Anda di halaman 1dari 89

1

PROPOSAL DISERTASI
MODEL NUMERIK HIDRODINAMIK DAN PERUBAHAN
MORFOLOGI DI MUARA SUNGAI JENEBERANG

YASSIR ARAFAT

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
MODEL NUMERIK HIDRODINAMIK DAN PERUBAHAN
MORFOLOGI DI MUARA SUNGAI JENEBERANG

Proposal Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor

Program Studi
Teknik Sipil

Disusun dan diajukan oleh

YASSIR ARAFAT

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PROPOSAL DISERTASI
MODEL NUMERIK HIDRODINAMIK DAN PERUBAHAN
MORFOLOGI DI MUARA SUNGAI JENEBERANG
Disusun dan diajukan oleh
YASSIR ARAFAT
Nomor Pokok P0800311015
telah diperbaiki dan memenuhi syarat untuk melaksanakan ujian proposal
disertasi pada tanggal .....................
Menyetujui
Komisi Penasehat,

________________________________
Prof. Dr. Ir. H. Muh. Saleh Pallu, M. Eng
Promotor

Dr. Eng. Ir. Farouk Maricar, MT.,


Kopromotor

Dr. Eng. Ir. Rita Tahir Lopa, MT

Ketua Program Studi


Teknik Sipil

Kopromotor

Prof. Dr. Ir. H. Muh. Saleh Pallu, M.Eng

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulisan proposal disertasi yang
berjudul : Model Numerik Hidrodinamik Dan Perubahan Morfologi Di Muara
Sungai Jeneberang. Secara akademik penelitian ini merupakan tanggung
jawab penuh penulis, namun penulis menyadari bahwa penulisan proposal
disertasi ini dapat tersusun berkat dukungan dan keterlibatan banyak pihak.
Dukungan bantuan baik berupa moril maupun bantuan materiil yang tidak
bisa terhitung nilainya. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Muh. Saleh Pallu, M. Sc., selaku Ketua
Komisi Penasehat (promotor),

Dr. Eng. Ir. Farouk Maricar, MT., dan Dr.

Eng. Ir. Rita Tahir Lopa, MT selaku Anggota Komisi Penasehat (kopromotor)
atas bantuan, arahan dan bimbingan yang telah diberikan sehingga
proposal disertasi ini dapat terwujud. Penulis juga sampaikan kepada
rekan-rekan kolega dosen dan rekan-rekan sesama mahasiswa pada
Progran Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar yang juga banyak
memberikan bantuan dan dukungan moril bagi penulis selama penyusunan
proposal disertasi ini, dan yang terakhir ucapan terima kasih juga

disampaikan kepada mereka yang namanya tidak tercantum tetapi telah


banyak membantu penulis dalam menyelesaikan proposal disertasi ini.

Semoga partisipasi dan sumbangsih semua pihak ini menjadi amal


baik yang mendapatkan ganjaran dari Allah SWT.

Makassar, April 2014

YASSIR ARAFAT

ABSTRAK
YASSIR ARAFAT. Model Numerik Hidrodinamik Dan Perubahan Morfologi
Di Muara Sungai Jeneberang (dibimbing oleh Muh. Saleh Pallu, Farouk
Maricar, dan Rita Tahir Lopa).
Perubahan morfologi
Muara Sungai Jeneberang merupakan akibat
interaksi sedimen yang terbawa dari hulu dengan pasang surut, gelombang
dan salinitas air laut. Hal ini akan diparametersasi dan dirumuskan dalam
suatu model matematik yang dapat mewakili proses fisik yang terjadi. Pada
model matematik replika/tiruan tersebut dilbuat dengan mendiskripsikan
fenomena/peristiwa alam dengan satu set persamaan. Kecocokan model
terhadap fenomena/peristiwa alamnya tergantung dari ketepatan formulasi
persamaan matematis dalam mendiskripsikan fenomena/peristiwa alam
yang ditirukan.
Penelitian ini menggunakan model numerik berbagi pakai (open sources)
ECOMSED.Program yang dibangun dari persamaan hidrodinamika dan
angkutan sedimen dan diselesaikan dengan model numerik volume hingga.
Hidrodinamika aliran dan angkutan sedimen di simulasikan di Muara
Jeneberang. Hasil simulasi sebaran dan pergerakan sedimen tersebut
dijadikan dasar untuk meperkirakan perubahan morfologi muara sesuai
karakteristik sedimen yang terbawa oleh sungai dan kecenderungan lokasi
sedimen akan mengendap.
Pengembangan model yang digunakan terhadap variabel hidrodinamik dan
transport sedimen tertentu dan formulasi transportasi sedimen akan
disesuaikan untuk memungkinkan aplikasi model di Muara Sungai
Jeneberang. Selanjutnya digambarkan perubahan morfologi muara sungai
dari waktu kewaktu berdasarkan beban sedimen yang terbawa oleh sungai.

Kata kunci: Muara sungai, hidrodinamik, angkutan sedimen, model


matematik, morfologi.

DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN .. 1
A.
Latar Belakang..........................................................................................1
B.

Rumusan Masalah....................................................................................5

C.

Tujuan Penelitian.......................................................................................7

D.

Manfaat Penelitian....................................................................................7

E.

Ruang Lingkup Penelitian........................................................................8

F.

Sistematika Penulisan............................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................12


A.

Defenisi dan Klasifikasi Muara..............................................................12

B.

Hidrodinamika Muara.............................................................................17

C.

Sedimen Muara......................................................................................21

D.

Pemodelan Matematik............................................................................24

E.

Angkutan Sedimen..................................................................................27

BAB III METODE PENELITIAN..........................................................................40


A.

Pemilihan dan Pengembangan Model.................................................40

B.

Deskripsi Model ECOMSED..................................................................42

C.

Pengumpulan Data.................................................................................62

D.

Lokasi Penelitian.....................................................................................68

E.

Rencana dan Waktu Penelitian.............................................................69

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................71

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Aliran berlapis di muara (Highly stratified >1; ED<0.2)................16

Gambar 2. Aliran berlapis di muara (Partly mixed 0.1 < <1; 0.2<ED<8).........16
Gambar 3. Aliran berlapis di muara (Well mixed <0.1; ED>8).......................17
Gambar 4. Perilaku perubahan salinitas dan sirkulasi aliran.............................19
Gambar 5. Sirkulasi aliran di muara (partially mixed estuary)...........................20
Gambar 6. Prinsip aplikasi model......................................................................26
Gambar 7. Siklus erosi deposisi sedimen kohesif..........................................28
Gambar 8. Perubahan kecepatan jatuh dan settling flux...................................30
Gambar 9. Data kecepatan jatuh.......................................................................31
Gambar 10. Sistem koordinat sigma..................................................................51
Gambar 11. Lokasi variabel pada grid..............................................................58
Gambar 12. Contoh data pengamatan pasang surut........................................64
Gambar 13. Hidrograf Aliran..............................................................................67
Gambar 14. Lokasi penelitian............................................................................68
Gambar 15. Bagan alir pelaksanaan penelitian.................................................69

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi muara................................................................................15


Tabel 2. Rencana penyelesaian penelitian......................................................70

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muara adalah sebuah daerah hilir sungai (semi-tertutup) yang

memiliki hubungan dengan laut terbuka, yang dipengaruhi oleh proses


pasang surut dan di mana air laut tercampur dengan air tawar yang berasal
dari aliran air sungai. Sifat dinamis dan fisik air laut seperti arus,
gelombang, salinitas, dan peristiwa pasang surut mempengaruhi prilaku
muara. Interaksi antara sungai yang membawa sedimen dengan pengaruh
salinitas air laut dan arus pasang surut, merupakan proses fisik, kimiawi,
dan biologis yang saling mempengaruhi dan berperan penting dalam
membentuk daratan/delta diberbagai muara. Proses ini berlangsung lama,
dan luas total delta/daratan yang terbentuk cukup luas sebagi akibat
pengaruh deposisi maksimum sedimen di mulut sungai.
Saat ini beberapa delta menuju ke laut terus tumbuh sebagai akibat
produksi sedimen di hulu yang terus meningkat, hal ini bisa dilihat di muara
Sungai Jeneberang. Kedinamikaan kawasan delta tersebut berlangsung
baik secara alamiah maupun atas campur tangan manusia. Delta
merupakan salah satu sumber daya lahan dan permukaan bumi dengan
ruang

yang

banyak

memberikan

harapan

bagi

manusia

untuk

dimanfaatkan, sehingga kawasan ini sangat rentan terhadap perubahan.


Hamparan delta Sungai Jeneberang terdiri atas hamparan Barombong
di selatan, hamparan Tanjung Bayam-Merdeka di tengah dan hamparan
Tanjung Bunga-Alam di utara. Pada saat ini banyak proyek pembangunan
fisik yang berlangsung di perairan sekitar muara dan di bagian hulu Sungai
Jeneberang.(Massinai, 2012).
Sungai Jeneberang merupakan salah satu sungai besar di Sulawesi

10

Selatan yang mengalir dari Gunung Bawakaraeng (2760 m) hingga ke Selat


Makassar dan bermuara di perairan pantai. Menurut CTI Engineering
Co.Ltd,1978, hasil penelitian terhadap jumlah sedimen yang disuplai oleh
Sungai Jeneberang dan dimuntahkan ke perairan pantai melalui dua muara
sungai, yaitu Muara Utara dan Muara Selatan. Sekitar 60%, suplai sedimen
berjumlah 600.000 m3 dimuntahkan di Muara Utara, sedangkan

40%,

suplai sedimen yang berjumlah 400.000 m3 dimuntahkan di Muara Selatan.


Pada muara Sungai Jeneberang terbentuk delta, yang menyebabkan
muara sungai ini terbagi dua yaitu muara Utara dan muara Selatan.
Diantara kedua muara ini terbentuklah pantai Estuari Jeneberang. Kawasan
pantai estuari ini terbentang dari

bagian Selatan di Pantai Barombong

hingga pantai Tanjung Bunga di bagian Utara, sepanjang kurang lebih 9 km.
Sungai Jeneberang mengalirkan material sedimen dari bagian hulunya dan
mendistribusikan di perairan pantai hingga ke Selat Makassar. Pantai
Estuari Jeneberang merupakan pantai berpasir dengan proses pantai yang
dinamis. Kedinamikaan kawasan pantai berlangsung baik secara alamiah
maupun atas campur tangan manusia. Karena merupakan salah satu
sumber daya lahan dan permukaan bumi dengan ruang yang banyak
memberikan harapan bagi manusia untuk dimanfaatkan, sehingga kawasan
ini sangat rentan terhadap perubahan. (Langkoke, 2011)
Pola sebaran sedimen pada delta Sungai Jeneberang ditentukan
oleh faktor fluvial dan faktor marin. Faktor fluvial meliputi debit sungai, arus
sungai, konfigurasi dasar sungai, dan sedimen sungai. Sedangkan faktor

11

marin meliputi gelombang dan pasang surut. Delta Sungai Jeneberang


merupakan delta sungai yang didominasi oleh aksi gelombang, sehingga
pola sebaran sedimen yang terjadi pada delta ini adalah sedimen berupa
pasir
Perubahan yang terjadi dimuara Sungai Jeneberang menarik untuk
dipelajari, diamati dan diteliti. Menganalisa tingkat pertumbuhan delta,
sebagai efek sedimentasi, perubahan alur dan elveasi dasar sungai di
muara. Pengamatan jangka panjang delta Sungai Jeneberang oleh ahli
geologi mengungkapkan informasi penting tentang proses yang terlibat
dalam pembentukan dan pertumbuhan delta. Pengamatan yang dilakukan
Rogaya Lakongke (2011) memperlihatkan endapan sedimen marin,
terbentuk di Pantai Barombong

yang merupakan pantai sedimentasi,

sedang sedimen fluvial deltaic terdapat di pantai bagian utara muara


Sungai Jeneberang (Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Tanjung
Bunga) dan merupakan pantai abrasi. Hasil pengamatan topografi dasar
dalam 10 tahun telah terjadi penurunan dasar laut yang mencapai 2.5 m
atau 25cm/tahun. Sedangkan jebakan air tanah dijumpai sebagai
unconfined aquifer di Pantai Barombong dan Tanjung Bayang, dan confined
aquifer di Pantai Tanjung Merdeka, dan Tanjung Bunga. Korelasi tekstur
sedimen, akifer, topografi dan hidrodinamika, maka prospek hamparan
Estuari Jeneberang dibagi menjadi 4 zona geospasial yaitu; Zona Pantai
Stabil di Pantai Barombong, Zona Pantai Stabil - Dinamis I Pantai Tanjung
Bayang, Zona Pantai Stabil - Dinamis II di Pantai Tanjung Merdeka, dan

12

Zona Pantai Tidak Stabil di Pantai Tanjung Bunga (Langkoke, 2011).


Dengan setiap varian debit sungai dari waktu ke waktu, zona pengendapan
bergeser bolak-balik, pada batas-batas yang berbeda jenis sedimen
tumpang tindih .
Hidrolika saluran terbuka telah lama menjadi kajian teknik sipil,
terutama untuk tujuan merancang irigasi, drainase, pengendalian banjir dan
struktur navigasi . Angkutan sedimen juga menjadi kajian, terutama karena
efeknya terhadap gerusan jembatan (local scouring), pendangkalan waduk,
dan pedangkalan sungai dan muara.
Penggunaan model numerik untuk memperkirakan dan mensimulasi
aliran, angkutan sedimen dan perubahan penampang digunakan untuk
tujuan pengelelolaan sungai. Model numerik dengan meggunakan program
komputer dapat membantu menyelesaikan persamaan dasar mekanika
fluida dan persamaan angkutan sedimen. Persamaan mekanika fluida
dapat diselesaikan dalam satu dimensi ( 1D ), dua dimensi ( 2D ), atau tiga
- dimensi ( 3D ) skema spasial. Dengan semakin meningkatnya kecepatan
komputer saat ini, komputasi persamaan hidrodinamika aliran dan angkutan
sedimen semakin baik.

13

B. Rumusan Masalah
Sungai terutama ruas sungai yang mengalir di atas lapisan alluvial
merupakan suatu sistem yang dinamik. Sungai selalu memberikan respon
terhadap aktivitas alam dan manusia guna mencapai kondisi keseimbangan
yang baru. Beberapa perubahan kondisi aliran yang dapat memicu
perubahan morfologl sungai seperti hidrodinamika aliran, proses angkutan
sedimen, turbulensi aliran, efek sedimentasi, pasang surut, tegangan angin,
gelombang, stratifikasi aliran, dan arus pesisir mempengaruhi pembentukan
delta dan proses morfologi di Muara Jeneberang. Pada daerah muara, ruas
sungai mempunyai kemiringan dasar sungai yang sangat landai. Hal ini
mengakibatkan muatan sedimen yang dl bawa oleh allran sungai akan
diendapkan. Pengendapan

sedimen

juga dipercepat oleh terjadinya

proses koagulasl antara partlkel sedimen


pada

air

sungai

dan

garam

yang terpengaruh oleh air

mengakibatkan dapat terbentuknya cabang-cabang

laut.

yang terdapat
Proses

ini

sungai dan delta

sungai.
Perubahan morfologi
(agradasi), perpindahan

alur

sungai seperti

kenaikan

dasar

sungai

sungai, dan pelimpasan allran

karena

berkurangnya kapasitas sebagai akibat agradasi dasar sungai. Kejadian


ini akan dirumuskan dalam suatu model matematika yang dapat mewakili
proses yang terjadi. Pada model matematika replika/tiruan tersebut dilbuat
dengan mendiskripsikan fenomena/peristiwa alam dengan satu set
persamaan. Kecocokan model terhadap fenomena/peristiwa alamnya

14

tergantung

dari

ketepatan

formulasi

persamaan

matematis

dalam

mendiskripsikan fenomena/peristiwa alam yang ditirukan. Pemodelan


numerik dengan menggunakan software akan dijadikan dasar acuan untuk
mengetahui kondisi tersebut.
Penelitian ini menggunakan model numerik untuk menguji bahwa
perubahan morfologi muara sungai dapat disimulasikan secara kuantitatif.
Dalam parameterisasi, yang dirancang untuk mengetahui kemampuan
model mensimulasikan perubahan morfologi yang terjadi ketika aliran
memasuki area terbuka di daerah pantai , dan memprediksi kapasitas
angkutan sedimen di Sungai Jeneberang.
Berdasarkan uraian di atas rumusan masalah dalam kaitannya dengan
perubahan morfologi Muara Sungai Jeneberang adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pergerakan dan penyeberan sedimen lumpur

yang

berada di Sungai Jeneberang.


2. Bagaimana sedimen terkait dengan morfologi Muara Jeneberang,
khususnya pembentukan gundukan tanah/pasir (bar) yang tumbuh jadi
delta dan sungai jadi bercabang (bifurkasi).
3. Bagaimana kondisi tersebut dapat disimulasikan secara kuantitatif
dengan menggunakan model matematika.
4. Bagaimana sedimentasi di lokasi yang kritis dalam sebuah delta
sungai dapat diprediksi untuk tujuan rekayasa, dengan menggunakan
satu set model pada berbagai debit dan suplai sedimen.
C. Tujuan Penelitian

15

Terkait dengan latar belakang dan rumusan permasalahan di atas,


maka dalam penelitian ini perlu dilakukan suatu studi dan analisa yang
bertujuan untuk :
1. Manganalisa proses fluvial yang mempengaruhi bentuk muara.
2. Meneliti faktor dominan yang mempengaruhi perubahan morfologi
Sungai Jeneberang.
3. Meneliti bagaimana pasang surut, gelombang, salinitas debit sungai dan
suplai sedimen beriteraksi di muara
4. Memodelkan secara matematis proses terjadinya sedimentasi untuk
menunjukkan proses perubahan morfologi muara.
5. Menggabungkan observasi lapangan dan pemodelan numerik, dengan
penilaian terhadap kemampuan model untuk mereproduksi kondisi yang
diamati.
6. Mengembangkan model yang digunakan terhadap variabel hidrodinamik
dan transport sedimen tertentu dan formulasi transportasi sedimen akan
disesuaikan untuk memungkinkan aplikasi model di Muara Sungai
Jeneberang.
D. Manfaat Penelitian
Seiring dengan tujuan yang ingin dicapai, maka manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini mencakup dalam dua aspek yaitu : Aspek
akademis dan aspek praktis.
1. Aspek akademis
Penelitian

ini

hidrodinamika

dimulai
dan

dengan

angkutan

kajian
sedimen,

persamaan
kemudian

dasar

aliran,

disusun

jadi

persamaan pengatur yang merepresentasikan persistiwa aliran dan


sebaran sedimen di sistem muara. Harapan penelitian ini akan

16

bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dapat dijadikan


rujukan atau sumber refrensi sebagai suatu landasan teoritis khususnya
yang terkait dengan studi muara sungai
2. Aspek Praktis
Pemodelan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan suatu kebijakan, sehingga dampak yang akan
ditimbulkan akibat adanya sedimentasi, perubahan morofologi muara
yang berakibat pendangkalan muara tersebut dapat dicegah sedini
mungkin atau dikurangi.
Selanjutnya model ini diharapkan juga dapat digunakan oleh para
praktisi untuk pengelolaan di Sungai, Muara, dan Perairan Pantai
Jeneberang
E. Ruang Lingkup Penelitian
Persamaan-persamaan
rumusan

berbagai

aspek

dalam

model

persoalan,

matematik

menunjukkan

mengidentifikasikan

hubungan

fungsional diantara komponen dan elemen dalam sistem, menetapkan


ukuran efektifitas dan kendala, serta menunjukkan data yang diperlukan
terkait dengan persoalan secara kuantitatif. Untuk itu dibuat model
matematik yang semirip/sedekat mungkin dengan sistem yang dimodelkan,
keluaran model dan keluaran sistem nyata harus identik.
Pada aliran sungai, sebuah model matematik yang didasarkan pada
prinsip fisika merupakan alat yang dapat digunakan untuk memahami
proses yang terjadi di muara. Model matematik dengan dukungan metode

17

numerik memberikan gambaran proses hidrodinamik yang terjadi, dan


dapat dikaitkan dengan proses transport sedimen dan yang dapat
menyebebkan perubahan morfologi di muara.
Dalam

penerapannya

model

hidrodinamika

diselasaikan

untuk

memperoleh kecepatan vertikal, horizontal dan elavasi muka air. Parameter


ini diperoleh dari menyelesaikan persamaan hidrodinamik kemudian
digabungkan dengan model transport (garam dan sedimen) yang
merupakan persamaan konveksi-difusi kemudian dapat diselasaikan
dengan teknik splitting
Secara umum, ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Mempelejari dan memodelkan karakteristik hidrodinamika
2. Persamaan pengatur yang digunakan adalah persamaan pengatur
hidrodinamika aliran dan angkutan sedimen
3. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan matematika
adalah metode numerik. Syarat batas hulu adalah debit dan sedimen.
Syarat batas hilir adalah fungsi pasang surut, salinitas, dan gelombang.
4. Memodelkan pola distribusi aliran untuk kajian hidrodinamik, transpor
dan sebaran sedimen yang mempengaruhi bentuk morofologi di muara
Sungai Jeneberang.
F. Sistematika Penulisan
Bagian ini menjelaskan secara garis besar isi dan sistematika
penulisan disertasi yang akan dilakukan sesuai tahapan-tahapan yang
dipersyaratkan, sebagai berikut:

18

Bab I. Pendahuluan
Pada bab ini dipaparkan latar belakang dan rumusan masalah
tentang pentingnya penelitian ini dilakukan, selain itu dikemukakan pula
kebaruan/originalitas penelitian ini, tujuan penelitian, manfaat/kegunaan
penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan disertasi.
Bab II. Tinjauan Pustaka
Pada bab ini diuraikan substansi pokok tajuk penelitian dalam
kerangka teoritik berkenaan
persamaan

hidrodinamik

dengan

dan

pendekatan model

persamaan

transport,

matematik

penyelesaian

matematis, angkutan sedimen, morfologi sungai, dengan mengacu pada


hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti serta temuantemuan yang ada kaitannya hidrodinamika muara.
Bab III. Metode Penelitian
Bagian ini akan menguraikan dan menjelaskan tentang persamaanpersamaan matematis hidrodinamika dan angkutan sedimen. Penyelesaian
persamaan numerik, dan pengumpulan data yang diperlukan untuk input
model.
Pemilihan model / software untuk simulasi dan prediksi hidrodinamik
dan angkutan sedimen disesuaikan dengan karaktersitik Muara Jeneberang
dan kemampuan model menggambarkan proses aliran dan sebaran
sedimen. Sebaran sedimen dan proses pengendapan yang terjadi
diinterpretasi

untuk

memperkirakan

tanah

pertumbuhan dan perubahan bentuk muara.

tumbuh

(bar

formation)

19

20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Defenisi dan Klasifikasi Muara

1. Defenisi
Secara umum, muara dipahami sebagai daerah interaksi antara air laut dan
air tawar atau tempat di mana sungai bertemu laut, walaupun banyak
konsep yang berbeda tergantung pada konsep sisi pandang masing masing
orang.
Menurut Cameron dan Pritchard (1993), muara adalah sebuah daerah hilir
sungai (semi-tertutup) yang memiliki hubungan dengan laut terbuka, yang
dipengaruhi oleh proses pasang surut, di mana air laut tercampur dengan
air tawar yang berasal dari aliran air sungai.
Estuari adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas
dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur
dengan air tawar. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan
menghasilkan suatu kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain:
1. Tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut, yang
berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi,
pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh
besar pada perubahan morfologi dasar sungai.
2. Pencampuran kedua macam air tersebut

menghasilkan suatu sifat

fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai
maupun sifat air laut.

21

3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan


biota mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan
sekelilingnya.
4. Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut
air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain, endapan serta
topografi daerah estuaria tersebut mempengaruhi bentuk morfologi
dikawasan tersebut.
Dari sudut pandang efek pasang surut, Dionne (1963) telah mendefinisikan
muara sebagai suatu inlet lautan, yang dicapai oleh aliran sungai yang
berinteraksi dengan perisitiwa pasang surut, biasanya yang dibagi menjadi
tiga kategori: (a) muara dengan pengaruh laut yang kecil; (Ardiansih) muara
dengan pangaruh pencampuran salinitas dan air tawar yang kuat, (c) muara
yang ditandai oleh air tawar tetapi didominasi oleh pasang surut.
Lebih umum dibandingkan definisi sebelumnya, Fischer dkk (1979),
mendefenisikan

muara

sebagai

aliran

yang

kompleks,

tidak

langgen(unstaedy) dan topografi bervariasi, yang didorong oleh gelombang


pasang dan sering dipengaruhi oleh efek densitas internal".
Dalrymple dkk. (1992) telah mendefinisikan muara dalam hubungannya
dengan transport sedimen sebagai bagian dari sistem alur ke laut yang
menerima sedimen dari kedua sumber sungai dan laut yang dipengaruhi
oleh proses pasang surut, gelombang dan endapan.
Sebuah definisi lebih lanjut telah dikembangkan oleh Dyer (1996), telah
diadaptasi dari definisi Prichard sebagai "muara merupakan kawasan semi-

22

tertutup yang memiliki hubungan bebas ke laut terbuka,dan ke arah alur


sungai sejauh batas pengaruh pasang surut dan di mana air laut
diencerkan dengan air tawar yang berasal dari limpasan permukaan ".
Dalam rangka untuk memahami lebih lanjut tentang itu, klasifikasi jenis
muara akan membantu mengidentifikasi proses utama di dalamnya.

2. KLASIFIKASI MUARA
Muara memainkan peran penting dalam kehidupan manusia serta proses
alam. Oleh karena itu mendapat perhatian penting selama beberapa
dekade

terakhir. Banyak

penelitian telah

difokuskan

pada klasifikasi

jenis muara. Ada banyak kemungkinan kategori, tergantung pada kriteria


yang

digunakan.

Topografi,

peristiwa

pasang

surut

dan

aliran sungai merupakan faktor penting dalam proses hidrodinamika yang


terjadi di muara. Namun, badai bisa mempunyai pengaruh signifikan, walau
kejadiannya

hanya

sesaat.

Tabel

berikut

klasifikasi utama muara berdasarkan kriteria yang berbeda.

menunjukkan

23

Tabel 1. Klasifikasi muara


Kriteria
Topography

Pengarang

Klasifikasi
Muara di perairan laut

Pritchard (1955)

Tipe muara-Fjord (Fjord-type estuaries)


Muara yang dibentuk oleh delta (Bar built
estuaries)
Morphology

Dalrymple

et

all

(1992)

Muara yang didominasi pasang surut


Micro-tidal estuary (H<2m)

Davies, J.L.1964

Meso-tidal estuary (2<H<4m)

Pasangsurut

Muara dari hasil proses tektonik


Muara yang didominasi gelombang laut

Macro-tidal estuary (4<H<6m)


Salinitas

Aktivitas
manusia

Pritchard

(1955)

Hyper-tidal (H>6m)
Highly stratified estuaries

and Cameron and

Partly mixed estuaries

Pritchard (1963)

Well mixed estuaries


Muara alam

Dipengaruhi dan diubah oleh manusia

Perubahan bentuk muara akibat bangunan

Saeijs,H.L.F (1982)

pantai

Hal ini dapat dikenali dari definisi muara bahwa ada tiga karakteristik muara
yang mengatur konsentrasi air laut seperti: setengah tertutup, hubungan
dengan laut terbuka dan air tawar yang berasal dari limpasan permukaan.
Oleh karena itu, salinitas merupakan parameter yang

penting untuk

klasifikasi muara. Dalam rangka untuk mengklasifikasikan, parameter


stratifikasi dapat diterapkan seperti Simmons ratio (rasio aliran sungai per
siklus pasang surut ke tinggi pasang surut), Ippen dan Harleman ED
(ukuran jumlah energi yang hilang oleh gelombang pasang relatif dengan

24

yang digunakan pada pencampuran badan air). Gambar 1 berikut mewakili


gradien sirkulasi air, salinitas dan kecepatan di muara jenis yang berbeda
sesuai dengan klasifikasi salinitas.

Gambar 1. Aliran berlapis di muara (Highly stratified >1; ED<0.2)


Sumber:http://www2.sese.uwa.edu.au/~pattiara/enve4615po/envt4605_estuarineproc.pdf

Gambar 2. Aliran berlapis di muara (Partly mixed 0.1 < <1; 0.2<ED<8)
Sumber:http://www2.sese.uwa.edu.au/~pattiara/enve4615po/envt4605_estuarineproc.pdf

25

Gambar 3. Aliran berlapis di muara (Well mixed <0.1; ED>8)


Sumber:http://www2.sese.uwa.edu.au/~pattiara/enve4615po/envt4605_estuarineproc.pdf
B. Hidrodinamika Muara

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi proses hidrodinamika di muara,


seperti besaran relatif dari variasi pasang surut, arus, aliran air tawar, gaya
gravitasi yang disebabkan oleh perbedaan densitas antara air tawar dan air
laut. Angin dan gelombang juga dipertimbangkan untuk jangka pendek.
Bagian ini akan memberikan fenomena fisik dasar yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang dapat memberi pemahaman lebih baik tentang muara
Pasang Surut di Muara Sungai
Elevasi muka air laut berfluktuasi secara teratur dan dapat diprediksi
sebagai efek pergerakan gravitasi matahari, bulan dan planet terhadap
permukaan air laut. Rentang pasang surut bervariasi dari siklus ke siklus
pasang surut yang dipengaruhi oleh perubahan posisi relatif dari planetplanet bumi. Namun, rentang pasang surut mengalami siklus dua mingguan

26

secara teratur, meningkat menjadi maksimum lebih dari seminggu (pasang


purnama) dan kemudian menurun sampai minimum selama minggu
berikutnya (pasang perbani), karena orbit reguler bulan mengelilingi bumi.
Kenaikan dan penurunan berkala permukaan air di mulut muara
menyebabkan kemiringan permukaan aliran sebagai hasil dalam propagasi
gelombang gravitasi. Tingkat propagasi dipengaruhi oleh geometri muara
(gambar 4), kecepatan pasang surut (gh) 1/2, dengan h adalah kedalaman
air, g adalah percepatan gravitasi. Ini adalah gelombang yang sangat
panjang yang bergerak di peairan dangkal, yang dapat menyebabkan
gesekan yang cukup besar antara air dan permukaan dasar sungai. Oleh
karena itu bentuk gelombang berubah dan rentang pasang surut berkurang,
puncak gelombang pasang sampai muara lebih cepat. Kecepatan dapat
dihitung dengan rumus:

1
1
Ccrest g (h H ) Ctrough g (h H )
2
2
;
.

..(2.1)

Hal ini dapat dilihat dari gambar 4 bahwa proses pasang ditransfer ke
bagian hulu dari muara. Periode banjir menjadi lebih pendek namun aliran
meningkatkan kecepatan. Jadi sedimen dasar menjadi lebih efektif terkikis
selama banjir daripada selama fase surut. Karena asimetri dalam
kecepatan aliran dari arus dan perilaku salinitas dalam muara, sejumlah
arus sekunder dihasilkan, yang sementara kecepatan rendah, yang cukup
penting sehubungan dengan transportasi pencampuran dan sedimen.

27

Pada bagian atas muara, gelombang banjir dapat merupakan empat atau
lima jam periode pasang surut. Dalam beberapa kasus, efek air-dangkal
dikombinasikan dengan kemiringan dasar sungai mencapai kondisi kritis di
mana pasang surut jenuh terbentuk.
Masuknya Air Tawar
Ini adalah faktor penting yang memiliki pengaruh signifikan pada rezim
hidrodinamik di muara sungai. Air tawar dapat mengalir dari anak-anak
sungai, air tanah, waduk dan curah hujan di permukaan. Air dari daerah
aliran sungai dapat membawa sejumlah sedimen dan bahan lainnya dari
hulu ke muara. Dengan peningkatan debit sungai, stratifikasi meningkat dan
terjadinya penurunan intrusi garam.
Air bergerak sepanjang muara di bawah pengaruh dua mekanisme yaitu
arus air sungai yang kuat ke laut dan gerakan pasang surut air laut secara
teratur keluar masuk muara.

28

Gambar 4. Perilaku perubahan salinitas dan sirkulasi aliran


Sumber: http://www.scopenvironment.org/downloadpubs/scope35/chapter13.html
Salinitas merujuk pada konsentrasi total garam, dan rata-rata sekitar 35
kg/m3, atau 35 bagian per seribu (ppt). Berat jenis air laut lebih besar dari
air tawar dan berubah terhadap salinitas dan suhu. Biasanya pada suhu
20oC, air laut memiliki massa jenis sekitar 1025 kg/m 3, sedangkan air tawar
memiliki densitas 1000 kg/m 3. Meskipun perbedaan dalam densitas adalah
sedikit, namun secara signifikan mempengaruhi sirkulasi muara.
Arus yang disebabkan oleh pencampuran air tawar dan air asin disebut
arus sisa, di mana air garam hulu mengalir di sepanjang bagian bawah
muara dan kurang asin, bahkan air tawar mengalir menuju ke laut di dekat
permukaan (Gambar 5). Pola arus residu disebut sebagai sirkulasi gravitasi.
Sirkulasi gravitasi merupakan mekanisme penting dari transportasi sedimen
hulu dan dispersi longitudinal garam di muara.

Gambar 5. Sirkulasi aliran di muara (partially mixed estuary)


Sumber:http://test.dnr.nsw.gov.au/estuaries/factsheets/physical/movement.shtml
Karena berat jenisnya yang lebih rendah, air tawar cenderung berada di
atas air laut (stratifikasi). Turbulensi yang dihasilkan oleh gerakan air di atas

29

dasar muara menyebabkan pencampuran vertikal (vertical mixing) , yang


cenderung untuk memecah setiap pelapisan garam - air tawar. Semakin
cepat

gerakan

air,

semakin

kuat

dan

besar

resultan

turbulensi

pencampuran.
Pasang laut adalah mekanisme utama dari pergerakan air di muara.
Kecepatan pasang surut tinggi menghasilkan pencampuran vertikal yang
kuat sehingga sedikit variasi salinitas dari atas ke bagian bawah badan air.
Kecepatan pasang surut rendah tidak cukup untuk menyebabkan kondisi
pencampuran menyeluruh dapat terjadi.
C. Sedimen Muara

Proses morfologis di muara sungai adalah fungsi dari interaksi kompleks


antara faktor antropogenik dan alami. Proses morfologi paling umum yang
dipertimbangkan pola aliran, gelombang, kecepatan, angkutan sedimen,
dan perubahan elevasi dasar.
Ada dua jenis sedimen yang berpengaruh di muara, yaitu pasir dan lumpur.
Sedimen muara merupakan campuran dari dua jenis sedimen tersebut.
Pasir dan lumpur mempengaruhi perubahan elevasi dasar sungai dan
komposisi yang merupakan fungsi ruang dan waktu (perilaku morfologis).
Bagian berikut akan memberikan gambaran konsep sedimentasi di muara,
proses dan transportasi.
1. Sumber Sedimen

30

Sumber asli dari sedimen di muara sungai adalah dataran tinggi (dari erosi
permukaan tanah mengalir ke badan air dan erosi sungai juga
berkontribusi), internal (dari dasar dan tebing sungai) dan pesisir.
Mekanisme utama yang menyebabkan angkutan sedimen di muara sungai
adalah kecepatan yang disebabkan oleh arus air tawar dan perilaku pasang
surut. Semakin cepat arus ini, semakin besar tegangan geser dan
turbulensi yang dihasilkan di dasar saluran, dan semakin besar pergerakan
sedimen oleh gaya di dasar saluran dan gaya angkut aliran. Dalam rangka
untuk menghitung transportasi sedimen, ada beberapa rumus yang dapat
diterapkan seperti: Engelund-Hansen (1967), Meyer-Peter-Muller (1948),
Ackers-White (1973), Van Rijn (1984) dll. Perlu dipahami bahwa setiap
rumus angkutan sedimen telah diturunkan untuk kondisi tertentu.
2. Pasir
Perilaku partikel pasir dalam air tergantung pada kecepatan endap, yang
tergantung terutama pada ukuran dan bentuk, partikel yang lebih besar
jatuh lebih cepat. Partikel pasir berukuran kecil dapat lebih mudah dibawa
tersuspensi dan terus larut akbita turbulensi aliran.
Angkutan sedimen dasar cukup peka terhadap perubahan kecepatan,
seperti yang dibawa oleh arus pasang surut dan sirkulasi. Kedua
mekanisme ini menghasilkan fluks dasar saluran ke arah hulu. Kedua
proses menghasilkan angkutan pasir yang kuat bersih dari pasir laut yang
membentuk gundukan pasir dan delta di muara.

31

Arus air sungai selama banjir besar mungkin jauh lebih besar daripada arus
pasang surut puncak. Dengan demikian, banjir bisa mengangkut pasir dari
hilir yang sangat tinggi, sebagaimana terlihat dengan adanya gundukan
pasir dangkal yang cenderung terjadi selama banjir. Pasir yang diangkut
oleh aliran sungai diendapkan pada mulut muara.
Gelombang yang dihasilkan dapat memiliki efek yang signifikan terhadap
produksi sedimen dan gerakan pinggir muara. Dalam batas-batas sempit
muara

sungai, gelombang

angin

yang

dihasilkan

adalah

panjang

gelombang kecil dan pendek. Namun gelombang ini dapat menyebabkan


erosi pantai yang luas bila arah angin yang dominan bertepatan dengan
bentangan panjang, lurus dan lebar muara.
Gerakan pasir ke dalam dan keluar dari mulut muara adalah sebuah
fenomena kompleks karena merupakan interaksi pasang surut, gelombang
dan proses masuknya air tawar. Gelombang yang masuk membawa pasir
yang dapat terbawa ke muara pada saat pasang. Volume pasir ini adalah
kembali keluar dari muara pada saat surut, namun sebagian tersimpan di
muara yang diangkut ke hulu oleh air pasang.
Sebagian besar pasir diangkut keluar dari mulut muara dan diendapkan
pada atau dekat muara dan membentuk gundukan, sebagian terbawa ke
pantai dan hanyut oleh sebuah proses yang dikenal sebagai sedimen
sejajar pantai.
3. Lumpur

32

Menurut Van Rijn (1984), lumpur didefinisikan sebagai cairan campuran


sedimen yang terdiri dari air garam, silts pasir, tanah liat dan bahan organik.
Organisme bentos dapat mengubah sifat fisik dari lapisan permukaan
lumpur (contoh: kerapatan, kekuatan geser). Oleh karena itu, perilaku
lumpur hasil tertentu dari interaksi fisik, faktor kimia dan biologi, yang
mungkin bervariasi baik sepanjang muara dan antara muara.
Secara umum, flokulasi adalah proses yang sangat penting di muara mana
pencampuran air tawar dan air asin berlangsung. Lumpur adalah bahan
kohesif dan karenanya proses penyelesaian, konsolidasi dan ketahanan
terhadap erosi tergantung pada sifat kohesif, seperti antar-partikel ikatan
serta lingkungan hidrodinamik.
Kecepatan pengendapan sedimen berlumpur ini juga tergantung pada
konsentrasi sedimen. Pada konsentrasi tinggi, tabrakan terjadi antara
partikel dan gumpaln (flocs) yang dihasilkan lebih besar dan menyelesaikan
lebih cepat dari partikel-partikel yang lebih kecil dasar. Pada konsentrasi
rendah ada sedikit atau tidak ada interaksi antara partikel dan kecepatan
menetap cenderung konstan. Pada konsentrasi yang sangat tinggi, partikelpartikel aktif mengganggu satu sama lain dan menghambat penyelesaian.
Pola pengendapan lumpur di muara bervariasi terhadap musim dan spasial
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor alam. Lokasi dari zona deposisi
maksimum akan bervariasi yang tergantung pada kecepatan air sungai dan
pola yang dihasilkan dari intrusi garam. Selama banjir besar, turbulensi

33

yang tinggi dan pembilasan oleh air banjir cukup untuk membawa
konsentarasi sedimen seluruhnya ke laut.
D. Pemodelan Matematik
Ada empat metode utama untuk memecahkan masalah muara seperti
observasi

lapangan,

solusi

analitis,

model

numerik

dan

model

fisik. Berdasarkan kondisi yang ada muara tertentu, satu atau kombinasi
dari metode tersebut dapat dipilih.
Model numerik adalah representasi matematis dari suatu sistem model di
muara. Pemodelan sedimen di muara merupakan representasi matematis
dari proses fisik, kimia, dan biologi yang terjadi. Pemodelan disusun dari
persamaan pengatur (governing equation) berupa persamaan persamaan
differensial, yang memerlukan kondisi awal dan batas untuk mendapatkan
solusi. Model dapat mensimulasi morfologi muara, aliran air tawar,
pengaruh pasang surut dan kondisi angin. Bahkan, kekuatan sebenarnya
dari model muara adalah kemampuannya memprediksi perilaku sistem
alam serta intervensi manusia di muara pada waktu tertentu. Oleh karena
itu, tujuan utama dari pemodelan adalah untuk menentukan konsekuensi
dari perubahan alam atau intervensi antropogenik. Hal ini digunakan
sebagai alat prediksi yang memperhitungkan interaksi multi-antara proses
fisik yang berbeda dan dampak baliknya mereka(Ian Towend, 2002).
Prinsip penerapan model disajikan pada Gambar 6. Muara dibentuk dari
sedimen fluvial dan laut dalam kondisi hidrodinamik. Angkutan, gerusan

34

dan pengendapan sedimen merupakan pembentuk terjadinya proses


morfologi muara. Oleh karena itu, ada sejumlah proses dan mekanisme,
yang bekerja dan berinteraksi pada parameter ruang dan waktu. Itu berarti
pemodelan tidak mewakili sepenuhnya isu yang harus dipertimbangkan dan
hanya proses yang paling dominan dipertimbangkan.

35

Data pengamatan
Mengenali/mengamati fenomena
Menentukan faktor/variabel yang berpengaruh
Software penelitian yang tersedia, Memilih salah satu yang sesuai
Input parameters ke dalam software
Jalankan program; tampilkan hasilnya
Menafsirkan model sesuai fenomena yang terjadi
Kalibrasi dan validasi
Memenuhi/sesuai gejala yang terjadi

Tidak

Ya
Gunakan untuk perkiraan
selesai

Gambar 6. Prinsip aplikasi model


Pemodelan perubahan morfologi di muara dengan model 2D atau 3D
memerlukan

komputasi

besar

untuk

mendapatkan

akurasi yang

baik terutama dalam simulasi jangka panjang . Oleh karena itu De Vriend et
al (1993) memperkenalkan teknik yang untuk aplikasi jangka panjang
pemodelan

dengan

mengurangi

waktu

komputasi

dan

data

36

masukan. Prosedur ini memberikan perkiraan yang dapat diandalkan dari


evolusi yang paling mungkin.
Model hidrodinamik dan angkutan sedimen telah banyak digunakan
dalam rekayasa memahami dan meneliti deposisi di sungai . Donnell et al .
(1991) menggunakan model 2D (TABS-2) untuk mempelajari pertumbuhan
gundukan pasir dan deposisi delta. Model ini memungkinkan peneliti
mengukur dan memperkirakan aliran sedimen pada ekosistem muara
dengan beberapa keberhasilan ( Donnell et al , 1991; . Donnell dan Letter,
1992; USACE , 1999) .
E. Angkutan Sedimen
Metode-metode perkiraan angkutan sedimen dan formasi tanah
tumbuh (bar formation) di muara dilakukan dengan metode numerik
maupun dengan model fisik.
Angkutan Sedimen
Hidrodinamika mengkaji kecepatan dan debita aliran sungai, sedangkan
morfologi menjelaskan tentang proses pengangkutan sedimen. Arah dan
besanya kecepatan aliran pada hidrodinamika menjadi input pada proses
angutan sedimentasi yang selanjutnya mempengaruhi perubahan morfologi
dari waktu ke waktu.
Sedimen sering menimbulkan masalah seperti pengendapan pada
pelabuhan, muara sungai kualitas air dan sebagainya. Pada air asin, seperti
di muara kecepatan jatuh sedimen menjadi lebih besar karena adanya

37

proses flokulasi. Proses ini dipengaruhi oleh konsentrasi sedimen dan


kadar salinitas air. Selain itu tegangan geser endapan akan bertambah
besar seiring dengan lamanya waktu konsolidasi.
Siklus sedimen kohesif yang banyak terbawah ke muara terdiri dari tiga
komponen, pertama erosi yang mengakibatkan terangkatnya partikel
sedimen kedalam air menjadi sedimen suspensi akibat dari adanya
tegangan geser aliran. Kedua, akibat adanya proses flokulasi maka
kecepatan jatuh partikel akan bertambah sehingga partikel flokulasi jatuh
kedasar

sehingga

mengakibatkan

terjadinya

proses

deposisi

(pengendapan). Ketiga, partikel yang terendapkan akan mengalami proses


konsolidasi

sehingga

kepadatan

partikel

akan

bertambah

akibat

berkurangnya pori air, dengan meningkatnya kepadatan maka tegangan


geser kritis akan bertambah besar, besarnya nilai tegangan geser kritis
akan berambah seiring dengan lamanya proses konsolidasi.
Siklus ini dideskripsikan seperti pada gambar berikut ini:

Tabrakan partikel
lumpur/Flok
Aggregation

Tegangan geser
dekat bed

Terangkat

Hancur

Gambar 7. Siklus erosi deposisi sedimen kohesif.


(J.C Winterwerp, October 1996.)

38

Kecepatan Jatuh
Kecepatan jatuh partikel atau flok dalam perjalanannya menuju dasar
disebabkan oleh gaya berat. Kecepatan jatuh (settling velocity) atau tidak
banyak mengalami percepatan karena gaya grafitasi diimbangi oleh gaya
apung dan gaya gesek, dan merupakan salah satu parameter sifat sedimen
kohesif yang biasa dituliskan dalam notasi Ws. . Kecepatan jatuh ini dapat
merupakan

fall

velocity

dari

suatu

partikel

individu

(kecil

sekali

kemungkinannya), suatu kumpulan partikel (agregat) atau flok yang


terbentuk oleh gaya ikatan antar partikel, ataupun agregat dengan orde
lebih tinggi lagi.
Kecepatan

jatuh

pada

konsentrasi

rendah

(free

settling),

dimana

konsentrasi lebih kecil dari C1 = 0.1 0.3 g/l (lihat gambar 8). Pada kondisi
ini partikel jatuh tampa pengaruh partikel lain, kecepatan jatuh merupakan
keseimbangan gaya tarik/apung dan berat dibawah permukaan air.
Kecepatan jatuh ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
2 gd
ws
C d

0.5

(2.2)

dimana:
d = diameter partikel(flok) sedimen
f = densitas partike(flok)l sedimen
w= densitas air
g = percepatan gravitasi
Cd= koefisien drag

39

Log settling velocty or flux

Hindored
flux

ws0

Ws=kCn

Ws = ws0[1-k2(C-C2)]n
Free
settling

C1

Flocculation
settling

Hindored
settling

C2

C3

C4

Log concentration
Negligible
settlng

Gambar 8. Perubahan kecepatan jatuh dan settling flux


dengan konsentrasi. (Costa, 1989 ) (dikutip dari Mehta, 1994)
Bertambahnya

konsentrasi diatas batas C 1 (free

settling

velocity)

menyebabkan kontak antar partikel bertambah sering sehingga aggregasi


atau penggumpalan bertambah. Formasi gumpalan bertambah hingga berat
gumpalan juga bertambah menyebabkan kecepatan jatuh bertambah
(flocculation settling). Pada keadaan ini kecepatan jatuh dapat dinyatakan
manjadi :

ws k1C1n

.(2.3)

dimana :
k1 = local rate flow shearing
n = konstanta untuk efek turbulen = 1.25
Pada konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dengan nilai C 2 pada
gambar 3.3 (C2 = 2 5 g/l), kecepatan jatuh berkurang dengan
bertambahnya konsentrasi.

Ini disebabkan akibat partikel/flok terhalangi

oleh sedimentasi (hindered settling), sebuah fenomena dimana flok


bertambah rapat sehingga saling menghalangi untuk jatuh(Kynch 1952).
Pada kondisi ini kecepatan jatuh dinyatakan :

ws wso 1 k 2 C C2 2 ..(2.4)
n

40

dimana :
wso = nilai ws pada kondisi C2
k2 = invers dari konsentrasi pada ws=0
n2 = theoritical for falling shperes at low Reynold Number(4.66)
Gambar 9 menunjukkan data pengkuran kecepatan jatuh menggunakan
lumpur alam dengan tinggi kolom jatuh 2m (Hwang, 1989). Sebuah
modifikasi dari rumus di atas oleh Wolanski et al, (1989) , digunakan untuk
menyatakan efek dari hindered settling dan flocculation settling :
ws

aC n
2

b2

(2.5)

dimana :
ws = konsentrasi sedimen
C = konsentrasi sedimen
a,b,c,n,m = konstanta ( a = 33.38 ; b = 2.357 ; n = 1.83 ; m = 189)

Gambar 9. Data kecepatan jatuh


Pengamatan laboratorium menggunakan lumpur (Hwang, 1989) (dikutip
dari Mehta, 1994)
Pengaruh salinitas dan suhu meningkatkan gaya elektrostatik antara
butiran

sedimen.

Hal

ini

mendorong

terjadinya

proses

flokulasi

(penggabungan), karena adanya sifat Cation Exchange Capacity (CEC)


atau sifat menarik katin ataupun anion. Flokulasi sangat dipengaruhi oleh
kadar salinitas air, flokulasi mulai terjadi pada 0,6 %0 untuk

koalinite,

41

1,1%0 illite dan 2,4 %0 untuk montmorillite, dan umumnya terjadi pada
salinitas di atas 1-3% . Proses penggumpalan mempengaruhi kecepatan
jatuh sedimen. Penggumpalan membentuk partikel yang lebih besar
memiliki massa yang lebih besar akan lebih mudah untuk mengendap.
Naiknya temperatur mengakibatkan meningkatnya gerakan ion, dengan
demikian flokulasi akan kurang efektif dengan naiknya temperatur.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Jatuh
1. Turbulensi
Turbulensi mempengaruhi proses flokulasi partikel sedimen kohesif.
Pada tingkat turbulensi rendah, pergerakan turbulen mempertinggi
jumlah

pertemuan antara pertikel sedimen sehingga memperbesar

kemungkinan terbentuk flok atau agregat yang ordenya lebih tinggi,


dan settling velocity akan bertambah seiring dengan bertambahnya
tegangan turbulen.
Pada tingkat turbulensi yang lebih tinggi, tegangan turbulen akan
menghancurkan agregat, dan settling velocity akan berkurang seiring
dengan meningkatnya tegangan turbulen.
2. Konsentrasi
Pada konsentrasi yang tinggi, jarak antar partikel suspensi sedimen
menjadi lebih rapat dan karena sifat kohesifitas sedimen, maka akan
terbentuk flok atau agregat dengan orde yang lebih tinggi. Saat terbentuk
flok tersebut settling velocity meningkat.
Pada konsentrasi yang lebih tinggi lagi akan timbul suatu efek Settling
yang tertahan yaitu guncangan dan/atau halangan pada partikel

42

disekitarnya akan menyusahkan partikel-partikel tersebut untuk jatuh.


Efek settling yang tertahan biasanya dianggap penting pada konsentrasi
sedimen antara 3 sampai dengan 10 kg/m 3.
3. Salinitas
Bertambahnya

salinitas

pada

suspensi

sedimen

kohesif

akan

mempengaruhi kecepatan jatuh atau settling velocity. Hal ini mungkin


disebabkan karena dengan meningkatnya salinitas maka lapisan difusive
ganda yang mengelilingi partikel sedimen menjadi menipis sehingga
jarak antar partikel menjadi lebih dekat dan timbul gaya Van der Waals
sehingga sifat kohesif menjadi semakin kuat dan akan terbentuk flok
baru yang meningkatkan settling velocity. Secara visual juga terlihat
terbentuknya flok apabila ditambahkan air asin pada suspensi sedimen
dalam air tawar.
4. Kekuatan Flok
Beberapa peneliti

menganggap kekuatan flok berhubungan dengan

settling velocity(flok yang kuat lebih padat dan mempunyai settling


velocity yang besar: (Mehta & Lott 1987)

s Wsm

[Pa]..2.6)

Untuk kaolinitte didapatkan 0.1 < m < 0.6


5. Differential Settling
Efek lainnya dalam aliran alami, yang mungkin penting, tidak terlalu
dekat dengan dasar, dikenal dengan differensial settling. Berasal dari
distribusi settling velocity untuk flok dengan ukuran yang berbeda-beda.

43

Karena distribusi ini, flok yang lebih besar dapat mengambil alih flok
yang lebih kecil dan tabrakan dapat menghasilkan agregat dengan orde
yang lebih tinggi. Sehingga terbentuk flok baru dari penambahan orde
agregat tersebut dan mempunyai settling velocity yang lebih tinggi
6. Temperatur
Pengaruh dari temperatur adalah pada kekentalan (viscosity) dari air dan
sedimen. Bisa juga dikarenakan pengaruh terhadap ketebalan difusive
double layer yang dapat mempengaruhi terhadap proses flokulasi. Tetapi
nilainya tidak diketahui secara pasti dan belum ada penelitian lebih lanjut
terhadap faktor ini.

Deposisi (Deposition)

Deposisi adalah peristiwa dimana material sedimen tersuspensi


dalam air menempati atau mengisi dasar media aliran menjadi sedimen
dasar. Ditinjau dari sisi hidrodinamika deposisi terjadi karena butiran atau
agregate sedimen sudah tidak mampu lagi terangkut oleh aliran. Sedimen
mulai terdeposisi saat tegangan geser yang terjadi pada aliran sama
dengan tegangan geser kritis untuk deposisi (d).
Deposisi atau pengendapan merupakan salah satu parameter
penting dalam studi sifat mekanis sedimen kohesif. Proses ini walaupun
berkaitan dengan settling velocity tetapi dapat dibedakan dengan settling
velocity tersebut. Settling velocity adalah perjalanan material suspensi

44

sedimen sedangkan deposisi adalah pertambahan massa atau isi bed


sedimen kohesif.
Proses deposisi dari sedimen kohesif tergantung dari kombinasi
beberapa faktor, termasuk didalamnya yaitu ukuran, konsentrsi suspensi
sedimen, settling velocity dan kekuatan dari settling unit. Unit tersebut bisa
partikel tunggal atau lebih mirip agregat atau flok yang mana bisa bersatu
dengan rapat maupun renggang. Flok tersebut mempunyai dimensi dan
settling velocity yang kebanyakan lebih besar dari pada ukuran dan setling
velociti partikel yang bukan flok. Beberapa mekanisme yang paling mungkin
adalah agregasi dari partikel sedimen, termasuk flokulasi garam, agregasi
organik, bioflokulasi, pelletization. Bisa saja timbul flok besar yang rapuh,
yang mudah hancur menjadi unit yang lebih kecil, misalnya pada saat
sampling. Hal tersebut mungkin dapat disimpulkan bahwa deposisi dari flok
dikontrol oleh proses turbulensi tertentu pada daerah dekat dasar. Hanya
flok yang cukup kuat saja yang dapat menahan tegangan geser dasar akan
dapat jatuh ke dasar. Flok yang kekuatannya lebih lemah akan hancur
menjadi dua atau lebih unit yang lebih kecil dan akan re-entrained menjadi
suspensi akibat gaya angkat dinamik.
Beberapa peneliti sudah memformulasikan model-model untuk
deposisi, baik untuk sedimen seragam maupun untuk sedimen terdistribusi
oleh ukuran partikel yang berbeda. Tidak terdapat informasi yang pasti
tentang proses pemodelan deposisi dilaboratorium tersebut. Pekerjaan
tersebut terutama dilakukan dari tes laboratorium dimana sedimen
ditempatkan pada sebuah tempat yang cukup aman dari gangguan.

45

dm

Untuk model sedimen seragam, deposisi didasar dt

yang dimodelkan

oleh Krone adalah:

dm

1 ws .C
dt
d

d ...(2.7)

Dengan d adalah batas kekuatan geser lumpur dan adalah tegangan


geser yang dialami oleh lumpur.
Erosi (Erosion)
Erosi merupakan salah satu peristiwa yang terjadi pada perilaku
sedimen kohesif di muara. Peristiwa ini adalah terangkat naiknya deposit
sedimen pada bed ke dalam aliran air, menjadi sedimen yang tersuspensi
dan selanjutnya mengalami suatu transportasi sedimen ke tempat lain. Ada
dua parameter yang mengkarakterisitikan sedimen kohesif dalam peristiwa
erosi yaitu:
1.

Parameter pertama adalah suatu konstanta (M) yang menunjukkan


perbandingan kecepatan erosi dengan tegangan geser pada bed
sedimen kohesif.

2.

Parameter kedua adalah tegangan geser kritis erosi (e) yang


merupakan suatu harga maksimum dari tegangan geser bed sedimen
kohesif untuk menahan erosi.

Sedangkan kecepatan erosi ( E )adalah jumlah massa sedimen kohesif


yang tererosi per satuan waktu yang dapat diukur dari konsentrasi sedimen
kohesif yang terangkat dari bednya selama periode waktu tertentu.
Untuk saat ini sangatlah sulit dan hampir tidak mungkin mengetahui
kecepatan erosi dilapangan dengan mengukur konsentrasi sedimen yang
telah tersuspensi yang terjadi selama peristiwa erosi dalam beberapa
satuan waktu. Sehingga diperlukan suatu harga yang dapat menunjukkan
ciri khas karakteristik erosi suatu sedimen kohesif tersebut yang nantinya
akan dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan erosi. Cirikhas
karakteristik erosi suatu sedimen tersebut adalah parameter-parameter

46

yang disebut konstanta kecepatan erosi ( M ) dan tegangan geser kritis


erosi ( e ).
Untuk mengetahui beberapa parameter erosi dapat dilakukan

dengan

memodelkan peristiwa erosi dalam suatu annular flume sehingga didapat


konstanta kecepatan erosi dan tegangan geser kritis sedimen kohesif.
Parameter ini dapat diaplikasikan untuk mengetahui kecepatan erosi
sedimen kohesif tersebut dalam suatu aliran air dengan suatu rumus untuk
erosi. Mehta & Patherniades mengemukakan suatu formula untuk erosi
dengan ekspresi yang singkat dan jelas yaitu dari data eksperimen yang
mendasari formula tersebut. Sehingga formula erosi tersebut disebut
sebagai fungsi erosi Patherniades
Kecepatan erosi atau merupakan ekspresi dari fluks massa dari bed
menjadi suspensi

dM
dt

EM

[kg/m2s]. (2.8)

e
e
[kg/m2s] (2.9)

E = kecepatan erosi (kg/m2s)


M = parameter erosi atau konstantan kecepatan erosi
e = tegangan geser kritis untuk erosi

= tegangan geser yang dialami bed

Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap erosi


1. Salinitas
Akibat yang ditimbulkan dari penambahan garam pada air pori dapat
dijelaskan dengan mengingat perilaku dari lapisan difusive. Lapisan
difusive tersebut terbentuk oleh kabut ion disekeliling partikel lumpur,
yang menetralisir kekuatan elektris dari tiap-tiap individu partikel, tetapi
menimbulkan gaya saling menolak diantara partikel yang berbeda.
Untuk partikel-partikel tersebut saling menarik yang disebabkan oleh

47

gaya Van der Waals. Gaya Van der Waals hilang oleh jarak yang
bertambah dan hanya terjadi pada partikel yang sangat kecil. Saat
lapisan difusive menjadi tipis, partikel-partikel dapat saling mendekati
satu sama lain dan gaya Van der Waals menjadi timbul dan sifat kohesif
menjadi lebih kuat.
Lapisan

difusive

tersebut

dapat

menjadi

lebih

tipis

dengan

menambahkan garam (atau kation valensi tinggi lainnya). Jadi lebih


banyak kation yang diberikan maka makin kuat elektrisitasnya. Oleh
karena

itu

menambahkan

garam

pada

air pori

menyebabkan

bertambahnya sifat kohesif lumpur, dan menghasilkan daya tahan


terhadap erosi.
Saat ditambahkan garam yang cukup pada sistem, lapisan difusive
menjadi jenuh dan bila ditambahkan lagi garam tidak akan berpengaruh
lagi pada sifat kohesif sedimen. Hal ini diamati oleh banyak peneliti.
Bagaimanapun tidak ada harga yang pasti. Beberapa peneliti
memperkirakan tidak ada pengaruh lagi pada harga salinitas (S) > 2 ppt
(Report 25 : Flow induced erosion of cohesive beds, halaman 34 ; by
J.C. Winterwerp). Sedangkan ada pendapat lain menyatakan ada
pertambahan e bila salinitas ditambah sampai harga 10 ppt (Report 25:
Flow induced erosion of cohesive beds, halaman 34 ; by J.C.
Winterwerp).
Efek sekunder dari salinitas berasal dari perbedaan salinitas air pori
dan fluida erosi. Gularte menyatakan perubahan dasar saluran
(sedimen kohesif terdeposit) adalah disebabkan oleh gradien tekanan
osmotik saat salinitas air pori berada dibawah salinitas fluida erosi.
Konsekuensinya adalah kekuatan deposit sedimen kohesif berkurang
dengan bertambahnya perbedaan salinitas air pori dan fluida erosi. Dan
sebaliknya kekuatan deposit sedimen bertambah apabila salinitas air
pori lebih tinggi dari fluida erosi. Bahkan erosi berhenti saat salinitas air
pori kurang atau sama dengan fluida erosi.

48

Efek sekunder ini cukup penting dalam lingkungan muara dimana


salinitas bervariasi secara kontinyu dengan waktu. Hal lain yang
diperhatikan adalah tentang macam penambahan garam. Sebagian
besar dari eksperimen oleh beberapa penelitii adalah menambahkan
NaCl pada air pori dan atau pada fluida erosi. Hasilnya hanya valid
untuk garam NaCl tersebut, garam alami dari air laut bisa saja
mengandung komponen-komponen lain.
Oleh sebab itulah mengapa hasil-hasil yang disebutkan pada literatur
tentang pengaruh garam pada flokulasi, erosi, dan lain-lain tidak konsisten
kuantitasnya secara umum.
3.

Temperatur
Efek dari temperatur air pada kecepatan erosi adalah perubahan dalam
kekentalan(viscosity) dari air dan sedimen, ketebalan lapisan difusive dan
naiknya potensial osmotik. Diperkirakan lapisan difusive ganda disekeliling
partikel sedimen kohesif menebal dengan naiknya temperatur sehingga
jarak partikel menjadi renggang sehingga gaya Van der Waals melemah,
jadi kekuatan deposit sedimen berkurang, dan kecepatan erosi bertambah
dengan bertambahnya termperatur.

49

BAB III METODE PENELITIAN


A. Pemilihan dan Pengembangan Model
Model yang baik harus dapat menggambarkan sifat penting dari
sistem yang dimodelkan. Model memperlihatkan hubungan-hubungan
langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik (sebab akibat).
Model dapat dikatakan lengkap bila dapat mewakili berbagai aspek dari
realitas itu sendiri. Dengan kata lain, model dalam arti luas merupakan
penggambaran sebagian dari kenyataan (Zefri, 2009). Bagaimanapun,
model-model yang dibuat harus diverifikasi

dengan dunia nyata untuk

memastikan keakuratan dan gambaran mengenai model-model tersebut.


Salah satu dasar utama dalam pengembangan model adalah guna
menemukan peubah-peubah yang penting dan tepat. Model matematik,
dapat berupa persamaan atau formula. Persamaan merupakan bahasa
universal yang menggunakan suatu logika simbolis (Eriyatno, 1999).
Model

matematik

melibatkan

fungsi

dan

angka

dalam

menggambarkan sistem, model ini sering disebut dengan model komputer


atau model numerik. Di lain pihak bila solusi analitis yang akan diperoleh
dapat digambarkan dengan kombinasi dari berbagai fungsi matematis
dasar, model ini disebut dengan model analitis.
Berbagai model dengan kemampuan untuk melakukan simulasi
transportasi

hidrodinamik

dan

angkutan

sedimen

telah

banyak

dikembangkan. Moffatt Nichol & Engineers (2000) melakukan analisis


komparatif untuk mengidentifikasi model rekayasa yang paling tepat untuk

50

menggambarkan hidrodinamika dan salinitas Cekungan Barataria. Semua


model tersebut cukup dikenal di komunitas pemodelan hidrolik dan memiliki
catatan sukses prestasi pada berbagai aplikasi di seluruh dunia (Moffatt
Nichol & Engineers, 2000). Model dievaluasi untuk kemampuan seperti
berikut: fleksibilitas simpul dalam menggambarkan batimetri, waktu
komputasi, kemudahan mengatur dan mengkalibrasi model, model diterima
dan digunakan secara luas, kemampuan untuk menyertakan fungsi dan
kemampuan untuk mensimulasikan transpor sedimen kohesif dan nonkohesif.
Penggunaan program open source model hidrodinamik yang salah
satunya adalah model hidrodinamika dan angkutan sedimen ECOMSED
(HydroQual. 2002). Modul sedimen ECOMSED telah diuji dan digunakan
dalam berbagai aplikasi untuk pemodelan baik kohesif dan transportasi
sedimen non-kohesif ( Pereira, J.F., 2011).
ECOMSED merupakan model 3-D yang didasarkan pada Princeton
Ocean Model (POM) (Mellor 2003). ECOMSED memiliki modul sedimen
fungsional yang telah digunakan dan diuji untuk transportasi sedimen baik
kohesif dan non-kohesif .

51

B. Deskripsi Model ECOMSED


ECOMSED merupakan model hidrodinamika 3-D, gelombang dan
transport sedimen. Model ini dapat mensimulasi tinggi muka air yang
berubah terhadap waktu, kecepatan, suhu, salinitas, penelusuran, sedimen
kohesif dan non-kohesif baik dilingkungan air tawar maupun an air asin
(HydroQual 2002).
ECOMSED menggunakan metode volume hingga (finite volume) dan
perhitungan struktur grid kurvalinier ortogonal yang memungkinkan analisa
yang baik pada sungai berkelok-kelok dengan bentuk batymetri yang tidak
beraturan.
Model ini terdiri dari beberapa modul: modul hidrodinamik, modul
angkutan sedimen, modul angin yang membentuk gelombang (wind
induced wave), modul temperatur, dan modul pelacakan/sebaran partikel.

Persamaan Pengatur
Pertimbangkan sebuah sistem koordinat Cartesian ortogonal dengan
x meningkat ke arah timur, y meningkat utara, dan z meningkat secara
vertikal ke atas. Permukaan bebas terletak di z = T (x, y, t) dan bagian
bawah adalah di z =-H (x, y). Jika adalah vektor kecepatan horisontal
dengan komponen (U, V), persamaan kontinuitas adalah:
U V W
+
+
=0
x y z

(3.1)

Persamaan momentum:

52

U
U
U
1 P
U
+U
+V
fV =
+
Km
+ Fx
t
x
y
o x z
z

...
(3.2)

V
V
V
V
1 P
V
+U
+V
+W
+fU =
+
Km
+Fz
t
x
y
z
o y z
z

(3.3)

g=

P
z

.(3.4)

Dengan 0 densitas referensi, kepadatan in situ, g percepatan


gravitasi, P tekanan, Km difusivitas eddy vertikal dan f adalah parameter
corolis.

Tekanan

pada

kedalaman

dapat

diperoleh

dengan

mengintegrasikan komponen vertikal dari persamaan gerak (3-3), dari z ke


T permukaan bebas, dan diperoleh:
x , y , z' ,t
()dz
o

P ( x , y , z ,t )=P atm + g o + g

.(3.5)

Tekanan atmosfer, Patm diasumsikan konstan. Persamaan konservasi suhu


dan salinitas dapat ditulis sebagai berikut:
S
S
S
+ V . S +W
=
KH
+ Fs
t
z z
z

.(3.6)

+ V . +W
=
KH
+Fs
t
z z
z

(3.7)

53

Dimana adalah temeprtur ,S adalah salinitas, K H merupakan difusivitas


eddy vertikal untuk pencampuran turbulen suhu dan garam. Menggunakan
suhu dan salinitas, densitas dihitung menurut persamaan:
= ( , S)

(3.8)

diberikan oleh Fofonoff [1962]. adalah densitas yang dievaluasi sebagai


fungsi temperatur dan salinitas pada tekanan atmosfer, memberikan
informasi yang akurat untuk menghitung gradien densitas baroclinic
horisontal yang masuk dalam istilah gradien tekanan dan stabilitas vertikal
kolom air.
Semua gerakan yang disebabkan oleh proses skala kecil tidak secara
langsung diselesaikan dengan model grid (skala subgrid) ditentukan
parameternya dalam hal proses pencampuran horisontal. Istilah F x, Fy, F
dan FS ditemukan di (3-2), (3-3), (3-6) dan (3-7) merupakan proses-proses
yang belum terselesaikan yang dapat ditulis sebagai
F x=

[ (

U V
2 AM
+
A
+
x
x y M y x

)]

..
(3.9a)

F y=

[ (

U V
2 AM
+
A
+
x
y x M y x

)]

..
(3.9b)

F , s=

) [

( , s)
( , s)

AH
+
AH
x
x
y
y

.
(3.10)

54

Satu hal harus dicatat bahwa Fx dan Fy tidak berubah terhadap rotasi
ordinat. Suku Difusi horisontal dimaksudkan untuk parameterisasi proses
skala subgrid, dalam praktek diffusivities horisontal, AM dan AH, biasanya
diperlukan untuk meredam kebisingan komputasi. Bentuk dari F x, Fy dan
F,S memungkinkan untuk variabel AM dan AH tapi salama ini nilainya tetap
konstan.
The diffusivities dipilih sehingga mereka tidak menghasilkan smoothing
berlebihan fitur nyata. Nilai serendah 10 m 2/s telah berhasil digunakan
dalam berbagai aplikasi. Resolusi vertikal yang relatif baik digunakan dalam
aplikasi mengakibatkan mengurangi kebutuhan untuk difusi horisontal
karena adveksi horisontal diikuti oleh pencampuran vertikal secara efektif
bertindak seperti difusi horisontal dalam arti fisik yang nyata. Perangkat
tambahan, sekarang dalam proses, adalah untuk berhubungan AM dan AH
dengan skala gerak diselesaikan dalam model untuk bidang deformasi lokal
seperti yang disarankan oleh Smagorinsky [1963].

55

Turbulence Closure Model


Persamaan pengatur mengandung parameter tegangan Reynolds dan
istilah fluks yang menjelaskan difusi turbulen momentum, panas, dan
salinitas. Parameterisasi turbulensi dalam modul dijelaskan di sini
didasarkan pada karya Mellor dan Yamada [1982].
Koefisien pencampuran vertikal, KM dan KH, di (3-2), (3-3), (3-6) dan (3-7)
diperoleh dengan menarik skema penutupan urutan kedua turbulensi
[Mellor dan Yamada, 1982 ] yang mencirikan turbulensi oleh persamaan
untuk energi kinetik turbulensi, q2/2, dan macroscale turbulensi, l, menurut
persamaan,
q2
q 2
q2
+ V . q 2 +W
=
Kq
t
z z
z

(3.11)
+2 K m

[( ) ( ) ]
U 2 V
+
z
z

2g
p 2 q3
KH

+ Fq
0
z B1l

Dan
q
q
( 2 l)

=
z
( 2 l)+W
(q 2 l)
+V .
t

(3-12)

q
( 2l)

z
Kq

z
Dimana

adalah operator gradien horizontal dan sebuah fungsi

didefenisikan sebagai:

~
W

yang

56

l
~
W =1+ E2
kL

( )

(3-13)

dan

( L )1=(z )1 + ( H + z )1
Dekat permukaan ditunjukkan bahwa

l/

(3-14)

dan L setara dengan jarak dari

permukaan (=0,4 adalah konstanta von Karman) sehingga

~
W =1+ E2 . Jauh

~
l L , W 1 . Skala panjang diberikan oleh

dari permukaan dimana

persamaan (3-12) adalah panjang karakteristik gerakan turbulen pada tiap titik
atau waktu. Sebuah alternatif pada persamaan 3-12 digunakan untuk
persamaan angkutan pada laju penyebaran. Pendekatan yang sesuai dengan
Mellor dan Yamada (1982) lebih konsisten menggambarkan penggunaan
persamaan turbulen untuk menentukan turbulen skala makro. Suku F q dan Fl
pada persamaan (3-11) dan (3-12) adalah pencampuran horizontal (horizontal
mixing)

dan

paramater

yang

analogi

untuk

temperatur dan

salinitas

menggunakan persamaan (3-9).


Koefisien pencampuran Km, KH, Kq adalah sebagai berikut:
KM lq S M

(3-15a)

KH lq S H

(3-15b)

Kq lq Sq

(3-15c)

Stabilitas fungsi fungsi SM,SH, dan Sq diturunkan secara analitis, hubungan


aljabar fungsi yang tergantung pada

U / z ,

V / z ,

g 1
o z , q

dan l . Hubungan fungsi ini berasal dari hipotesis turbulance closure dijelaskan
oleh Mellor [1983]. Berdasar

57

/3
B1
3 A 1 A2 GH [ B 23 A 2 ] 1
1

SM =

6 A1
3 C1 ( B2+ 6 A 1 )
B1

[ 13 A 1 A 2 G H ( 6 A 1+ B2 ) ] [ 19 A 1 A2 GH ]
(3-16)

A2 1

SH =

6 A1
B2

[ 13 A 2 G H ( 6 A 1+ B 2) ]
(3-17)
dan
GH =

Nl
q

( )

(3-18a)
dimana
N=

g
o y

1/ 2

(3-18b)

Pada aliran berlapis, aliran turbulen terbatas (lihat Galperin et al [1988].)


sesuai dengan:
l

0.53 q
N

(3-19)

Syarat Batas
Syarat batas di permukaan air, z = (x,y), adalah
0 K M
0 K H

( Uz , Vz )=(

( z , Sz )=( H , S )

0x

, 0 y)

(3-20a)

(3-20b)

58

q2 =

B 2/1 3 u2b
(3-20c)

q2 l

W= U

=0

(3-20d)


+V
+
x
y t

(3-20e)

Dimana (ox, oy) adalah vektor tegangan angin dipermukaan


dengan kecepatan gesek, us, yang merupakan besaran vektor. Perkiraan
panjang pencampuran mendekati nol pada permukaan, pengaruh angin
sehingga terjadi gelombang seperti yang disarankan pada persamaan (320d). Kesalahan tersebut terjadi di lapisan dekat permukaan dibawah
lapisan tinggi gelombang. Ini adalah daerah di mana perbaikan lebih lanjut
diperlukan. Nilai B12/3 adalah konstanta empiris (6.51) yang timbul dari
hubungan penutupan turbulensi (closure turbulence). Flux panas lautan
H`

dan di sini S=S(0)[E-P]/0 di mana [E-P] adalah penguapan

penguapan- curah hujan syang bertambah pada permukaan dan S(0)


adalah salinitas di permukaan. Sisi samping dan dasar, gradien normal
dan S adalah nol sehingga tidak ada adveksi dan penyeberan panas dan
pada syarat batas tersebut. Pada batas bawah (Ardiansih),
0 K M

( Uz , Vz )=(
q2 =

bx

, by )

(3-21a)

B 2/1 3 u2b
(3-21b)

59

q2 l = 0
(3-21c)
Wb = U b

H
H
V b
x
y
(3-21d)

dimana H (x, y) adalah topografi bawah dan u b adalah kecepatan gesek


yang terkait dengan tegangan gesek dasar (bx, by). Tegangan dasar
bersesuan dengan kecepatan yang beberbentuk logaritmik pada dasar.
Secara khusus,
b =0 C D|V b|V b

(3-22)

Dimana nilai koefisien drag CD diberikan oleh


CD =

1
ln ( H+ zb ) /z 0
K

(3-23a)

Dimana Zb dan Vb adalah titik grid dan berhubungan dengan kecepatan


pada titik paling dekat dasar

adalah konstanta van karman. Hasil dari

3-22 dan 3-23 dalam hubungan dengan K m yang akan menghasilkan:


V=

( b / K u b ) ln ( z /z 0 )

(3-23b)

pada daerah batas lebih rendah jika resolusi yang cukup disediakan. Dalam
contoh-contoh di mana lapisan batas bawah (bottom boundary layer) tidak
diselesaikan dengan baik, itu lebih tepat untuk menentukan C D = 0,0025.
Algoritma aktual untuk mengatur CD untuk jadi lebih besar dari dua nilai
yang diberikan pada persamaan (3-23a) dan 0,0025. Parameter z o
tergantung pada kekasaran dasar lokal; dengan tidak adanya informasi

60

yang spesifik zo = 1 cm digunakan seperti yang disarankan oleh Weatherly


dan Martin [1978].
Syarat Batas Terbuka Lateral (Open Lateral Boundary Condition)
Suhu dan Salinitas
Dua jenis syarat batas tebuka yang terjadi, yaitu aliran masuk dan keluar.
Suhu dan salinitas digambarkan dari data pada batas aliran masuk, dimana
pada batas aliran keluar;

( , S ) +U n
( , S )=0
t
n

(3-23c)

Diselesaikan dimana subskrib n koordinat normal pada syarat


batas. Energi kinetik turbulen dan jumlah debit (q 2 l ) dihitung dengan
akurat

pada

syarat

batas

dengan

mengabaikan

adveksi

dalam

perbandingan dengan suku-suku pada persmaan yang mewakili.


Syarat batas kecepatan pada terbuka laeral pada beberapa
aplikasi dihitung menggunakan data hidrograf yang tersedia dalam
hubungannya dengan penyederhanaan model diagnostik. Model jenis ini
hanya menggunakan geostropik plus Ekman Dynamics dan oleh karena itu
memecahkan bentuk sederhana dari persamaan gerak. Hal ini tidak
memerlukan kecepatan pada sebuah titik referensi tetapi hanya persilangan
tunggal

f/H. Sementara

komponen normal kecepatan spesifik, sebuah

kondisi digunakan untuk komponen tangensial

61

Syarat Batas Tinggi Muka Air (Water Level Boudary Condition)


Pengembangan modul sirkulasi aliran, syarat batas terbuka yang
membolehkan energi gelombang panjan (pasang surut, dll) untuk masuk
kebatas terbuka. Sejumlah syarat batas yang dapat digunakan untuk
maksud tersebut. Kerangka model ECOMSED mendadopsi beberapa jenis
syarat batas seperti dijelaskan berikut ini
Clamped Boundary Condition
Syarat batas jenis ini menggunakan elevasi muka air sepanjang grid batas
berupa data pengamatan atau fungsi harmonic pasang surut. Namun jenis
syarat batas ini dipertimbangkan rigid dan tidak membolehkan energi
gelombang panjang (pasang surut atau badai) untuk masuk pada domain
model. Pada domain model yang lebih kecil dimana angin mempengaruhi
gelombang panjang adalah penting untuk masuk melalui batas model.
Reid and Bodine Boundary Condition
Untuk gelombang panjang pada syarat batas, ECOMSED menggunakan
sebuah syarat batas terbuka dengan bentuk:
= o + 1un [ g/D ]-1/2

(3-24a)

Dimana h adalah elevasi muka air pada batas terbuka, h o adalah pasang
surut yang diketahui dan variasi permukaan laut sel grid, u n adalah
perkiraan kecepatan model tegak lurus terhadap batas terbuka. g adalah
percepatan gravitasi, dan D adalah kedalaman pada sel grid. LaGrange 1
dihitung tiap langkah waktu yang membolehkan perubahan elevasi muka

62

laut. Pada jenis syarat batas Reid and Bodine,

1 dan oleh karna itu

ditentukan ho pada batas terbuka sel grid agak dimofikasi oleh jumlah u n
[ g/D ]-1/2 . Untuk nilai 1= 0, persamaan 3-24a dapat digunakan pada
kondisi terjepit kuat (strictly clamped).
Optimasi syarat batas terjepit

(Optimized Clamped Boundary

Condition)
Optimasi syarat batas terjepit (clamped) diberikan pada persamaan 3-24a.
Di sini multiplieris LaGrange dihitung sesuai perubahan waktu untuk
meminimalkan perbedaan antara model dan nilai referensi" pada batas
terbuka. Nilai ini mewakili energi, momentum, dan flux massa yang
melewati batas terbuka.
Representasi Koordinat Vertikal.
Tujuan transformasi ini adalah agar diperoleh hasil simulasi yang lebih baik
di lapisan permukaan dan dasar. Sistem koordinat sigma akan mengikuti
batimetri perairan yang disimulasikan seperti terlihat pada gambar 10.

Gambar 10. Sistem koordinat sigma

63

transformasi yang digunakan dari (x,y,z,t) menjadi (x*, y*,,t*), dimana:


x* = x ;

y* = y ;

z
H +

t* = t
(3-25)

Dimana x, y, z adalah koordinat kartesian, x*, y*, t* adalah koordinat hasil


transformasi, D= H + adalah kedalaman total dengan H(x,y) adalah
topografi dasar dan (x,y,t) adalah elevasi permukaan air. Dalam sistem
koordinat sigma, interval kolom air dari permukaan (z= ) ke dasar (z=-H)
dirubah menjadi kedalaman yang seragam dari 0 sampai -1.
Nilai D = H + dengan menggunakan aturan rantai; dan menurunkan
persamaan terkait pada sistem tersebut, diperoleh system:
G G G D 1
=

+
x x D x D x

G G G D 1
=

+
y y D y D y

(3-26a)

(3-26b)

G 1 G
=
z D
G G G D 1
=

+
t t D t D t

(3-26c)

(3-26d)

Dimana G adalah sebuah variabel yang diketahui dan

= 0

pada z = menuju = -1 pada z = -H. Kecepatan vertikal baru menjadi


=W U +

D
D
D
+
+
V
+

x x
y y
t t

(3-27)

Yang mana transformasi syarat batas, (3-20e) dan (3-21d),


menjadi:

64

( x , y , 0,t ) =0

(3-28a)

( x , y ,1, t )=0

(3-28b)

Juga, integral vertikal, G,


0

G d
G=

(3-29)

Persamaan (3-1), (3-2), (3-3), (3-6), (3-7), (3-11) dan (3-12)


dapat ditulis sebagai
UD VD
+
+
+
=0
t x
y

(3-30)

UD U 2 D VD U

+
+
+
fVD+ gD
=
t
x
y

x
0
0
K M U g D2
gD d
d
d +
d
d + F x

D 0 x
0 dx
x

(3-31)
VD UVD V 2 D V

+
+
+
fUD+ gD
=
t
x
y

y
0
0
K M V g D 2
gD D

d+

d + F y

D 0 y
0 dy

(3-32)

D UD V D K H
+
+
+
=
+ F
t
x
y

(3-33)
S D S UD SV D S K H S
+
+
+
=
+ FS
t
x
y

(3-34)

65

2
2
q2 D U q D V q D q 2
+
+
+
=
t
x
y

K q q 2 2 K M
+
D
D

[( ) ( ) ]
U 2 V
+

2g

3
KH
2 D qsup
+ Fq
0

B1 l

(3-35)

q2 l D U q l D V q l D q2 l
+
+
+
=
t
x
y

{ [(

2KM
K q q 2 l
+ E1l
D
D

) ( )]

U 2 V
+

q D3
D q3 ~
KH
W +Fl
0
B1
(3-36)

Suku viskositas horizontal dan difusi didefenisikan:


F x=

D t^ xx
+
( D T^ yx )
x
y

(3-37)

F y=

D T^ yy
+
( D T^ xy )
y
x

(3-38)

dengan

[ ]
]
[ ]

U
T^ xx=2 A M
x

U V
T^ xy=2 A M
+
y y

V
T^ yy=2 A M
y

(3-39)

(3-40)

(3-41)

Dimana:
Fi=

D q^ x D q^ y
+
x
y
q^ x =2 A H

[ ]
i
x

(3-42)

(3-43)

66

q^ y =2 A H

[ ]
i
y

(3-44)

Mellor dan Blumberg [1985] menunjukkan bahwa model konvensional untuk


difusi horisontal tidak akurat saat kemiringan topografi dasar besar.
Koefisien pencampuran Am dan AH pada persamaan momentum dan
transport diparameterisasi sesuai saran Smagorinsky (1963).
Teknik Splitting
Persamaan pengatur pada dinamika pantai, muara dan sirkulasi aliran
mengandung

propagasi

dari

gelombang

dan

persediaan

yang

perputarannya lambat gelombang gravitasi internal. Hal ini diinginkan dalam


hal ekonomi komputer untuk memisahkan persamaan terintegrasi secara
vertikal (mode eksternal) dari persamaan struktur vertikal (internalmode).
Dengan mengintegrasikan persamaan 3-30 dari = -1 s/d
menggunakan syarat batas

= 0 dan

persamaan (3-21a,b) dapat diperoleh

persamaan kontunitas:
D V D
U
+
+
=0
t
x
y

(3-45)

2
V D
U D U D U

x =
(3-46)
+
+
f V D+ gD
D F
t
x
y
x
0 0
2 DU ' V ' g D2 0 0
DU
gD D
'
wu
( 0 )+ wu
(1 )

d
+

' d ' d
x
y
o x 1
o x 1

'
' 2 g D2
D V 2 D
V D UV

DU ' V D V
+
+
+ f V D+ gD
D F y =wv
( 0 )+ w v (1 )

t
x
y
y
x
y
o y
(3-47)

67

Dimana tekanan diperoleh dari persamaan 3-5 dan integral vertikal


kecepata didefenisikan sebagai:
0

( U , V )= ( U , V ) d

(3-48)

Komponen tegangan angin adalah


komponen tegangan dasar adalah

wu
( 0 ) , dan
wu
( 01 )

wv
( 0 ) , dan
wv
(1 ) . Suku-

dan

suku pada persamaan (3-47) U 2, UV dan V2 mewakili perkalian silang


(cross product) kecepatan rata-rata dari integrasi vertikal kecepatan ratarata dan selalu menandakan suku disepersi. Selanjutnya
U'

U 'V '

Dimana (U, V) = (U- , V ). Besaran

(3-49)

F x , dan

F y

adalah integral

vertikal dari difusi horizontal momentum dan didefenisikan menurut:


D V D

U D

U
2 AM
+
2 AM
+
x
x
x
y
x
D V D

V D

U
D F y =
2 AM
+
2 AM
+
y
y
x
y
x
D F x =

(
(

)
)

(
(

)
)

(3-50)
(3-51)

Strategi komputasi untuk menyelesaikan persamaan gelombang perairan


dangkal (3-45), (3-46), dan (3-47), dengan langkah waktu kecil untuk
menangani gerakan pasang surut. Bentuk penyelesaian external diperoleh
dengan suku sisi kanan persamaan (3-46) dan (3-47) dilakukan dengan

68

waktu tetap dan setelah langkah waktu besar, dari urutan 100, perhitungan
modus internal dilakukan.
Transformasi Sistem Koordinat Curvalinier Ortogonal.
Keuntungan penting dari model ini lebih dari yang digunakan sebelumnya
adalah penggunaan horisontal, orthogonal, lengkung sistem koordinat.
Persamaan ini dalam bentuk konservatif fluks massa adalah:
Persamaan Kontinuitas
h1 h2

=W

+
h2 U 1 D ) +
h1 U 2 D ) +h 1 h2
=0
(
(
t 1
2

[ (

(3-52a)

)] (

1
D
D
D
h2 U 1
+
+h 1 U 2
+

+
h 1 h2
1 1
2 2
t t

(3-52b)

Persamaan Reynold
( h1 h 2 D U 1 )
( U 1 )
h2
h2

2
+
h 2 D U 1 )+
h2 D U 1 U 2 ) +h1 U 2
+ D U 2 U 2
+U 1
h h f =
(
(
t
1
2

1
1 1 2

0
h Pa
H o g Dh 2
D
g Dh 2
+

d D 2

1 1
o 1 D 1
o 1

(3-53)

h
U1
h
U1
U 2 h 1 h2
U1
+

2 AM 2 D
+
AM 1 D
+
AM D
+
KM
1
h1 1 2
h 2 1 2
1
D

) (

) (

( h1 h 2 D U 2 ) h1 DU 22
U2
h
h
+
+h1 h2
+ DU 1 U 1 1 +U 2 2 h1 h2 f =
t
1

2
1

2
0
h Pa
H o g D h1
D
g Dh 1
+

dD 1

2 2
o 2 D 2
o 2

(3-54)

69

h1 U 2
h2 U 2
U 1 h 1 h2
U2
+

2 AM D
+
AM D
+
AM D
+
KM
2
h2 2 1
h 1 1 1
2
D

) (

) (

70

Perpindahan Suhu (Transport of Temperature)


h1 h2

( D )
( )

+
h2 U 1 D ) +
h1 U 2 D ) + h h2
=
(
(
t
1
2

1
h2

h1
h1 h2

AH D
+
AH D
+
KH
1 h1
1 2 h2
2
D

) (

(3-55)

Transport Salinitas
h1 h2

( SD )
( S )

+
h2 U 1 SD ) +
h1 U 2 SD ) +h h2
=
(
(
t
1
2

h2
S
h1
S h1 h2
S
AH D
+
AH D
+
KH
1 h1
1 2 h2
2
D

) (

(3-56)

Energi Kinetik Turbulen


h1 h2

{ ((

2KM
h1 h2
D

(q2 D )
( q2)

+
h2 U 1 D q 2) +
h1 U 2 D q2 ) + h h2
=
(
(
t
1
2

U1 2 U2
+

) ( ))

} (

2g
2 q3 D
h2
q2
h1
q2 h1 h2
KH

+
AH
+
AH D
+
A
o

A
1 h1
1 2 h2
2
D

) (

(3-57)
Turbulent Macroscale
h1 h2

( q 2 D )
( q2 )

+
h2 U 1 D q 2 ) +
h1 U 2 D q 2 ) +h h2
=
(
(
t
1
2

E1 K M
h1 h2
D

U1 2 U2
+

(( ) ( ) )

} (
(

( q2 ) h1 h2
( q2 )
h1
A D
+
K
2 h2 H
2
D q

E1 g
( q2 )
q3 D ~
h2
KH

w +
AH D
+
o

B1
1 h1
1

(3-58)

71

Dimana 1 dan 2

adalah tergantung pada kurvalinier koordinat ortogonal.

Penyelesaian Persamaan Hidrodinamika


Persamaan pengatur memerlukan metode komputasi numerik
dengan persmaan diskrit pada sebuah grid untuk menyelesaikan
persamaan pengatur. Lokasi variabel pada susunan grid terlihat pada
gambar berikut:

Gambar 11. Lokasi variabel pada grid


x dan y adalah jarak grid horizontal dan adalah pertambahan
vertikal dimana bervariasi mengikuti jarak permukaan dan dasar batymetri
(HydroQual 2002).

72

Model Sedimen
Sedimen modul dapat berjalan dalam kaitannya dengan hidrodinamika dan
gelombang. Menggunakan susunan grid numerik dan kerangka komputasi
seperti

model

hidrodinamika.

Medel

memungkingkan

perhitungan

resuspensi sedimen, pergerakan, dan deposisi sedimen koehesif maupun


non-kohesif. Kode disiapkan untuk bersesuaian dengan sedimen kohesif
yang berukuran partikel lebh kecil dari 75m dan non kohesif dengan
ukuran pertike antara 75m 500 m (HydroQual 2002)
Sedimen dasar dengan ukuran partikel lebih dari 500 m tidak
terkover oleh formulasi van Rijn yang digunakan pada model ini. Sedimen
dasar dapat diasumsikan bagian dari lapisan dasar (bottom - layer).
Perhitungan deposisi dan resuspensi sedimen kohesif dan non-kohesif
didasarkan pada tegangan geser. Tegangan geser dasar dihitung sebagai
berikut:
2

=u

Dimana adalah densitas sedimen tersuspensi; dan u * adalah kecepatan


geser. Kecepatan geser dapat diperoleh dari profil logaritmik kecepatan
Prandtl-von Karman:
u =

u
z
ln
zo

( )

Dimana

adalah konstanta von Karman, diasumsikan nilainya sekitar 0.4; u

adalah resultan kecepatan dekat dasar; z adalah kedalaman di tengah lapisan


bawah; dan zo adalah kekasaran dasar (HydroQual 2002)

73

Untuk gelombnag-arus yang diakibatkan tegangan geser, digunakan formulasi


berikut:

Hs

U p=

( Lh )

T sinh 2
Hs

A p=

( hL )

2 sinh 2

Kecepatan dekat dasar (U), h kedalaman air dan H s tinggi gelombang


signifikan, T prioda gelombang dan arah gelombang. Dimana panjang
gelombang dihitung dengan rumus:
L = Co T
dan kecepatan gelombang di perairan dangkal (C o) adalah:
Co =

gh

Formulasi sedimen kohesif


Resuspensi sedimen kohesif dapat dihitung dengan rumus yang diberikan
oleh Gailani et al (1991):
=

ao b c
c
T md

Dimana adalah resuspensi potensial (mg/cm 2); ao adalah sebuah


konstanta yang tergantung pada kondisi dasar perairan; T d adalah waktu
setelamah deposisi (hari); b = tegangan geser dasar (dynes/cm 2); c
tegangan geser kritis untuk erosi (dynes/cm 2); dan m, n adalah konstanta
yang tergantung pada lingkungan pengendapan. Laju resuspensi dihitung
dengan rumus:

74

Etot =

3600 detik

Dimana Etot diasumsikan konstan sampai sedimen yang ada tereosi.


Setelah jumlah disuspensi, Etot di set jadi nol sampai tambahan sedimen
diendapkan dan tersedia untuk resuspensi sampai pertambahan tegangan
geser. Resuspensi sedimen kelas k, dihitung berdasarkan:
Ek = fk Etot
Dimana fk = kelas k fraksi sedimen kohesif dasar perairan
Laju deposisi sedimen kohesif diberikan oleh formulasi Krone (1962)
sebagai berikut:
D1 = -Ws,1C1P1
Dimana D1 adalah flux deposisi (g cm-2s-1); Ws,1 adalah kecepatan jatuh
gumpalan sedimen kohesif (cm/s); C1 aalah konsentrasi sedimen kohesif
(g.cm-3); dan P1 adalah probabilitas deposisi. Kecepatan jatuh gumpalan
sedimen dapat dihitung dengan rumus:
Ws,1 = (C1,G)
Dimana Ws,1 , C1 dan G dinyatakan dalam m hari-1 dan dynes cm-2

75

C. Pengumpulan Data
Data-data masukan untuk memodelkan morfologi muara meliputi data
batymetri, hidro-oceanografi, debit, dan konsentrasi sedimen sungai.
1. Data Bahtimetri
Bathimetri merupakan data kedalaman dasar muara dengan metode
penginderaan atau rekaman dari permukaan dasar perairan, yang
akan diolah untuk menghasilkan relief dasar perairan, sehingga
dapat digambarkan susunan dari garis-garis kedalaman (kontur).
Unsur utama pembuatan bathymetri adalah pengukuran jarak dan
kedalaman. Peralatan yang digunakan untuk mengukur jarak antara
lain Theodolith, Electronic Data Measurement (EDM), atau Global
Positioning System (GPS). Sedangkan peralatan yang digunakan
untuk mengukur kedalaman adalah fishfinder 240 blue dan perahu
boat.
Faktor lain yang sangat mempengaruhi pengukuran batimetri adalah
dinamika media air muara berupa pasang surut muara sungai, kadang
sulit untuk menentukan objek yang sama pada waktu yang berbeda.
Dengan demikian pada pengukuran kedalaman dasar muara perlu
dilakukan 3 pengukuran sekaligus pada waktu yang bersamaan yaitu
pengukuran kedalaman, pengukuran posisi alat ukur kedalaman, dan
pengukuran pasang surut. Dari ketiga data tersebut akan menjadi
informasi kedalaman muara pada posisi tersebut terhadap suatu
bidang refrensi (chart datum). Kedalaman muara sungai adalah jarak
antara dasar

muara

pada suatu tempat terhadap

permukaan

76

muaranya.
2. Hidro-oseanografi
-

Pasang Surut
Untuk menentukan peramalan komponen pasang surut di laut dan
estuary biasanya digunakan metode leastquare atau admiralty,
Adapun alat pencatatnya adalah A-OTT KEMPTEN R-20 StripChart. Alat tersebut masuk dalam klasifikasi jenis pelampung (float
type tide gauge), yaitu alat pencatat pasang surut otomatis yang
bekerja berdasarkan naik turunnya pelampung. Cara kerjanya
dengan mencatat sendiri perubahan naik turunnya permukaan laut
dalam skala yang lebih kecil pada kertas pencatat (recording paper)
dalam bentuk grafik. Grafik hasil pengamatan pada recording paper
tersebut merupakan fungsi dari garis-garis skala tinggi dengan
waktu. Gerakan kertas menurut waktu dilaksanakan oleh suatu
mekanisme jam dengan penggerak pegas atau baterai. Dari data
bentuk grafik (analog) tersebut diubah dalam bentuk data numerik
(angka) dengan mengkonversi pada skala yang sebenarnya
sehingga hasil data numerik akan menggambarkan keadaan
sebenarnya di lapangan pengamatan.

77

Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka
diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan berdasarkan data pasang surut,
yang dapat digunakan sebagai pedoman.

Gambar 12. Contoh data pengamatan pasang surut


dan grafik fungsi harmonik hasil peramalan
-

Angin
Data angin yang kita gunakan berupa data angin harian, yaitu
berupa data arah dan kecepatan angin. Kemudian data ini diolah
untuk mendapatkan persentase kejadian angin. Setelah itu dibuat
gambar windrose yang menggambarkan antara kecepatan angin dan
persentase kejadian, dan untuk mengetahui arah angin dominan.

Gelombang

78

Secara umum gelombang laut ditimbulkan oleh angin meskipun


gelombang dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, misalnya
letusan gunung berapi di dasar laut, tsunami, gerakan kapal dan lain
sebagainya.
Data gelombang diperoleh dari data angin. Data gelombang
tidak diperoleh secara langung, namun didapat dengan cara
perhitungan berdasarkan data angin. Data angin yang digunakan
adalah data angin harian berikut informasi mengenai arah dan
kecepatan.
Bentuk gelombang di air yang disebabkan oleh angin biasanya terdiri
dari gelombang dengan bermacam tinggi dan periode serta arah
perambatan. Dengan kata lain, gelombang laut yang dibangkitkan
oleh angin bersifat acak. Parameter untuk menjelaskan gelombang
diantaranya adalah tinggi, panjang gelombang dan kedalaman air
tempat terjadinya gelombang.

Salinitas
Kadar garam (salinity) dalam sistem estuari berbeda-beda pada

79

sepanjang

siklus pasang, dan umumnya bertambah pada air

pasang dan berkurang pada saat air surut. Salinitas air dapat
berbeda secara geografis akibat pengaruh curah hujan lokal,
banyaknya air yang masuk ke laut, penguapan dan sirkulasi aliran.
Perubahan salinitas pada perairan bebas (laut bebas) adalah
relative

lebih

kecil

dibandingkan

ke perairan pantai. Hal ini

disebabkan karena perairan pantai banyak memperoleh masukan


air tawar dari Muara-muara sungai terutama pada waktu musim
hujan.
Dalam oseanografi, salinitas biasa dinyatakan dalam bagian
perseribu (parts per thousand , ppt) atau permil (), kira-kira
sama dengan jumlah gram garam untuk setiap liter larutan.
Oseanografer meredifinisikan salinitas dalam Practical Salinity
Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air
laut terhadap larutan KCL standar. Rasio tidak memiliki unit,
sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35
gram garam per liter larutan.
3. Debit
Hidrograp debit yang digunakan sebagai data input adalah
hidrograp debit hasil analisis curah hujan menjadi limpasan permukaan
(runoff) atau hidrograf hasil data pengukuran AWLR. Hidrograf adalah
grafik yang menggambarkan hubungan antara unsur-unsur aliran (tinggi
dan debit) dengan waktu (stage hydrograph, discharge hydrograph).
Apabila karakteristik daerah itu berubah-ubah, maka bentuk hidrograf
juga akan berubah.

80

Contoh hidrograf hasil pengukuran pada 2 titik yang berbeda


pada sebuah sungai dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
6

4
DEBIT (m 3/s)
2Titik 2

Titik 1

0
0

10 12 14 16 18

WAKTU (Jam )

Gambar 13. Hidrograf Aliran


4. Sedimen
Sedimen merupakan hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan,
erosi parit atau jenis erosi tanah lainnya. Karena adanya transpor
sedimen dari tempat yang lebih tinggi (hulu) ke daerah hilir dapat
menyebabkan pendangkalan muara, sungai, dan terbentuknya tanah
baru di pinggir-pinggir sungai. Hasil sedimen diperoleh dari pengukuran
sedimen layang dalam sungai (suspended sediment) atau dengan
pengukuran langsung di dalam muara sungai.
Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) umumnya mengandung
sedimen yang memiliki diameter butir yang kecil seperti pasir halus,
lanau, dan lempung atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air, zat
padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksireaksi kimia
yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan
yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat

81

organik di suatu perairan.


D. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian (lihat gambar 12) terletak di kawasan Muara Jeneberang.
Panjang alur yang akan diteliti/dimodelkan adalah sepanjang pengaruh
pasang surut dalam alur Sungai Jeneberang.

82

Gambar 14. Lokasi penelitian


E. Rencana dan Waktu Penelitian
Kerangka kerja yang akan dilakukan pada penelitian ini, dimulai dari review
literatur,

pengumpulan

data,

pemilihan

software

yang

sesuai,

pengembangan model, set-up model dan kalibrasi model. Diantara kegiatan


tersebut akan dibuat paper/artikel untuk diajukan dan dimuat di jurnal
ataupun disajikan diseminar/koference sesuai bidang ilmu kajian. Lebih
jelasnya kegiatan penelitian ini digambarkan dalam suatu bentuk bagan alir
seperti bagan alir gambar 3.5.

Gambar 15. Bagan alir pelaksanaan penelitian


Perkiraaan penelitian ini dilaksanakan selama 18 bulan dengan tahapan
kegiatan berupa kajian pustaka, mengumpulkan data, pemiliahan dan
pegembangan model. Dalam kegiatan ini juga akan dihasilkan artikel/paper
yang akan dimuat di jurnal atau disajikan dalam seminar nasional ataupun

83

internasional. Secara rinci pelaksanaan peneltian ditampilkan dalam


schedule atau jadwal berikut ini:
Tabel 2. Rencana penyelesaian penelitian

84

DAFTAR PUSTAKA
Ackers, P. and White, W.R., 1973. Sediment Transport: New Approach and
Analysis, J. of Hydraulics Division, 99, No. HY11, 2041-2060,
American Society of Civil Engineers (ASCE).
Ardiansih, V. (2013) DELTA SUNGAI JENEBERANG (SULAWESI) (Accessed:
http://vebryar.blogspot.com/2013/05/delta-sungai-jeneberang-sulawesi.html.
Langkoke, R. (2011) Morfodinamika Pantai Dan Prospek Sebaran Vegetasi
Berdasarkan Sedimen Backshore
Estuari Jeneberang Makassar. Doktor, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Massinai, M. A. (2012) 'STUDI KARAKTERISTIK PANTAI TANJUNG ALAM
KOTA MAKASSAR', Fusi, 7.
Ardiansih, V. (2013) DELTA SUNGAI JENEBERANG (SULAWESI) (Accessed:
http://vebryar.blogspot.com/2013/05/delta-sungai-jeneberang-sulawesi.html.
Langkoke, R. (2011) Morfodinamika Pantai Dan Prospek Sebaran Vegetasi
Berdasarkan Sedimen Backshore
Estuari Jeneberang Makassar. Doktor, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Massinai, M. A. (2012) 'STUDI KARAKTERISTIK PANTAI TANJUNG ALAM
KOTA MAKASSAR', Fusi, 7.
Ardiansih, V. (2013) DELTA SUNGAI JENEBERANG (SULAWESI) (Accessed:
http://vebryar.blogspot.com/2013/05/delta-sungai-jeneberang-sulawesi.html.
Langkoke, R. (2011) Morfodinamika Pantai Dan Prospek Sebaran Vegetasi
Berdasarkan Sedimen Backshore
Estuari Jeneberang Makassar. Doktor, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Massinai, M. A. (2012) 'STUDI KARAKTERISTIK PANTAI TANJUNG ALAM
KOTA MAKASSAR', Fusi, 7.
Alessio Giardino; Elsy Ibrahim; Stefanie Adam; Erik A. Toorman; and Jaak
Monbaliu (2009). Hydrodynamics and Cohesive Sediment Transport
in the IJzer Estuary, Belgium: Case Study, JOURNAL OF
WATERWAY, PORT, COASTAL, AND OCEAN ENGINEERING
ASCE, Vol. 135, No. 4, July 1, 2009
Cameron, W.M and Pritchard, D.W (1993). Estuaries and Seas. Hill, M.N,
editor, Vol2, Wiley, New York, 1993.
Cameron WM, Pritchard DW, 1963, Estuaries, In: The Sea (Ed. MN Hill),
Vol. 2, Wiley, New York, 306-324.
C. S. Bck, L. P. F. Assad and L. Landau (2011). Influence of bottom
morphology on the hydrodynamics of Guajar Bay (Amazon, Brazil).
Journal of Coastal Research. ICS2011 (Proceedings) Poland

85

Claudia Franca de Abreu1, Eduardo Siegle2, Eliane C. Truccolo3 and


Carlos Augusto Franca Schettini4 (2010). Hydrodynamics Of The
Itapocu River And The Barra Velha Lagoon Estuarine System, Sc,
Brazil , Revista Brasileira de Geofsica (2010) 28(3): 321-329
Davies, J. L., 1964. A morphogenic approach to world shorelines, Zeitschrift
fr Geomorphology, 8, Mortensen Sonderheft, pp. 127-142
Dionne, J.C., 1963, Towards a more adequate definition of the St. Lawrence
estuary: Zeitschrift fuer Geomorphologie, v. 7, p. 36-44.
Dalrymple and Dean (1992), Water Wave Mechanics for Engineer and
Scientist, World Scientific Publishing, Singapore.
De Vriend et al (1993), approach to long-term modeling of coastal
morphology. Elsevier Science publishers B.V, Amsterdam 1993
Donnell, B. P., Letter, J. V., Jr., and Teeter, A. M. 1991. The Atchafalaya
River Delta; Report 11, Two Dimensional Modeling, Technical Report
HL-82-15, US ArmyEngineer Waterways Experiment Station,
Vicksburg, MS.
Donnell, B. P. and Letter, J. V. 1992. The Atchafalaya River Delta; Report
13, Summary report of Delta Growth Predictions, Technical Report
HL-82-15, US ArmyEngineer Waterways Experiment Station,
Vicksburg, MS.
Donnell, B. P., Letter, J. V. Jr., and Teeter, A. M. 1992. The Atchafalaya
River Delta; Report 12, Two Dimensional Modeling of Alternative
Plans and Impacts on the Atchafalaya Bay and Terrebonne Marshes,
Technical Report HL-82-15, US Army Engineer Waterways
Experiment Station, Vicksburg, MS.
Donnell, B. P. (Editor), 2000. Users Guide to SED2D WES Version 4.5,
June, 2000. US Army, Engineer Research and Development Center,
Waterways Experiment Station, Vicksburg, MS.
Donnell, B. P., Letter, J. V., McAnally, W.H. and others. 2000. Users Guide
to RMA2 WES Version 4.5, September 2000. US Army, Engineer
Research and Development Center, Waterways Experiment Station,
Vicksburg, MS.

86

D.M.R. Sampath, T. Boski, F. Martins, C. Sousa, F. P. L. Filho and F.


H. Bezerra (2011). Forecasting and Hindcasting Long-term
Morphological Evolution of Estuaries and Lagoons in Response to
Sea Level Rise . Journal of Coastal Research SI 64 pg - pg ICS2011
(Proceedings)
Dronkers, J. and Van Leusessn, W ( eds.), 1988. Physical processes in
estuaries, Springer, Berlin.
Dyer, K.R, (1992). Estuaries, a physical introduction, John Wiley, London
1996.
Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem, Meningkatkan
Manajemen. IPB Press, Bogor.

Mutu

dan

Efektivitas

Engelund, F. and Hansen, E.; 1967. A Monograph on Sediment Transport in


Alluvial Streams, Teknisk Vorlag, Copenhagen, Denmark
Fischer, H. B., List, E. J., Koh, R. C. H., Imberger, J, and Brooks, N.
H., 1979, Mixing in Inland and Coastal waters, Academic Press,
New York.
Galperin,B. and G.L.Mellor. (1990). A Time-Dependent, Three - Dimensional
Model of the Delaware Bay and River System. Estuarine, Coastal
Shelf Sci.,31, 231-281.
Galperin,B. and G.L. Mellor. (1990). Salinity Intrusion and Residual
Circulation in Delaware Bay During the Drought of 1984 In: Residual
Current and Long-Term Transport,R.T. Cheng, Ed.,Springer-Verla
gNew York, Inc., 38,469-480.
Galperin,B., L.H. Kantha, S. Hassid and A.Rosati. (1988). A Quasiequilibrium TurbulentEnergy Model for Geophysical Flows. J.
Atmosph. Sci., 45, 55-62.
Guy Gelfenbaum, Andrew Stevens, Edwin Elias , and Jonathan Warrick.
(2009). Modeling Sediment Transport and Delta Morphology on the
Dammed Elwha River, Aashington State, USA. Coastal Dynamics
2009 Paper No. 109

87

Hassan Mashriqui, Seann Reed, Cecile Aschwanden.(2010). Toward


modeling of river-estuary-ocean interactions to enhance Operational
river forecasting in the noaa national weather service. 2nd Joint
Federal Interagency Conference, Las Vegas, NV, June 27 - July 1,
2010
HydroQual, Inc.; 2002, A primer for ECOMSED. Users Manual, Ver.
1.3,HydroQual, Inc., Mahwah, New Jersey, pp. 188.
Ian

Towend, Identifying changes of estuary, online report,2002.


http://www.io-warnemuende.de/homepages/schernewski/Littoral2000
/ docs/ vol2/ Littoral2002_29.pdf

Ippen, A.T (1966). Estuary and coastline hydrodynamics, Iowa Institute of


hydraulic research.
J.C .Winterwerp (1996). Report 25: Cohesive Sediment. Rijkswaterstaat Delft
Hydraulics
Krone,R.B., 1962. "Flume Studies ofthe Transport ofSediment in Estuarial
Processes," Final Report, Hydraulic Engineering Laboratory and
Sanitary Engineering Research Laboratory, University of California,
Berkeley
Massinai, M. A. (2012) 'Studi Karakteristik Pantai Tanjung Alam Kota
Makassar', Journal Fusi, Vol 7.
Mehta,A.J.(1994). Characterization of Cohesive Sediment Properties and
Transport Processes in estuaries",in Lecture Notes on Coastal an d
estuarin
Studies,Vol14,
Estuarine
Cohesive
Sediment
Dynamics,Springer Verlag,pp290-325.
Mellor,G.L. and T. Yamada, 1982. "Development of a Turbulence Closure
Model for Geophysical Fluid Problems," Rev. Geophys. Space Ph
ys., 20, 851-875.
Mellor,G.L. and A.F.Blumberg(1985). ModelingVertical and Horizontal
Viscosityand the Sigma Coordinate System. Mon. Wea. Rev., 113,
1379-1383.
Meyer-Peter, E.; and Mller, R. (1948) Formulations for Bed-Load
Transport, Report on Second Meeting of International Association for

88

Hydraulic Research, Stockholm, Sweden, pp.39-64.66. Nittrouer,


J.A.;
M.J.Balsinha, A.I. Santos, A.M.C. Alves and A.T.C. Oliveira.(2009).
Textural Composition of Sediments from Minho and Douro Estuaries
(Portugal) and Its Relation with Hydrodynamics. Journal of Coastal
Research SI 56 1330 - 1334 ICS2009 (Proceedings) Portugal (2009)
Moffatt & Nichol Engineers, 2000. Barataria Basin Existing Data and
Numerical Model Review and Analysis. Draft Report Submitted to:
State ofLouisiana, Department of Natural Resources. Report
Prepared by: Moffatt & Nichol Engineers, 2209 Century Drive, Suite
500, Raleigh, NC 27612. July 28, 2000.
Pereira, Joao Miguel Faisca Rodrigues, (2011). Numerical Modeling of
River Diversions in the Lower Mississippi River, University of New
Orleans Theses and Dissertations. Paper 1309.
Pritchard, D. W. (1955) Estuarine circulation patterns. Proceedings of the
American Society of Civil Engineers 81 (717), 1 - 11.
K. Chu, C. Winter, D. Hebbeln and M. Schulz (2011). Optimization Scheme
for Coastal Morphodynamic Model. Journal of Coastal Research SI
64 pg - pg ICS2011 (Proceedings)
Lakongke, .R. 2011 .Morfodinamika Pantai Dan Prospek Sebaran Vegetasi
Berdasarkan Sedimen Backshore Estuari Jeneberang Makassar.
Disertatasi. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Makassar
Nguyen Van Diep et al. Modelling technology and red river system flood
control. On-line report:
http://www.geos.unicaen.fr/mecaflu/Flocodsweb/Data/Eco_web/
HTML/b19.htm
Saeijs, H. L. F., 1982. Changing estuaries; a review and new strategy for
management and design in coastal engineering. Communications
32.. Directorate General for Public Works end Water Management,
The Hague.

89

Smagorinsky,J., "General Circulation Experiments with the Primitive


Equations, I.The Basic Experiment," Mon. Weather Rev., 91, 99-164.
1963.
Smola rkiewicz, P.K. and W.W. Grabowski,1990. "The Multidimensional
Positive Definite Advection Transport algoritym: Non oscillatory
Opinion," J. Comp. Phys.,86:355-375.
Smolarkiewicz, P.K. and T.L. Cla rk, 1986. "The Multidimensional Positive
Definite Advection Transport algoritym: Further Development and
applications," J. Com p. Phys., 67:396-438.
Smola rkiewicz, P.K.,1984. A fully Multidimensional Positive Definite
Advection Transport Algoritym with Small Implicit Diffusion, J. Com p.
Phys., 54:325-362.
vanRijn,L.C., 1984. Sediment transport,partII: suspendedload transport,
ASCE J. Hydr. Engr., 110(11):1613-1638.
Van Ledden, M. & Wang, Z.B., 2001. Sand-mud morphodynamics in an
estuary. River, Coastal and Estuarine Morphodynamics Conference,
IAHR-conference RCEM2001, Obihiro, Japan.
Vu Thanh Ca, Australian National University (12/1996), Report of Salinity
intrusion in the red river delta. On-line report:
http://coombs.anu.edu.au/~vern/env_dev/ papers/pap08.html
Wolanski,E. ,Gibbs,R.J.,Mazda,Y. ,Mehta,A.J .and King,B. (1992) The role
of turbulence In the settling of mud floes", Journal of Coastal
Research,Vol 8, No.1 , pp35-46.
Zefri. 2009. Model Perencanaan Wilayah Pesisir : Kasus Pantai Utara
Kabupaten Bekasi. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai