PROPOSAL DISERTASI
MODEL NUMERIK HIDRODINAMIK DAN PERUBAHAN
MORFOLOGI DI MUARA SUNGAI JENEBERANG
YASSIR ARAFAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
MODEL NUMERIK HIDRODINAMIK DAN PERUBAHAN
MORFOLOGI DI MUARA SUNGAI JENEBERANG
Proposal Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor
Program Studi
Teknik Sipil
YASSIR ARAFAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PROPOSAL DISERTASI
MODEL NUMERIK HIDRODINAMIK DAN PERUBAHAN
MORFOLOGI DI MUARA SUNGAI JENEBERANG
Disusun dan diajukan oleh
YASSIR ARAFAT
Nomor Pokok P0800311015
telah diperbaiki dan memenuhi syarat untuk melaksanakan ujian proposal
disertasi pada tanggal .....................
Menyetujui
Komisi Penasehat,
________________________________
Prof. Dr. Ir. H. Muh. Saleh Pallu, M. Eng
Promotor
Kopromotor
PRAKATA
Eng. Ir. Rita Tahir Lopa, MT selaku Anggota Komisi Penasehat (kopromotor)
atas bantuan, arahan dan bimbingan yang telah diberikan sehingga
proposal disertasi ini dapat terwujud. Penulis juga sampaikan kepada
rekan-rekan kolega dosen dan rekan-rekan sesama mahasiswa pada
Progran Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar yang juga banyak
memberikan bantuan dan dukungan moril bagi penulis selama penyusunan
proposal disertasi ini, dan yang terakhir ucapan terima kasih juga
YASSIR ARAFAT
ABSTRAK
YASSIR ARAFAT. Model Numerik Hidrodinamik Dan Perubahan Morfologi
Di Muara Sungai Jeneberang (dibimbing oleh Muh. Saleh Pallu, Farouk
Maricar, dan Rita Tahir Lopa).
Perubahan morfologi
Muara Sungai Jeneberang merupakan akibat
interaksi sedimen yang terbawa dari hulu dengan pasang surut, gelombang
dan salinitas air laut. Hal ini akan diparametersasi dan dirumuskan dalam
suatu model matematik yang dapat mewakili proses fisik yang terjadi. Pada
model matematik replika/tiruan tersebut dilbuat dengan mendiskripsikan
fenomena/peristiwa alam dengan satu set persamaan. Kecocokan model
terhadap fenomena/peristiwa alamnya tergantung dari ketepatan formulasi
persamaan matematis dalam mendiskripsikan fenomena/peristiwa alam
yang ditirukan.
Penelitian ini menggunakan model numerik berbagi pakai (open sources)
ECOMSED.Program yang dibangun dari persamaan hidrodinamika dan
angkutan sedimen dan diselesaikan dengan model numerik volume hingga.
Hidrodinamika aliran dan angkutan sedimen di simulasikan di Muara
Jeneberang. Hasil simulasi sebaran dan pergerakan sedimen tersebut
dijadikan dasar untuk meperkirakan perubahan morfologi muara sesuai
karakteristik sedimen yang terbawa oleh sungai dan kecenderungan lokasi
sedimen akan mengendap.
Pengembangan model yang digunakan terhadap variabel hidrodinamik dan
transport sedimen tertentu dan formulasi transportasi sedimen akan
disesuaikan untuk memungkinkan aplikasi model di Muara Sungai
Jeneberang. Selanjutnya digambarkan perubahan morfologi muara sungai
dari waktu kewaktu berdasarkan beban sedimen yang terbawa oleh sungai.
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN .. 1
A.
Latar Belakang..........................................................................................1
B.
Rumusan Masalah....................................................................................5
C.
Tujuan Penelitian.......................................................................................7
D.
Manfaat Penelitian....................................................................................7
E.
F.
Sistematika Penulisan............................................................................10
B.
Hidrodinamika Muara.............................................................................17
C.
Sedimen Muara......................................................................................21
D.
Pemodelan Matematik............................................................................24
E.
Angkutan Sedimen..................................................................................27
B.
C.
Pengumpulan Data.................................................................................62
D.
Lokasi Penelitian.....................................................................................68
E.
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. Aliran berlapis di muara (Partly mixed 0.1 < <1; 0.2<ED<8).........16
Gambar 3. Aliran berlapis di muara (Well mixed <0.1; ED>8).......................17
Gambar 4. Perilaku perubahan salinitas dan sirkulasi aliran.............................19
Gambar 5. Sirkulasi aliran di muara (partially mixed estuary)...........................20
Gambar 6. Prinsip aplikasi model......................................................................26
Gambar 7. Siklus erosi deposisi sedimen kohesif..........................................28
Gambar 8. Perubahan kecepatan jatuh dan settling flux...................................30
Gambar 9. Data kecepatan jatuh.......................................................................31
Gambar 10. Sistem koordinat sigma..................................................................51
Gambar 11. Lokasi variabel pada grid..............................................................58
Gambar 12. Contoh data pengamatan pasang surut........................................64
Gambar 13. Hidrograf Aliran..............................................................................67
Gambar 14. Lokasi penelitian............................................................................68
Gambar 15. Bagan alir pelaksanaan penelitian.................................................69
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muara adalah sebuah daerah hilir sungai (semi-tertutup) yang
yang
banyak
memberikan
harapan
bagi
manusia
untuk
10
40%,
hingga pantai Tanjung Bunga di bagian Utara, sepanjang kurang lebih 9 km.
Sungai Jeneberang mengalirkan material sedimen dari bagian hulunya dan
mendistribusikan di perairan pantai hingga ke Selat Makassar. Pantai
Estuari Jeneberang merupakan pantai berpasir dengan proses pantai yang
dinamis. Kedinamikaan kawasan pantai berlangsung baik secara alamiah
maupun atas campur tangan manusia. Karena merupakan salah satu
sumber daya lahan dan permukaan bumi dengan ruang yang banyak
memberikan harapan bagi manusia untuk dimanfaatkan, sehingga kawasan
ini sangat rentan terhadap perubahan. (Langkoke, 2011)
Pola sebaran sedimen pada delta Sungai Jeneberang ditentukan
oleh faktor fluvial dan faktor marin. Faktor fluvial meliputi debit sungai, arus
sungai, konfigurasi dasar sungai, dan sedimen sungai. Sedangkan faktor
11
12
13
B. Rumusan Masalah
Sungai terutama ruas sungai yang mengalir di atas lapisan alluvial
merupakan suatu sistem yang dinamik. Sungai selalu memberikan respon
terhadap aktivitas alam dan manusia guna mencapai kondisi keseimbangan
yang baru. Beberapa perubahan kondisi aliran yang dapat memicu
perubahan morfologl sungai seperti hidrodinamika aliran, proses angkutan
sedimen, turbulensi aliran, efek sedimentasi, pasang surut, tegangan angin,
gelombang, stratifikasi aliran, dan arus pesisir mempengaruhi pembentukan
delta dan proses morfologi di Muara Jeneberang. Pada daerah muara, ruas
sungai mempunyai kemiringan dasar sungai yang sangat landai. Hal ini
mengakibatkan muatan sedimen yang dl bawa oleh allran sungai akan
diendapkan. Pengendapan
sedimen
air
sungai
dan
garam
laut.
yang terdapat
Proses
ini
sungai.
Perubahan morfologi
(agradasi), perpindahan
alur
sungai seperti
kenaikan
dasar
sungai
karena
14
tergantung
dari
ketepatan
formulasi
persamaan
matematis
dalam
yang
15
ini
hidrodinamika
dimulai
dan
dengan
angkutan
kajian
sedimen,
persamaan
kemudian
dasar
aliran,
disusun
jadi
16
berbagai
aspek
dalam
model
persoalan,
matematik
menunjukkan
mengidentifikasikan
hubungan
17
penerapannya
model
hidrodinamika
diselasaikan
untuk
18
Bab I. Pendahuluan
Pada bab ini dipaparkan latar belakang dan rumusan masalah
tentang pentingnya penelitian ini dilakukan, selain itu dikemukakan pula
kebaruan/originalitas penelitian ini, tujuan penelitian, manfaat/kegunaan
penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan disertasi.
Bab II. Tinjauan Pustaka
Pada bab ini diuraikan substansi pokok tajuk penelitian dalam
kerangka teoritik berkenaan
persamaan
hidrodinamik
dengan
dan
pendekatan model
persamaan
transport,
matematik
penyelesaian
untuk
memperkirakan
tanah
tumbuh
(bar
formation)
19
20
1. Defenisi
Secara umum, muara dipahami sebagai daerah interaksi antara air laut dan
air tawar atau tempat di mana sungai bertemu laut, walaupun banyak
konsep yang berbeda tergantung pada konsep sisi pandang masing masing
orang.
Menurut Cameron dan Pritchard (1993), muara adalah sebuah daerah hilir
sungai (semi-tertutup) yang memiliki hubungan dengan laut terbuka, yang
dipengaruhi oleh proses pasang surut, di mana air laut tercampur dengan
air tawar yang berasal dari aliran air sungai.
Estuari adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas
dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur
dengan air tawar. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan
menghasilkan suatu kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain:
1. Tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut, yang
berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi,
pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh
besar pada perubahan morfologi dasar sungai.
2. Pencampuran kedua macam air tersebut
fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai
maupun sifat air laut.
21
muara
sebagai
aliran
yang
kompleks,
tidak
22
2. KLASIFIKASI MUARA
Muara memainkan peran penting dalam kehidupan manusia serta proses
alam. Oleh karena itu mendapat perhatian penting selama beberapa
dekade
terakhir. Banyak
penelitian telah
difokuskan
pada klasifikasi
digunakan.
Topografi,
peristiwa
pasang
surut
dan
hanya
sesaat.
Tabel
berikut
menunjukkan
23
Pengarang
Klasifikasi
Muara di perairan laut
Pritchard (1955)
Dalrymple
et
all
(1992)
Davies, J.L.1964
Pasangsurut
Aktivitas
manusia
Pritchard
(1955)
Hyper-tidal (H>6m)
Highly stratified estuaries
Pritchard (1963)
Saeijs,H.L.F (1982)
pantai
Hal ini dapat dikenali dari definisi muara bahwa ada tiga karakteristik muara
yang mengatur konsentrasi air laut seperti: setengah tertutup, hubungan
dengan laut terbuka dan air tawar yang berasal dari limpasan permukaan.
Oleh karena itu, salinitas merupakan parameter yang
penting untuk
24
Gambar 2. Aliran berlapis di muara (Partly mixed 0.1 < <1; 0.2<ED<8)
Sumber:http://www2.sese.uwa.edu.au/~pattiara/enve4615po/envt4605_estuarineproc.pdf
25
26
1
1
Ccrest g (h H ) Ctrough g (h H )
2
2
;
.
..(2.1)
Hal ini dapat dilihat dari gambar 4 bahwa proses pasang ditransfer ke
bagian hulu dari muara. Periode banjir menjadi lebih pendek namun aliran
meningkatkan kecepatan. Jadi sedimen dasar menjadi lebih efektif terkikis
selama banjir daripada selama fase surut. Karena asimetri dalam
kecepatan aliran dari arus dan perilaku salinitas dalam muara, sejumlah
arus sekunder dihasilkan, yang sementara kecepatan rendah, yang cukup
penting sehubungan dengan transportasi pencampuran dan sedimen.
27
Pada bagian atas muara, gelombang banjir dapat merupakan empat atau
lima jam periode pasang surut. Dalam beberapa kasus, efek air-dangkal
dikombinasikan dengan kemiringan dasar sungai mencapai kondisi kritis di
mana pasang surut jenuh terbentuk.
Masuknya Air Tawar
Ini adalah faktor penting yang memiliki pengaruh signifikan pada rezim
hidrodinamik di muara sungai. Air tawar dapat mengalir dari anak-anak
sungai, air tanah, waduk dan curah hujan di permukaan. Air dari daerah
aliran sungai dapat membawa sejumlah sedimen dan bahan lainnya dari
hulu ke muara. Dengan peningkatan debit sungai, stratifikasi meningkat dan
terjadinya penurunan intrusi garam.
Air bergerak sepanjang muara di bawah pengaruh dua mekanisme yaitu
arus air sungai yang kuat ke laut dan gerakan pasang surut air laut secara
teratur keluar masuk muara.
28
29
gerakan
air,
semakin
kuat
dan
besar
resultan
turbulensi
pencampuran.
Pasang laut adalah mekanisme utama dari pergerakan air di muara.
Kecepatan pasang surut tinggi menghasilkan pencampuran vertikal yang
kuat sehingga sedikit variasi salinitas dari atas ke bagian bawah badan air.
Kecepatan pasang surut rendah tidak cukup untuk menyebabkan kondisi
pencampuran menyeluruh dapat terjadi.
C. Sedimen Muara
30
Sumber asli dari sedimen di muara sungai adalah dataran tinggi (dari erosi
permukaan tanah mengalir ke badan air dan erosi sungai juga
berkontribusi), internal (dari dasar dan tebing sungai) dan pesisir.
Mekanisme utama yang menyebabkan angkutan sedimen di muara sungai
adalah kecepatan yang disebabkan oleh arus air tawar dan perilaku pasang
surut. Semakin cepat arus ini, semakin besar tegangan geser dan
turbulensi yang dihasilkan di dasar saluran, dan semakin besar pergerakan
sedimen oleh gaya di dasar saluran dan gaya angkut aliran. Dalam rangka
untuk menghitung transportasi sedimen, ada beberapa rumus yang dapat
diterapkan seperti: Engelund-Hansen (1967), Meyer-Peter-Muller (1948),
Ackers-White (1973), Van Rijn (1984) dll. Perlu dipahami bahwa setiap
rumus angkutan sedimen telah diturunkan untuk kondisi tertentu.
2. Pasir
Perilaku partikel pasir dalam air tergantung pada kecepatan endap, yang
tergantung terutama pada ukuran dan bentuk, partikel yang lebih besar
jatuh lebih cepat. Partikel pasir berukuran kecil dapat lebih mudah dibawa
tersuspensi dan terus larut akbita turbulensi aliran.
Angkutan sedimen dasar cukup peka terhadap perubahan kecepatan,
seperti yang dibawa oleh arus pasang surut dan sirkulasi. Kedua
mekanisme ini menghasilkan fluks dasar saluran ke arah hulu. Kedua
proses menghasilkan angkutan pasir yang kuat bersih dari pasir laut yang
membentuk gundukan pasir dan delta di muara.
31
Arus air sungai selama banjir besar mungkin jauh lebih besar daripada arus
pasang surut puncak. Dengan demikian, banjir bisa mengangkut pasir dari
hilir yang sangat tinggi, sebagaimana terlihat dengan adanya gundukan
pasir dangkal yang cenderung terjadi selama banjir. Pasir yang diangkut
oleh aliran sungai diendapkan pada mulut muara.
Gelombang yang dihasilkan dapat memiliki efek yang signifikan terhadap
produksi sedimen dan gerakan pinggir muara. Dalam batas-batas sempit
muara
sungai, gelombang
angin
yang
dihasilkan
adalah
panjang
32
33
yang tinggi dan pembilasan oleh air banjir cukup untuk membawa
konsentarasi sedimen seluruhnya ke laut.
D. Pemodelan Matematik
Ada empat metode utama untuk memecahkan masalah muara seperti
observasi
lapangan,
solusi
analitis,
model
numerik
dan
model
fisik. Berdasarkan kondisi yang ada muara tertentu, satu atau kombinasi
dari metode tersebut dapat dipilih.
Model numerik adalah representasi matematis dari suatu sistem model di
muara. Pemodelan sedimen di muara merupakan representasi matematis
dari proses fisik, kimia, dan biologi yang terjadi. Pemodelan disusun dari
persamaan pengatur (governing equation) berupa persamaan persamaan
differensial, yang memerlukan kondisi awal dan batas untuk mendapatkan
solusi. Model dapat mensimulasi morfologi muara, aliran air tawar,
pengaruh pasang surut dan kondisi angin. Bahkan, kekuatan sebenarnya
dari model muara adalah kemampuannya memprediksi perilaku sistem
alam serta intervensi manusia di muara pada waktu tertentu. Oleh karena
itu, tujuan utama dari pemodelan adalah untuk menentukan konsekuensi
dari perubahan alam atau intervensi antropogenik. Hal ini digunakan
sebagai alat prediksi yang memperhitungkan interaksi multi-antara proses
fisik yang berbeda dan dampak baliknya mereka(Ian Towend, 2002).
Prinsip penerapan model disajikan pada Gambar 6. Muara dibentuk dari
sedimen fluvial dan laut dalam kondisi hidrodinamik. Angkutan, gerusan
34
35
Data pengamatan
Mengenali/mengamati fenomena
Menentukan faktor/variabel yang berpengaruh
Software penelitian yang tersedia, Memilih salah satu yang sesuai
Input parameters ke dalam software
Jalankan program; tampilkan hasilnya
Menafsirkan model sesuai fenomena yang terjadi
Kalibrasi dan validasi
Memenuhi/sesuai gejala yang terjadi
Tidak
Ya
Gunakan untuk perkiraan
selesai
komputasi
besar
untuk
mendapatkan
akurasi yang
baik terutama dalam simulasi jangka panjang . Oleh karena itu De Vriend et
al (1993) memperkenalkan teknik yang untuk aplikasi jangka panjang
pemodelan
dengan
mengurangi
waktu
komputasi
dan
data
36
37
sehingga
mengakibatkan
terjadinya
proses
deposisi
sehingga
kepadatan
partikel
akan
bertambah
akibat
Tabrakan partikel
lumpur/Flok
Aggregation
Tegangan geser
dekat bed
Terangkat
Hancur
38
Kecepatan Jatuh
Kecepatan jatuh partikel atau flok dalam perjalanannya menuju dasar
disebabkan oleh gaya berat. Kecepatan jatuh (settling velocity) atau tidak
banyak mengalami percepatan karena gaya grafitasi diimbangi oleh gaya
apung dan gaya gesek, dan merupakan salah satu parameter sifat sedimen
kohesif yang biasa dituliskan dalam notasi Ws. . Kecepatan jatuh ini dapat
merupakan
fall
velocity
dari
suatu
partikel
individu
(kecil
sekali
jatuh
pada
konsentrasi
rendah
(free
settling),
dimana
konsentrasi lebih kecil dari C1 = 0.1 0.3 g/l (lihat gambar 8). Pada kondisi
ini partikel jatuh tampa pengaruh partikel lain, kecepatan jatuh merupakan
keseimbangan gaya tarik/apung dan berat dibawah permukaan air.
Kecepatan jatuh ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
2 gd
ws
C d
0.5
(2.2)
dimana:
d = diameter partikel(flok) sedimen
f = densitas partike(flok)l sedimen
w= densitas air
g = percepatan gravitasi
Cd= koefisien drag
39
Hindored
flux
ws0
Ws=kCn
Ws = ws0[1-k2(C-C2)]n
Free
settling
C1
Flocculation
settling
Hindored
settling
C2
C3
C4
Log concentration
Negligible
settlng
settling
velocity)
ws k1C1n
.(2.3)
dimana :
k1 = local rate flow shearing
n = konstanta untuk efek turbulen = 1.25
Pada konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dengan nilai C 2 pada
gambar 3.3 (C2 = 2 5 g/l), kecepatan jatuh berkurang dengan
bertambahnya konsentrasi.
ws wso 1 k 2 C C2 2 ..(2.4)
n
40
dimana :
wso = nilai ws pada kondisi C2
k2 = invers dari konsentrasi pada ws=0
n2 = theoritical for falling shperes at low Reynold Number(4.66)
Gambar 9 menunjukkan data pengkuran kecepatan jatuh menggunakan
lumpur alam dengan tinggi kolom jatuh 2m (Hwang, 1989). Sebuah
modifikasi dari rumus di atas oleh Wolanski et al, (1989) , digunakan untuk
menyatakan efek dari hindered settling dan flocculation settling :
ws
aC n
2
b2
(2.5)
dimana :
ws = konsentrasi sedimen
C = konsentrasi sedimen
a,b,c,n,m = konstanta ( a = 33.38 ; b = 2.357 ; n = 1.83 ; m = 189)
sedimen.
Hal
ini
mendorong
terjadinya
proses
flokulasi
koalinite,
41
1,1%0 illite dan 2,4 %0 untuk montmorillite, dan umumnya terjadi pada
salinitas di atas 1-3% . Proses penggumpalan mempengaruhi kecepatan
jatuh sedimen. Penggumpalan membentuk partikel yang lebih besar
memiliki massa yang lebih besar akan lebih mudah untuk mengendap.
Naiknya temperatur mengakibatkan meningkatnya gerakan ion, dengan
demikian flokulasi akan kurang efektif dengan naiknya temperatur.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Jatuh
1. Turbulensi
Turbulensi mempengaruhi proses flokulasi partikel sedimen kohesif.
Pada tingkat turbulensi rendah, pergerakan turbulen mempertinggi
jumlah
42
salinitas
pada
suspensi
sedimen
kohesif
akan
s Wsm
[Pa]..2.6)
43
Karena distribusi ini, flok yang lebih besar dapat mengambil alih flok
yang lebih kecil dan tabrakan dapat menghasilkan agregat dengan orde
yang lebih tinggi. Sehingga terbentuk flok baru dari penambahan orde
agregat tersebut dan mempunyai settling velocity yang lebih tinggi
6. Temperatur
Pengaruh dari temperatur adalah pada kekentalan (viscosity) dari air dan
sedimen. Bisa juga dikarenakan pengaruh terhadap ketebalan difusive
double layer yang dapat mempengaruhi terhadap proses flokulasi. Tetapi
nilainya tidak diketahui secara pasti dan belum ada penelitian lebih lanjut
terhadap faktor ini.
Deposisi (Deposition)
44
45
dm
yang dimodelkan
dm
1 ws .C
dt
d
d ...(2.7)
2.
46
dengan
dM
dt
EM
[kg/m2s]. (2.8)
e
e
[kg/m2s] (2.9)
47
gaya Van der Waals. Gaya Van der Waals hilang oleh jarak yang
bertambah dan hanya terjadi pada partikel yang sangat kecil. Saat
lapisan difusive menjadi tipis, partikel-partikel dapat saling mendekati
satu sama lain dan gaya Van der Waals menjadi timbul dan sifat kohesif
menjadi lebih kuat.
Lapisan
difusive
tersebut
dapat
menjadi
lebih
tipis
dengan
itu
menambahkan
garam
pada
air pori
menyebabkan
48
Temperatur
Efek dari temperatur air pada kecepatan erosi adalah perubahan dalam
kekentalan(viscosity) dari air dan sedimen, ketebalan lapisan difusive dan
naiknya potensial osmotik. Diperkirakan lapisan difusive ganda disekeliling
partikel sedimen kohesif menebal dengan naiknya temperatur sehingga
jarak partikel menjadi renggang sehingga gaya Van der Waals melemah,
jadi kekuatan deposit sedimen berkurang, dan kecepatan erosi bertambah
dengan bertambahnya termperatur.
49
matematik
melibatkan
fungsi
dan
angka
dalam
hidrodinamik
dan
angkutan
sedimen
telah
banyak
50
51
Persamaan Pengatur
Pertimbangkan sebuah sistem koordinat Cartesian ortogonal dengan
x meningkat ke arah timur, y meningkat utara, dan z meningkat secara
vertikal ke atas. Permukaan bebas terletak di z = T (x, y, t) dan bagian
bawah adalah di z =-H (x, y). Jika adalah vektor kecepatan horisontal
dengan komponen (U, V), persamaan kontinuitas adalah:
U V W
+
+
=0
x y z
(3.1)
Persamaan momentum:
52
U
U
U
1 P
U
+U
+V
fV =
+
Km
+ Fx
t
x
y
o x z
z
...
(3.2)
V
V
V
V
1 P
V
+U
+V
+W
+fU =
+
Km
+Fz
t
x
y
z
o y z
z
(3.3)
g=
P
z
.(3.4)
Tekanan
pada
kedalaman
dapat
diperoleh
dengan
P ( x , y , z ,t )=P atm + g o + g
.(3.5)
.(3.6)
+ V . +W
=
KH
+Fs
t
z z
z
(3.7)
53
(3.8)
[ (
U V
2 AM
+
A
+
x
x y M y x
)]
..
(3.9a)
F y=
[ (
U V
2 AM
+
A
+
x
y x M y x
)]
..
(3.9b)
F , s=
) [
( , s)
( , s)
AH
+
AH
x
x
y
y
.
(3.10)
54
Satu hal harus dicatat bahwa Fx dan Fy tidak berubah terhadap rotasi
ordinat. Suku Difusi horisontal dimaksudkan untuk parameterisasi proses
skala subgrid, dalam praktek diffusivities horisontal, AM dan AH, biasanya
diperlukan untuk meredam kebisingan komputasi. Bentuk dari F x, Fy dan
F,S memungkinkan untuk variabel AM dan AH tapi salama ini nilainya tetap
konstan.
The diffusivities dipilih sehingga mereka tidak menghasilkan smoothing
berlebihan fitur nyata. Nilai serendah 10 m 2/s telah berhasil digunakan
dalam berbagai aplikasi. Resolusi vertikal yang relatif baik digunakan dalam
aplikasi mengakibatkan mengurangi kebutuhan untuk difusi horisontal
karena adveksi horisontal diikuti oleh pencampuran vertikal secara efektif
bertindak seperti difusi horisontal dalam arti fisik yang nyata. Perangkat
tambahan, sekarang dalam proses, adalah untuk berhubungan AM dan AH
dengan skala gerak diselesaikan dalam model untuk bidang deformasi lokal
seperti yang disarankan oleh Smagorinsky [1963].
55
(3.11)
+2 K m
[( ) ( ) ]
U 2 V
+
z
z
2g
p 2 q3
KH
+ Fq
0
z B1l
Dan
q
q
( 2 l)
=
z
( 2 l)+W
(q 2 l)
+V .
t
(3-12)
q
( 2l)
z
Kq
z
Dimana
didefenisikan sebagai:
~
W
yang
56
l
~
W =1+ E2
kL
( )
(3-13)
dan
( L )1=(z )1 + ( H + z )1
Dekat permukaan ditunjukkan bahwa
l/
(3-14)
~
W =1+ E2 . Jauh
~
l L , W 1 . Skala panjang diberikan oleh
persamaan (3-12) adalah panjang karakteristik gerakan turbulen pada tiap titik
atau waktu. Sebuah alternatif pada persamaan 3-12 digunakan untuk
persamaan angkutan pada laju penyebaran. Pendekatan yang sesuai dengan
Mellor dan Yamada (1982) lebih konsisten menggambarkan penggunaan
persamaan turbulen untuk menentukan turbulen skala makro. Suku F q dan Fl
pada persamaan (3-11) dan (3-12) adalah pencampuran horizontal (horizontal
mixing)
dan
paramater
yang
analogi
untuk
temperatur dan
salinitas
(3-15a)
KH lq S H
(3-15b)
Kq lq Sq
(3-15c)
U / z ,
V / z ,
g 1
o z , q
dan l . Hubungan fungsi ini berasal dari hipotesis turbulance closure dijelaskan
oleh Mellor [1983]. Berdasar
57
/3
B1
3 A 1 A2 GH [ B 23 A 2 ] 1
1
SM =
6 A1
3 C1 ( B2+ 6 A 1 )
B1
[ 13 A 1 A 2 G H ( 6 A 1+ B2 ) ] [ 19 A 1 A2 GH ]
(3-16)
A2 1
SH =
6 A1
B2
[ 13 A 2 G H ( 6 A 1+ B 2) ]
(3-17)
dan
GH =
Nl
q
( )
(3-18a)
dimana
N=
g
o y
1/ 2
(3-18b)
0.53 q
N
(3-19)
Syarat Batas
Syarat batas di permukaan air, z = (x,y), adalah
0 K M
0 K H
( Uz , Vz )=(
( z , Sz )=( H , S )
0x
, 0 y)
(3-20a)
(3-20b)
58
q2 =
B 2/1 3 u2b
(3-20c)
q2 l
W= U
=0
(3-20d)
+V
+
x
y t
(3-20e)
( Uz , Vz )=(
q2 =
bx
, by )
(3-21a)
B 2/1 3 u2b
(3-21b)
59
q2 l = 0
(3-21c)
Wb = U b
H
H
V b
x
y
(3-21d)
(3-22)
1
ln ( H+ zb ) /z 0
K
(3-23a)
( b / K u b ) ln ( z /z 0 )
(3-23b)
pada daerah batas lebih rendah jika resolusi yang cukup disediakan. Dalam
contoh-contoh di mana lapisan batas bawah (bottom boundary layer) tidak
diselesaikan dengan baik, itu lebih tepat untuk menentukan C D = 0,0025.
Algoritma aktual untuk mengatur CD untuk jadi lebih besar dari dua nilai
yang diberikan pada persamaan (3-23a) dan 0,0025. Parameter z o
tergantung pada kekasaran dasar lokal; dengan tidak adanya informasi
60
( , S ) +U n
( , S )=0
t
n
(3-23c)
pada
syarat
batas
dengan
mengabaikan
adveksi
dalam
f/H. Sementara
61
(3-24a)
Dimana h adalah elevasi muka air pada batas terbuka, h o adalah pasang
surut yang diketahui dan variasi permukaan laut sel grid, u n adalah
perkiraan kecepatan model tegak lurus terhadap batas terbuka. g adalah
percepatan gravitasi, dan D adalah kedalaman pada sel grid. LaGrange 1
dihitung tiap langkah waktu yang membolehkan perubahan elevasi muka
62
ditentukan ho pada batas terbuka sel grid agak dimofikasi oleh jumlah u n
[ g/D ]-1/2 . Untuk nilai 1= 0, persamaan 3-24a dapat digunakan pada
kondisi terjepit kuat (strictly clamped).
Optimasi syarat batas terjepit
Condition)
Optimasi syarat batas terjepit (clamped) diberikan pada persamaan 3-24a.
Di sini multiplieris LaGrange dihitung sesuai perubahan waktu untuk
meminimalkan perbedaan antara model dan nilai referensi" pada batas
terbuka. Nilai ini mewakili energi, momentum, dan flux massa yang
melewati batas terbuka.
Representasi Koordinat Vertikal.
Tujuan transformasi ini adalah agar diperoleh hasil simulasi yang lebih baik
di lapisan permukaan dan dasar. Sistem koordinat sigma akan mengikuti
batimetri perairan yang disimulasikan seperti terlihat pada gambar 10.
63
y* = y ;
z
H +
t* = t
(3-25)
+
x x D x D x
G G G D 1
=
+
y y D y D y
(3-26a)
(3-26b)
G 1 G
=
z D
G G G D 1
=
+
t t D t D t
(3-26c)
(3-26d)
= 0
D
D
D
+
+
V
+
x x
y y
t t
(3-27)
64
( x , y , 0,t ) =0
(3-28a)
( x , y ,1, t )=0
(3-28b)
G d
G=
(3-29)
(3-30)
UD U 2 D VD U
+
+
+
fVD+ gD
=
t
x
y
x
0
0
K M U g D2
gD d
d
d +
d
d + F x
D 0 x
0 dx
x
(3-31)
VD UVD V 2 D V
+
+
+
fUD+ gD
=
t
x
y
y
0
0
K M V g D 2
gD D
d+
d + F y
D 0 y
0 dy
(3-32)
D UD V D K H
+
+
+
=
+ F
t
x
y
(3-33)
S D S UD SV D S K H S
+
+
+
=
+ FS
t
x
y
(3-34)
65
2
2
q2 D U q D V q D q 2
+
+
+
=
t
x
y
K q q 2 2 K M
+
D
D
[( ) ( ) ]
U 2 V
+
2g
3
KH
2 D qsup
+ Fq
0
B1 l
(3-35)
q2 l D U q l D V q l D q2 l
+
+
+
=
t
x
y
{ [(
2KM
K q q 2 l
+ E1l
D
D
) ( )]
U 2 V
+
q D3
D q3 ~
KH
W +Fl
0
B1
(3-36)
D t^ xx
+
( D T^ yx )
x
y
(3-37)
F y=
D T^ yy
+
( D T^ xy )
y
x
(3-38)
dengan
[ ]
]
[ ]
U
T^ xx=2 A M
x
U V
T^ xy=2 A M
+
y y
V
T^ yy=2 A M
y
(3-39)
(3-40)
(3-41)
Dimana:
Fi=
D q^ x D q^ y
+
x
y
q^ x =2 A H
[ ]
i
x
(3-42)
(3-43)
66
q^ y =2 A H
[ ]
i
y
(3-44)
propagasi
dari
gelombang
dan
persediaan
yang
= 0 dan
persamaan kontunitas:
D V D
U
+
+
=0
t
x
y
(3-45)
2
V D
U D U D U
x =
(3-46)
+
+
f V D+ gD
D F
t
x
y
x
0 0
2 DU ' V ' g D2 0 0
DU
gD D
'
wu
( 0 )+ wu
(1 )
d
+
' d ' d
x
y
o x 1
o x 1
'
' 2 g D2
D V 2 D
V D UV
DU ' V D V
+
+
+ f V D+ gD
D F y =wv
( 0 )+ w v (1 )
t
x
y
y
x
y
o y
(3-47)
67
( U , V )= ( U , V ) d
(3-48)
wu
( 0 ) , dan
wu
( 01 )
wv
( 0 ) , dan
wv
(1 ) . Suku-
dan
U 'V '
(3-49)
F x , dan
F y
adalah integral
U D
U
2 AM
+
2 AM
+
x
x
x
y
x
D V D
V D
U
D F y =
2 AM
+
2 AM
+
y
y
x
y
x
D F x =
(
(
)
)
(
(
)
)
(3-50)
(3-51)
68
waktu tetap dan setelah langkah waktu besar, dari urutan 100, perhitungan
modus internal dilakukan.
Transformasi Sistem Koordinat Curvalinier Ortogonal.
Keuntungan penting dari model ini lebih dari yang digunakan sebelumnya
adalah penggunaan horisontal, orthogonal, lengkung sistem koordinat.
Persamaan ini dalam bentuk konservatif fluks massa adalah:
Persamaan Kontinuitas
h1 h2
=W
+
h2 U 1 D ) +
h1 U 2 D ) +h 1 h2
=0
(
(
t 1
2
[ (
(3-52a)
)] (
1
D
D
D
h2 U 1
+
+h 1 U 2
+
+
h 1 h2
1 1
2 2
t t
(3-52b)
Persamaan Reynold
( h1 h 2 D U 1 )
( U 1 )
h2
h2
2
+
h 2 D U 1 )+
h2 D U 1 U 2 ) +h1 U 2
+ D U 2 U 2
+U 1
h h f =
(
(
t
1
2
1
1 1 2
0
h Pa
H o g Dh 2
D
g Dh 2
+
d D 2
1 1
o 1 D 1
o 1
(3-53)
h
U1
h
U1
U 2 h 1 h2
U1
+
2 AM 2 D
+
AM 1 D
+
AM D
+
KM
1
h1 1 2
h 2 1 2
1
D
) (
) (
( h1 h 2 D U 2 ) h1 DU 22
U2
h
h
+
+h1 h2
+ DU 1 U 1 1 +U 2 2 h1 h2 f =
t
1
2
1
2
0
h Pa
H o g D h1
D
g Dh 1
+
dD 1
2 2
o 2 D 2
o 2
(3-54)
69
h1 U 2
h2 U 2
U 1 h 1 h2
U2
+
2 AM D
+
AM D
+
AM D
+
KM
2
h2 2 1
h 1 1 1
2
D
) (
) (
70
( D )
( )
+
h2 U 1 D ) +
h1 U 2 D ) + h h2
=
(
(
t
1
2
1
h2
h1
h1 h2
AH D
+
AH D
+
KH
1 h1
1 2 h2
2
D
) (
(3-55)
Transport Salinitas
h1 h2
( SD )
( S )
+
h2 U 1 SD ) +
h1 U 2 SD ) +h h2
=
(
(
t
1
2
h2
S
h1
S h1 h2
S
AH D
+
AH D
+
KH
1 h1
1 2 h2
2
D
) (
(3-56)
{ ((
2KM
h1 h2
D
(q2 D )
( q2)
+
h2 U 1 D q 2) +
h1 U 2 D q2 ) + h h2
=
(
(
t
1
2
U1 2 U2
+
) ( ))
} (
2g
2 q3 D
h2
q2
h1
q2 h1 h2
KH
+
AH
+
AH D
+
A
o
A
1 h1
1 2 h2
2
D
) (
(3-57)
Turbulent Macroscale
h1 h2
( q 2 D )
( q2 )
+
h2 U 1 D q 2 ) +
h1 U 2 D q 2 ) +h h2
=
(
(
t
1
2
E1 K M
h1 h2
D
U1 2 U2
+
(( ) ( ) )
} (
(
( q2 ) h1 h2
( q2 )
h1
A D
+
K
2 h2 H
2
D q
E1 g
( q2 )
q3 D ~
h2
KH
w +
AH D
+
o
B1
1 h1
1
(3-58)
71
Dimana 1 dan 2
72
Model Sedimen
Sedimen modul dapat berjalan dalam kaitannya dengan hidrodinamika dan
gelombang. Menggunakan susunan grid numerik dan kerangka komputasi
seperti
model
hidrodinamika.
Medel
memungkingkan
perhitungan
=u
u
z
ln
zo
( )
Dimana
73
Hs
U p=
( Lh )
T sinh 2
Hs
A p=
( hL )
2 sinh 2
gh
ao b c
c
T md
74
Etot =
3600 detik
75
C. Pengumpulan Data
Data-data masukan untuk memodelkan morfologi muara meliputi data
batymetri, hidro-oceanografi, debit, dan konsentrasi sedimen sungai.
1. Data Bahtimetri
Bathimetri merupakan data kedalaman dasar muara dengan metode
penginderaan atau rekaman dari permukaan dasar perairan, yang
akan diolah untuk menghasilkan relief dasar perairan, sehingga
dapat digambarkan susunan dari garis-garis kedalaman (kontur).
Unsur utama pembuatan bathymetri adalah pengukuran jarak dan
kedalaman. Peralatan yang digunakan untuk mengukur jarak antara
lain Theodolith, Electronic Data Measurement (EDM), atau Global
Positioning System (GPS). Sedangkan peralatan yang digunakan
untuk mengukur kedalaman adalah fishfinder 240 blue dan perahu
boat.
Faktor lain yang sangat mempengaruhi pengukuran batimetri adalah
dinamika media air muara berupa pasang surut muara sungai, kadang
sulit untuk menentukan objek yang sama pada waktu yang berbeda.
Dengan demikian pada pengukuran kedalaman dasar muara perlu
dilakukan 3 pengukuran sekaligus pada waktu yang bersamaan yaitu
pengukuran kedalaman, pengukuran posisi alat ukur kedalaman, dan
pengukuran pasang surut. Dari ketiga data tersebut akan menjadi
informasi kedalaman muara pada posisi tersebut terhadap suatu
bidang refrensi (chart datum). Kedalaman muara sungai adalah jarak
antara dasar
muara
permukaan
76
muaranya.
2. Hidro-oseanografi
-
Pasang Surut
Untuk menentukan peramalan komponen pasang surut di laut dan
estuary biasanya digunakan metode leastquare atau admiralty,
Adapun alat pencatatnya adalah A-OTT KEMPTEN R-20 StripChart. Alat tersebut masuk dalam klasifikasi jenis pelampung (float
type tide gauge), yaitu alat pencatat pasang surut otomatis yang
bekerja berdasarkan naik turunnya pelampung. Cara kerjanya
dengan mencatat sendiri perubahan naik turunnya permukaan laut
dalam skala yang lebih kecil pada kertas pencatat (recording paper)
dalam bentuk grafik. Grafik hasil pengamatan pada recording paper
tersebut merupakan fungsi dari garis-garis skala tinggi dengan
waktu. Gerakan kertas menurut waktu dilaksanakan oleh suatu
mekanisme jam dengan penggerak pegas atau baterai. Dari data
bentuk grafik (analog) tersebut diubah dalam bentuk data numerik
(angka) dengan mengkonversi pada skala yang sebenarnya
sehingga hasil data numerik akan menggambarkan keadaan
sebenarnya di lapangan pengamatan.
77
Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka
diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan berdasarkan data pasang surut,
yang dapat digunakan sebagai pedoman.
Angin
Data angin yang kita gunakan berupa data angin harian, yaitu
berupa data arah dan kecepatan angin. Kemudian data ini diolah
untuk mendapatkan persentase kejadian angin. Setelah itu dibuat
gambar windrose yang menggambarkan antara kecepatan angin dan
persentase kejadian, dan untuk mengetahui arah angin dominan.
Gelombang
78
Salinitas
Kadar garam (salinity) dalam sistem estuari berbeda-beda pada
79
sepanjang
pasang dan berkurang pada saat air surut. Salinitas air dapat
berbeda secara geografis akibat pengaruh curah hujan lokal,
banyaknya air yang masuk ke laut, penguapan dan sirkulasi aliran.
Perubahan salinitas pada perairan bebas (laut bebas) adalah
relative
lebih
kecil
dibandingkan
80
4
DEBIT (m 3/s)
2Titik 2
Titik 1
0
0
10 12 14 16 18
WAKTU (Jam )
81
82
pengumpulan
data,
pemilihan
software
yang
sesuai,
83
84
DAFTAR PUSTAKA
Ackers, P. and White, W.R., 1973. Sediment Transport: New Approach and
Analysis, J. of Hydraulics Division, 99, No. HY11, 2041-2060,
American Society of Civil Engineers (ASCE).
Ardiansih, V. (2013) DELTA SUNGAI JENEBERANG (SULAWESI) (Accessed:
http://vebryar.blogspot.com/2013/05/delta-sungai-jeneberang-sulawesi.html.
Langkoke, R. (2011) Morfodinamika Pantai Dan Prospek Sebaran Vegetasi
Berdasarkan Sedimen Backshore
Estuari Jeneberang Makassar. Doktor, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Massinai, M. A. (2012) 'STUDI KARAKTERISTIK PANTAI TANJUNG ALAM
KOTA MAKASSAR', Fusi, 7.
Ardiansih, V. (2013) DELTA SUNGAI JENEBERANG (SULAWESI) (Accessed:
http://vebryar.blogspot.com/2013/05/delta-sungai-jeneberang-sulawesi.html.
Langkoke, R. (2011) Morfodinamika Pantai Dan Prospek Sebaran Vegetasi
Berdasarkan Sedimen Backshore
Estuari Jeneberang Makassar. Doktor, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Massinai, M. A. (2012) 'STUDI KARAKTERISTIK PANTAI TANJUNG ALAM
KOTA MAKASSAR', Fusi, 7.
Ardiansih, V. (2013) DELTA SUNGAI JENEBERANG (SULAWESI) (Accessed:
http://vebryar.blogspot.com/2013/05/delta-sungai-jeneberang-sulawesi.html.
Langkoke, R. (2011) Morfodinamika Pantai Dan Prospek Sebaran Vegetasi
Berdasarkan Sedimen Backshore
Estuari Jeneberang Makassar. Doktor, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Massinai, M. A. (2012) 'STUDI KARAKTERISTIK PANTAI TANJUNG ALAM
KOTA MAKASSAR', Fusi, 7.
Alessio Giardino; Elsy Ibrahim; Stefanie Adam; Erik A. Toorman; and Jaak
Monbaliu (2009). Hydrodynamics and Cohesive Sediment Transport
in the IJzer Estuary, Belgium: Case Study, JOURNAL OF
WATERWAY, PORT, COASTAL, AND OCEAN ENGINEERING
ASCE, Vol. 135, No. 4, July 1, 2009
Cameron, W.M and Pritchard, D.W (1993). Estuaries and Seas. Hill, M.N,
editor, Vol2, Wiley, New York, 1993.
Cameron WM, Pritchard DW, 1963, Estuaries, In: The Sea (Ed. MN Hill),
Vol. 2, Wiley, New York, 306-324.
C. S. Bck, L. P. F. Assad and L. Landau (2011). Influence of bottom
morphology on the hydrodynamics of Guajar Bay (Amazon, Brazil).
Journal of Coastal Research. ICS2011 (Proceedings) Poland
85
86
Mutu
dan
Efektivitas
87
88
89