirikan sebuah rumah. Rumah tradisional suku bajo dibagi menjadi tiga tipe dengan
berbagai ukuran. Mulai dari tipe kecil dengan 2–3 ruang didalamnya dengan bahan
bangunan dari atap rumbia dan dinnding dari daun silar. Kemudian tipe sedang dengan 3-
4 ruang didalamnya dengan atap dari rumbia dan dinding kayu, serta tipe besar dengan
ruang lebih dari empat dengan atap seng dan dinding terbuat dari kayu olahan.

3. Kepercayaan Suku Bajo


Dari sisi budaya dan kepercayaan suku Bajo mengakui mahluk-mahluk gaib dan
kekuatan sakti (supernatural power) yang ada di laut, walaupun suku Bajo memeluk
agama Islam. Keyakinan atas hal yang gaib yang berhubungan dengan penguasa laut,
maka suku Bajo kerap melakukan ritual-ritual tertentu ataupun berpantang terhadap
sesuatu yang hingga sekarang masih dipertahankan dan diwariskan kepada anak cucu
mereka. Misalnya jenis kegiatan upacara yang dilakukan dalam kaitannya dengan
menangkap ikan dan pelayaran, yaitu: maccerak lopi, maccerak masina, pappasabbi ri
nabbita, serta pappasabbi ri punna tasik.
1) Upacara maccerak lopi dan maccerak masina adalah salah satu jenis upacara
selamatan sebuah perahu pakkaja (perahu Nelayan) yang baru akan dipergunakan,
dengan cara memotongkan hewan (ayam) yang darahnya di oleskan ke perahu dan
kebahagian mesin atau motor perahu yang akan dipergunakan.
2) Uparacara pappasabbi ri nabbita adalah selamatan yang dilakukan pada saat musim
penangkapan ikan dengan tujuan semoga usaha yang dilakukan mendapatkan berkat
dari Nabi Muhammad SAW. Upacara ditandai dengan menyiapkan pisang 2 atau 3
sisir, nasi ketan yang diberi 4 warna (putih, hitam, merah dan kuning), nasi putih di
atasnya diberi telur. Upacara pappasabbi ri nabbita di pimpin oleh Tokoh
Masyarakat/adat. Adapun warna nasi ketan ditetapkan berdasarkan warna bendera
khas masyarakat Bajo yang dipasang pada tiang masing-masing perumahan
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 20

masyarakat setempat. Warna putih melambangkan kesucian, warna hitam


(penolakkan terhadap bala atau bencana), warna merah (keberanian) dan warna
kuning (keceriaan) dengan harapan pelayar masyarakat suku Bajo dapat tetap
memegang teguh prinsip pelayaran yakni yang didasari keberanian dan keceriaan
dalam aktivitasnya maupun berkaitan dengan hal suci sehingga bala dari laut dapat
ditolak. Nasi ketan yang diberi 4 warna (putih, hitam, merah dan kuning) biasa
digunakan saat ritual adat Bajo disebut dengan “Anca” yang digunakan pada ritual
saat masyarakat mau keatas (ke daratan) sebagai bentuk permohonan izin kepada
pemukim di daratan ataupun ada dari penghuni Bajoe yang akan berkeluarga dan
bermigrasi ke daratan.14
3) Upacara pappasabbi ri punna tasik adalah upacara ritual sederhana yang dilakukan
nelayan pada saat memulai kegiatan penangkapan ikan, yakni dengan membaca
basmalah, kemudian membuang persembahan berupa daun siri beberapa lembar dan
telur ayam kampong 1 butir ke laut.
Selain upacara-upacara tersebut di atas, dalam kehidupan sehari-hari aktivitas
yang dilakukan masyarakat suku bajo tidak dapat dilepaskan dari kebiasaan-kebiasaan
yang menjadi pantangan yang berkaitan dengan kegiatan melaut dan penangkapan ikan,
antara lain: pantang berkata takabur (kotor ataupun sombong), patang menggunakan abu
dapur, membuang lombok dan jeruk nipis, dilarang menumpahkan atau membuang air
cucian piring serta tidak boleh membuang air cucian jagung ke laut. Hubungan emosional
dapat dilihat pula dari ritual-ritual yang dilakukan antara lain sebagai berikut.
1) Ritual membuang ari-ari ke laut, ari-ari tersebut melewati bagian bawah perahu.
Filosofinya adalah agar anak yang dilahirkan tersebut kelak menjadi pelaut ulung dan
pandai menyelam.
2) Ritual Tika Malupapinang yang dilakukan saat awal musim dan hasil laut berkurang,
pada upacara ini diberikan waktu selama 3 hari untuk tidak melakukan kegiatan
melaut agar mahluk gaib penghuni laut dapat mengatur kehidupan di laut.
3) Ritual Tika Maduaing, yaitu upacara untuk melakukan penyembuhan, jika terserang
suatu wabah.
Beberapa ritual ataupun adat istiadat dalam keseharian masyarakat Bajo yakni
sebagai berikut.15

14
Ando, 2019
15
Ando, 2019
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 21

1) Ritual saat pemasangan keramba ikan dengan penyediaan nasi satu piring, piring
putih, rokok, permen. Ritual ini dimaksudkan agar makhluk ghaib yang mendiami
tempat pemasangan keramba tidak merasa terganggu. Ritual ini pertama kali
dilakukan tepat saat nelayan ingin membangun keramba ikan tersebut.
2) Ritual hiburan berupa permainan gendang dan pencat silat dari masyarakat Bajo pada
suatu malam perayaan. Saat anak-anak perempuan mengalami gigal (seperti orang
kerusupan) saat permainan gendang ini dilaksanakan, usai hal tersebut mereka malu
sendiri karena tidak sadar dengan apa yang mereka perbuat sebelumnya.
3) Pantun Bajo juga merupakan adat istiadat masyarakat Bajo. Pantun ini berisi
lantunan-lantunan terhadap keberkahan hasil laut ataupun rasa syukur terhadap
Tuhan. Pantun Bajo menggunakan bahasa Bajo kuno sehingga tata bahasanya yang
cukup rumit.
4) Perbedaan mahar suku Bajo dengan masyarakat Bajo lain yang sudah dipengaruhi
atau bersahabat dengan suku daerah setempat. Biasanya perkawinan masyarakat Bajo
terjadi antara suku Bajo-Muna, suku Bajo-Wawonii dan lainnya. Mahar Bajo asli
dikenal dengan mata uang real sedang mahar berupa kelapa berasal dari masyarakat
Wawonii dan masyarakat Muna berupa penggunaan Bhoka.
Wilayah laut dalam pandangan suku Bajo adalah merupakan kawasan terbuka
(open access) dan bebas dikelola oleh semua orang. Tidak ada wilayah laut yang
merupakan kepemilikan pribadi atau kelompok (common proverty) kecuali terkait dengan
penggunaan alat tangkap berupa rumpon, bagang dan usaha rumput laut. Belajar dari
pengalaman dan pengetahuan yang diwariskan turun-temurun, maka nelayan suku Bajo
mempunyai pengetahuan yang mampu memprediksi beberapa lokasi/wilayah yang
diketahui mempunyai banyak ikan dan biota laut lainnya, seperti suatu lokasi yang
dangkal di area terumbu karang dan dasar berpasir, berlumpur atau berbatu-batu, maka di
tempat ini terdapat biota laut spesies tak liar (relatif diam). Pengetahuan lainnya yang
dikuasai adalah tentang keberadaan ikan pada suatu tempat tertentu (gugusan karang)
dengan cara melihat tanda-tanda, antara lain sebagai berikut.
1) Adanya cahaya ikan memutih yang terlihat dari kejauhan terutama di malam hari.
2) Terlihat pula dari jauh adanya banyangan batu karang (garas) yang merupakan
tempat berlindungnya ikan dari ombak.
3) Keadaan air kelihatan tenang dan jernih dan keadaan pasir pada waktu itu berlumpur.
4) Terlihat dari kejauhan terutama pada siang hari, dengan adanya burung pemangsa
ikan.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 22

5) Adanya arus.
6) Kedalaman perairan dalam antara bebatuan dan pasir berjarak 17-30 depa di bawah
permukaan air laut.
7) Adanya gelembung-gelembung yang muncul kepermukaan dan terjadi pula
perubahan warna air laut.
Pengetahuan lainnya yang dikuasai oleh Nelayan suku Bajo berkenaan dengan
alat tangkap yang sederhana dan ramah lingkungan. Pengetahuan ini merupakan warisan
dari leluhur yang ditransformasikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang dalam
lingkungan sekitarnya namun tetap memiliki kearifan lokal yang tetap menjaga sumber
daya laut agar tidak rusak. Alat tangkap yang digunakan adalah berupa berikut.
1) Pancing (meng) dengan mata kail yang digunakan berukuran besar sehingga ikan
yang ditangkap terseleksi ukurannya, dilakukan di atas perahu dikedalaman sekitar
50 hingga 100 meter.
2) Peralatan panah (manak) dilakukan dengan cara menyelam kedasar laut selama 10-
15 menit untuk memburu ikan-ikan besar yang berada di balik karang. Perburuan ini
dilakukan di area yang tenang.
3) Peralatan tombak (sapah), dengan cara penggunaan hampir sama dengan panah
namun dengan jarak lebih dekat, hal ini dilakukan terhadap ikan besar untuk lebih
memudahkan penggunaan alat tangkap pancing.
4) Peralatan bunre dan cedo (sero) terbuat dari jaring nilon berbentuk jaringan kantong
basket dengan rotan yang berbentuk melingkar. Pemakaian alat ini dibawa pada saat
nelayan menyelam atau dipermukaan laut yang ditempatkan dibagian punggung atau
dililitkan pada bagian pinggang nelayan, fungsinya sebagai alat pancing dan sebagai
tempat penyimpanan sementara hasil tangkapan ikan.
5) Peralatan lampi-lampi, berbentuk pukat yang ditarik sepanjang 300-500 meter dan
dipasang mengelilingi karang atau tempat yang dinyakini banyak ikan. Penggunaan
jenis-jenis alat tangkap ini dinyakini dapat menjamin keseimbangan sumber daya
laut dan bita laut lainnya serta tidak merusak lingkungan.
Keberadaan masyarakat suku Bajo sebagai nelayan yang bermukim di wilayah
perairan pesisir, dan masih menerapkan adat istiadat yang diwarisi dari kebiasaan.

4. Laut sebagai Sumber Kehidupan


Nelayan suku Bajo dikenal sebagai nelayan ulung yang menyebar hingga di
seluruh wilayah Nusantara. Bagi masyarakat suku Bajo mempunyai kesamaan dalam
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 23

memandang laut sebagai sumber kehidupan bagi mereka. Hal ini dapat dijadikan
karakteristik nelayan suku bajo walaupun mereka menyebar dan menetap di berbagai
daerah di Indonesia. Karakteristik suku Bajo yakni sebagai berikut.
1) Suku Bajo adalah suku mengembara laut.
2) Suku Bajo memandang laut sebagai penghubung dan bukannya pemisah. Hal ini
memberi perspektif baru bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan yang
menghubungkan laut, bukan dipisahkan.
3) Suku Bajo tersebar di berbagai Negara sesuai karakternya yang nomaden.
4) Alat transportasi yang lazim digunakan oleh suku Bajo adalah kapal dan sampan.
5) Sebelum dunia mengenal istilah “The World Coral Triangle” Suku Bajo terlebih
dulu menandai seluas wilayah di area tersebut sekaligus menjaganya sebagai daerah
yang memiliki kekayaan alam yang tak ternilai.
6) Suku Bajo memiliki banyak sekali ritual adat. Salah satunya adalah upacara Sangal
yang dilakukan saat musim paceklik ikan dan spesies laut lainnya. Pada upacara
tersebut, mereka akan melepas spesies yang populasinya tengah menurun di saat
bersamaan. Misalnya : melepas penyu saat populasi penyu berkurang, melepas tuna
saat tuna berkurang.
7) Suku Bajo juga memiliki kearifan lokal dalam melaut dan mengambil hasil laut.
Mereka selalu memilih/mengambil ikan yang usinya sudah matang dan membiarkan
ikan-ikan yang masih kecil/muda untuk tumbuh dewasa. Mereka juga tidak
mengambil jenis ikan tertentu yang tengah memasuki siklus musim kawin maupun
bertelur untuk menjaga keseimbangan populasi dan regenerasi spesies tertentu.
8) Motto yang sering didengar di kalangan suku Bajo adalah “Di lao’denakungKu”
yang berarti lautan adalah Saudaraku. Oleh karenanya, lautan adalah tempat hidup,
mencari nafkah, serta mengadu dalam suka dan duka yang selalu menyediakan
kebutuhan hajat hidupku.
Kebiasaan masyarakat Bajo untuk tidak melaut ataupun melakukan aktivitas
berlayar pada hari Jum’at. Konon, datang para ulama berdakwah ke daerah mereka dan
meyakinkan bahwa hari Jum’at sangat istimewa keberadaannya yakni hari kelahiran
Adam, hari kiamat dan lainnya sehingga masyarakat tidak melakukan aktivitas melaut
pada hari Jum’at. Selain itu, masyarakat mulai melaut dini hari dan kembali saat matahari
mulai terbenam. Paling lama jangka melaut ada 10 hari. Masyarakat dahulu berlayar
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 24

menggunakan perahu Lanbo dan sekarang sudah menggunakan perahu dengan teknologi
yang lebih memudahkan proses melaut seperti “Katinting”. 16

C. Peradaban Maritim pada Suku Buton


1. Pola Pemukiman
Pola pemukiman pelayar umumnya tidak jauh dari pelabuhan, dan hidup
berdampingan dengan pemukiman orang Bugis Makassar. Mereka bermukim dengan
sistem koloni yaitu pola pemukiman berkelompok sesuai dengan etnisnya, tidak berbaur
secara bebas dengan penduduk etnik lainnya. Tetapi mereka dapat hidup berdampingan
dengan koloni (perkampungan) orang Bugis Makassar. Ini dapat diterima karena kedua
etnik ini memiliki persamaan latar belakang sosial ekonomi yaitu sistem mata pencaharian
yang berorientasi maritim yakni nelayan dan pelayar atau pedagang antar pulau.

2. Ritual
Tuturangiana andala yang artinya pemberian sesaji pada penguasa laut yang
merupakan salah satu tradisi warisan para leluhur yang sejak lama dipertahankan. Tradisi
ini digelar untuk mempraktekkan kembali cara leluhur yang mendiami pulau ini dalam
memanjatkan doa kepada Allah SWT, agar dibukakan pintu rezeki dan menolak bala dari
laut. Kebiasaan ini mulai dilakukan oleh masyarakat suku Buton sejak abad ke-18 Masehi,
karena pada saat itu Maa Laato, Daeng Maandangi dan Daeng Maandongi dua orang
bersaudara dari Bugis Makasar telah menetap dan berketurunan di pulau ini, dengan
bermata pencaharian sebagai nelayan.
Tujuan ritual ini ialah memohon kepada yang Maha Kuasa agar segala aktifitas di
laut berjalan dengan baik, yaitu dengan memberi sesaji pada lokasi dan tempat-tempat
tertentu di kawasan perairan Pulau Makasar yang menurut masyarakat setempat masih
dianggap keramat. Adapun prosesi pelaksanaannya diawali dengan peletakan sesaji di
darat, berupa aneka jenis makanan serta kelengkapan upacara berupa sirih dan
pinang pada tempat khusus terbuat
dari bambu yang dilakukan oleh beberapa tokoh adat sesuai bidang tugasnya.
Selanjutnya tokoh masyarakat yang melakukan ritual kemudian memanjatkan doa
berupa batata, yaitu lafalan khusus dengan memakai bahasa adat yang mengandung niat
memohon kepada yang Maha Kuasa agar meridhoi hubungan yang baik antara manusia
dengan penghuni alam sekitarnya, dalam hal ini makhluk gaib yang menguasai lautan.

16
Ando, 2019
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 25

Langkah selanjutnya adalah pemotongan hewan qurban,yaitu persembahan yang


diwujudkan dengan penyembelihan seekor kambing jantan sebagai wujud hubungan
timbal balik antara nelayan dengan penguasa alam laut. Setelah rentetan aktifitas ritual di
darat telah dilakukan maka langkah selanjutnya adalah persiapan melakukan ritual
di laut. Ritual Tuturangiana Andala diawali dengan peletakan sesaji dilaut, yaitu
pelepasan sesaji kepada empat titik yang dianggap keramat oleh masyarakat. Setelah itu
aktivitas dilanjutkanpekande-kandea yang artinya makan-makan bersama.

3. Kebiasaan saat Berlayar


Meskipun para pelayar ini juga mengembangkan usaha lain, pihamota (berkebun)
ubi-ubian, sayur-sayuran, kelapa, cengkeh, dan pala, tetapi tradisi perlayaran dan
perdagangan maritim ini, masih tetap dijadikan sebagai mata pencarian ungulan. Aktivitas
berlayar-berdagang keliling ini, sudah dilakukan secara regenerasi, dari masa ke lampauan
hingga kondisi ke kinian.
Ketangguhan dan keuletan mereka dalam melakukan aktivitas pelayaran ditengah
ruang samudera, tidak bisa lagi diragukan. Menghadapi berbagai peristiwa alam seperti,
angin kencang, gelombang laut, atau cuaca buruk, pada musim barat dan musim timur,
sudah dianganggap sebagai hal yang biasa-biasa saja, dan bukan sesuatu yang
menakutkan. Anggapan pelayar Buton di Dusun Amaholu bahwa fenomena alam seperti
itu, lazim terjadi dalam dunia pelayaran dan perdagangan yang melintasi ruang samudera.
Meskipun perahu dan nyawa mereka terkadang menjadi taruahnya. Dengan berpegang
pada prinsip berlayar seperti meminjam istilah Abd. Rarahman Hamid, dalam buku Orang
Buton Suku Bahari Indonesia (2011), “Sabangka Asarope” satu teman berlayar, satu arah
haluan atau tujuan. Dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan dalam satu perahu perlu
diperhatikan serta dijunjung tinggi. Seluruh awak kapal harus berpegang dalam satu
pemikiran, satu tujuan, tunduk, dan patuh terhadap satu komando, serta mengikuti apa
yang diarahan dan dianjurkan juragan, selaku pimpinan tertinggi dalam perahu. Kalaupun
ada kesalapahaman sesama awak dalam perahu, maka juragan terlebih dahulu harus
menyelesaikan konflik internal itu. Sebelum melakukan aktivitas pelayaran kembali. Jika,
kesalapahaman itu terjadi ditengah lautan, maka sebelum turun ke darat harus
diselesaikan. Demikian pula sebaliknya. Sebab jika tidak, menurut anggapan masyarakat
setempat akan berimbas pada nasib sial, seperti kecelakaan perahu, dan kurang adanya
rezeki. Singkatnya, permasalahan sesama awak di laut, harus diselesaikan di laut, dan
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 26

masalah di darat harus diselesaikaan di darat. Dengan berpegang pada komitmen, sekali
menancapkan layar pantang berbalik.
Para pelayar ini akan kembali ke kampung halaman mereka, ketika sudah
membawa hasil dan berhasil. Telah menjadi prestige social (harga diri) bagi pelayar, jika
mereka berlayar dan kembali tidak membawa hasil dan berhasil. Prinsip ini telah tertanam
di dalam benak mereka sebagai pelayar, dan menjadi penyemangat disetiap aktivitas
pelayaran. Selain itu, ada sesuatu yang di sakralkan pomali (larangan) bagi para pelayar
Buton. Dimana perahu harus berbalik haluan ketempat semula (start awal), disaat
perjalanan itu belum sampai ke tempat tujuan. Kemudian disisi lain, hal yang
biasa dipomalikan pelayar Buton yaitu awak kapal yang sudah menikah terutama juragan,
harus berbaik hati dengan istrinya. Dalam artian, rumah tangga harus akur. Sebelum
melakukan aktivitas berlayar-berdagang.
Orang Buton, telah mengeluti dunia pelayaran tradisonal ini, sejak dari berlayar
menggunakan perahu Bangka, yang hanya mengandalkan kekuatan angin
sebagai pengerak perahu. Munculnya motorisisasi perahu layar, sampai dengan motor
Piber hari ini. Kepiawaian mereka dalam aktivitas kebaharian ini, ternyata bukan hanya
bisa berlayar mengarungi ruang samudera, dan membentuk jaringan dagang (mencari
sabangka) dengan masyarakat disetiap daerah yang dijumpai, tetapi mereka juga pandai
membuat perahu Bangka.

4. Perkembangan Kapal
1) Bangka Kabangu
Perahu yang digunakan masyarakat Pulau Batu atas untuk berlayar dan
berdagang disebut bangka/bhangka atau wangka. Ada juga yang menyebutnya dengan
kata boti (serapan dari kata boat). Adrian Horridge (1981) sendiri menggunakan istilah
lambo. Istilah terakhir selama penelitian ini, hampir tidak dikenal oleh pelayar Buton.
Jenis perahu ini ditandai bentuk layarnya, berdiri atau kabangu. Dalam model ini, ada
dua tiang layar utama (kokombu) yang dipasang pada bagian tengah-depan dan tengah-
belakang perahu. Posisinya berada di depan dan belakang atap perahu yang bentuknya
persegitiga seperti piramida. Lebar layar pertama bagian tengah-depan sampai pada
tiang layar kedua bagian belakang. Lebar layar belakang sampai ujung (wana) perahu.
Penanda utama layar jenis ini adalah kayu/bambu yang dipasang melintang pada bagian
tiang layar utama, yang disebut gapu. Beban pengendalian layar, demikian pula saat

dinaikkan dan diturunkan, sangat sulit dan berisiko. Butuh beberapa orang untuk
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 27

melakukan tugas ini. Karena itu jumlah awaknya antara lima sampai sepuluh orang.
Pada saat angin sangat kencang, layar diturunkan salah satunya, bahkan jika tidak dapat
dikendalikan, semua layar diturunkan.
Selain dua layar utama, terdapat pula satu layar bantu di bagian depan (rope)
perahu yang disebut jip/jipu. Fungsi layar ini sebagai pengendali gerak haluan perahu.
Panjang/lebar layar melebihi bagian depan perahu. Untuk menyokong layar, di bagian
bawah ujung layar terdapat sebuah kayu, yang disebut gustali. Pada saat angin kencang,
layar ini biasanya tetap dipertahankan, meski tanpa dua layar utama. Layar jipu
biasanya terakhir diturunkan ketika kondisi angin sangat kuat dan perahu sulit
dikendalikan. Pada konsisi ini, perahu dibiarkan terapung kemanapun. Usaha
pengemudi memainkan kemudi agar menjaga haluan perahu sangat dipengaruhi kondisi
gelombang dan arus laut.
Kemudi (uli) berada di bawah bagian belakang (wana) perahu. Pada bagian atas
kemudi, tepatnya di atas dek, terdapat tempat duduk bagi pengemudi. Pada bagian
depan, dekat tiang layar utama terdapat dapur (tempat memasak). Posisi ini cukup sulit
dan berisiko bagi koki saat memasak. Baru pada tahun 1990-an, posisi dapur
dipindahkan ke belakang. Tonase bangka kabangu berkisar 10 sampai 40 ton. Para
pelayar mengakui bahwa berlayar dengan kabangu lebih sulit dibandingkan layar nade.
Kesulitan ini, tidak hanya karena kondisi layar yang sulit dikendalikan, tetapi bahan-
bahan layar dan tali-temali yang digunakan sangat sederhana. Layar (pongawa) dianyam
dari kulit kayu. Sementara tali-temali layar terbuat dari rotan. Khusus tali jangkar
dianyam dari sejenis tumbuhan akar panjang. Menjelang berlayar, para awak perahu ke
hutan mencari bahan ini. Dalam prakteknya, dibutuhkan kerja sama untuk
menggunakan tali ini. Jika sebagian tidak memegang tali dengan kuat, maka yang lain
menjadi korban akibat gesekan tali yang keras, sehingga telapak tangan terkelupas/luka.
Berdasarkan kondisi di atas, maka kesatuan kata dan perbuatan antara awak
perahu adalah kunci kerjasama. Kondisi bahan layar dan tali-temali mengharuskan awak
perahu selalu menyediakan bahan-bahan tersebut di perahu, karena daya tahannya tidak
terlalu lama. Itulah sebabnya perahu kerap menyinggahi pulau-pulau yang dilewati
ketika berlayar untuk mencari kebutuhan tersebut, juga mengambil air bersih.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 28

Gambar 6. Bangka Kabangu17

2) Bangka Nade
Model layar utama merupakan aspek pembeda antara bangka kabangu dengan
bangka nade. Pada model ini, tiang utama layar (kokombu) hanya satu di bagian agak
depan. Bila pada layar kabangu bagian gapu lebih besar dan terlihat jelas, maka pada
layar ini bentuk gapu sedikit merapat ke tiang utama, sehingga dari kejauhan tidak
tampak. Keberadaan gapu hanya dapat dilihat dari jarak yang lebih dekat.
Bentuk layar nade lebih besar. Kayu/ bambu layar utama bagian bawah tanpak
lebih panjang, dibandingkan dengan layar kabangu, yakni melebihi panjang bagian
belakang (wana) perahu. Bentuk atap perahu sama seperti jenis pertama, yakni berupa
persegitiga. Dengan model layar seperti ini, awak perahu sedikit lebih mudah
mengendalikan perahu. Namun demikian, jika kondisi angin sangat kencang, layar
utama diturunkan dan menggunakan layar depan (jipu). Pada kondisi terakhir, layar jipu
diturunkan, seperti juga pada bangka kabangu. Selain lebih mudah dikendalikan,
berlayar dengan bangka nade lebih cepat.

Gambar 7. Bangka Nade18

17
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 29

3) Perahu Layar Motor


Pada tahun 1960-an, perahu layar telah dilengkapi dengan mesin/motor. Pada
konteks ini. layar bukan lagi sumber satu-satunya tenaga pelayaran karena sudah
dibantu dengan tenaga mesin. Kedua sumber tenaga, layar dan mesin, digunakan secara
bersama. Karena itu perahu ini biasa disebut Perahu Layar Motor (PLM). Pada awalnya,
perahu-perahu yang menggunakan mesin adalah milik non pribumi, khususnya orang
Cina.
Pada tahun 1970-an, atas gagasan La Ode Manarfa (anggota DPRI RI asal
daerah pemilihan Sulawesi Tenggara), motorisasi diterapkan pada perahu pribumi.
Lebih lanjut, La Ode Manarfa mengorganisir perahu-perahu pribumi dalam satu wadah
yang dipimpinnya, Pelayaran Rakyat (Pelra). Untuk mendukung usaha ini, pemerintah
meluncurkan pilot project berupa pemberian kredit ringan (selama 5 tahun) kepada
pemilik perahu yang ingin menggunakan mesin. Dalam proyek ini, pelayar Tira dan
Pasarwajo menjadi prioritas. Penggunaan mesin baru berkembang tahun 1980-an, ketika
pelayar dan pemilik perahu menyadari bahwa teknologi baru tidak merusak konstruksi
perahu dan membuat pelayaran lebih mudah dikendalikan ketika angin tidak
berhembus.
Pada tahap awal penggunaan mesin, desain belakang perahu (wana bangka)
tidak berubah. Mesin dipasang pada bagian samping belakang, dengan melobangi satu
papan perahu untuk menempatkan besi (as) baling-baling. Pada perkembangan
berikutnya, bentuk belakang perahu sedikit dinaikkan, dari bentuk semula panta kadera
(bentuk kursi), menjadi panta bebe (pantat bebek). Perubahan ini tidak berjalan linear
(serentak) pada semua perahu. Sebagian pemilik perahu memutuskan tidak melakukan
perubahan desain perahu ketika menggunakan mesin.
Desain atap perahu pada masa ini ada tiga. Pertama, atap segitiga-piramida,
yang merupakan desain lama. Bagian dalam atap menjadi tempat muatan dan kadang
awak/penumpang jika muatan tidak penuh. Pada model ini, awak perahu duduk dan
tidur di samping atap sesuai posisi layar dan haluan perahu. Jika angin berhembus dari
arah kiri, maka awak dan penumpang berada pada bagian kanan atap, demikian
sebaliknya. Pada tiang utama (kokombu) terdapat anak tangga, yang terbuat dari tali dan
potongan kayu (anak tangga) yang di tempat miring pada bagian samping kiri dan kanan

18
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 30

depan perahu. Tangga ini berfungsi sebagai anjungan yang digunakan awak perahu
untuk melihat arah haluan, keberadaan pulau, dan sebaran karang di laut.
Desain kedua berupa atap trapesium, yang merupakan bentuk perkembangan
dari atap segitiga. Bagian dalam atap digunakan sebagai tempat muatan dan penumpang
(jika muatan tidak penuh). Yang berbeda dari jenis pertama adalah posisi awak dan
penumpang. Pada atap jenis ini, bagian atas dapat ditempati penumpang. Kapasitas
ruang muatan lebih besar. Atap tidak menutup seluruh bagian dek perahu. Tersisa
sekitar 1/3 bagian dek kosong, sehingga sering digunakan sebagai tempat istirahat awak
dan penumpang, juga menyimpan barang berukuran kecil. Baik pada jenis pertama
maupun kedua, dapur terletak di bagian belakang, dan paling belakang adalah jamban
(WC).
Desain ketiga adalah atap penuh dari tiang layar utama (kokombu) sampai
paling belakang perahu. Pada bentuk ini, tidak ada ruang kosong di bagian belakang,
seperti jenis pertama dan kedua. Bagian atap paling belakang dibuat lebih tinggi
(semacam bertingkat) dari bagian tengah/depan. Pada bentuk ini, awak dan penumpang
dapat menempati bagian dalam atap atau pun di atas sesuai kondisi/kebutuhan.
Demikian pula dapur berada di dalam dan tertutup, kecuali jamban yang terbuka bagian
atasnya. Posisi kemudi tetap di bagian belakang, seperti pada jenis pertama dan kedua.

Gambar 8. Perahu Layar Motor19

Bila diamati seiring perkembangan zaman, kebutuhan manusia semakin


bertambah dan akses jalan ataupun kendaraan perlu di upgrade sehingga dapat
melakukan transaksi dengan lebih singkat dan juga dalam memenuhi keperluan
lainnya antar daerah. Dari perkembangan tiga kapal tadi yakni bangka kabangu,

19
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 31

bangka nade dan perahu layar motor perbedaan ketiganya terdapat pada layar dan juga
dalam penggunaan mesin sebagai sumber energi bagi kapal. Hal ini membuktikan
bahwa, kebutuhan manusia dalam kurun waktu yang singkat semakin bertambah
sehingga alat transportasinya juga berkembang.
BAB III

OLEH :
EKONOMI J. SYNTHA MAOLA KADANG (A1K118 034)
TIAS NITA RISKI (A1K118 084)
HASRIATI (A1K118 110)
MARITIM NURUL HIDAYATI (A1K118 066)
SYAMSURIATI (A1K118 048)
NI NYOMAN YOHANA F. (A1K118 018)
SULAWESI FATIMA NOVRIANTI (A1K118 090)
ANDY HERDIANSYAH (A1K118 122)
IKA TRIANASARI (A1K118 026)
TENGGARA SAINUL ARIFIN SAINAL (A1K117 054)
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 33

A. Masyarakat Pesisir Sulawesi Tenggara


1. Latar Belakang Ekonomi
Fenomena pemukiman pesisir hadir sebagai refleksi kehadiran ruang yang
dipengaruhi oleh eksistensi pantai sebagai sumber pencaharian masyarakat. Dalam setting
perkampungan kota, pemukiman pesisir terbentuk dalam satu sistem kekeluargaan yang
cukup kental. Sistem kekeluargaan direfleksikan pada pemanfaatan ruang bersama baik
dalam satu unit hunian, maupun pemanfaatan halaman bersama untuk berbagai aktivitas.
Dalam tinjauan kawasan kota, ruang dipahami sebagai sesuatu yang memiliki ciri khas
atau kekhasan, keunikan tertentu, dan memiliki karakter.20 Dalam pendekatan optimalisasi
kawasan, karakteristik kawasan pesisir pantai merupakan satu kekuatan yang dinamis dan
multidimensi dalam memainkan peran dan fungsi kawasan. Karakteristik kawasan yang
memiliki potensi fisik dan karakteristik budaya, perlu dioptimalkan sebagai upaya
perencanaan dan perancangan kawasan pesisir yang integratif (terpadu). Penataan ruang
termasuk kawasan pesisir harus dipandang sebagai upaya dalam peningkatan kualitas
kawasan fisik dan kesejahteraan masyarakat.
Daerah pesisir Sulawesi Tenggara tidak luput dari pemukiman masyarakat yang
telah dibangun sejak lama dan diwariskan terus menerus agar tidak hilang dari kehidupan
masyarakat asli. Seiring dengan perkembangannya terdapat perubahan baik dari tatanan
masyarakat, penghuni yang menetap, orang-orang yang menjalankan sistem
perekonomian dan aktivitas masyarakat. Namun tidak hilang dari karakter asli pemukiman
sebagai kawasan pemukiman pesisir ditandai dengan aktivitas kolektif sebagai nelayan.
Aktivitas ini dijadikan identitas permukiman sebagai pemukiman nelayan yang
diimplementasikan dalam pemanfaatan ruang baik ruang secara personal dalam satu
hunian, maupun ruang communal disepanjang pesisir dalam kawasan pemukiman.
Rutinitas aktivitas nelayan terjadi secara terus menerus, sehingga menjadikan kawasan
pesisir pantai sebagai ruang yang memiliki aktivitas sepanjang hari baik siang maupun
malam.
Perekonomian dari masyarakat pesisir dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
masyarakat, sistem perekonomiannya, strategi penggunaan teknologi dalam mendukung
aktivitas perekonomian, dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan masyarakat
mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam menjalankan roda perekonomian. Perputaran
keuangan masyarakat juga tergantung dari bagaimana sistem perekonomian yang tanpa

20
Zahnd, 1999
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 34

sadar terjadi di lingkungan masyarakat pesisir Sulawesi Tenggara itu sendiri. Strategi
penggunaan teknologi mendukung perkembangan perekonomian masyarakat dalam
melakukan aktivitas keseharian yang berkaitan baik dengan cara memperoleh dan
pengolahannya agar mendapat hasil yang maksimal.

2. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir


Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir yaitu bahwa sebagian besar pada
umumnya masyarakat pesisir bermata pencaharian di sektor kelautan seperti nelayan,
pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi laut. Dari segi tingkat pendidikan
masyarakat pesisir sebagian besar masih rendah. Serta kondisi lingkungan pemukiman
masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan
kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat
kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumber daya pesisir
akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan masyarakat pesisir.
1) Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk di wilayah pesisir bermata pencaharian di sektor
pemanfaatan sumber daya kelautan seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan
laut), penambangan pasir, kayu mangrove dan lain-lain.
2) Tingkat Pendidikan
Sebagian besar penduduk wilayah pesisir memiliki tingkat pendidikan yang
rendah. Misal penduduk kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara (Tahun 2001) sekitar
70,10 % merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD) dan sejalan dengan tingkat tersebut,
fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas.
3) Lingkungan Pemukiman
Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih
belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka
panjang tekanan terhadap sumber daya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan
kebutuhan pokoknya.
4) Nilai dan Arti Penting Pesisir bagi Masyarakat
Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua
aspek yaitu sebagai berikut.
1) Secara sosial ekonomi wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena beberapa
hal berikut.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 35

a) Sekitar 140 juta (60%) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir (dengan
pertumbuhan rata-rata 2% per tahun).
b) Sebagian besar kota (baik provinsi dan kabupaten) terletak di kawasan pesisir.
c) Kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional sekitar 20,06% pada tahun
1998.
d) Industri kelautan (coastalindustries) menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja.
2) Secara biofisik, wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki arti penting karena
beberapa hal berikut.
a) Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, yaitu sekitar
81.000 Km (13,9 % dari panjang pantai dunia).
b) Sekitar 75 % dari wilayahnya merupakan wilayah perairan (sekitar 5, juta
km2 termasuk ZEE).
c) Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau
sekitar 17.508 pulau.
d) Dalam wilayah tersebut terkandung potensi kekayaan dan keanekaragaman
sumber daya alamnya yang terdiri atas potensi sumber daya alami pilih
(renewableresources) seperti perikanan, ekosistem mangrove, ekosistem terumbu
karang, maupun potensi sumber daya alam tidak pulih (non renewableresources)
seperti migas, mineral atau bahan tambang lainnya serta jasa-jasa lingkungan
(environmentalservices), seperti peristiwa Bahari Industry Maritime dan jasa
transportasi.
Salah satu contohnya dapat kita lihat di pemukiman masyarakat Bajo
Bungkutoko, Kendari. Rata-rata masyarakat Bajo menempati wilayah pesisir pulau.Salah
sartu perkampungan masyarakat Bajo di Sulawesi Tenggara yaitu Perkampungan
Masyarakat Bajo di Bungkutoko, Kendari. Masyarakat ini bermukim secara berkelompok
dipesisir samping Jembatan Kuning Bungkutoko. Kebanyakan masyarakat kampung Bajo
bermata pencaharian sebagai nelayan, baik nelayan ikan, cumi, kepiting maupun kerang-
kerangan. Masyarakat bajo biasanya mencari ikan disekitaran pesisir sampai wilayah
Lohari dan Bokori dan waktu saat yang dibutuhkan nelayan untuk mencari bisa sampai
dua hari. Tidak ada patokan bahwa harus laki-laki yang mencari sebagai nelayan, di
kampung Bajo wanita atau ibu-ibu pun dapat bekerja sebagai nelayan. Namun,
masyarakat kampung bajo belum memiliki daerah strategis tersendiri dalam pemasaran
hasil tangkapnya. Beberapa masyarakat bajo berprofesi sebagai tukang untuk membuat
perahu, rumah, maupun alat tangkap yang digunakan nelayan. Meskipun bekerja sebagai
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 36

nelayan, masyarakat Bajo yang menangkap ikan tidak mengomsumsi ikan hasil
tangkapannya, mereka menjual semua hasil tangkapan mereka pada orang lain.21

Gambar 9. Kondisi Pesisir Masyarakat Suku Bajo22

Latar belakang pendidikan masyarakat bajo masih sangat kurang. Berdasarkan


hasil wawancara dengan salah satu masyarakat itu sendiri, bahwa kesadaran akan
pendidikan di masyarkat bajo sangat minim. Meskipun adanya bantuan pemerintah dalam
bentuk KIP, PHK dan atau sejenisnya. Namun, anak-anak disana hanya berpendidikan
sampai tingkat sekolah dasar (SD), dan yang melanjukan sampai ke jenjang yang lebih
tinggi hanyalah beberapa orang saja. Sedangkan anak-anak yang tidak melanjutkan
pendidikan akan membantu pekerjaan orang tuanya seperti mengangkat gabus maupun
membantu mencari ikan.23

Gambar 10. Anak-anak Masyarakat Suku Bajo24

21
Ibu RT 12 Kampung Wajo, 2019
22
Sumber: dokumen pribadi
23
Ibu RT 12 Kampung Wajo, 2019
24
Sumber: dokumen pribadi
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 37

B. Industri Pengelola Sumber Daya Laut Sultra


Pemerintah Kota Kendari terus mendorong dan mengajak warganya agar
mengembangkan industri pengelolaan karena potensinya menjanjikan secara ekonomi.
Beberapa industri yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah industri
pengelolaan hasil perikanan seperti ikan abon, ikan asin, dan pengasapan ikan. Beberapa
industri yang bergerak dibidang kemaritiman Sulawesi Tenggara diantaranya sebagai
berikut.
1) PT. Sultratuna Samudera merupakan industri terpadu di PPS Kendari yang
bergerak dibidang penangkapan, pengelolaan ikan dan coldstorange, mulai
berinvestasi di PPS Kendari sejak tahun 2010 dengan rata-rata produksi 25 ton/bulan
untuk ekspor dan 20 ton/bulan untuk lokal. Jenis ikan yang diolah adalah ikan tuna,
cakalang dan tongkol.
2) PT. Kelola Mina Laut merupakan salah satu industri yang bergerak dibidang
pengolahan ikan, ABF dan coldstorange. Berinvestasi di PPS Kendari sejak 2007
sampai sekarang.
3) PT. Abadi Makmur Ocean merupakan indusrti pengelolahan ikan di PPS Kendari
yang bergerak dibidang pengolahan ikan dan coldstorange. Mulai berinvestasi sejak
tahun 2012. Jenis ikan yang diolah adalah ikan tuna, cakalang, tongkol dan layang
dengan rata-rata produksi 100 ton/bulan untuk ekspor.
4) CV. Ome Tranding Coy, bergerak pada usaha pengasapan ikan.
5) PT. Jaya Antero Bahari, bergerak pada usaha coldstorange, prosessing bengkel dan
gudang.
6) PT. Tiara Deli Samudera, bergerak dibidang pengolahan ikan dan coldstorange.
7) PT. Cilacap Samudera Fishing, bergerak pada bidang pengolahan ikan dan
coldstorange.
8) PT. Sartomo Sakti, bergerak dibidang penangkapan, pengolahan, pembekuan dan
coldstorange.

C. Fungsi Kelembagaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Pesisir Untuk


Mencapai Kesejahteraan Yang Berkelanjutan
Fungsi dan pentingnya kelembagaan sosial-ekonomi dalam pembangunan
masyarakat pesisir yakni sebagai berikut.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 38

1) Sebagai wadah penampung harapan dan pengelola aspirasi kepentingan


pembangunan warga.
2) Menggalang seluruh potensi sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat,
sehingga kemampuan kolektif, sumber daya, dan akses masyarakat meningkat.
3) Memperkuat solidaritas dan kohesivitas, sehingga kemampuan gotong-royong
masyarakat meningkat serta memperbesar nilai tawar (bergaining position).
4) Menumbuhkan tanggung jawab kolektif masyarakat atas pembangunan yang
direncanakan.

D. Kebijakan yang Mendukung Pengembangan Ekonomi Maritim di


Sulawesi Tenggara
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, Pemerintah Pusat telah
memberikan otonomi yang lebih jelas dan nyata termasuk kewenangan pengelolaan
sumber daya pesisir dan laut. Kewenangan tersebut meliputi hal berikut.
1) Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas 12 mil
laut.
2) Pengaturan kepentingan administratif.
3) Pengaturan tata ruang.
4) Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah atau
yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah Pusat.
5) Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara khususnya di laut.
Kewenangan-kewenangan daerah atas wilayah laut tersebut akan membantu
menyelesaikan permasalahan di laut yang membutuhkan tindakan cepat dan strategis.
Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya menyangkut pengamanan laut dari
jarahan nelayan-nelayan asing yang melakukan pencurian dengan cara pengeboman dan
peracunan ikan, pengambilan biota yang dilindungi, serta masalah kerusakan ekosistem
lainnya.
Beberapa kebijakan yang mendukung pengembangan ekonomi maritim di
Sulawesi Tenggara diantaranya sebagai berikut.
1) Bidang pengembangan Ekonomi daerah melalui peningkatan ekonomi masyarakat
berbasis komoditas dan pengembangan investasi daerah, yakni sebagai berikut.
a) Peningkatan peran Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) BAHTERAMAS.
b) Pembangunan klaster industri pedesaan dalam bentuk klaster usaha.
c) Menjaga keberlanjutan produksi dan penggunaan teknologi oleh masyarakat.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 39

d) Menetapkan kawasan pusat kegiatan yang strategis.


e) Mengembangkan wilayah strategis.
2) Bidang Perikanan, diantaranya sebagai berikut.
a) Mengoptimalkan hasil produksi perikanan tangkap
b) Pengembangan kawasan budidaya laut
c) Pengembangan Unit Pembenihan Rakyat (UPR)
d) Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan
e) Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat
f) Penggunaan teknologi dalam aktivitas penangkapan dan pengolahan
3) Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, diantaranya sebagai berikut.
a) Peningkatan promosi budaya, pariwisata dan ekonomi kreatif
b) Mengembangkan potensi pariwisata
4) Bidang Pembangunan Infrastruktur Wilayah, diantaranya sebagai berikut.
a) Pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi
b) Pembangunan sumber daya air, sarana prasarana sanitasi dan air minum.
c) Pembangunan sarana prasarana kawasan strategis
5) Bidang Perhubungan
a) Peningkatan sarana prasarana transportasi daerah pesisir
b) Meningkatkan armada laut dan pelayanan administrasi
c) Mengembangkan infrastruktur pada kawasan strategis
Peran pemerintah dalam peningkatan ekonomi masyarakat pesisir yang dapat kita
lihat secara nyata yaitu dalam perekonomian masyarakat Bajo, kampung Wajo,
Bungkutoko, Kendari. Menurut salah satu warga di kampung bajo tersebut bahwasannya
pemerintah juga ikut berperan dalam pengembangansarana dan prasarana. Peran
pemerintah dalam pembangunan untuk membantu perekonomian masyarakat Bajo
diantaranya pembangunan jalan dan pengadaan air bersih. Pemerintah juga memberikan
bantuan bahan pokok berupa RASTRA. Jika dibeberapa daerah sekitaran kampung Bajo
seperti Lapulu dan Bungkutoko sudah mendapatkan bantuan pemerintah dalam
pembangunan rumah, namun diperkampungan ini belum ada. Menurut pengakuan dari
salah satu masyarakat, ia pernah mendengar bahwa ada bantuan pembangunan rumah
dari pemerintah namun melihat keadaan yang ada, bantuan itu belum sampai
kemasyarakat ini. Padahal melihat kondisi pemukimannya, beberapa rumah kurang layak
dihuni. Rumah-rumah masyarakat asli kampung Bajo sudah berumur puluhan tahun
namun baru beberapa yang direnovasi akibatnya ada rumah yang bahkan lantainya sudah
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 40

lapuk atau bolong. Masyarakat sangat membutuhkan bantuan perumahan. Masyarakat


pun telah menyuarakan pendapat mereka mengenai bantuan pemerintah terhadap
pembangunan rumah masyarakat namun realisasinya belum ada. Selain itu, pemerintah
juga memberikan bantuan berupa alat dalam menangkap ikan untuk beberapa orang.25

E. Potensi Kemaritiman Sulawesi Tenggara


1. Potensi Perikanan
Perairan laut Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumberdaya ikan sebesar
1.520.340 ton/tahun, yang telah dikelola sampai saat ini mencapai 15,41%
atau sebesar 234.239 ton. 26 Potensi sumber daya ikan provinsi Sulawesi Tenggara
tersebut berada pada WPP 13 dan 14 meliputi wilayah perairan laut pengelolaan sumber
daya ikan di laut Flores dan selat Makassar, namun daerah penangkapan ikan dapat
mencakup laut Banda, laut Arafuru, laut Seram dan teluk Bone.
Potensi lestari sumber daya hayati untuk perikanan tangkap diperkirakan dapat
mencapai 250.000 ton per tahun. Dari angka tersebut, jumlah tangkapan hingga saat ini
baru mencapai 66,58%, yang meliputi jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi
seperti tongkol, tuna, kerapu, napoleon, serta berbagai jenis udang, kepiting, dan cumi-
cumi
Potensi budidaya perairan laut Sulawesi Tenggara memiliki tingkat kesesuaian
yang tinggi untuk budidaya ikan (kakap, kerapuh, lobster), mollusca (kerang-kerangan,
teripang, mutiara), dan rumput laut yang dapat mencapai 60 ribu hektar (20% dari
total potensi lahan perairan laut berjarak 3 km dari garis pantai). Budidaya Tambak dan
budidaya rumput laut terdapat di sepanjang pesisir selatan dan barat pulau Muna, selat
Tiworo, kecamatan Poleang, Rumbia dan Kasipute, serta teluk Lasolo.

Gambar 11. Budidaya Rumput Laut27

25
Ibu RT 12 Kampung Wajo, 2019
26
DKP SULTRA, 2011
27
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 41

Budidaya tambak, potensinya diperkirakan dapat mencapai 528.000 hektar, tetapi


baru dimanfaatkan sekitar 15% dengan komoditi utama udang windu dan ikan
bandeng dan rata-rata produksi dapat mencapai 25.000 ton per tahun. Budidaya ikan
(keramba), kerang mutiara, dan teripang masih terbatas yang hanya diusahakan oleh
pemilik modal besar. Berdasarkan hasil penelitian tentang potensi perikanan yang
dilakukan di kampong Wajo Bungkutoko, Kendari. Masyarakat Bajo dalam pekerjaannya
sebagai nelayan, tidak hanya menangkap ikan, tetapi juga menangkap cumi-cumi,
kepiting dan kerang, malah mayoritas nelayannya adalah nelayan cumi-cumi. Alat yang
digunakan nelayan adalah pukat dan alat pancing cumi. Menurut salah satu masyarakat
Bajo, nelayan cumi adalah pekerjaan yang paling menjanjikan meskipun pendapatannya
belum juga bisa mencukupi kebutuhan.

Gambar 12. Ikan yang Dijual Oleh Masyarakat Suku Bajo28

Masyarakat Bajo tidak memiliki budidaya tambak, namun mereka


membudiayakan keramba. Dulu masyarakat Bajo juga membudidayakan rumput laut
namun karena beberapa faktor sekarang mereka sudah tidak melakukannya. Ketika
melaut, masyarakat Bajo hanya menggunakan perahu sebagai transportasi. Perahu yang
digunakan adalah milik pribadi masing-masing nelayan. Perahu itu hanya digunakan
untuk mencari ikan, tidak digunakan sebagai alat transportasi penyeberangan dari daerah-
daerah sekitar yang dipisahkan oleh laut.29

28
Sumber: dokumen pribadi
29
Ibu RT 12 Kampong Wajo, 2019.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 42

Gambar 13. Salah Satu Keramba Masyarakat Suku Bajo30

Gambar 14. Deretan Keramba Masyarakat Suku Bajo31

Wilayah strategis untuk perekonomian keramba ini belum ada sehingga, hasil
tangkap nelayan awalnya dijual ke masyarakat sekitar kemudian disebar keluar
(pelelangan) maupun pasar.32

30
Sumber: dokumen pribadi
31
Sumber: dokumen pribadi
32
Ibu RT 12 Kampung Wajo, 2019
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 43

2. Potensi Pariwisata Bahari

1) Pulau Labengki

Gambar 15. Pulau Labengki33

Di tempat terdapat beberapa titik spot menyelam dan snokerling. Tidak


dipungkiri lagi, Pulau Labengki memiliki pemandangan karang yang cantik serta
memiliki air yang jernih. Selain itu pantai di Pulau Labengki ini rata-rata berpasir
putih. Pulau Labengki terletak di desa Lebengki tepatnya di Kecamatan Lasolo,
Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

2) Pantai Nambo

Gambar 16. Pantai Nambo34

Pantai Nambo berada di kota Kendari tepatnya di kecamatan Abeli. Pantai ini
berjarak kurang lebih 16 km dari pusat kota Kendari. Fasilitas yang ada di pantai
Nambo ini, terbilang cukup memadai karena terdapat 31 gazebo, kamar bilas, vila,
area parkir, serta warung-warung yang menjajahkan makanan dan minuman. Tempat

33
Sumber: www.google.com
34
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 44

wisata ini sangatlah cocok untuk menghabiskan akhir pekan bersama keluarga ataupun
orang terkasih.

3) Pantai Liwutongkidi

Gambar 17. Pantai Liwutongkidi35

Disepanjang pantai Liwutongki dipenuhi hamparan pasir putih yang bersih.


Bukan hanya itu saja, kekayaan alam bawah laut dari pantai Liwotongkidi menjadi
daya tarik wisatawan. Berbagai jenis terumbu karang yang unik dapat ditemui di
tempat ini. Pantai ini berada di kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.

4) Taman Laut Wakatobi

Gambar 18.Taman Laut Wakatobi36

Taman Laut Wakatobi terletak di kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.


Wisata laut ini menjadi destinasi wisata populer yang sudah dikenal cukup lama.
Taman Laut Wakatobi terkenal akan terumbu karang dan biota laut yang beragam.
Secara spesifik kawasan taman laut ini dikelilingi pantai dari pulau-pulau karang
kurang lebih 600 km. Banyak potensi yang dapat dikelola dari wisata Tamam Laut
Wakatobi ini. Daerah ini sangat cocok untuk aktifitas diving, snokerling, berenang

35
Sumber: www.storage.googleapis.com
36
Sumber: www.storage.googleapis.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 45

maupun memancing. Keindahan alam laut yang berada pada wisata di Sulawesi
tengara ini yang membuat pengunjung tidak akan bisa melupakan bagaimana indahnya
wisata alam bawah laut yang masih terjaga dengan baik.

5) Kendari Beach

Gambar19. Kendari Beach37

Pantai yang masih berada di teluk Kendari ini menawarkan keindahan


tersendiri untuk para wisatawan. Selain sebagai tempat wisata, Kendari Beach ini
dapat dimanfaatkan sebagai tempat nongkrong favorit untuk masyarakat sekitar atau
sekedar ngabuburit. Terdapat tenda-tenda yang menyediakan fasilitas karaoke dan
menjual makanan serta minuman. Dengan menikmati keindahan alam yang ada di
tambah dengan pemandangan perahu para nelayan yang akan berlabuh.

6) Pulau Bokori
Pulau ini kecil, berada di tengah lautan luas, dengan kedalaman pesisir pantai
yang cukup dangkal sehingga memungkinkan kita untuk nyebur langsung di sana.
Dulu, Pulau Bokori ini dipadati oleh penduduk suku Bajo, namun karena kondisi alam
yang mengancam keselamatan yaitu tingkat abrasi yang tinggi, maka semua penduduk
di pulau ini direlokasi ke pesisir pantai yang letaknya berhadapan dengan pulau
Bokori. Jadi, sejak tahun 2014 pemerintah daerah mulai menjadikan pulau Bokori
sebagai destinasi wisata saja. Tidak ada lagi penduduk yang bermukim di sana.
Pembangunan pulau kecil yang indah ini sekarang mampu mendongkrak tingkat
perekonomian masyarakat Bajo yang ada di sekitar pulau.

37
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 46

Gambar 20. Pulau Bokori38

7) Jembatan Kuning Bungkutoko


Salah satu potensi bahari yang dapat langsung kita amati di Sulawesi Tenggara
yaitu pariwisata bahari yang ada di daerah ini adalah Jembatan Kuning. Untuk sampai
kesana kita dapat menggunakan aplikasi Google Maps sebagai penunjuk arah lokasi.
Dari kota Kendari kita dapat menempuh perjalanan menggunakan mobil atau motor
dengan waktu kurang lebih 20-30 menit untuk sampai ke lokasi Jembatan Kuning.
Pemandangan dari jembatan ini sangat indah, cukup untuk menghilangkan rasa lelah
perjalanan. Disamping jembatan ini terdapat tulisan “Kota Kendari” yang cukup
menarik perhatian masyarakat untuk berfoto ataupun sekedar memikmati
pemandangannya. Biasanya Jembatan ini akan ramai pengunjung saat waktu sore
karena matahari tidak terlalu panas dan untuk menikmati senja.39
Disekitaran jembatan terdapat beberapa masyarakat yang membuka lapak dan
warung makan untuk berjualan.Warung-warung ini cukup membantu perekonomian
masyarakat karena dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan masyarakat. Namun,
dari salah satu masyarakat mengatakan bahwa warung dan lapak yang berada
disekitaran Jembantan Kuning akan segera dibersihkan oleh pemerintah. Hal ini
disebabkan karena pemerintah menganggap lapak dan warung disekitaran jembantan
mengotori pemandang dan lingkungan sekitar.40

F. Kelebihan dan Kekurangan Masyarakat di Daerah Pesisir


Pesisir memiliki banyak potensi yang dapat dimanfaatkan mulai dari ikan, rumput
laut, terumbu karang, potensi wisata dan lain sebagainya. Keuntungan wilayah pesisir

38
Sumber: www.google.com
39
Ibu RT 12 Kampung Wajo, 2019
40
Ibu RT Kampung Wajo, 2019
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 47

terhadap ekonomi masyarakat sekitar pesisir maupun pemerintah diantaranya sebagai


berikut.
1) Masyarakat akan lebih mudah meningkatkan taraf hidupnya masing-masing
2) Menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan pemerintah
3) Dapat menarik minat para wisatawan
4) Dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu terus menerus
Kerugian yang dapat dialami masyarakat di pesisir diantaranya sebagai berikut.
1) Rawan pencemaran yang dapat mempengaruhi pekerjaan masyarakat
2) Abrasi dan sedimentasi yang dapat merusak fasilitas
3) Rusaknya ekosistem akibat eksploitasi dengan cara yang keliru dan berlebihan

G. Masalah-masalah Perekonomian Daerah Pesisir di Sulawesi


Tenggara
Ketersediaan sumber daya alam bagi masyarakat pesisir seharusnya dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat dengan pesat. Namun faktanya tidak jarang kita
menemukan masyarakat daerah pesisir Sulawesi Tenggara yang masih jauh dari tingkat
kesejahteraan. Meskipun terdapat beberapa kekurangan bagi masyarakat yang mendiami
daerah pesisir, hal tersebut bisa ditanggulangi dengan adanya usaha dari masyarakat dan
pemerintah itu sendiri.
Permasalahan terhadap perekonomian yang terjadi di wilayah pesisir diantaranya
beberapa hal berikut.
a) Pendapatan masyarakat yang masih rendah dan dibeberapa daerah kurang melakukan
penyebaran hasil produksi ke daerah-daerah lain
b) Kondisi alam yang kurang bersahabat menyebabkan kenaikan harga
c) Fasilitas yang kurang memadai menyebabkan kurangnya minat wisatawan
d) Masuknya orang asing dengan menggunakan teknologi lebih canggih menyebabkan
pendapatan masyarakat menurun
e) Rusaknya ekosistem mengganggu pendapatan masyarakat dan daerah
Berdasarkan penelitian pada masyarakat suku Bajo, Bungkutoko, Kendari,
meskipun dengan tersedianya sumber daya alam sebagai sumber pencaharian, masyarakat
Bajo belum dapat sejahtera sepenuhnya bahkan masih sangat kurang. Belum ada
pendapatan yang dapat menjanjikan kehidupan masyarakat Bajo.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 48

Gambar 21. Pasar Masyarakat Suku Bajo41

Beberapa kendala yang mengahambat laju perekonomian masyarakat diantaranya sebagai


berikut.

1) Daerah strategis untuk perekonomiannya belum tertata sehingga untuk persebaran


hasil tangkap nelayan belum jelas arahnya.
2) Kendala lainnya yakni beberapa hal berikut.
a) Mogok mesin saat berlayar
b) Cuaca. Saat musim hujan, nelayan sangat sulit untuk melakukan pekerjaannya
karena perahu yang digunakan belum memiliki atap sebagai pelindung dari
hujan
c) Musiman hasil tangkap. Ketika musim cumi sedang tidak bagus, maka nelayan
cumi-cumi akan kesulitan dalam bekerja dan penghasilannya pun semakin
tidak menentu bahkan bisa jadi mereka tidak memdapatkan apa-apa.42

41
Sumber: dokumen pribadi
42
Ibu RT 12 Kampung Wajo, 2019
BAB IV

OLEH:

TEKNOLOGI MUHAMMAD FARIS


SARIANI
(A1K1 15 062)
(A1K1 15 095)
NURJANA (A1K1 15 180)

MARITIM FILMA
RAMNASARI
(A1K1 18 006)
(A1K1 18 036)
WA MOMO (A1K1 18 052)

SULAWESI MARTIANA
HENDRA ABIDIN
(A1K1 18 058)
(A1K1 18 102)
NUZULIA (A1K1 18 104)

TENGGARA WD. MANLY DERACAHYANI


LD. MUH. AL AFRIANSYAH
(A1K1 18 112)
(A1K1 18 108)
YULIA SAPUTRI (A1K1 18 106)
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 50

A. Pengertian Ilmu dan Teknologi Maritim


Menurut KBBI Ilmu bermakna sebagai pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara sistematis menurut metode yang ilmiah yang dapat digunakan
untuk menjelaskan dan menerangkan kondisi tertentu dalam bidang pengetahuan.
Sedangkan, menurut Mohammad Hatta, Ilmu ialah sebuah pengetahuan yang
teratur mengenai pekerjaan hukum secara kausal dalam suatu golongan masalah yang
sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya yang tampak dari luar, maupun dari
dalam.
Kemudian, pada tahun 1987, Sardar mengungkapkan bahwa teknologi
merupakan sebuah sarana dalam memecahkan masalah yang mendasar dari setiap
peradaban manusia. Sedang, KBBI juga memberikan pengertian lainnya mengenai
teknologi, yaitu suatu keseluruhan sarana untuk menyediakan barang yang
diperlukan bagi kelangsungan dan juga kenyamanan hidup manusia.
Sedang, maritim itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang
keseluruhan sarana untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi kelangsungan dan
juga kenyamanan hidup manusia yang digunakan dalam bidang kelautan khususnya
berhubungan dengan pelayaran (navigasi) serta berfokus pada kegiatan ekonomi.

B. Perbedaan Kelautan dan Maritim


Dalam KBBI, pengertian laut adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang
banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau,
sedangkan kelautan hanya dijelaskan sebagai “perihal yang berhubungan dengan laut”.
Berhubungan di sini dapat saja diartikan sebagai dekat, menyentuh, bersinggungan.
Kelautan dalam arti luas mungkin saja dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
mempunyai kepentingan dengan laut sebagai hamparan air asin yang sangat luas dan
menutupi permukaan bumi.
Istilah maritim juga mengandung ambiguitas. Maritim dalam pengertian sempit
yaitu hanya berhubungan dengan angkatan laut dalam hubungan dengan kekuatan darat
dan udara, atau bahkan dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu angkatan laut dan semua
kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan komersial nonmiliter terhadap laut.
Dilihat dari sisi tata bahasa, kelautan adalah kata benda, maritim adalah kata sifat. Dengan
demikian, kalau kita ingin menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang harus
memanfaatkan laut, rasanya kata maritim lebih tepat. Indonesia harus menjadi negara
maritim, bukan hanya Negara kelautan. Argumentasinya adalah, negara maritim adalah
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 51

negara yang mempunyai sifat memanfaatkan laut untuk kejayaan negaranya, sedangkan
negara kelautan lebih menunjukkan kondisi fisiknya, yaitu negara yang berhubungan,
dekat dengan atau terdiri dari laut.
Teknik kelautan pada dasarnya mempelajari tentang rekayasa pada bidang
Offshore (lepas pantai) dan pantai. Khususnya mempelajari tentang
pemanfaatan serta pengelolaan laut untuk sarana dan prasarana transportasi laut, seperti
pelabuhan, dermaga, kapal dan lain sebagainya serta mempelajari sumber daya, seperti
pencemaran laut, erosi dan lain sebagainya. Adapun akar dari teknik kelautan yaitu
berdasar pada mekanika, dinamika fluida, geologi, bangunan lepas pantai, dan fasilitas-
fasilitas yang ada di pelabuhan seperti dermaga. Sedangkan Teknologi Kelautan pada
dasarnya adalah ilmu yang mempelajari rekayasa yang ditujukan untuk
memanfaatkan laut seperti media transportasi dan sumber daya dan ruang. Teknologi
kelautan ini merupakan turunan dari teknik perkapalan.

C. Pemanfaatan Teknologi di Bidang Maritim


Teknologi Maritim merupakan bidang yang memfokuskan pengkajian kepada
penggunaan teknologi, proses dalam teknologi dan sistem dalam teknologi yang
digunakan dalam operasi maritim. Penggunaan teknologi di bidang kemaritiman perlu
memperhatikan dampaknya sehingga diharapkan dengan penggunaan teknologi di bidang
kemaritiman dapat tercapai pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
sehingga kebutuhan sekarang dan masa mendatang dapat terpenuhi.
Dalam undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan pada bab 2 pasal
dua dijelaskan bahwa penyelenggaraan kelautan dilaksanakan berdasarkan 11 asas, yakni
sebagai berikut.
1) Keberlanjutan
2) Konsistensi
3) Keterpaduan
4) Kepastian Hukum
5) Kemitraan
6) Pemerataan
7) Peran serta Masyarakat
8) Keterbukaan
9) Desentralisasi
10) Akuntabilitas
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 52

11) Keadilan

Sehingga, pemanfaatan teknologi dibidang maritim harus memperhatikan ke 11


asas ini. Segalah bentuk teknologi yang dapat merusak ataupun mencemari laut tidak
digunakan agar fungsi laut tersebut tidak berkurang. Dalam pasal 266 Konvensi Hukum
Laut PBB disebutkan bahwa:

1) Negara-negara langsung atau melalui organisasi-organisasi internasional yang


kompeten, harus bekerja sama sesuai dengan kemampuannya untuk
menggalakkan secara aktif pengembangan dan alih ilmu kelautan serta teknologi
kelautan dengan cara dan syarat-syarat yang adil dan wajar.
2) Negara-negara harus menggalakkan pengembangan ilmu pengetahuan kelautan
dan kemampuan teknologi negara-negara berkembang, termasuk negara-negara
yang tak berpantai dan letak geografisnya tidak beruntung dalam hal eksplorasi,
eksploitai, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut.

D. Kebutuhan Riset dan IPTEK untuk Mendukung dan


Akselerasi Pembangunan Kelautan
Untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya kelautan maka mutlak
diperlukan IPTEK, yang harus pula didukung oleh riset yang sistematis dan
berkelanjutan. Pembangunan kelautan sekarang ini antara lain mencakup beberapa hal
berikut.
1) Capture Fisheries and Aquaculture
2) Marine Biotechnology
3) Non-Living Resources 7
4) Marine Transportation
5) Sea Territory
6) Small Island Development

Pengembangan riset dan pengembangan Iptek tersebut diharapkan menjawab


dan mengatasi masalah nasional dalam bidang;
1) Kecukupan Pangan
2) Kecukupan Obat dan Teknologi Kesehatan
3) Sumber Energi Alternatif
4) Transportasi
5) Teknologi Informasi dan Komunikasi
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 53

6) Teknologi Keamanan dan Pertahanan

Riset dibidang industri bioteknologi kelautan telah ditemukan beberapa hal


antara lain sebagai berikut.43
1) Pembuatan obat tidur dan obat penenang dari kuda laut
2) Pembuatan garam yang 99% murni untuk cairan infus
3) Tempurung kura-kura untuk obat luka dan tetanus
4) Hati ikan buntal untuk obat tetrodotoxin, guna memperbaiki saraf otak yang rusak
5) Chitosan dari kulit kepiting dan udang untuk obat anti kolesterol

Disadari bahwa pemanfaatan sumber daya kelautan sekarang ini lebih banyak
terkonsentrasi di wilayah pesisir dan perairan laut dangkal, maka pengembangan IPTEK
dalam rangka pengembangan laut dalam sangat dibutuhkan dalam rangka pemanfaatan
berbagai sumber daya kelautan di perairan laut dalam. Departemen Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia (DKP-RI) juga aktif melakukan kegiatan riset dalam
mendukung pemanfaatan sumber daya kelautan secara berkelanjutan. Perairan laut
dalam adalah perairan laut yang kedalamannya lebih dari 200 m. Di Indonesia
perairan laut dalam umumnya berada di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), perairan
Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan wilayah laut perbatasan.
Pemanfaatan sumber daya perikanan laut dalam membutuhkan investasi yang
tinggi sehingga kita harus berhitung secara ekonomi, profit yang akan dihasilkan.
Teknologi MCS, teknologi industri rumput laut, teknologi budidaya perikanan, radio
satelit, wartel satelit, kios IPTEK, teknologi garam rakyat, teknologi tambak ramah
lingkungan. Dibidang perikanan tangkap IPTEK sangat penting dalam menjaga
keberlanjutan sumber daya perikanan.
Pemanfaatan teknologi light fishning yang banyak beroperasi di wilayah laut
Indonesia mendorong diperlukannya riset yang menyangkut masalah intensitas
cahaya yang digunakan untuk menarik perhatian ikan-ikan yang layak tangkap, dan
intensitas optimum yang digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan tertentu.Tingkat
respon ikan terhadap stimulus cahaya yang diberikan dalam proses penangkapan ikan di
laut dengan light fishing. Kondisi dan isu perikanan tangkap saat ini antara lain sebagai
berikut.44
1) Pemanfaatan IPTEK yang masih rendah

43
Dahuri, 2006
44
Arimoto, 2002
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 54

2) Taraf hidup rata-rata nelayan yang masih rendah


3) Kualitas dan kuantitas data serta informasi yang belum memadai
4) Kurangnya informasi dan data mengenai Daerah Penangkapan Ikan (DPI) yang
didasarkan pada studi dan kajian mendalam mengenai karakteristik dan sifat fisik
serta fenomena perairan lainnya
5) Operasi Penangkapan Ikan (OPI) yang tidak efektif, efisien dan selektif yang dapat
menyebabkan biaya tinggi dan masalah kelestarian ikan
6) Overfishing DPI tertentu dan masih ada DPI yang belum optimal pemanfaatannya
7) Sumber daya manusia / nelayan masih sedikit untuk memanfaatkan peran
IPTEK dalam OPI, pengelolaan dan pemantauan perikanan nusantara
8) Degradasi lingkungan akibat potasium, sianida dan pencemaran
9) Teknologi pengolahan yang masih rendah serta penghargaan dan penegakan hukum
yang masih rendah dan kurang memadai, pencurian ikan, dan lain sebagainya

Oleh sebab itu, diperlukan suatu aksi tanggap melalui suatu trasformasi dari
perikanan tangkap tradisional menuju perikanan tangkap yang modern berlandaskan
IPTEK melalui beberapa hal berikut.45

1) Peningkatan sistem pengelolaan (management), kebijakan, pemantauan


(monitoring), pengawasan (surveillance), pengendalian (controlling) secara terpadu
dan menyeluruh terhadap seluruh kegiatan perikanan tangkap
2) Operasi penangkapan yang efektif, efisien dan selektif
3) Perikanan tangkap yang lestari
4) Taraf hidup nelayan yang meningkat
5) Sektor perikanan dapat menjadi sumber devisa pembangunan yang bisa diandalkan

Riset laut ilegal. Potensi dan kekayaan alam Indonesia yang luar biasa, wilayah
nusantara menjadi surga riset ilegal kapal asing. Tujuannya tidak lain adalah untuk
kepentingan perusahaan, lembaga atau negara yang ingin menguasai bumi khatulistiwa.
Banyak data dan potensi sumber daya alam dicuri karena ketidaktahuan dan
ketidakpedulian bangsa ini. Sejak era reformasi, survei dan pemetaan laut yang
dilakukan pihak asing semakin marak terjadi. Mulai dari kedok kerjasama institusi
pemerintah dengan pihak asing, sampai dengan yang jelas-jelas ilegal alias tidak
memiliki izin dari pemerintah Indonesia. Kegiatan tersebut tanpa sadar membawa

45
Wahyudi, 2006
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 55

konsekuensi bocornya data negara yang seharusnya dirahasiakan. Informasi


tentang medan laut dapat digunakan pihak asing untuk menentukan taktik dan strategi
militer, jika mereka ingin menguasai wilayah Indonesia. Sebenarnya negara telah
memiliki peraturan kerjasama internasional di bidang penelitian dan pengembangan,
dengan adanya PP (Peraturan Pemerintah) No 41 tahun 2006, tentang perizinan
kegiatan penelitian dan pengembangan oleh pihak asing di Indonesia. Peraturan
pemerintah ini menetapkan ketentuan, persyaratan, kewajiban dan larangan yang harus
ditaati lembaga atau peneliti asing, mitra serta lembaga penjamin kegiatan penelitian.
Peraturan tersebut harus dilaksanakan pemerintah untuk melindungi masyarakat,
bangsa dan negara dari kemungkinan kerugian yang ditimbulkan penelitian pihak asing.
Seluruh penelitian harus mendapat izin dari lembaga penanggungjawab, yaitu
Kementerian Riset dan Teknologi, melalui tim yang dibentuk Sekretariat Perizinan
Peneliti Asing (TKPIPA). Tim ini merupakan pokja interdept yang anggotanya terdiri
dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Mabes POLRI, BIN, LIPI,
BPPT, serta kementerian lain yang disesuaikan dengan misi riset.
Birokrasi yang rumit serta panjangnya waktu untuk proses perizinan inilah yang
menjadi bahan pertimbangan bagi para pelaku (mitra kerja dan lembaga penjamin di
Indonesia) pemenang tender mencari jalan pintas dengan cara mengambil celah-celah
hukum agar survei laut tetap “legal”, tanpa melewati prosedur. Hal ini terjadi, karena
bagi mereka yang dipikirkan adalah benefit yang harus diperoleh. Memotong jalur
birokrasi berarti menghemat waktu dan biaya yang harus dikeluarkan. Perusahan
penjamin PT. HIE misalnya, mitra pelaksana kegiatan survei migas lepas pantai asing
yang beralamat di bilangan kuningan.

E. Riset Teknologi Kemaritiman di Sulawesi Tenggara


Unsur teknologi merupakan salah satu wujud kebudayaan yang memegang
peranan penting dalam kehidupan manusia. Honingman46 mengatakan bahwa, teknologi
adalah segala tindakan baku yang digunakan manusia untuk mengubah alam, termasuk
tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain. Oleh karena itu teknologi adalah cara manusia
membuat, memakai, dan memelihara seluruh peralatannya, dan bahkan bertindak selama
hidupnya. Khusus bagi masyarakat nelayan konsep teknologi menekankan pada
bagaimana mereka memberi tanggapan dan harapan dari penggunaan alat tangkap ikan.

46
Koentjaraningrat, 2002
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 56

1. Teknologi Pembuatan Perahu Fiberglass

Gambar 22. Perahu Fiberglass47

Potensi perikanan laut negara Indonesia sangatlah besar, namun pemanfaatannya


belum optimal. Persoalan mendasar nelayan tradisional Indonesia adalah
ketidakmampuan menyediakan perahu sebagai sarana penangkapan. Larangan
penebangan hutan juga menyulitkan pengrajin perahu untuk mendapatkan bahan baku
kayu. Sebuah alternatif berupa perahu berbahan fiberglass sangat lanyak untuk menjadi
solusi teknologi. Teknologi fiberglass memang sudah lama dikenal, namun
pemanfaatannya oleh nelayan belum optimal. Dibandingkan perahu berbahan kayu,
perahu berbahan fiberglass jelas memiliki banyak keunggulan. Selain biaya perawatan
yang lebih kecil, masa pakai pun bisa mencapai 20 tahun dimana perahu kayu hanya
mencapai 5 tahun dengan biaya perawatan dan potensi kerusakan yang lebih besar. Selain
itu waktu pembuatan kapal pun relatif lebih singkat dan mudah.

2. Bila “Teknologi Alat Tangkap pada Nelayan di Langara Laut (Wawonii


Barat)”
Teknologi alat penangkap ikan telah berkembang semenjak sistem mata
pencaharian sebagai nelayan dikenal orang. Seperti halnya komunitas nelayan Bajo di
Langgara Laut kecamatan Wawonii Barat kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara telah
mengenal berbagai macam teknik alat tangkap, seperti bubu, pancing, pukat, dan bila.
Alat tangkap bila merupakan alat yang paling utama digunakan oleh mereka.

47
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 57

Jenis alat tangkap Bila yang terdapat di Langgara Laut pengoperasiannya dilaut
yang dangkal, sehingga jenis ikan yang ditangkap berupa ikan karang (seperti baronang,
balana, ikan putih dan sebagainya). Berbeda pada “Bila” yang terdapat diperairan pantai,
dimana lingkungan lautnya berupa pasir sehingga jenis ikan yang ditangkap hanya berupa
ikan plagis kecil, seperti ikan laying, katombang. Bila atau sero (Guilding Barrier) adalah
perangkap ikan yang dipasang atau ditancap didalam air yang terdiri dari susunan pagar-
pagar yang akan menuntun ikan menuju perangkap. Alat ini biasanya terdiri dari kayu,
bambu, dan jaring. Terdapat dua bagian “Bila” yaitu bagian penaju (leadingnet) yang
berfungsi menggiring ikan untuk berenang menuju daerah jebakan (trap area) saat pasang
naik. Trap area berada di daerah yang lebih dalam, sehingga alat ini sangat cocok
digunakan di daerah yang landai dan sedikit miring di pinggir pantai. Pengambilan
ikan dilakukan saat surut, karena banyak ikan yang terjebak di trap area. Di Eropa Barat,
Bila banyak digunakan dan jaringnya dibuat dari bahan multifilament atau biasa disebut
benang PE atau Braided untuk senar poping) yang disebut fyke net. Bila ini di Perancis
biasa digunakan untuk menjebak ikan sidat.

3. Rancangan Tecnopark Maritim (Pulau Bokori)


Technopark maritim merupakan suatu kawasan terpadu wilayah maritim yang
menggabungkan dunia industri, perguruan tinggi, pusat riset dan pelatihan,
kewirausahaan, perbankan, pemerintah dalam satu lokasi yang terinterkoneksi seluruh
informasi dan teknologi secara lebih efisien dan cepat. Dalam kegiatan diseminasi
teknologi budidaya karang dan ikan hias mendapat apresiasi oleh warga desa di wilayah
itu karena mereka ikut ambil bagian, sekaligus mengikuti keterampilan terkait
budidaya karang yang selama ini hanya menjadi limbah yang diharapkan bisa menambah
pundi-pundi ekonomi bagi keluarga mereka.

Gambar 23. Tecnopark Pulau Bokori48


48
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 58

4. Wakatobi AIS
Wakatobi AIS merupakan singkatan dari Wahana Keselamatan dan Pemantauan
Objek Berbasis Informasi AIS (Automatic Identification System) ini adalah teknologi yang
dikembangkan oleh peneliti dan perekayasa Lokal Perekayasa Teknologi Kelautan
(LPTK) Wakatobi. Menggunakan teknologi radar pantai, mereka merekayasa AIS
transponder yang dikembangkan secara khusus untuk kepentingan keselamatan nelayan
tradisional. Pasalnya tidak jarang ditemukan nelayan yang hilang atau terdampar saat
melaut.
Wakatobi AIS diciptakan atas identifikasi terhadap tiga masalah utama yang
dihadapi nelayan dalam melaut. Pertama, kurangnya kesiapan operasi nelayan dalam hal
penguasaan informasi mengenai kondisi meteorologi di area target penangkapan ikan.
Kedua, perlunya peningkatan kepantauan armada-armada nelayan tradisional oleh otoritas
di darat untuk mendukung ekstraksi SDA yang berkelanjutan, sekaligus sebagai data
penting dalam proses rescue saat para nelayan mengalami musibah di laut. Ketiga,
sulitnya nelayan tradisional dalam mengabarkan kondisi darurat yang mereka alami akibat
terbatasnya alat komunikasi di laut, sehingga tertundanya upaya penyelamatan.

5. Modernisasi Teknologi Realtime pada Pelelangan Ikan


Dalam menumbuhkan perekonomian berbasis kemaritiman Pemerintah Sulawesi
Tenggara dengan adanya Modernisasi Teknologi Realtime pada Pelelangan Ikan yang
dilakukan. Teknologi dapat diterapkan dan dimanfaatkan dalam berbagai bidang serta
dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat berbasis Kemaritiman
dengan melakukan proses lelang ikan secara online. Selama ini proses pelelangan
hasil laut sangat sulit dikelola antara lain hasil tangkapan ikan kurang terdata
sehingga sulit mendeteksi komoditas yang ada, kurangnya informasi mengenai komoditas
hasil laut. Sistem dikembangkan untuk memberikan informasi komoditas hasil
tangkap nelayan serta proses lelang secara modern. Manfaat dari pembangunan
sistem ini yaitu dapat mempermudah proses perdagangan dan proses pelelangan hasil
laut.

6. PT. Microsoft Indonesia Digandeng Pemerintah Kabupaten Wakatobi


Kerja sama yang dilakukan pemerintah kabupaten Wakatobi dengan PT. Microsoft
Indonesia guna mengembangkan teknologi informasi yang mendukung kegiatan penelitian
keanekaragaman hayati terumbu karang di wilayah timur Indonesia tersebut.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 59

Gambar 24. Terumbu Karang di Wakatobi49

49
Sumber: www.google.com
BAB V

OLEH:
MITIGASI
YULIN (A1K1 15 130)
HASLINDA (A1K1 15 032)
BENCANA PUTRI AINULLAH (A1K1 15 081)
ALFIA (A1K1 16 004)
RAHMATYA DESELA (A1K1 18 028)
MARITIM NI MADE IKA BUDIARI (A1K1 18 020)
SARMAWAN (A1K1 18 010)
NURUL HUSNIA (A1K1 18 068)
SULAWESI MUHAMMAD AMIN (A1K1 18 030)
MARFUATUL JANNAH B. (A1K1 18 114)
RATNA (A1K1 18 012)
TENGGARA HADIJA (A1K1 15 027)
RISKA (A1K1 15 088)
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 61

A. Pengertian Mitigasi Bencana


Mitigasi berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-
pengaruh dari satu bahaya sebelum bahaya itu terjadi atau sebagai istilah mitigasi berlaku
untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan perlindungan yang
mungkin diawali, dari yang fisik , seperti membangun bangunan-bangunan yang lebih
kuat, sampai dengan yang prosedural, seperti teknik-teknik yang baku untuk
menggabungkan penilaian bahaya didalam rencana pembangunan. Menurut UU No. 24
Tahun 2007 dinyatakan bahwa mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan / atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada semua
tindakan-tindakan untuk mengurangi dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan
sebelum bencana itu terjadi, termaksud kesiapan dan tindakan-tindakan yang benar-benar
terjadi. Pasal 1 ayat 6 PP 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan
bencana menyebutkan bahwa mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan PP No. 21 pasal 20
ayat 1 mitigasi bencana adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko dan
dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada dikawasan
rawan bencana baik bencana alam, bencana karena ulah manusia maupun gabungan dari
keduanya dalam suatu negara atau masyarakat.
Mitigasi bencana alam adalah upaya manusia agar jika terjadi bencana alam
kerugian yang diakibatkan tidak signifikan.50 Dalam konteks bencana, dikenal dua macam
yaitu sebagai berikut.
1) Bencana alam yang merupakan suatu serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan
oleh faktor alam, yaitu berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, tanah longsor, dan lain sebagainya.

50
Hendrajaya dan Puspito (2005)
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 62

2) Bencana sosial merupakan sautu bencana yang diakibatkan oleh manusia, seperti
konflik sosial, penyakit masyarakat dan teror.
Mitigasi bencana dapat dilakukan melalui usaha fisik maupun non fisik. Usaha
yang bersifat fisik dapat berupa berbagai macam bentuk, tergantung dari jenis bencana
alam, lokasi bencana, kepadatan penduduk, kondisi sarana dan prasarana yang tersedia.
Upaya-upaya mitigasi bencana alam dapat dideskripsikan sebagai berikut.
1) Gempa bumi
Gempa bumi merupakan bencana alam yang sama sekali belum bisa diprediksi
kapan akan terjadi. Namun demikian, secara umum wilayah-wilayah yang rawan terhadap
ancaman bencana gempa bumi telah dapat diidentifikasi. Oleh karena itu mitigasi yang
dapat dilakukan pada wilayah yang rawan terhadap ancaman gempa yang dapat dilakukan
antara lain sebagai berikut.
1) Penyampaian informasi kepada masyarakat mengenai potensi ancaman bencana
gempa bumi di wilayah mereka.
2) Peningkatan pengetahuan kepada masyarakat mengenai karakteristik bencana
gempabumi.
3) Memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana cara menyelamatkan diri
dari bencana gempa bumi.
4) Memberikan pelatihan, misalnya dengan simulasi bagaimana cara menyelamatkan
diri ketika ada bencana.
5) Mendirikan bangunan dengan bahan dan konstruksi yang tahan gempa.
6) Pembuatan zona-zona daerah rawan bencana.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narasumber di Bungkutoko
daerah kota Kendari, yaitu kampung Bajoe pada tanggal 19 mei 2019, mengenai mitigasi
bencana di daerah tersebut bahwasannya yang kerap kali terjadi yakni bencana gempa
bumi, namun sampai saat ini masyarakat yang tinggal di daerah tersebut belum
mengetahui bagaimana cara atau tindakan yang harus dilakukan pada saat bencana
tersebut terjadi. Namun yang dikhawatirkan oleh masyarakat jika terjadi gempa adalah
peningkatan debit air laut yang biasa memasuki rumah warga, menurut ketua RW
setempat bahwasannya pernah dilakukan sosialisasi tentang penanggulangan bencana di
kelurahan tersebut, namun warga hanya diberitahukan untuk melakukan persiapan dan
menghindari daerah dataran rendah serta segera ke daerah dataran-dataran tinggi
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 63

(gunung) yang terdekat di daerah tersebut. 51 Dari perkampungan Bajoe, Bungkutoko


dibutuhkan ± 10 menit untuk jalur evakuasi ke gunung tersebut. Disisi lain, belum jalur
evakuasi tercepat atau pun rambu-rambu yang dapat menjadi petunjuk arah bagi warga.
Miris, di daerah Bungkutoko sendiri belum dilakukan penelitian untuk daerah potensi
jalur retakan gempa, sirene pemberitahuan ataupun informasi yang dapat menjadi
perantara ke warga saat gempa bumi terjadi. Sehingga, dari hal ini belum ada upaya
kesiapsiagaan dari masyarakat maupun pemerintah itu sendiri. 52 Penangan air pasang
untuk mengurangi tingkat besar debit air yang bisa menyebabkan air masuk ke dalam
rumah warga dengan penanaman pohon bakau, namun dari penuturan ketua RW setempat
bahwa di daerah kampung Bajoe sendiri hanya terdepat sedikit hutan bakau.

Gambar 25. Peta sebaran titik gempa bumi diwilayah Sulawesi Tenggara tahun 2007-201653

51
Kepala RW Kampung Bajoe, 2019
52
Kepala RW Kampung Bajoe, 2019
53
BMKG,2017
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 64

Gambar 26. Peta sesar gempa diwilayah Sulawesi Tenggara54

2) Tsunami
Tsunami diartikan bencana alam yang berupa gelombang air laut yang menimpa
daerah pantai. Faktor penyebab terjadinya tsunami adalah karena kegiatan seismik,
meletusnya gunung api, longsoran bawah laut, dan tumbukan meterorit dengan samudera.
Dari sejumlah faktor penyebab, yang paling sering terjadi adalah tsunami akibat gempa
bumi. Gempa bumi sampai saat ini belum dapat diramalkan kapan akan terjadi. Oleh
karena itu tsunami yang disebabkan oleh gempa bumi juga sulit diprediksi. Bencana
tsunami merupakan ancaman bagi wilayah pantai yang secara geologis rawan terhadap
gempa bumi. Namun ancaman bencana tsunami baru dapat diprediksi setelah gempa bumi
terjadi. Satu hal yang menyulitkan adalah jeda waktu antara gempa dan tsunami yang
ditimbulkan sangat singkat. Akibatnya usaha untuk menyelamatkan diri dari tsunami
waktunya sangat terbatas.
Jika ancaman tsunami tidak disadari oleh masyarakat yang tinggal di daerah rawan
bencana tersebut, maka resiko yang dapat ditimbulkannya akan sangat serius. Oleh karena
itu, untuk mengurangi resiko terhadap bencana yang mungkin terjadi, maka diperlukan
mitigasi bencana tsunami. Mitigasi terhadap ancaman bencana tsunami antara lain dapat
dilakukan sebagai berikut.

54
BMKG,2018
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 65

1) Pemetaan wilayah-wilayah yang rawan terhadap ancaman bencana tsunami


2) Penyampaian informasi kepada masyarakat mengenai potensi ancaman bencana
tsunami di wilayah mereka
3) Peningkatan pengetahuan kepada masyarakat mengenai karakteristik bencana
tsunami.
4) Mengenali tanda-tanda akan datangnya bencana tsunami.
5) Memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana cara menyelamatkan diri
dari bencana tsunami.
6) Memberikan pelatihan, misalnya dengan simulasi bagaimana cara menyelamatkan
diri ketika ada tsunami.
7) Membuat jalur-jalur penyelamatan yang harus dilalui untuk menuju tempat yang
aman dari bencana tsunami.
8) Tidak mendirikan bangunan-bangunan fasilitas umum seperti kantor-kantor
pelayanan pemerintah, pasar, dan lain-lain pada kawasan yang rawan terhadap
ancaman bencana.
9) Penanaman pepohonan disepanjang pantai untuk mematahkan gelombang tsunami.
10) Mengadakan alat peringatan dini (early warning system) terhadap ancaman bencana
tsunami.

3) Gunung Meletus
Salah satu akibat Indonesia terletak di antara pertemuan tiga lepeng tektonik yang
besar di dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik adalah bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia.
Keberadaan gunung api tersebut tersebar di sepanjang pulau-pulau yang terletak di
sepanjang sisi subduksi antara lempeng samudera terhadap lempeng benua. Mitigasi
terhadap ancaman bencana gunung meletus antara lain dapat dilakukan sebagai berikut.
1) Pemetaan wilayah-wilayah yang rawan terhadap ancaman letusan gunung api.
2) Penyampaian informasi kepada masyarakat mengenai potensi ancaman bencana
gunung api di wilayah mereka.
3) Peningkatan pengetahuan kepada masyarakat mengenai karakteristik bencana
gunung api.
4) Mengenali tanda-tanda akan datangnya bencana letusan gunung api.
5) Memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana cara menyelamatkan diri
dari bencana gunung api.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 66

6) Memberikan pelatihan, misalnya dengan simulasi bagaimana cara menyelamatkan


diri ketika terjadi letusan gunung api.
7) Mengadakan alat peringatan dini (early warning system) terhadap ancaman letusan
gunung api yang akan terjadi.
8) Mengeringkan danau kawah agar letusan tidak menghasilkan lahar panas.
9) Membuat dam-dam untuk mengendalikan aliran lahar.
10) Membuat bunker untuk menyelamatkan diri ketika terjadi letusan dengan tiba-tiba.

4) Banjir
Setiap tahun saat musim hujan, di Indonesia selalu ada wilayah yang mengalami
banjir. Banjir terjadi karena air yang jatuh dan mengalir jauh melebihi kapasitas sistem
drainase yang ada. Kerusakan hutan, alih fungsi lahan, misalnya dari hutan menjadi lahan
perkebunan / pertanian, industri, pemukiman, dan sebagainya akan mengurangi
kemampuan tanah / batuan untuk menyerap air. Akibatnya aliran permukaan akan
semakin banyak dan banjirpun tidak bisa dihindari. Terjadinya banjir bandang sangat
dipengaruhi oleh kerusakan hutan di kawasan hulu. Banjir juga bisa disebabkan oleh
pasang. Seiring dengan semakin meningkatnya suhu di permukaan bumi karena
pemanasan global, banjir bukan saja disebabkan oleh hujan, tetapi juga oleh pasang air
laut yang tinggi. Pasang laut ini bisa disebabkan oleh badai dan atau akibat pemanasan
global yang menyebabkan pasang lebih tinggi dari sebelumnya. Akibat pasang tersebut
aliran sungai menjadi terhambat sehingga menggenangi daratan di sekitarnya. Mitigasi
yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
1) Membuat peta wilayah yang rawan terhadap ancaman becana banjir.
2) Memberi penyuluhan kepada masyarakat.
3) Mengadakan reboisasi di kawasan hulu daerah aliran sungai.
4) Membuat biopori agar air yang bisa meresap ke dalam tanah menjadi lebih banyak.
5) Meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya memelihara
lingkungan.
6) Membuat tanggul penahan banjir.
7) Membuat sistem peringatan dini.

5) Longsor
Kondisi geologis di Indonesia menyebabkan wilayah Indonesia yang reliefnya
bergunung-gunung sangat luas. Dipadu dengan musim kemarau yang kering dan musim
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 67

hujan dengan curah hujan yang tinggi, menyebabkan di beberapa kawasan rawan terhadap
ancaman bencana longsor. Hampir setiap musim hujan longsor ini selalu terjadi. Untuk
mengurangi resiko bencana yang ditimbulkan perlu ada mitigasi. Mitigasi yang dapat
dilakukan antara lain sebagai berikut.
1) Membuat peta wilayah rawan terhadap ancaman becana longsor.
2) Tidak mendirikan bangunan pada kawasan yang rawan terhadap ancaman longsor.
3) Relokasi pemukiman yang rawan terhadap ancaman bahaya longsor.
4) Penanaman pad lereng dengan jenis tanaman yang sistem perakarannya dalam
sehingga mampu menahan gerakan tanah.
5) Membuat terasering dengan sistem drainase yang dapat mengurangi resapan ke
dalam tanah.
6) Selalu diadakan pemantauan terhadap tanda-tanda kemungkinan terjadinya longsor,
misalnya seperti munculnya rekahan, munculnya rembesan air, pohon-pohon yang
miring searah kemiringan lereng, dan sebagainya.

B. Jenis-jenis Mitigasi Bencana


1. Mitigasi Bencana Struktural
Mitigasi bencana struktural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang
dilakukan melalui pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan
teknologi, seperti pembuatan kanal khusus untuk pencegah banjir, alat pendeteksi
aktivitas gunung berapi, bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning
System yang digunakan untuk memprediksi terjadinya gelombang tsunami. Mitigasi
struktural adalah upaya mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan
cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan
dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu
bertahankan atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang
bersangkutan terjadi. Rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur bangunan
yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.

2. Mitigasi Bencana Non Struktural


Mitigasi non struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain dari
upaya mitigasi bencana struktural. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan
seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-Undang penanggulangan Bencana (UU PB)
adalah upaya non struktural dibidang kebijakan dari mitigasi ini. Contoh lainnya adalah
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 68

pembuatan tata ruang kota, capacity building masyarakat, bahkan sampai menghidupkan
berbagai aktivitas lain yang berguna bagi penguatan kapasitas masyarakat juga bagian
dari mitigasi ini. Ini dilakukan untuk masyarakat yang hidup disekitar daerah rawan
bencana.
Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi.
Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk
menghindari resiko yang tidak perlu dan merusak. Tentu, sebelum dilakukan identifikasi
resiko terlebih dahulu perlu penilaian resiko fisik seperti proses identifikasi dan evaluasi
tentang kemungkinan terjadinya bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkan.

C. Tujuan dan Metode Mitigasi Bencana


Tujuan dari strategi mitigasi untuk mengurangi kerugian-kerugian pada saat
terjadinya bahaya dimasa mendatang. Tujuan utama adalah untuk mengurangi resiko
kematian dan cedera terhadap penduduk. Tujuan-tujuan sekunder mencakup pengurangan
kerusakan dan kekurangan-kekurangan ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur
sektor publik dan mengurangi kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap
infrastruktur sektor publik dan menguragi kerugian-kerugian sektor swasta sejauh hal-hal
itu mungkin mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Tujuan-tujuan ini mungkin
mencakup dorongan bagi orang-orang untuk melindungi diri mereka sejauh mungkin.
Tujuan utama (ultimate goal) dari mitigasi bencana adalah sebagai berikut.
1) Mengurangi resiko / dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi
penduduk seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan
kerusakan sumber daya alam.
2) Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan, sehingga pembangunan dapat
terarah.
3) Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi
dan bekerja dengan aman.
Pertimbangan dalam menyusun program mitigasi (khususnya di Indonesia) yakni
sebagai berikut.
a) Mitigasi bencana harus integrasikan dengan proses pembangunan.
b) Fokus bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga pendidikan, pangan, tenaga
kerja, perumahan dan kebutuhan dasar lainnya.
c) Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 69

d) Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat


untuk membuat keputusan, menolong diri sendiri dan membangun sendiri.
e) Menggunakan sumber daya dan daya lokal (sesuai prinsip desentralisasi).
f) Mempelajari pengembanagan konstruktur rumah yang aman bagi golongan
masyarakat kurang mampu, dan pilihan subsidi biaya tambahan membangunan
rumah.
g) Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.
h) Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal didaerah
yang rentan bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun implikasi
politik.
i) Mudah dimengerti dan diikuti masyarakat.

D. Bahaya dan Pengaruh Mitigasi Bencana


Bagian paling kritis dari pelaksanaan mitigasi adalah pemahaman penuh akan sifat
bencana. Dalam setiap negara dan dalam setiap daerah, tipe bahaya-bahaya yang didapat
berbeda-beda. Beberapa negara rentan terhadap banjir yang lain mempunyai sejarah-
sejarah tentang kerusakan badai tropis dan yang lain dikenal sebagai daerah gempa bumi.
Kebanyakan negara rentan terhadap kombinasi dari beberapa bahaya dan semua
menghadapi kemungkinan bencana-bencana teknologi sebagai akibat kemajuan
pembangunan indrustri. Pengaruh dan bahaya-bahaya yang mungkin muncul dan
kerusakan yang mungkin diakibatkan tergantung pada apa yang ada didaerah itu.
Kematian dan luka yang disebabkan oleh bencana-bencana dan konsekuensi-konsekuensi
dari kerusakan sehubungan dengan gangguan masyarakat dan dampak-dampaknya
terhadap ekonomi menjadi bidang penelitian bagi praktis medis, ekonomi dan ilmu
sosial, ilmu pengetahuan masih terlalu relatif mudah, contohnya sebagian besar catatan
dari gempa yang menimbulkan kerusakan dengan menggunakan instrumen-instrumen
pembaca gerakan kuat diperoleh kurang lebih tiga puluh delapan tahun yang lalu, dan
hanya semenjak adaya foto satelit badai-badai tropis sudah bisa secara rutin melacak.
Pemahaman bahaya-bahaya yang mencakup tentang beberapa hal beberapa berikut.
1) Bagaimana bahaya itu muncul.
2) Kemungkinan terjadi dan besarnya.
3) Mekanisme fisik kerusakan.
a) Elemen-elemen aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap pengaruh-
pengaruhnya.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 70

b) Konsekuensi-konsekuensi kerusakan.

E. Kebijakan dan Strategi dalam Mitigasi Bencana


Kebijakan-kebijakan dalam mitigasi bencana, strategi mitigasi bencana dalam
upaya mengurangi resiko bencana yakni sebagai berikut.
1. Kebijakan dalam Mitigasi Bencana
Berbagai kebijakan yang perlu ditempuh dalam mitigasi bencana antara lain sebagai
berikut.
1) Dalam setiap upaya mitigasi bencana perlu membangun persepsi yang sama bagi
semua pihak baik jajaran aparat pemerintah maupun segenap unsur masyarakat
yang ketentuan langkahnya diatur dalam pedoman umum, petunjuk pelaksana dan
prosedur tetap yang dikeluarkan oleh instansi yang bersangkutan sesuai dengan
bidang tugas unit masing-masing.
2) Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu, terkoordinir yang
melibatkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat.
3) Upaya preventif harus diutamakan agar kerusakan dan korban jiwa dapat
diminimalkan.
4) Penggalangan kekuatan melalui kerja sama dengan semua pihak, melalui
pemberdayaan masyarakat serta kampanye.
2. Strategi dalam Mitigasi Bencana
Kebijakan yang dikembangkan memunculkan beberapa strategi sebagai berikut.
1) Pemetaan
Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah melakukan pemetaan daerah rawan
bencana. Pada saat ini berbagai sektor telah mengembangkan peta rawan bencana. Pada
rawan bencana tersebut sangat berguna bagi pengambil keputusan dalam antisipasi terjadi
bencana alam. Meskipun demikian sampai saat ini penggunaan peta ini belum
dioptimalkan. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya:
a) Belum seluruh wilayah di Indonesia telah dipetakan
b) Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik
c) Peta bencana belum terintegrasi
d) Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang berbeda-beda sehingga
menyulitkan dalam proses pengintegrasian.
2) Pemantauan
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 71

Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka dapat dilakukan antisipasi
jika sewaku-waktu terjadi bencana, sehingga akan dengan mudah melakukan
penyelamatan. Pemantuan di daerah vital dan strategi secara jasa dan ekonomi dilakukan
di beberapa kawasan rawan bencana.
a) Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara: poster dan leaflet
kepada pemerintah kabupaten / kota dan provinsi seluruh Indonesia yang rawan
bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah dan penanganan bencana.
Memberikan informasi media cetak dan elektronik tentang kebencanaan adalah
salah satu penyebaran informasi dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan
terhadap bencana geologi di suatu kawasan tertentu. Koordinasi pemerintah daerah
dalam hal penyebaran informasi diperlukan mengingat Indonesia sangat luas.
b) Sosialisasi dan penyuluhan merupakan segala aspek kebencanaan kepada
STAKOR–LAK PB SATLAK PB, dan masyarakat yang bertujuan meningkatkan
kewaspadaan dan kesiapan menghadapi bencana jika sewaktu-waktu terjadi. Hal
penting yang perlu diketahui oleh pemerintah daerah ialah mengenai hidup
harmonis dengan alam di daerah bencana, apa yang perlu ditakutkan dan
dihindarkan di daerah rawan bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri
jika terjadi bencana.
c) Pelatihan / pendidikan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan
penyelamatan jika terjadi bencana. Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur
informasi dari petugas lapangan, pejabat teknis, STAKORLAR PB, SATLAK PB
dan masyarakat sampai ketingkat pengungsian dan penyelamatan korban bencana.
Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi dan penyelamatan korban bencana
akan terbentuk.
d) Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan hasil
pengamatan secara kontinyu di suatu daerah rawan dengan tujuan agar persiapan
secara dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi
bencana. Peringatan dini tersebut disosialisasikan kepada masyarakat melalui
pemerintah daerah dengan tujuan memberikan kesadaran masyarakat dalam
menghindarkan diri dari bencana. Peringatan dini dan hasil pemantauan daerah
rawan bencana berupa saran dan teknis yang dapat berupa pengalihan jalur jalan
(sementara dan seterusnya), pengungsian dan atau relokasi, dan saran penanganan
lainnya.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 72

F. Manajemen Mitigasi Bencana


Manajemen penanggulangan bencana merupakan upaya peningkatan usaha
penanggulangan berbagai macam bencana melalui pengamatan secara sistematis dan
analisis yang meliputi tindakan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan
rehabilitasi. Dalam membahas manajemen bencana dikenal adanya siklus penanggulangan
bencana yang meliputi kesiapsiagaan, tangap darurat dan pemulihan. Siklus manajemen
bencana tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 27. Siklus Manajemen Bencana55

1. Pencegahan dan Mitigasi


Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan
bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi resiko yang
ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang
tergolong dalam mitigasi pasif antara lain:
a) Penyusunan peraturan perundang-undangan
b) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah
c) Pembuatan pedoman/standar/prosedur
d) Pembuatan brosur/leaflet/poster
e) Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
f) Pengkajian / analisis resiko bencana
g) Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan

55
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 73

h) Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana


i) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j) Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain
sebagai berikut.
a) Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki
daerah rawan bencana dan sebagainya.
b) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin
mendirikan bangunan (IMB) dan peraturan lain yang berkaitan dengan
pencegahan bencana.
c) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih
aman.
e) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
f) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi
bencana.
g) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam,
penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.

2. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya
tatanan kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai
teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
a) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya
b) Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor penanggulangan
bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum)
c) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
d) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik
e) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan
f) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning
system)
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 74

g) Penyusunan rencana kontinjensi ( contingency plan )


h) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

3. Tanggap Darurat
Tahap tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan
untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya
korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan
sumber daya.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana.
c) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
d) Pemenuhan kebutuhan dasar.
e) Perlindungan terhadap kelompok rentan.
f) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

4. Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang
dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang
terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar
kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan meliputi:
a) Perbaikan lingkungan daerah bencana.
b) Perbaikan prasarana dan sarana umum.
c) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat.
d) Pemulihan sosial psikologis.
e) Pelayanan kesehatan.
f) Rekonsiliasi dan resolusi konflik.
g) Pemulihan sosial, ekonomi dan budaya.
h) Pemulihan keamanan dan ketertiban.
i) Pemulihan fungsi pemerintahan.
j) Pemulihan fungsi pelayanan publik.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 75

G. Evakuasi Korban Bencana


Kondisi di Indonesia adalah tantangan, bahaya yang mengancam pesisir Indonesia
adalah tsunami lokal atau tsunami jarak dekat yang hanya menyisakan sedikit waktu
untuk penyebaran peringatan dini dan evakuasi, sangat diperlukan reaksi yang cepat.
Dalam situasi ini, evakuasi diri dari ancaman tsunami menjadi prioritas utama. Setelah
mengalami gempa bumi yang kuat, masyarakat semestinya tidak menunggu peringatan
dini resmi atau himbauan evakuasi dari pemerintah. Tetapi, mereka perlu segera
mengambil keputusan untuk evakuasi. Evakuasi diri sesegera mungkin jika sesaat setelah
merasakan gempa yang sangat kuat.
Pengkajian kepada masyarakat harus perlu dilakukan, pengkajian yang
menerangkan kepada masyarakat resiko tsunami yang harus dihadapinya, mengetahui
tanda-tanda peringatan alam, memiliki akses terhadap peringatan dini resmi, mengetahui
bagaimana bereaksi secara benar dan mampu menemukan tempat aman pada waktunya.
Hal ini membantu anda untuk menentukan area-area yang beresiko tinggi, dimana orang-
orang mungkin tidak menerima peringatan dini atau mempunyai kesulitan untuk
meninggalkan area bahaya tepat waktunya. Harus menentukan rute-rute evakuasi, tempat
evakuasi vertikal, serta jalur evakuasi dan pemasangan tambahan peralatan penyebaran
perigatan dini.
Ketika memetakan rute-rute evakuasi yang potensial, mungkin ada beberapa rute-
rute yang kalian dapatkan area yang dekat dengan pantai dan mempunyai sedikit atau
tidak ada jalan sama sekali yang menuju ketempat-tempat aman. Warga yang berada di
area seperti ini akan sangat kesulitan untuk meninggalkan zona bahaya pada saat
terjadinya gempa bumi. Hal ini di sebabkan oleh keterbatasan waktu untuk evakuasi dan
jaraknya yang jauh menuju ketempat yang aman. Warga yang berada di area seperti ini
memerlukan tempat-tempat aman alternatif seperti bangunan-bangunan vertikal yang
sudah layak dan aman.

1) Rute – rute evakuasi


Rute evakuasi adalah jalan utama, jalan kecil, dan gang-gang yang memandu
masyarakat dengan cepat menuju ke area yang aman dan bangunan-bangunan yang
aman untuk evakuasi vertikal. Jalan yang ditentukan untuk evakuasi harus cukup lebar
sehingga memungkinkan pergerakan warga di sekitarnya. Jalan-jalan evakuasi yang
paling baik adalah yang memandu langsung menjauhi pantai. Apabila jaringan jalan-jalan
ini tidak memadai, anda mungkin perlu menyarankan pembuatan gang-gang dan jalan-
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 76

jalan tambahan yang dapat menjadi jalur-jalur evakuasi. Perlu dipastikan agar
menghindari area-area berikut:
a) Jembatan-jematan yang bisa menjadi rapuh akibat gempa
b) Area-area yang rawan longsor serta reruntuhan bangunan-banguanan tinggi dan rapuh
c) Jalan-jalan yang di pinggirnya terpasang tiang-tiang listrik serta area yang mempunyai
gardu induk
d) Lokasi-lokasi industri yang bisa mengetengahkan bahaya sekunder kepada warga yang
evakuasi seperti lokasi industri bahan kimia serta gas
e) Jalan-jalan yang dekat dengan sungai atau muara sungai

2) Rambu-rambu Evakuasi
Rambu-rambu yang menggambarkan zona-zona dan rute-rute evakuasi dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai resiko tsunami lokal serta memberikan
informasi tentang apa yang harus dilakukan dan kemana harus di evakuasi. Perlu
mengidentifikasi lokasi-lokasi yang tepat dan strategis untuk penempatan rambu-rambu
evakuasi tsunami di sepanjang rute-rute utama evakuasi yang menunjukkan arah menuju
tempat aman, sementara bangunan-bangunan aman untuk evakuasi vertikal.

Gambar 28.Visual Rambu-rambu Evakuasi56

56
Sumber: www.google.com
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 77

DAFTAR PUSTAKA

Ando. 2019. Wawancara Berkenaan dengan Budaya Maritim Masyarakat Perkampungan


Bajoe Daerah Bungkutoko Sulawesi Tenggara.
Anonim. 2012. Kemaritiman Indonesia (diakses online)
https://sayidiman.suryohadiprojo.co.id
Anonim. 2016. Wawasan Kemaritiman Indonesia (diakses online)
https://mybloogadress.blogspot.com
Anonim. 2019. Kabupaten Buton Utara (diakses online)
https://bangwilsultrablog.wordpress.com
Anonim. 2019. Panduan Perencanaan Evakuasi Tsunami.
Anonim. 2019. Potensi Perikanan SULTRA (diakses online) https://bangwilsultrablog.com
Anonim. 2019. Sejarah Sulawesi Tenggara (diakses online) http://sultraprov.go.id
Anonim. 2019. Teknologi Informasi Maritim Sulawesi Tenggara (diakses online)
http://u.lipi.go.id
Coburn, A.W., dkk. 1994. Mitigasi Bencana Edisi Kedua.
Dahuri, Rokhmin., Rais, Jacob. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir danLautan
secara Terpadu. Jakarta : Pradnya Paramita.
Daryono., Larasati, D.A. 2018. Pendalaman Materi Geografi Modul 12 Bencana Alam.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Deswati., Hayu, Rismutia., Muhadjir. 2015. Dukungan Aspek Produksi dalam Sistem
Logistik Ikan Nasional (SLIN) di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.. Jurnal Sosial
Ekonomi, 10(2).
Humaniora. 2018. Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir (diakses online)
https://www.kompasiana.com
Humas PPS Kendari. 2016. PT. SULTRA Tuna Samudera (diakses online)
https://kendarifishingpot.blogspot.com
Khaerani,T. R., Puri, D. P. 2013. Strategi Mitigasi Bencana Tanah Longsor. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Magz, Buton. 2019. Lambo, Warisan Utama Kebudayaan Maritim Orang Buton. (diakses
online) https://www.butonmagz.id/2019/02/lambo-warisan-utama-kebudayaan-
maritim.html
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 78

Mujabuddawat., Al, Muhammad. 2015. Kejayaan Kesultanan Buton Abad Ke-17 dan 18
dalam Tinjauan Arkeologi Ekologi (diakses online
https://www.researchgate.net.publication.com
Novia. 2017. 15 Tempat Wisata di Sulawesi Tenggara yang Wajib Dikunjungi (diakses
online) https://tempatwisataunik.com
Nurkholis, Afid. Mengenal Pusat Kebudayaan Maritim: Suku Bajo, Suku Bugis, Suku
Mandar di Segitiga Emas Nusantara.
Nur, Susyanti, Sri. Pola Penguasaan dan Pemanfaatan Wilayah Perairan Pesisir Secara Turun-
Temurun Oleh Suku Bajo. Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu dan Call
for Papers UNISBANK (SENDI_U).
Nur, Syamsir. 2016. Optimalisasi Pengembangan Ekonomi Maritim di Provinsi Sulawesi
tenggara. Jurnal Bisnis Perikanan FPIK UHO, 3(2):180-182.
Paonganan, Y. 2012. 9 Perspektif Menuju Masa Depan Maritim Indonesia. Jakarta: Yayasan
Institut Maritim Indonesia.
Perka BNPB. 2008. Pedoman Penyusunan Penanggulangan Bencana.
Poerwanto, Endy. 2018. Manjakan Wisatawan, Wisata Bahari Bokori (diakses online)
https://bisniswisata.co.id
PPS Himpun. 2019. 27 Perusahaan Perikanan (diakses online) www.medanbisnisdaily.com
Pryyowidodo, G., Luik, J.E. 2013. Literasi Mitigasi Bencana Stunami untuk Masyarakat
Pesisir di Kabupaten Jawa Timur. Jurnal Ekontras ,13(1).
Purnama, S.G. 2017. Modul Manajemen Bencana. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
Putera, P.B. 2009. Teknologi Informasi untuk Kelautan Indonesia.
Samba’lolo, La. 2017. Sejarah Berdirinya Provinsi Sulawesi Tenggara. (diakses
online) http://bloggueloe.blogspot.com/2017/02/sejarah-berdirinya-provinsi-
sulawesi.html
Sunarto., Hartono, Agung. 2006. Perairan Laut dan Tutorial. Jakarta: Rineka Cipta.
Tahara, Tasrifin. 2013. Kebangkitan Identitas Orang Bajo di Kepulauan Wakatobi.
Antropologi Indonesia, 34(1) : 42-43.
Wahyudi, Isa. 2019. Konsep Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (diakses online)
http://cvinspireconsulting.com
Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota secara Terpadu. Yogyakarta: Kasinus.
Zuhdi, Susanto. Budaya Maritim Kearifan Lokal dan Diaspora Buton. FIB UI.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 79

BIODATA PENULIS

Nama ALFIA dan biasa dipanggil Nani, mahasiswa

Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di Madongka 24 Oktober 1997 ,

merupakan anak dari pasangan orang tua bernama La Ndadu dan

Walempa. Penulis merupakan anak ke 9 dari 10 bersaudara, dan

memiliki kegemaran dalam bidang olahraga (bola volly dan

renang). Tahun 2004 penulis menempuh jenjang pendidikan di

SDN 1 MADONGKA sekarang namaya SD 11 LAKUDO dan tamat pada tahun 2010.

Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMPN 2 LAKUDO sekarang namanya

SMPN 5 LAKUDO dan tamat pada tahun 2013. Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di

SMAN 1 LAKUDO dan berhasil tamat pada tahun 2016. Demi cita-cita dan tekad untuk

melenjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi, maka penulis berhasil diterima di Universitas

Halu Oleo pada tahun 2016 melalui jalur SNMPTN di jurusan Pendidikan Fisika Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Nama IIN MUTHMAINNAH, Lahir di Melai 25


November 1999. Anak kedua dari 4 bersaudara,
pasangan suami istri bapak Musri dan ibu Malsia.
penulis menempuh pendidikan dasar di MI 1 BauBau,
kemudian melanjutkan pendidikan ke SMPN 4
BauBau. Setelah lulus dari SMPN 4 BauBau, penulis
melanjutkan pendidikan ke SMAN 2 BauBau. pada
tahun 2018, penulis diterima di Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Halu
Oleo.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 80

NAMA : MUSLAN
NIM : A1K1 18 076
TTL : GUSUMOTAHA, 24 FEBRUARI 2000
AYAH : HAMADIN
IBU : SAMSINAR
ANAK KE : 4 DARI 5 BERSAUDARA
JALUR MASUK : SBMPTN

RIWAYAT PENDIDIKAN
SD : SD NEGERI GUSUMOTAHA (2006-2012)
SMP : MTS ISLAMIYAH SALABANGKA (2012-2015)
SMA : SMA NEGERI 1 BUNGKU SELATAN (2015-2018)

Nama FITRI biasa dipanggilFITRI, mahasiswa jurusan mahasiswa

Jurusa Pendidikan Fisika, lahir di SAMBALI, 21 JANUARI 2000

NOVEMBER 2000,merupakan anak dari pasangan orang tua Bakri dan

Ramlan bernama Nursani d penulis merupakan anak ke 3 dari 4

bersaudara dan memiliki kegemaran kegemaran dalam bidang

teknologi dan matematika.

Tahun 2005 penulis menempuh jenjang pendidikan di SD NEGERI 2 BAADIA.

Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMP NEGERI 7 BAUBAU dan tamat

pada tahun 2014.Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SMA NEGERI 2 BAUBAU

dan tamat pada tahun 2017. Demi cita-cita dan tekad untuk melanjutkan pendidikan di

perguruan tinggi, maka penulis berhasil diterima di Universitas Halu Oleo melalui jalur

SBMPTN pada Tahun 2018 di Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 81

Nama MEMO PURNAMA biasa dipanggil MEMO, mahasiswa

Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di BAUBAU,1 NOVEMBER

NOVEMBER 2000, merupakan anak dari pasangan orang tua Nursani

bernama Nursani dan Nawiati. Penulis merupakan anak ke 3 dari 6

bersaudara dan memiliki kegemarandalam cabang atletik yaitu lompat

jauh. Tahun 2006 penulis menempuh jenjang pendidikan di SD NEGERI 3 BAUBAU.

Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMP NEGERI 1 BAUBAU dan tamat

pada tahun 2015.Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SMA NEGERI 1 BAUBAU

dan tamat pada tahun 2018. Demi cita-cita dan tekad untuk melanjutkan pendidikan di

perguruan tinggi,maka penulis berhasil diterima di Universitas Halu Oleo melalui jalur

SBMPTN pada tahun 2018 di Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan.

Nama : TIAS NITA RISKI


Alamat: JL. H E A MOKODOMPIT, ANDUONOHU
KENDARI
TTL : EEWA, 03 AGUSTUS 2000
Agama : ISLAM
Status : MAHASISWA

Riwayat pendidikan :
1. SDN EEWA KEC. Palangga Kab. Konawe selatan
( 2006-2012)
2. SMP N 17 KONSEL Kec. palangga Kab. Konawe selatan ( 2012-2015 )
3. SMA N 4 KONSEL Kec. palangga Kab. Konawe selatan ( 2015-2018)
4. Universitas Halu Oleo ( 2018 – sekarang)
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 82

Nama lengkap penulis YULIN biasa dipanggilYULIN. Lahir

di Saumolewa, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan,

pada tanggal 31 Agustus 1997 dari pasangan Ayah Basri dan Ibu

Wa Tili. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Penulis memasuki jenjang pendidikan formal di Sekolah Dasar

(SD) Negeri 1Todombulu pada tahun 2003 dan tamat pada tahun

2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

negeri 1 sampolawa dan tamat pada tahun 2012. Setelah penulis menyelesaikan Sekolah

Menengah Pertama, dengan tahun yang sama penulis meneruskan studi di SMA Negeri

1Sampolawa dan tamat pada tahun 2015.

Setelah menyelesaikan studi ditingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), pada tahun

2015 penulis melanjutkan studi diperguruan tinggi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari

Sulawesi Tenggara pada Program S1 Reguler Pendidikan Fisika melalui jalur SNMPTN.

Penulis sementara melanjutkan studi di jurusan pendidikan fisika FKIP semester VIII.

Lahir di kota Raha, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara pada


09 Januari 1999. Dia merupakan salah satu mahasiswa aktif
dari Universitas Halu Oleo (UHO) Sulawesi Tenggara dengan
mengambil jurusan pendidikan fisika, fakultas keguruan dan
ilmu pendidikan semester genap tahun akademik 2018/2019.
Anak kedua dari 3 bersaudara ini lulusan dari SMAN 1
Raha, Kabupaten Muna kemudian ia melanjutkan
pendidikannya di salah satu kampus terkenal di SULTRA yaitu
Universitas Halu Oleo.
Anak ini memiliki motto ‘’Man Jadda Wajada’’ dalam hidupnya, yaitu siapa yang
bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Maka dari itu sekarang pun ia sangat bersungguh-
sungguh dalam belajar untuk mengejar cita-cita menjadi seorang guru, dan berprestasi serta
bisa keluar negeri.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 83

NAMA LENGKAP : MARISA DWI ADININGSIH


NAMA PANGGILAN : MARISA
STAMBUK : A1K1 18 086
TTL : RANOMENTAA, 23 MARET 2001
AYAH : SUJONO
IBU : SOLIKAAH
ANAK KE : 2 DARI 2 BERSAUDARA

RIWAYAT PENDIDIKAN :
SD : 2006-2012 (SD NEGERI 1 TINONDO)
SMP : 2012-2015 (SMP NEGERI 1 TINONDO)

Nama FATIMA NOVRIANTI biasa dipanggil FATIMA,

mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di KASIPUTE, 9 November

2000, merupakan anak dari pasangan orang tua bernama Sirman dan

Mulianti. Penulis merupakan anak ke 2 dari 7 bersaudara dan

memiliki kegemaran dalam bidang musik. Tahun 2006 penulis

menempuh jenjang pendidikan di SD NEGERI 1 KASIPUTE. Kemudian

penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMP NEGERI 2 RUMBIA dan tamat pada tahun

2015.Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SMA NEGERI 3 BOMBANA dan tamat

pada tahun 2018. Demi cita-cita dan tekad untuk melanjutkan pendidikan di perguruan

tinggi,maka penulis berhasil diterima di Universitas Halu Oleo melalui jalur SBMPTN pada

Tahun 2018 di Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 84

MARTIANAbiasa dipanggil TIAN,mahasiswa Jurusan Pendidikan

Fisika, lahir di WAKOMBA, 7 MARET 2001, MERUPAKAMMM

merupakan anak dari pasangan orang tua bernama Alifudin dan Harifa.

Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara dan memiliki

kegemaran dalam bidang seni yaitu melukis. Tahun 2006 penulis

menempuh jenjang pendidikan di SD NEGERI 1 TOMIA.

Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMP NEGERI 4 TOMIA dan tamat

pada tahun 2015.Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SMA NEGERI 2 TOMIA dan

tamat pada tahun 2018. Demi cita-cita dan tekad untuk melanjutkan pendidikan di perguruan

tinggi, maka penulis berhasil diterima di Universitas Halu Oleo melalui jalur SNMPTN pada

Tahun 2018 di Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Nama SAHRIANI biasa dipanggil ANI, mahasiswa Jurusan

Pendidikan Fisika, lahir di GU, 16 MEI 2000, merupakan anak dari

pasangan orang tua bernama Husni dan Sarifah . Penulis merupakan

anak ke4dari 4 bersaudara, dan memiliki kegemaran membaca berbagai

cerita fiksi. Tahun 2006 penulis menempuh jenjang pendidikan di SD

NEGERI 1 GU. Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di

MTsN 1 BUTON TENGAH dan tamat pada tahun 2015. Kemudian melanjutkan jenjang

pendidikan di SMA NEGERI 1 LAKUDO dan tamat pada tahun 2018. Demi cita-cita dan

tekad untuk melenjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi, maka penulis berhasil diterima di

Universitas Halu Oleo pada tahun 2018 melalui jalur SNMPTN di jurusan Pendidikan Fisika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.


W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 85

NAMA : RAMNSARI
NIM : A1K1 18 036
TTL : KORIHI, 17 JUNI 2001
AYAH : LA RAEMI
IBU : KURNIA
ANAK KE : 2 DARI 3 BERSAUDARA
JALUR MASUK : SNMPTN

RIWAYAT PENDIDIKAN
SD : SD NEGERI 5 LOHIA (2006-2012)
SMP : SMP NEGERI 6 RAHA (2012-2015)
SMA : SMA NEGERI 1 LOHIA (2015-2018)

Nama Marfuatul jannah Bakhtiar, Penulis lahir di


Ponggiha 16 Agustus 2000, anak dari pasangan suami istri
bapak Drs. Bakhtiar dan ibu Dra. Sumiati. Penulis merupakan
anak ke 2 dari 3 bersaudara, penulis menempuh pendidikan
sekolah dasar pada tahun 2006 di SD Negeri 1 ponggiha dan
lulus pada tahun 2012, kemudian melanjutkan pendidikan pada
tahun 2012 di MTsN Lasusua yang kini namanya berubah
menjadi MTsN 1 kolaka utara dan selesai pada tahun 2015,
kemudian pada tahun 2015 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 lasusua dan selesai
pada tahun 2018. Kemudian di akhir tahun 2018 dia berhasil di terima di salah satu kampus
ternama di wilayah Sulawesi tenggara yaitu Universitas Halu Oleo pada jurusan S1
Pendidikan fisika melalui jalur Seleksi Mandiri.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 86

Nama BASLIN, mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di

WAKANSORO, 01 AGUSTUS 1999 , merupakan anak dari

pasangan orang tua bernama Sakri dan Wa nuru . Penulis merupakan

anak ke 4 dari 8 bersaudara, dan memiliki kegemaran dalam bidang

olahraga dan sains. Tahun 2006 penulis menempuh jenjang

pendidikan di SD NEGERI 15 BONEGUNU Kemudian penulis

melanjutkan jenjang pendidikan di SMPN 1 KAMBOWA dan tamat pada tahun 2015.

Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SMA NEGERI 2 KAMBOWA dan tamat pada

tahun 2018. Demi cita-cita dan tekad untuk melenjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi,

maka penulis berhasil diterima di Universitas Halu Oleo pada tahun 2018 melalui jalur

SNMPTN di jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Nama LAODE MUHAMMAD AL AFRIANSYAH biasa

dipanggil NALDY, mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di

SONAY 28 FEBRUARI 2000, merupakan anak dari pasangan

orangtua bernama LAODE ALIM JAYA dan DEDE MULIANI.

Penulis merupakan anak ke1dari 2 bersaudara, dan memiliki

kegemaran membaca.Tahun 2006 penulis menempuh jenjang

pendidikan di SDN12 Sawerigading sekarang SDN 4

Sawerigading.Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMPN 4 Lawa sekarang

SMPN 1 Sawerigading dan tamat pada tahun 2015. Kemudian melanjutkan jenjang

pendidikan di SMAN 4 Tikep dan tamat pada tahun 2018. Demi cita-cita dan tekad untuk

melenjutkan pendidikan di PerguruanTinggi, maka penulis berhasil diterima di Universitas

Halu Oleo pada tahun 2018 melalui jalur SBMPTN dijurusan Pendidikan Fisika Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan.


W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 87

Nama MUHAMAD AMIN biasa dipanggil AMIN, mahasiswa

Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di KENDARI, 02 OKTOBER 1999 ,

merupakan anak dari pasangan orang tua bernama La Sudi dan

Nining Sri Wahyuni . Penulis merupakan anak ke 2 dari 4

bersaudara, dan memiliki kegemaran dalam bidang olahraga renang.

Tahun 2006 penulis menempuh jenjang pendidikan di SD NEGERI 7

MANDONGA. Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMPN 8 KENDARI

dan tamat pada tahun 2015. Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SMA NEGERI 7

KENDARI dan tamat pada tahun 2018. Demi cita-cita dan tekad untuk melenjutkan

pendidikan di Perguruan Tinggi, maka penulis berhasil diterima di Universitas Halu Oleo

pada tahun 2018 melalui jalur SNMPTN di jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan.

Nama Wa Momo mahasiswa jurusan pendidikan fisika


,lahir di Lasehao, 13 November 1999, merupakan anak dari
pasangan bapak La Hanto dan ibu Wa Ame. Penulis
merupakan anak ke 3 dari 7 orang bersaudara. Penulis
menempuh jenjang pendidikan SD pada tahun 2006 di SD
NEGERI 17 KABAWO. Kemudian melanjutkan
pendidikan di SMP NEGERI 1 KABAWO dan tamat pada
tahun 2015. Setelah itu melanjutkan lagi pendidikan di
SMA NEGERI 1 KABAWO dan tamat pada tahun 2018.
Penulis mengikuti jalur SNMPTN dan lulus di jurusan Pendidkan Fisika Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo dan saat ini telah memasuki tahap semester 2.
Prestasi yang pernah di dapatkan penulis adalah perna mengikuti olimpiade MIPA tingkat SD,
kemudian mengikuti olimpiade MIPA tingkat SMP dan berhasil mewakili sekolah untuk
mengikuti lomba olimpiade MIPA di tingkat kabupaten Muna
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 88

Nama Hasriati, lahir di Lasori 1 november 2000, anak dari


pasangan suami istri bapak Safihu dan ibu Diana. Penulis merupakan
anak Pertama dari 3 bersaudara, penulis menempuh pendidikan
sekolah dasar pada tahun 2006 di SD Negeri bungi dan lulus pada
tahun 2012, kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2012 di
MTsN 1 baubau dan selesai pada tahun 2015, kemudian pada tahun
2015 melanjutkan pendidikan di MAN 1 baubau dan selesai pada
tahun 2018. Kemudian di akhir tahun 2018 dia berhasil di terima di salah satu kampus
ternama di wilayah Sulawesi tenggara yaitu Universitas Halu Oleo pada jurusan S1
Pendidikan fisika melalui jalur Seleksi Bersama

Nama Rahmatya Desela, Penulis lahir di Kendari,


24 Maret 2000, anak dari pasangan suami istri bapak
Syarifuddin dan ibu Awang. Penulis merupakan anak ke 8
dari 8 bersaudara, penulis menempuh pendidikan sekolah
dasar pada tahun 2006 di SD Negeri 05 Baruga dan lulus pada
tahun 2012, kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun
2012 di SMP Negeri 04 Kendari dan selesai pada tahun 2015,
kemudian pada tahun 2015 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 05 Kendari dan selesai
pada tahun 2018. Kemudian di akhir tahun 2018 dia berhasil di terima di salah satu kampus
ternama di wilayah Sulawesi tenggara yaitu Universitas Halu Oleo pada jurusan S1
Pendidikan fisika melalui jalur Seleksi Nasional.

NamaMardiana Mulya Saputri, lahir di Balikpapan, 20 mei 1999,


anak dari pasangan bapak Muliyadi dan ibu Nuriyah. Penulis
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, penulis menempuh
pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SD Negeri 1
Mawasangka dan lulus padatahun 2011, kemudian melanjutkan
pendidikan pada tahun 2011 di SMP Negeri 1 Mawasangka yang
kininamanyaberubahmenjadiSMP Negeri 4 Buton Tengah
danselesaipadatahun 2014, kemudian pada tahun 2014 melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 1 Mawasangka dan selesai pada tahun 2017. Kemudian di tahun 2018 dia berhasil di
terima di salah satu kampuster nama di wilayah Sulawesi tenggara yaitu Universitas Halu
Oleo pada jurusan S1 Pendidikan fisika melalui jalur SBMPTN.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 89

Nama NURUL HIDAYATI atau biasa dipanggil

NURUL, mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di

WAWOHEO, 11 Mei 2000, merupakan anak ke dua dari lima

bersaudara pasangan Bapak Muhadi dan Ibu Wasinah. Pada tahun

2006 penulis mulai menempuh jenjang pendidikan di SD NEGERI

2 LAMONAE. Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan

di SMPN 5 ASERA dan tamat pada tahun 2015. Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan

di SMA NEGERI 1 WIWIRANO dan tamat pada tahun 2018. Demi cita-cita dan tekad untuk

melenjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi, maka penulis berhasil diterima di Universitas

Halu Oleo pada tahun 2018 melalui jalur SBMPTN di jurusan Pendidikan Fisika Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

NAMA : WA ODE MALNY DERACAHYANI


NIM : A1K1 18 112
TTL : JAYABAKTI, 03 DESEMBER 2000
AYAH : LA ODE MUKMIN
IBU : RUHAYA
ANAK KE : SATU
JALUR MASUK : SMMPTN
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD : 2006 – 2012 (SD NEGERI 02 MAMBULU)
SMP : 2012 – 2015 (SMP NEGERI 04 BAUBAU)
SMA : 2012 – 2018 (SMA NEGERI 02 BAUBAU)
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 90

Nama NI MADE IKA BUDIARI atau biasa

dipanggil IKA, mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika, lahir

di TALUMBINGA, 29 April 2000, merupakan anak ke dua

dari tiga bersaudara pasangan Bapak Made Budiarta dan

Ibu Ni Made Ariani. Pada tahun 2006 penulis mulai

menempuh jenjang pendidikan di SD NEGERI 3

SABULAKOA yang saat ini telah berganti nama menjadi SD NEGERI 8 LANDONO.

Kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMPN 3 LANDONO yang saat ini

telah berganti nama menjadi SMPN 20 KONSEL dan tamat pada tahun 2015. Kemudian

melanjutkan jenjang pendidikan di SMA NEGERI 2 KONAWE SELATAN dan tamat pada

tahun 2018. Demi cita-cita dan tekad untuk melenjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi,

maka penulis berhasil diterima di Universitas Halu Oleo pada tahun 2018 melalui jalur

SNMPTN di jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Nama Nurul Husnia biasa di panggil nurul, mahasiswa


Jurusan pendidikan Fisika angkatan 2018, lahir di Raha 18
januari 2001, merupakan anak dari pasangan suami istri
bernama La Ode Saidi dan Wa Siti. Penulis merupakan anak ke
3 dari 5 bersaudara, dan memiliki kegemaran yaitu bermain bulu
tangkis. Tahun penulis menempuh jejang pendidikan di TK
LIANOSA, dan melanjutkan jejang pendidikan di SDN 11
TONGKUNO dan tamat pada tahun 2012, kemudian penulis
melanjutkan jenjang pendidikan di SMPN 2 TONGKUNO dan
tamat pada tahun 2015. Kemudian melanjutkan jenjang
pendidikan di SMAN 1 TONGKUNO dan berhasil taat pada tahun 2018. Demi cita-cita dan
tekad untuk melanjutkan pendidikan perguruan tinggi, maka penulis berhasil di terima di
Universitas Halu Oleo pada tahun 2018 melalui jalur SBMPTN di Jurusan Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 91

NamaLengkap : Ni NyomanYohanaFebriani
TempatdanTanggalLahir:Olo-Oloho, 01 Februari 2000
Agama : Kristen Protestan
Alamat Asal :DesaOlo-Oloho, Kec. Uepai, Kab. Konawe
AlamatSekarang : Jl. Banda, Watulondo, Puuwatu
AnakKe : 3 dari 4 Bersaudara
JalurMasuk : SNMPTN
Jurusan : Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Nama Ayah :BondanPriambodo
Nama Ibu : NiluhSumartini
Riwayat pendidikan :

1. TK DIANA PERTIWI Tahun 2004-2006


2. SD SD NEGERI OLO-OLOHO Tahun 2006-2012
3. SMP SMP NEGERI 1 UEPAI Tahun 2012-2015
4. SMA SMA NEGERI 1 UEPAI Tahun 2015-2018

Nama SYAMSURIATI biasa dipanggil SURI, mahasiswa

Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di Paria, 06 Maret 2000. Merupakan

anak dari pasangan orang tua bernama Muh. Aris dan Nurhayati.

Penulis merupakan anak ke 6 dari 6 bersaudara, dan memiliki

kegemaran yaitu bola voly. Tahun 2005 penulis menempuh jenjang

pendidikan di RA DDI PARIA dan tamat pada tahun 2006.

Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di SDN 156 PARIA dan

tamat tahun 2012. Kemudian melanjutkan pendidikan di MTs DDI PARIA dan tamat pada

tahun 2015. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMAN 1 MAJAULENG dan sekarang

bernama SMAN 2 WAJO dan tamat pada tahun 2018. Demi cita-cita dan tekad untuk

melenjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi, maka penulis berhasil diterima di Universitas

Halu Oleo pada tahun 2018 melalui jalur SNMPTN di jurusan Pendidikan Fisika Fakultas

Keguruasn dan Ilmu Pendidikan.


W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 92

NAMA : LA ODE IMRAN RAJAB SAPUTRA


NIM : A1K1 18 116
TTL : LAIBA,03 NOVEMBER 2000
AYAH : LA DARI
IBU : WA ODE HUMAI
ANAK KE : 6 DARI 6 BERSAUDARA
JALUR MASUK PT : SMMPTN
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD : 2006-2012 ( SD NEGERI 18 PARIGI)
SMP : 2012-2015 ( SMP NEGERI 2 PARIGI )
SMA : 2015-2018 ( SMA NEGERI 2 PARIGI)

NAMA : FRISKA NOVRIYANTI


NIM : A1K1 18 074
TTL : KENDARI, 08 NOVEMBER 2000
AYAH : KAMSUL
IBU : SUNARTIN
ANAK KE : 1 DARI 3 BERSAUDARA
JALUR MASUK : SBMPTN

RIWAYAT PENDIDIKAN
SD : 2006 – 2012 (SD NEGERI 12 MANDONGA)
SMP : 2012 – 2015 (SMP NEGERI 08 KENDARI)
SMA : 2015 – 2018 ( SMA NEGERI 07 KENDARI)
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 93

Nama EMA FEBRIANTI dan biasa dipanggil EMA,


mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di Galanti pada
tanggal 16 Februari 1998, merupakan anak dari pasangan orang
tua bernama La Limin dan Wa Saru. Penulis merupakan anakke-
2 dari 3 bersaudara, dan memiliki kegemaran dalam bidang
akademik yaitu gemar membaca. Tahun 2003 penulis masuk di
jenjang pendidikan pertama kali di SDN 1 KAUMBU dan tamat
pada tahun 2009.Kemudian penulis melanjutkan jenjang
pendidikan di SMPN 3 WOLOWA dan tamat pada tahun
2012.Selanjutnya, penulis melanjutkanjenjangpendidikan di
SMAN 1 WOLOWA dan berhasil tamat pada tahun 2015. Demi cita-cita dan tekad untuk
melenjutkan pendidikan di PerguruanTinggi, maka penulis berhasil diterima di Universitas
Halu Oleo pada tahun 2015 melalui jalur SNMPTN di jurusan Pendidikan Fisika Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

NAMA : HENDRA ABIDIN


NIM : A1K1 18 102
TTL : KENDARI 20 NOVEMBER 1999
AYAH : ABIDIN
IBU : NURMAIDA
ANAK KE : 4 DARI 7 BERSAUDARA
JALUR MASUK : SBMPTN
RIWAYAT PENDIDIKAN
SD : 2006-2012 ( SD NEGERI 11 ABELI )
SMP : 2012-2015 ( SMP NEGERI 1 MOTUI )
SMA : 2015-2018 ( SMA NEGERI 1 MOTUI)
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 94

Nama HARTATI dan biasa dipanggil TATI,


mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di Jawi-Jawi pada
tanggal 27 April 1997, merupakan anak dari pasangan orang
tua bernama Jasmin dan Hanira. Penulis merupakan anakke-3
dari 3 bersaudara , dan memiliki kegemaran dalam bidang
akademik yaitu gemar membaca.Tahun 2003 penulis masuk di
jenjang pendidikan pertama kali di SDN JAWI-JAWI dan
tamat pada tahun 2009. Kemudian penulis melanjutkan
jenjang pendidikan di SMPN 1 BUNGKU SELATAN dan
tamat pada tahun 2012. Selanjutnya, penulis melanjutkan
jenjang pendidikan di SMAN 1 BUNGKU SELATAN dan
berhasil tamat pada tahun 2015. Demi cita-cita dan tekad untuk melenjutkan pendidikan di
PerguruanTinggi, maka penulis berhasil diterima di UniversitasHalu Oleo pada tahun 2015
melalui jalur SNMPTN di jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Nama RISKA dan biasa dipanggil RISKA,


mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di Pulau Tasipi
pada tanggal29 Maret 1997, merupakan anak dari pasangan
orang tua bernama Sudirman dan Nusia. Penulis merupakan
anakke-3 dari 5 bersaudara, dan memiliki kegemaran dalam
bidang akademik yaitu gemar membaca.Tahun 2003 penulis
masuk di jenjang pendidikan pertama kali di SDN 10
TIWORO UTARA dan tamat pada tahun 2009. Kemudian
penulis melanjutkan jenjang pendidikandi SMPN SATAP 1
TIKEP TIWORO UTARA dan tamat pada tahun
2012.Selanjutnya, penulis melanjutkan jenjang pendidikan di
SMAN 1 TIKEP dan berhasil tamat pada tahun 2015. Demi cita-cita dan tekad untuk
melenjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi, maka penulis berhasil diterima di Universitas
Halu Oleo pada tahun 2015 melalui jalur SNMPTN di jurusan Pendidikan Fisika Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 95

Nama HADIJA dan biasa di panggil DIJA mahasiswi

Jurusan Pendidikan Fisika, lahir di Polewali 14Juni1997, merupakan

anak dari pasangan Jupri Ahmad dan Suriani. Penulis merupakan anak

ke-1 dari 2 bersaudara, dan memiliki kegemaran dalam bidangSastra

(membaca dan menulis).

Tahun 2003 penulis menempuh jenjang pendidikan di SDN 1

Bungku Selatan dan tamat pada tahun 2009. Kemudian penulis melanjutkan

jenjangpendidikan di SMPN 3 Bungku Selatan dan tamat pada tahun 2012. Kemudian

melanjutkan jenjang pendidikan di SMAN 1 Bungku Selatan dan berhasil tamat pada tahun

2015. Demi cita-cita dan tekad untuk melanjutkan pendidikan di PerguruanTinggi, maka

penulis berhasil diterima di Universitas Halu Oleo pada tahun 2015 melalui jalur SNMPTN di

Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

NAMA : NUZULIA
NIM : A1K1 18 104
TTL : WALENGKABOLA, 12 DESEMBER2001
AYAH : LA ODE SALIA
IBU : WA ODE HASIA
ANAK KE- : 9 DARI 9 BERSAUDARA

RIWAYAT PENDIDIKAN
- SD : SDN 19 TONGKUNO
- SMP : MTsN 2 KAB. MUNA
- SMA : SMAN 2 TONGKUNO
- S1 : Sedang menempuh S1 di
UNIVERSITAS HALU OLEO
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 96

Nama Juli Andriani dan biasa dipanggil


Juli, mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika, lahir
di langara 16 Juli 2000 , merupakan anak dari
pasangan orang tua bernama Hamsir dan
Bunaiya. Penulis merupakan anak ke 4 dari 4
bersaudara. Tahun 2007 penulis menempuh
jenjang pendidikan di SD Negeri 03 Langara
dan tamat pada tahun 2012. Kemudian penulis
melanjutkan jenjang pendidikan di SMP Negeri
01 Wawonii dan tamat pada tahun 2015.
Kemudian melanjutkan jenjang pendidikan di
SMA Negerui 01 Wawonii dan berhasil tamat pada tahun 2018. Demi cita-cita dan tekad
untuk melenjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi, maka penulis berhasil diterima di
Universitas Halu Oleo pada tahun 2018 melalui jalur seleksi mandiri di jurusan Pendidikan
Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

NAMA : SARMAWAN
NIM : A1K1 18 010
TTL : BANGKALI, 17 OKTOBER 1999
AYAH : LA ANDI WOTO
IBU : WA ODE TAMINA
ANAK KE- : 1 DARI 2 BERSAUDARA
RIWAYAT PENDIDIKAN
- SD : SDN 5 KONTUNAGA
- SMP : SMPN 1 KOSAMBI
- SMA : SMAN 1 TONGKUNO
- S1/D3 : Sedang menempuh S1 di
…………...UNIVERSITAS HALU 6OLEO
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 97

Nama Jumyany Syntha Maola Kadang,


bisa dipanggil Jumy atau Yany atau Syntha.
Penulis berdarah campuran Toraja dan Buton.
Putri dari bapak Laurensius Kadang,SH.
dengan ibu Hj.Malina dan merupakan anak ke-
2 dari 3 bersaudara.
Beliau mengawali karir pendidikannya di
TK Pertiwi,Raha, lalu melanjutkannya ke SD
Negeri 19 Katobu, kemudian melanjukannya ke
SMP Negeri 3 Raha lalu SMA Negeri 2
Raha.Saat ini penulis sedang menempuh
pendidikan di Universitas Halu Oleo lebih
spesifiknya di jurusan Pendidikan Fisika kelas
Reguler Genap.
Penulis lahir di Raha pada tahun 2000, memiliki sifat tidak suka diatur orang lain
namun berpegang teguh pada peraturannya sendiri, tidak suka diganggu saat makan, tidur
dan nonton. Sejak kecil penulis suka makan es krim dan daging sapi yang digoreng.Hobi
penulis dalam bidang olahraga adalah latihan karate dan berenang. Saat Sma ia mempunyai 4
orang sahabat dekat yang bernama Izan, Serli, dan Osin. Penulis adalah jomblo fisabilillah,
jadi kalau ada yang berminat silahkan Ta’aruf.Assalamualaikum. Terimakasih.
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 98

Hakiki Ernawati, pemudi Muna ini


kerap kali disapa dengan sebutan Kiki.
Terdengar seperti panggilan seorang lelaki
kan? Pemudi kelahiran Wapunto, 27 September
2000 merupakan anak tertua dari ayah La Ode
Hardin dan ibu Wa Ode Hay. Pemudi ini,
sedang menempuh pendidikan guru jurusan
Fisika di Universitas Halu Oleo. Ia pernah
berpikir bahwa kehidupannya muluk-muluk
saja. Istilah nya itu senang di “Zona Nyaman”.
Dengan sedikit keberanian, walaupun aslinya
cepat bosan terhadap suatu hal yang sudah
pernah ditemuinya, ia mencoba membuka suara. Tertariklah ia untuk memilih profesi seorang
guru sebagai tujuan pengabdian hidupnya. Pemudi ini, kerap kali dikata sebagai orang yang
penyampaiannya bertele-tele dan penjelasan yang sulit dimengerti anak-anak seumurannya.
Mungkin, ini salah satu alasan mengapa ia begitu kagum pada guru yang penyampaiannya
sangat mengguggah imajinasi peserta didiknya. Pemudi Muna ini, sedang berjuang dengan
caranya sendiri. Alumni dari SMAN 1 Raha yang pamor nya begitu di “Wow” kan ternyata
repot juga, seperti hidup bukan jadi diri sendiri. Tapi, hidup memenuhi harapan orang lain.
Begitulah hidup pikirnya. Kita tidak akan tahu akan berlabuh dimana akhirnya, namun kita
sendiri yang menempuh caranya, maka jalani dengan cara yang di ridho’i oleh Allah SWT.
Pemudi ini, mulai membentuk jati dirinya. Siapa itu Hakiki Ernawati? Seorang penulis yang
menyentuh kalbu sang pembacanya dan pendidik yang akan melahirkan anak didik yang baik
akhlak nya. Aamiin. Untuk itu, LSIP atau sebutannya Lingkar Studi Ilmiah Penalaran bukan
lah batu loncatan. Melainkan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. kepadanya, syukur
menempatkan Pendidikan Fisika di kursi pertama. “Ya Allah bimbing aku dengan jalan yang
Engkau ridho’i”, ungkap pemudi ceria ini, hehe. Sankyuu... Minna san~
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 99

LAMPIRAN

Gambar 29. Suasana Saat di Perkampungan Masyarakat Suku Bajo

Gambar 30. Persiapan Wawancara dengan Narasumber Mengenai Wawasan Kemaritiman


Daerah Bajoe Bungkutoko Sulawesi Tenggara
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 100

Gambar 31. Keseruan Bersama Anak-anak Masyarakat Bajo di Bungkutoko Sulawesi


Tenggara

Gambar 32. Pose Style Bersama Anak-anak Masyarakat Bajo di Bungkutoko Sulawesi
Tenggara
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 101

Gambar 33. Proses Wawancara Bersama Pak Ando Selaku Ketua Adat Daerah Bajoe
Bungkutoko Sulawesi Tenggara Mengenai Sejarah dan Budaya Masyarakat
Suku Bajo

Gambar 34. Proses Wawancara Kelompok Mitigasi Bencana Daerah Bajoe, Bungkutoko
dengan Salah Satu Narasumber
W a w a s a n K e m a r i t i m a n d i S u l a w e s i T e n g g a r a | 102

Gambar 35. Keseruan Pasca Wawancara di Bungkutoko Sulawesi Tenggara57

Gambar 36. Wawancara Ibu RT 12 Kampung Wajo Oleh Kelompok Ekonomi Maritim

57
Sumber Lampiran: dokumen pribadi

Anda mungkin juga menyukai