Anda di halaman 1dari 116

PROPOSAL TUGAS AKHIR

PEMODELAN DAN VISUALISASI BANJIR PADA SUNGAI


BENDUNG OPYANG KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

Disusun guna melengkapi persyaratan


Memperoleh gelar sarjana S-1 Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara

FITRAH R HAMID
12105.22201.18.086

DOSEN PEMBIMBING :
Ir. Marlina Kamis, ST., MT., IPM., ASEAN Eng
Ir. Yudit Agus Priambodo, ST., MT., IPM., ASEAN Eng

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALUKU UTARA
TERNATE
2022
LEMBARAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
PEMODELAN DAN VISUALISASI BANJIR PADA
SUNGAI BENDUNG OPYANG KABUPATEN
HALMAHERA TIMUR
Dipersiapkan dan disusun oleh :

FITRAH R HAMID
NPM. 121052220118086

Telah diuji dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada Sidang Ujian
Proposal Tugas Akhir Pada Tanggal, 07 Mei 2022

Susunan Dewan Penguji

Dosen Penguji I Dosen Pembimbing I

Joni Hermanto, ST., MT Ir. Marlina Kamis, ST., MT., IPM.,


NIDN. 1227078701 ASEAN Eng
NIDN. 1203037901
Dosen Penguji II Dosen Pembimbing II

Susanti Rahman, ST., M.Eng Ir. Yudit Agus Priambodo, ST., MT.,
NIDN. 1212128401 IPM., ASEAN Eng
NIDN. 1227077801
Proposal Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST)
Tanggal, 07 September 2022
Mengetahui

Program Studi Teknik Sipil Dekan Fakultas Teknik

Rajaman Siauta, ST., M.Si Husen Salahu, ST., MT


NIDN. NIDN. 1224037201

i
HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
SKIRPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, saya


bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Fitrah R Hamid


NPM : 12105 22201 18 086
Fakultas : Teknik
Program Studi : Teknik Sipil
Jenis Karya : Proposal Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Hak Bebas Royalti
Noneksklusif (Non-Exclusive- Royalty-Free-Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul :

“Pemodelan Dan Visualisasi Banjir Pada Sungai Bendung Opyang


Kabupaten Halmahera Timur” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan).
Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Muhammadiyah Maluku
Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelolah dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya
selama mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik
Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ternate
Pada Tanggal : 07 September 2022
Yang Menyatakan

Nama. Fitrah R Hamid


NPM. 12105 22201 18 086

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Saya yang bertanda tangan dibawah ini meyatakan dengan sesungguhnya


bahwa Proposal Tugas Akhir saya dengan judul :

“Pemodelan Dan Visualisasi Banjir Pada Sungai Bendung Opyang Kabupaten


Halmahera Timur” yang disusun untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Maluku Utara, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan
atau publikasi dari proposal tugas akhir yang sudah dipublikasikan atau pernah
dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas
Muhammadiyah Maluku Utara maupun di perguruan tinggi atau instansi manapun,
kecuali di bagian yang sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Ternate, 07 September 2022

Fitrah R Hamid
NPM. 12105 22201 18 086

iii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Syukur Alhamdulillah Penilis panjatkan kehadirat


Allah SWT. Atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, Shalawat serta salam tak lupa
dihaturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah kepada zaman penuh
dengan ilmu pengetahuan.yang memberikan nikmat terutama Kesehatan dan
kesempatan sehingga penulis dapat meyelesaikan Proposal Tugas Akhir ini dengan
judul “Pemodelan Dan Visualisasi Banjir Pada Sungai Bendung Opyang
Kabupaten Halmahera Timur” .

Dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir ini, penulis banyak memberoleh


bantuan dan saran dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
bbanyak terimakasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu saya dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir ini.

Laporan ini disusun dengan melewati beberapa tahapan dan banyak


perbaikan yang telah didukung oleh banyak pihak. Untuk itu penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Saiful Deni, S.Ag., M.Si. selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Maluku Utara.
2. Bapak Husen Salahu, ST., MT. selaku Dekan Fakultas Teknik Program Studi
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.
3. Bapak Rajaman Siauta, ST., M.Si. Selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.
4. Ibu Ir. Marlina Kamis, ST., MT., IMP., ASEAN Eng selaku Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan dan masukan
kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.
5. Bapak Ir. Yudit Agus Priambodo, ST., MT., IPM., ASEAN Eng selaku Dosen
Pembimbing II yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan dan
masukan kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

iv
6. Ibu Susanti Rahman, ST., M.Eng selaku Dosen Penguji I pada Sidang Ujian
Proposal Penulis dan juga sebagai penasehat kademik penulis selama penulis
menjalani studi.
7. Bapak Joni Hermanto, ST., MT selaku Dosen Penguji II pada Sidang Ujian
Proposal Penulis dan juga sebagai sekretaris Program Studi yang telah banyak
membantu penulis hingga saat ini.
8. Terima Kasih kepada Bapak dan Ibu saya serta seluruh keluarga besar yang
selalu memberikan dukungan and big support kepada penulis sehingga mampu
menempu perjalanan studi saya hingga saat ini.
9. Terima Kasih kepada sahabat terbaik penulis yang selalu memberikan
semangat, motivasi, dan inspirasi dalam segala hal.
10. Balai Wilayah Sungai Maluku Utara yang telah membatu saya dalam fasilitas
data yang diperlukan dalam penelitian ini.
11. Semua pihak yang telah banyak membantu penyusun, baik secara moril
maupun materil, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih memiliki


banyak kekurangan. Untuk itu penyusun berharap adanya saran, kritik, dan
penelitian lanjutan yang dapat mengembangkan hasil demi kesempurnaan analisa
tugas akhir ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat


terkhususnya kepada Balai Wilayah Sungai Maluku Utara (BWS), Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) yang bergerak dalam Natural Hazard
Prevention, dan instansi manapun.

Ternate, 07 September 2022

Fitrah R Hamid
NPM. 12105 22201 18 086

v
PEMODELAN DAN VISUALISASI BANJIR PADA SUNGAI
BENDUNG OPYANG KABUPATEN HALMAHERA TIMUR
Nama : Fitrah R Hamid
NPM : 121052220118086
Pembimbing I : Ir. Marlina Kamis, ST., MT., IPM., ASEAN Eng
Pembimbing II : Ir. Yudit Agus Priambodo, ST., MT., IPM., ASEAN Eng

ABSTRAK
Bencana Banjir merupakan salah satu permasalahan yang tidak dapat
diprediksi kapan akan terjadinya yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan
infrastruktur. Wilayah Subaim Kabupaten Halmahera Timur didominasi oleh para
penduduk yang berprofesi sebagai petani hal ini juga didukung dengan pengairan
alami yang terdapat pada daerah tersebut yaitu Sungai Opyang. Oleh karena itu
tujuan penelitian ini adalah melakukan pemodelan banjir yang disebabkan oleh
luapan Sungai Opyang serta melihat cakupan wilayah genangan banjir.
Metode pemodelan banjir menggunakan pendekatan hidrolika dalam
mensimulasikan debit air pada setiap penggal sungai menggunakan software HEC-
HMS, serta melakukan visualisasi daerah genangan banjir serta area terdampak
banjir menggunakan pendekatan GIS dengan software HEC-RAS. GIS juga
digunakan untuk mempersiapkan beberapa data spasial yang digunakan untuk
pemodelan banjir, seperti data geometri sungai, delineasi DAS, serta untuk
keperluan analisis lainnya.
Data hidrologis didapat dari pengolahan curah hujan harian pada stasiun
Mekar Sari dan Tutiling Jaya Subaim, dalam pemodelan analisis dilakukan dengan
metode SCS-CN pada software HEC-HMS untuk memperkirakan debit puncak
pada sungai. Sedangkan sumber data geometrik didapat dari Model Elevasi Digital
DEMNAS.
Kata Kunci : Banjir, Subaim, Halmahera Timur, HEC-HMS, HEC-RAS, GIS

vi
FLOOD MODELLING AND VISUALIZATION ON DAM
RIVER OPYANG EAST HALMAHERA REGENCY
Student Name : Fitrah R Hamid
Student ID Number : 121052220118086
1st Lecturer Preceptor : Ir. Marlina Kamis, ST., MT., IPM., ASEAN Eng
2nd Lecturer Preceptor : Ir. Yudit Agus Priambodo, ST., MT., IPM., ASEAN Eng

ABSTRACT
Flood disaster is one of the problems that cannot be predicted when it will
occur which has an impact on environmental and infrastructure damage. The
Subaim area of East Halmahera Regency is dominated by residents who work as
farmers, this is also supported by natural irrigation found in the area, namely the
Opyang River. Therefore, the purpose of this study is to model the flood caused by
the overflow of the Opyang River and to see the coverage of the flood inundation
area.
The flood modelling method uses a hydraulics approach in simulating water
discharge at each section of the river using the software, as well as visualizing flood
inundation areas and flood-affected areas using a GIS approach with software
HEC-RAS, GIS is also used to prepare some spatial data used for flood modellings,
such as river geometry data, watershed delineation, and other analytical purposes.
Hydrological data were obtained from daily rainfall processing at Mekar
Sari and Tutiling Jaya Subaim stations, in modelling the analysis was carried out
using the SCS-CN method on software to estimate peak discharge in the river. While
the source of geometric data is obtained from the DEMNAS Digital Elevation
Model.
Keywords : Flood, Subaim, East Halmahera, HEC-HMS, HEC-RAS, GIS

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

LEMBARAN PENGESAHAN.............................................................................. i

HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................ ii

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ................................................ iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang. ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah. .......................................................................... 6

1.3 Batasan Masalah. ............................................................................. 7

1.4 Tujuan Penelitian. ............................................................................ 7

1.5 Manfaat Penelitian. .......................................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 8

2.1 Analisis Teori. ................................................................................... 8

2.2 Analisis Hujan. ................................................................................. 9

2.2.1 Hujan Kawasan (Daerah Tangkapan Air “DTA”). ................... 9

2.2.1.1 Rata-rata Aljabar. ......................................................... 9

2.2.1.2 Poligon Thiessen. ....................................................... 10

2.2.1.3 Ishoyet. ....................................................................... 11

2.2.2 Cara Memilih Metode. ............................................................ 13

2.2.2.1 Jaring-jaring Pos Penakar Hujan. ............................... 13

2.2.2.2 Luas DAS. .................................................................. 13

viii
2.2.2.3 Topografi DAS. .......................................................... 13

2.3 Daerah Aliran Sungai. ................................................................... 13

2.4 Analisis Debit Rencana. ................................................................. 15

2.4.1 Metode Analisis Probabilitas Frekuensi Debit Banir. ............ 15

2.4.1.1 Distribusi Probabilitas Gumbel. ................................. 18

2.4.1.2 Distribusi Probabilitas Normal. .................................. 20

2.4.1.3 Distribusi Probabilitas Log Normal. .......................... 21

2.4.1.4 Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III. ............ 21

2.4.2 Uji Distribusi Probabilitas. ..................................................... 25

2.4.2.1 Metode Chi-Kuadrat (𝒙𝟐). ......................................... 25

2.4.2.2 Metode Smirnov-Kolmogorof (Secara Analitis). ........ 28

2.5 Intensitas Hujan Rencana. ............................................................ 29

2.5.1 IDF Curve Terukur. ................................................................ 32

2.5.2 Rumus Mononobe. .................................................................. 36

2.6 Hidrograf. ....................................................................................... 36

2.6.1 Hidrograf Satuan. .................................................................... 37

2.6.1.1 HSS SCS (Soil Conservation Services). ..................... 40

2.7 Pemodelan Hidrologi. .................................................................... 41

2.7.1 Komponen Suatu Model. ........................................................ 43

2.7.1.1 Kondisi Batas (Boundary Condition). ........................ 44

2.7.1.2 Kondisi Awal (Initial Condition). .............................. 44

2.7.1.3 Variabel (State Variable). ........................................... 44

2.7.1.4 Parameter. ................................................................... 45

2.7.2 Klasifikasi Model. ................................................................... 45

2.7.2.1 Model Fisik (Physiscal Models). ................................ 45

2.7.2.2 Model Analog. ............................................................ 46

ix
2.7.2.3 Model Matematis. ....................................................... 46

2.7.3 Model Global dan Terdistribusi. ............................................ 48

2.7.3.1 Model Global. ............................................................. 48

2.7.3.2 Model Semiterdistribusi. ............................................ 49

2.7.3.3 Model Terdistribusi. ................................................... 50

2.8 Model HEC-HMS........................................................................... 51

2.8.1 Langkah-Langkah Penggunaan HEC HMS. ........................... 54

2.8.1.1 Membuat Model Sederhana........................................ 54

2.9 Model HEC RAS. ........................................................................... 81

2.9.1 Komponen HEC-RAS............................................................. 82

2.9.1.1 Steady Flow Water Surface Profiles. ......................... 82

2.9.1.2 Unsteady Flow Simulation. ........................................ 83

2.9.1.3.Sediment Transport or Movable Boundary


Computations. ............................................................. 84

2.9.2 Langkah-Langkah Visualisasi Pada HEC-RAS. ..................... 85

2.9.2.1 Menambahkan Lapisan Peta Hasil untuk Visualisasi. 86

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 92

3.1 Bagan Alur Penelitian.................................................................... 92

3.2 Lokasi Wilayah Studi. ................................................................... 93

3.3 Peta Wilayah Lokasi Penelitian. ................................................... 93

3.4 Pengumpulan Data. ....................................................................... 95

3.5 Data Penelitian. .............................................................................. 95

3.6 Jadwal Penelitian. .......................................................................... 96

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 97

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Persyaratan parameter startistik suatu distribusi. ................................ 16


Tabel 2. 2 Nilai Reduced Standard Deviation (𝑆𝑛), dan Nilai Reduced Mean (𝑌𝑛).
......................................................................................................... 19
Tabel 2. 3 Nilai Reduced Variate 𝑌𝑇. .................................................................. 19
Tabel 2. 4 Nilai Variabel Reduksi Gauss. ............................................................ 20
Tabel 2. 5a Faktor Frekuensi 𝐾𝑇 Untuk Distribusi Log Pearson Type III (Cs atau
G Positif). ......................................................................................... 22
Tabel 2. 6 Nilai Parameter Chi-Kuadrat Kritis 𝑥2𝑐𝑟 (uji satu sisi). ..................... 26
Tabel 2. 7 Nilai ∆𝑃 Kritis Smirnov-Kolmogorov. ............................................... 29
Tabel 2. 8 Nilai t/Tp dan q/qp HSS SCS. .............................................................. 40
Tabel 2. 9 Contoh Luasan Basin. ......................................................................... 59
Tabel 2. 10 Contoh Opsi Baseflow Input. ............................................................ 60
Tabel 2. 11 Contoh Input Initial and Constant Rate. ............................................ 61
Tabel 2. 12 Contoh Subbasin Time Concentration and Storage Coefficient Input
......................................................................................................... 62
Tabel 2. 13 Contoh Input Precipitation Gage. ...................................................... 71
Tabel 2. 14 Current RAS Mapper Map Types. .................................................... 89
Tabel 2. 15 RAS Mapper Map Output Modes. ................................................... 91
Tabel 3. 1 Jadwal Penelitian. ................................................................................ 96

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Salah Satu Rumah Warga Yang Terkena Banjir, (Sumber : Media
Berita Poros Informasi). .................................................................. 4
Gambar 1. 2 Banjir Pada Jalur Lintas Haltim Subaim, (Sumber : Media Berita
Cermin Halmahera). ........................................................................ 5
Gambar 1. 3 Kendaraan Yang Terhambat Pada Jalan Lintas Haltim Akibat Banjir,
(Sumber : Media Berita Cermin Halmahera). ................................ 5
Gambar 2. 1 Metode Poligon Thiessen. .............................................................. 11
Gambar 2. 2 Metode Ishoyet. .............................................................................. 12
Gambar 2. 3 Skema sistem daerah aliran. ........................................................... 14
Gambar 2. 4 Kedalaman hujan rencana di satu titik waktu pada IDF Curve.
Sumber: I Made Kamiana 2011. .................................................. 30
Gambar 2. 5 Hietograf Hujan Rencana. Sumber: I Made Kamiana 2011. ......... 30
Gambar 2. 6 Bagian-bagian Hidrograf. Sumber: I Made Kamiana 2011. ......... 37
Gambar 2. 7 HSS SCS Tak Berdimensi. Sumber: I Made Kamiana 2011. ....... 41
Gambar 2. 8 Komponen dari suatu model daerah aliran sungai (Singh, 1995). .. 43
Gambar 2. 9 Klasifikasi model hidrologi berdasarkan derajat keacakan, ruang, dan
waktu (Miadment, 1995). .............................................................. 48
Gambar 2. 10 Pendekatan global dalam pemodelan (Sumber: NOAA/NWS/The
COMET Program). Indarto 2010. ............................................... 49
Gambar 2. 11 Contoh model semiterdistribusi (Indarto, 2010)........................... 49
Gambar 2. 12 Spasialisasi suatu DAS menjadi beberapa sub-DAS dalam model
hidrologi A.C.R.U (Schultze, 1989)............................................ 50
Gambar 2. 13 Skema penggambaran proses hidrologi menurut HEC-HMS (Ward,
1975). Indarto 2010. .................................................................... 52
Gambar 2. 14 Penempatan Pemasangan Tiap Elemen Basin. ............................. 57
Gambar 2. 15 Jaringan Hidrologi Basin Yang Menunjukan Setiap Elemen Basin
Yang Terkoneksi. ........................................................................ 58
Gambar 2. 16 Tiap Elemen Pada Model Basin Yang Telah Di-Rename. ........... 59
Gambar 2. 17 Parameter Subbasin Area.............................................................. 59
Gambar 2. 18 Jendela Input Luasan Area Subbasin. ........................................... 60

xii
Gambar 2. 19 Opsi Parameter Baseflow Linear Reservoir. ................................. 61
Gambar 2. 20 Input Window Linear Reservoir. .................................................. 61
Gambar 2. 21 Jendela Opsi Parameter Loss Initial and Constant...................... 62
Gambar 2. 22 Window Parameter Transform Clark Unit Hydrograph. ............. 63
Gambar 2. 23 Window Input Clark Unit Hydrograph. ........................................ 63
Gambar 2. 24 Window Components Time Serries Data Manager. ..................... 65
Gambar 2. 25 Window Time Series Data Manager. ............................................ 65
Gambar 2. 26 Window Creation New Time Serries Data. .................................. 66
Gambar 2. 27 Window Subfolder Time Series Gage. .......................................... 66
Gambar 2. 28 Window Path Name Input. ............................................................ 67
Gambar 2. 29 Components Editor. ...................................................................... 67
Gambar 2. 30 Opsi Components Meteorologic Model Manager. ....................... 68
Gambar 2. 31 Meteorologic Model Manager Window. ....................................... 69
Gambar 2. 32 Creation Window Meteorologic Model. ....................................... 69
Gambar 2. 33 Meterologic Model Manager Window. ......................................... 69
Gambar 2. 34 Basin Component Manager Window. ........................................... 70
Gambar 2. 35 Specified Hyeyograph Components Manager. ............................. 71
Gambar 2. 36 Control Specification Window. ..................................................... 72
Gambar 2. 37 Analysis Running Progress Window............................................. 74
Gambar 2. 38 Graph Subbasin Window. ............................................................. 76
Gambar 2. 39 Subbasin Summary Result Window. ............................................. 77
Gambar 2. 40 Time Series Result Window. ......................................................... 78
Gambar 2. 41 Reach Graph Window. .................................................................. 79
Gambar 2. 42 Junction Graph Window. .............................................................. 79
Gambar 2. 43 Time Series Gage Window. ........................................................... 80
Gambar 2. 44 Junction Option Window. ............................................................. 80
Gambar 2. 45 Junction Graph Window. .............................................................. 81
Gambar 2. 46 RAS Mapper. ................................................................................. 86
Gambar 2. 47 Geometric Elemen Model Visualisation. ...................................... 87
Gambar 2. 48 Result Map Parameters Window. ................................................. 88
Gambar 3. 1 Bagan alur penelitian tugas akhir. .................................................. 92

xiii
Gambar 3. 2 Peta lokasi penelitian untuk pemodelan dan visualisasi banjir.
(Sumber: Hasil pemotretan citra satellite Google Earth. Fitrah R
Hamid 2022) ............................................................................... 93
Gambar 3. 3 Peta Delineasi Catchment Area DAS Bendung Opyang Subaim Kab.
Halmahera Timur. ....................................................................... 94

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Banjir merupakan bencana alam yang seringkali terjadi di musim
penghujan yang merebak di berbagai Daerah Aliran Sungai (DAS) di sebagian
besar wilayah Indonesia. Banjir adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan debit air sungai sehingga meluap dan menggenangi daerah
sekitarnya. Adapun jumlah kejadian banjir dalam musim hujan selama
beberapa tahun terakhir ini terus meningkat, dan menyebabkan berbagai
kerugian bagi masyarakat yang terkena bencana ini (Dewi Parwati Suadnya et
al., 2017).

Banjir merupakan salah satu bencana alam yang kerap kali terjadi di
Indonesia, salah satunya adalah bencana banjir yang terjadi di beberapa
wilayah setiap musim penghujan (Zafira Nur Pratiwi et al., 2021).

Bencana didefinisikan sebagai gangguan serius pada fungsi suatu


komunitas atau masyarakat dan menyebabkan hilangnya nyawa, material,
ekonomi atau kerusakan lingkungan dan melebihi kemampuan dari komunitas
atau masyarakat terdampak untuk menanggulanginya (ISDR, 2003). Bencana
dapat dikelompokkan berdasarkan penyebab dan secara umum dikategorikan
menjadi bencana alam, bencana teknologi dan bencana buatan manusia (Zafira
Nur Pratiwi et al., 2021).

Bencana banjir disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor alam


maupun manusia. Banjir yang disebabkan oleh faktor alam antara lain karena
curah hujan, pengaruh fisiografis, erosi, sedimentasi, kapasistas sungai,
kapasitas drainase yang tidak memadai dan pengaruh air pasang. Sedangkan
faktor-faktor yang disebabkan oleh manusia adalah perubahan kondisi DAS,
kawasan kumuh, sampah, drainase lahan, bendung dan bangunan air,
kerusakan bangunan pengendali banjir dan perencanaan sistem pengendalian
banjir yang tidak tepat (Zafira Nur Pratiwi et al., 2021).

1
UNISDR (United Nations Secretariat for International Strategy for
Disaster Reduction) menyatakan dalam laporan akhir tahun 2014 mengenai
kebijaksanaan pencegahan dan perlindungan bencana alam di Indonesia sangat
lemah dalam konsep penurunan risiko bencana. Oleh karena itu perlu ada
upaya pengurangan risiko bencana. Salah satu upaya untuk menanggulangi hal
tersebut adalah melalui manajemen bencana yang baik, termasuk di dalamnya
adalah penyajian peta maupun pemodelan yang memuat wilayah terdampak
banjir. Seiring dengan ini, penataan ruang semakin dianggap sebagai
mekanisme penting dalam menghadapi risiko banjir (Zafira Nur Pratiwi et al.,
2021).

Kajian yang berbasis keruangan tidak terlepas dari peranan Sistem


Informasi Geografis (SIG) sebagai alat pendukung. SIG merupakan suatu
prosedur terkomputerisasi yang digunakan untuk menampilkan, menerima,
menyimpan, menganalisa, dan memproses data spasial dan data non-spasial
(data atribut). Metode-metode dalam SIG dapat dimanfaatkan dengan baik
dalam pemodelan banjir, yang memungkinkan pemrosesan, manajemen, dan
interpretasi untuk berbagai data, salah satunya adalah menggunakan metode
Multicriteria Analysis. Pendekatan GIS multi-criteria decision analysis
(MCDA) menggunakan kemampuan SIG dalam pengelolaan data geospasial
dan fleksibilitas MCDA untuk menggabungkan informasi faktual (misalnya,
penggunaan lahan, kemiringan, sistem drainase, dll.) dengan informasi
berbasis nilai tertentu (misalnya, pendapat ahli, standar, survei, dll.).
Penggunaan SIG, pengindraan jauh, dan integrasi dengan perangkat lunak
analisis hidrologi seperti HEC-RAS dan HEC-GeoRAS memberikan
kemudahan dalam pemodelan banjir (Zafira Nur Pratiwi et al., 2021).

Untuk dapat memetakan dataran banjir diperlukan data yang memadai


seperti debit sungai dan DEM wilayah tersebut. Ketidakcukupan data sering
menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi peneliti dalam pemodelan
banjir. DEM merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara
digital. DEM merupakan salah satu sumber data untuk mendapatkan data
geometri sungai serta karakteristik terrain wilayah yang dimodelkan. Data
DEM berperan penting untuk pengembangan model komponen basin pada

2
model HEC-HMS dan data geometrik dalam model HEC-RAS. Data DEM
berperan penting dalam model hidrologi, model hidraulik dan peta persebaran
bahaya banjir. Ullah et al., (2016) memprediksi banjir dengan memanfaatkan
pengindaraan jauh, SIG, dan perangkat lunak analisis hidrologi (HEC RAS dan
HEC-GeoRAS) di Sungai Kalpani. Data geometri sungai diekstrak dari data
DEM 30-meter ASTER. Ekstraksi data DEM ASTER ini menghasilkan
penampang melintang dan memanjang sungai. Hasil analisis kemudian
disajikan dalam bentuk pemodelan banjir dengan kala ulang 5, 10, 20, 50 dan
100 tahun. (Zafira Nur Pratiwi et al., 2021).

Data geometri sungai dapat diperoleh dari berbagai macam sumber.


Pada resolusi yang rendah, data geometri sungai dan karakteristik terrain dapat
peroleh menggunakan SRTM (Tambunan & Santosa, 2018). (Zafira Nur
Pratiwi et al., 2021).

Selain data DEM sebagai sumber data geometris, pemodelan dibentuk


dari parameter-parameter hidrologis untuk memprediksi daerah-daerah
terdampak banjir dengan besaran dan volume tertentu, seperti debit sungai dan
curah hujan. Mengacu pada data yang tersedia, pemodelan banjir bisa
dilakukan dengan berbagai macam metode. Hasil simulasi banjir selanjutnya
dapat divisualisasikan menggunakan perangkat SIG dalam bentuk peta
persebaran genangan banjir secara spasial yang dapat dimanfaatkan untuk
pengambilan kebijakan maupun mitigasi bencana (Zafira Nur Pratiwi et al.,
2021).

Sungai Bendung Opyang merupakan salah satu sungai yang terletak di


Kabupaten Halmahea Timur yang berkordinat pada 1° 2'15.79° LU dan 128°
9'59.28° LT yang memiliki luas DAS yaitu 21.123,36 Ha (hasil pengambilan
kordinat satelit bendung opyang & POLA Pengelolaan Sumber Daya Air WS
Halmahera Selatan). Permasalahan banjir pada sekitar daerah aliran sungai
Bendung Opyang merupakan salah satu masalah yang belum dapat diprediksi
besar jumlah debit banjirnya yang dapat akan terjadi di masa mendatang.
Permasalah banjir merupakan suatu bencana alam yang dapat terbilang
merupakan salah satu bencana alam besar yang dapat mengakibatkan

3
permasalahan yang sangat serius mulai dari kerusakan kebun, ternak, sawah
tergenangnya rumah warga, hingga memakan korban jiwa yang tepatnya bagi
para penduduk yang bermukim berkedatan dengan DAS Bendung Opyang.

Dimana seperti yang dimuat dalam media berita Kabar Timur pada
Sabtu, 06 November 2021, diberitakan dimana sebanyak 30 rumah warga di
desa Subaim RT-01 RW-01 Kecamatan Wasile, Kabupaten Halmahera Timur,
Provinsi Maluku Utara terendam Banjir Rob (Banjir Pasang Surut) yang
diakibatkan oleh gelombang dan air pasang yang terjadi pada Jumat 05
November 2021 sekitar pukul 17:00 WIT.

Gambar 1. 1 Salah Satu Rumah Warga Yang Terkena Banjir, (Sumber :


Media Berita Poros Informasi).
Dimana, PLT Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten Halmahera Timur Darso Gajal yang memerintah langsung Kasi
Rehabilitasi Rusdiyanto untuk turun meninjau kejadian tersebut menjelaskan,
bahwa menurut informasi banjir rob ini sudah berlangsung 2 hari pada jam
tertentu,setiap saat pada waktu bulan baru dalam rentan waktu 3 – 4 hari.

4
Gambar 1. 2 Banjir Pada Jalur Lintas Haltim Subaim, (Sumber : Media
Berita Cermin Halmahera).
Menurut informasi dari Kades setempat banjir rob sering terjadi
memasuki bulan baru dalam rentan waktu 3-4 hari yang di mulai di jam 17.00-
20.30 dan itu terdampak di 30 rumah”, ujar Rusdyanto. Rusdiyanto menyebut,
banjir rob dengan ketinggian 80 cm- 1 meter ini sangat parah karena masuk
hingga ke rumah warga bahkan salah satu Mushola sekitar ikut terendam juga
dan melumpuhkan aktivitas beribadah warga.

Gambar 1. 3 Kendaraan Yang Terhambat Pada Jalan Lintas Haltim Akibat


Banjir, (Sumber : Media Berita Cermin Halmahera).

5
Berdasarkan dari referensi penelitian sebelumnya yang merujuk pada
jurnal “Pemodelan dan Visualisasi Genangan Banjir Untuk Mitigasi Bencana
di Kali Kasin, Kelurahan Bareng, Kota Malang (Zafira Nur Pratiwi, Purnama
Budi Santosa. JGISE Vol.4 No.1 2021)” dan juga sebagai tindak lanjut dari
permasalahan di-atas saya mengangkat tugas akhir dengan judul “ Pemodelan
Dan Visualisasi Banjir Pada Sungai Bendung Opyang Kabupaten
Halmahera Timur ”.

Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan debit aliran banjir di seluruh


area daerah aliran sungai Opyang Kabupaten Halmahera Timur dan melakukan
visualisasi genangan banjir untuk mengetahui dampaknya terhadap lingkungan
sekitar daerah aliran sungai Opyang yang tergenang banjir dalam bentuk peta
untuk mendukung mitigasi bencana banjir. Dalam pemodelan dan visualisasi
banjir rencana penulis menggunakan software analysis HEC-HMS
(Hydrologic Engineering Center – Hydrologic Modelling System) sebagai
permodelan debit rencana kala ulang dan HEC-RAS (Hydrologic Engineering
Center – River Analysis System).

1.2 Rumusan Masalah.


Berdasarkan dari pada uraian latar belakang diatas, maka permasalahan
dalam penelitian ini dapat di-rumuskan sebagai berikut:

1. Berapa besar kuantitas debit aliran banjir yang didapat dari simulasi HEC-
HMS berdasarkan data curah hujan yang didapat dari stasiun pengamat
curah hujan DAS Bendung Opyang Kabupaten Halmahera Timur ?
2. Seberapa besar luas genangan yang diakibatkan oleh banjir berdasarkan
hasil analisa HEC-RAS pada DAS Sungai Bendung Opyang Kabupaten
Halmahera Timur ?

6
1.3 Batasan Masalah.
Dalam penulisan tugas akhir ini, masalah yang dibatasi yaitu adalah :

1. Analisis hidrologi menggunakan data curah hujan 10 tahun terakhir


2. Analisa kala ulang kuantitas banjir yaitu adalah Q2, Q5, Q10, Q25, Q50,
Q100 tahun.
3. Dalam analisa debit banjir digunakan program HEC-HMS untuk
mendapatkan besaran kuantitas banjir rencana kala ulang.
4. Untuk analisa visualisasi banjir digunakan program HEC-RAS untuk
mengetahui luas daerah genangan banjir.

1.4 Tujuan Penelitian.


Tujuan penelitian yang hendak ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu
adalah untuk mengetahui besar kuantitas debit aliran banir yang didapat dari
simulasi HEC-HMS dan besar luas genangan yang didapat dari analisa HEC-
RAS, hal ini dimaksudkan oleh penulis agar hasil dari simulasi dapat
dimanfaatkan sebagai petunjuk mitigasi bencana banjir yang mungkin
diperkirakan akan terjadi diwaktu mendatang pada DAS Bendung Opyang
Kabupaten Halmahera Timur.

1.5 Manfaat Penelitian.


Manfaat dari penelitian ini berdasarkan tujuan yang hendak ingin
dicapai dari penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi atau juga sebagai
referensi untuk mitigasi bencana banjir di DAS Bendung Opyang terutama bagi
pihak yang membutuhkan ataupun untuk penelitian lanjut.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Analisis Teori.


Siklus hidrologi merupakan proses berkelanjutan dimana air bergerak
dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi. Air di permukaan tanah
dan laut menguap ke udara. Uap air tersebut bergerak dan naik ke atmosfer,
yang kemudian mengalami kondensasi dan berubah menjadi titik air yang
berbentuk awan. Selanjutnya titik-titik air tersebut jatuh sebagai hujan ke
permukaan laut dan daratan. Hujan yang jatuh sebagian tertahan oleh tumbuh-
tumbuhan (intersepsi) dan selebihnya sampai ke permukaan tanah. Sebagian
air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah
(infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas permukaan tanah (aliran
permukaan atau surface runoff) mengisi cekungan tanah, danau, dan masuk ke
sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Air yang meresap ke dalam tanah
sebagian mengalir di dalam tanah (perkolasi) mengisi air tanah yang kemudian
keluar sebagai mata air.atau mengalir ke sungai. Akhirnya aliran air di sungai
akan sampai ke laut. Proses tersebut berlangsung terus menerus yang disebut
dengan siklus hidrologi. (Dewi Parwati Suadnya et al., 2017).

Pada dasarnya, analisis hidrologi untuk menentukan besarnya debit


banjir rancangan dan debit dominan tersebut merupakan pemahaman
kuantitatif terhadap proses yang terjadi pada DAS yang ditinjau. Dalam hal ini,
yang diinginkan adalah nilai aliran debit maksimum atau debit dominan yang
dapat ditelusuri berdasarkan pemahaman hubungan kuantitatif antar dengan
besarnya aliran sungai tersebut (Kezia, Mahmud Achmad et al., 2017).

Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah


hujan dan analisis statistik yang diperlukan dalam perhitungan debit rancangan.
Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit rancangan adalah hujan
yang terjadi pada daerah aliran air pada waktu yang sama. Curah hujan yang
diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan
pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang

8
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini
disebut curah hujan area dan dinyatakan dalam mm. (Lubis 2016).

Curah hujan merupakan data input yang penting dalam pemodelan


hidrologi khususnya saat mensimulasikan aliran inflow atau outflow (Hiro
Agung Pratama., et al 2021).

2.2 Analisis Hujan.


2.2.1 Hujan Kawasan (Daerah Tangkapan Air “DTA”).
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan
hujan yang terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall).
Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk
kawasan yang luas, satu alat hujan belum dapat menggambarkan hujan
wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh
dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada
di dalam dan/atau di sekitar kawasan tersebut (Dr. Ir. Suripin, M. Eng).

Ada tiga macam cara yang umum dipakai dalam menghitung


hujan rata-rata yaitu :

A. Rata-rata Aljabar.
B. Poligon Thiessen, dan
C. Ishoyet.

2.2.1.1 Rata-rata Aljabar.


Merupakan metode yang paling sederhana dalam
perhitungan hujan kawasan. Metode ini didasarkan pada asumsi
bahwa semua penakar hujan mempunyai pengaruh yang setara.
Cara ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar,
alat penakar tersebar merata/hampir merata, dan harga individual
curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya (Dr. Ir.
Suripin, M. Eng). Hujan kawasan diperoleh dari persamaan :

𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 +. . . +𝑃𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖
𝑃= = … … … … … … … … . . . (2.1)
𝑛 𝑛

(Dr. Ir. Suripin, M. Eng, 2004. hal: 27)

9
Dengan :

𝑃1 𝑃2 , … 𝑃𝑛 = Curah hujan yang tercatat di pos penakar


hujan.
1,2,…n = Banyaknya pos penakar hujan
n = Banyaknya pos penakar hujan

2.2.1.2 Poligon Thiessen.


Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang
(weighted mean). Cara ini memberikan proporsi luasan daerah
pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasi ketidak
seragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan meng-
gambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis
penghubung antara dua pos penakar terdekat. Gambar 2.1
diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan
lainnya adalah linear dan bahwa sembarang pos dianggap dapat
mewakili kawasan terdekat (Dr. Ir. Suripin, M. Eng).

Hasil metode Poligon Thiessen lebih akurat dibandingkan


dengan metode Rata-rata Aljabar. Cara ini cocok untuk daerah
datar dengan luas 500 – 5.000 km2, dan pos penakar hujan
terbatas dibandingkan luasnya. (Dr. Ir. Suripin, M. Eng).

Seperti yang telah dipaparkan dalam Dr. Ir. Suripin, M.


Eng 2004, prosedur penerapan metode ini meliputi langkah-
langkah sebagai berikut :

1) Lokasi pos penakar hujan diplot pada peta DAS. Antar pos
penakar dibuat garis lurus penghubung.
2) Tarik garis tegak lurus di tengah-tegah tiap garis penghubung
sedemikian rupa, sehingga membentuk Poligin Thiessen
(Gambar 2.1). Semua titik dalam satu pologon akan
mempunyai jarak terdekat dengan pos penakar yang ada
didalamnya dibandingkan dengan jarak terhadap pos lainnya.

10
Selanjutnya, curah hujan pada pos tersebut dianggap
representasi hujan pada kawasan dalam polygon yang
bersangkutan.
3) Luas areal pada tiap-tiap polygon dapat diukur dengan
planimeter dan luas total DAS, A, dapat diketahui dengan
menjumlahkan semua luasan poligon.
4) Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
𝑃1 𝐴1 + 𝑃2 𝐴2 + ⋯ + 𝑃𝑛 𝐴𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑖 𝐴𝑖
𝑃= = 𝑛 … … … … . (2.2)
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛 ∑𝑖=1 𝐴𝑖

(Dr. Ir. Suripin, M. Eng, 2004. hal: 28)

Dengan :
𝑃1 , 𝑃2 , … , 𝑃𝑛 = Curah hujan yang tercatat di pos penakar
hujan 1, 2,…, n
𝐴1 , 𝐴2 , … , 𝐴𝑛 = Luas areal poligon 1, 2,…, n
n = Banyak pos penakar hujan

Gambar 2. 1 Metode Poligon Thiessen.


2.2.1.3 Ishoyet.
Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk
menentukan hujan rata-rata, namun diperlukan keahlian dan
pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara actual pengaruh
tiap-tiap pos penakar hujan. Dengan kata lain, asumsi metode
Thiessen yang secara keras menganggap bahwa tiap-tiap pos
peakar mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya
dapat dikoreksi (Dr. Ir. Suripin, M. Eng).

11
Seperti yang telah dipaparkan dalam Dr. Ir. Suripin, M.
Eng 2004, metode Ishoyet terdiri dari beberapa langkah sebagai
berikut :

1) Plot data kedalaman air hujan untuk tiap pos penakar hujan
pada peta.
2) Gambar kontur kedalaman air hujan dengan menghubungkan
titik-titik yang mempunyai kedalaman air yang sama.
Interval Ishoyet yang umum dipakai adalah 10mm.
3) Hitung luas area antara dua garis Ishoyet dengan
menggunakan plainmeter. Kalikan masing-masing luas areal
dengan rata-rata hujan antara sua Ishoyet yang berkaitan.

Hitung hujan rata-rata DAS dengan persamaan berikut :


𝑃 + 𝑃2 𝑃 + 𝑃3 𝑃 + 𝑃𝑛−l
𝐴1 ( 1 ) + 𝐴2 ( 2 ) +. . . +𝐴𝑛−l ( 𝑛−l )
𝑃= 2 2 2 … … … … … … . . (2.3)
𝐴1 + 𝐴2 +. . . +𝐴𝑛−l

atau :

𝑃1 + 𝑃2
∑ [𝐴 (
𝑃= 2 )] … … … … … … … … … … … … . … … . . … (2.4)
∑𝐴

Metode Ishoyet cocok untuk daerah berbukit dan tidak


teratur dengan luas lebih dari 5.000 km2 (Dr. Ir. Suripin, M. Eng).

Gambar 2. 2 Metode Ishoyet.

12
2.2.2 Cara Memilih Metode.
Seperti yang telah dipaparkan dalam Dr. Ir. Suripin, M. Eng 2004,
lepas dari kelebihan dan kelemahan ketiga metode yang disebut diatas,
pemilihan metode mana yang cocok dipakai pada suatu DAS dapat
ditentukan denga mempertimbangkan tiga factor berikut :

A. Jarring-jaring pos penakar hujan dalam DAS.


B. Luas DAS.
C. Topografi DAS.

2.2.2.1 Jaring-jaring Pos Penakar Hujan.


Jumlah pos penakar hujan Metode Ishoyet, Thiessen
cukup atau Rata-rata Aljabar dapat
dipakai
Jumlah pos penakar hujan Metode Rata-rata Aljabar
terbatas atau Thiessen
Pos penangkal hujan tunggal Metode Hujan Titik

2.2.2.2 Luas DAS.


DAS Besar (>5.000 km2) Metode Ishoyet
DAS Sedang (500 s/d 5.000 km2) Metode Thiessen
Das Kecil (<500 km2) Metode Rata-rata Aljabar

2.2.2.3 Topografi DAS.


Pegunungan Metode Rata-rata Aljabar
Daratan Metode Thiessen
Berbukit dan Tidak Beraturan Metode Ishoyet

2.3 Daerah Aliran Sungai.


Pengertian daerah aliran sungai (DAS) adalah keseluruhan daerah
kuasa (regime) sungai yang menjadi alur pengatus (drainage) utama.
Pengertian DAS sepadan dengan istilah dalam bahasa inggris drainage basin,

13
drainage area, atau river basin. Sehingga batas DAS merupakan garis
bayangan sepanjang punggung pegunungan atau tebing/bukit yang
memisahkan sistem aliran yang satu dari yang lainnya. Dari pengertian ini
suatu DAS terdiri atas dua bagian utama daerah tadah (catchment area) yang
membentuk daerah hulu dan daerah penyaluran air yang berada di bawah
daerah tadah (Kezia, Mahmud Achmad et al., 2017).

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang berfungsi


sebagai penyimpanan air, penyaluran air, pengumpul air dan unsur hara melalui
sistem sungai lalu disalurkan menuju outlet tunggal, yakni danau atau laut
(Hiro Agung Pratama., et al 2021).

Umumnya keluaran sistem DAS berupa aliran sungai dinyatakan dalam


bentuk hidrograf, yaitu grafik hubungan antara waktu dan debit aliran (Kezia,
Mahmud Achmad et al., 2017). Konsep ini secara skematis ditunjukkan pada
gambar berikut:

Gambar 2. 3 Skema sistem daerah aliran.

Menurut Elisa (2016), terdapat beberapa parameter fisik DAS yang


mempengaruhi karakteristik aliran yaitu sebagai berikut:

1. Bentuk DAS 4. Geologi


2. Luas DAS 5. Kerapatan jaringan kuras
3. Topografi 6. Tata guna lahan

14
2.4 Analisis Debit Rencana.

Banjir rancangan adalah besarnya debit bajir yang ditetapkan sebagai


dasar penentian kapasitas dan mendimensi bangunan-bangunan hidraulik
(termasuk bangunan di sungai), demikian hingga kerusakan yang dapat
ditimbulkan baik langsung maupun tidak langsung oleh banjir tidak boleh
terjadi selama besaran banjir tidak terlampaui. (Kezia., et al. 2017).

Penetapan masing masing metode dalam perhitungan debit rencana,


secara umum bergantung pada ketersediaan data. Data yang dimaksud antara
lain data curah hujan, karakteristik daerah aliran, dan data debit. (I Made
Kamiana 2011).

2.4.1 Metode Analisis Probabilitas Frekuensi Debit Banir.

Metode ini dipergunakan apabila data debit tersedia cukup


Panjang (> 20 tahun), sehingga analisisnya dilakukan dengan distribusi
probabilitas, baik secara analitis maupun grafis I Made Kamiana 2011.

Dalam analisis frekuensi data hujan atau data debit guna


memperoleh nilai hujan rencana atau debit rencana, dikenal beberapa
distribusi yang sering digunakan I Made Kamiana 2011, yaitu :

A. Distribusi Probabilitas Gumbel.


B. Distribusi Probabilitas Normal
C. Distribusi Probabilitas Log Normal
D. Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III

Penentuan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan data


dilakukan dengan mencocokan parameter data tersebut dengan syarat
masing-masing jenis distribusi I Made Kamiana 2011, seperti pada Tabel
2.1 :

15
Tabel 2. 1 Persyaratan parameter startistik suatu distribusi.
No Distribusi Persyaratan
1 Cs = 1,14
Gumbel
Ck = 5,4
2 Cs ≈ 0
Normal
Ck ≈ 3
3 Cs = Cv3 + 3Cv
Log Normal
Ck = Cv8 + 6Cv6 +15Cv4 + 16Cv2 + 3
4 Log Pearson Type III Selain dari nilai diatas
Sumber : I Made Kamiana 2011.

Dari tabel persyaratan parameter statistic suatu distribusi berikut


adalah keterangan dari Tabel 2.1 diatas :

• Koefisien Kepencengan (Skewness) (CS) :


Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang
menunjukkan derajat ketidaksimetrisan (assymetry) dari suatu
bentuk distribusi.
𝑛 ∑𝑖𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅)3
𝐶𝑠 = … … … … … … … … … … … … … … . . (2.5)
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2)(𝑆)3
(I Made Kamiana, 2011. hal: 27)
Dengan :
𝐶𝑆 = Koefisien skewness
𝑋𝑖 = Data hujan atau debit ke-i
𝑋̅ = Nilai curah hujan rata-rata
𝑛 = Banyaknya data
𝑆 = Deviasi standar curah hujan

• Koefisien Kurtosis (Ck) :


Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan
dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan
distribusi normal yang mempunyai Ck = 3 yang dinamakan
mesokurtik, Ck < 3 berpuncak tajam yang dinamakan leptokurtik,
sedangkan Ck > 3 berpuncak datar dinamakan platikurtik.

16
𝑛2 ∑𝑖𝑖=𝑛(𝑋𝑖 − 𝑋̅)4
𝐶𝑘 = … … … … … … … … … … … . . (2.6)
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2)(𝑛 − 3)(𝑆)4
(I Made Kamiana, 2011. hal: 27)
Dengan :
Ck = Koefisien kurtosis
𝑛 = Banyaknya data
𝑆 = Standar deviasi curah hujan
𝑋̅ = Nilai rata-rata curah hujan
𝑋𝑖 = Data hujan atau debit ke-i

• 𝑋̅ adalah nilai rata-rata dari (X) :


∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖
𝑋̅ = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.7)
𝑛
(I Made Kamiana, 2011. hal: 27)
Dengan :
𝑋̅ = Nilai rata-rata curah hujan
𝑋𝑖 = Data hujan atau debit ke-i
𝑛 = Jumlah data

• Standar Deviasi (S) :

∑𝑛𝑖=1(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2
𝑆=√ … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.8)
𝑛−1

(I Made Kamiana, 2011. hal: 27)


Dengan:
𝑆 = Standar deviasi curah hujan
𝑋̅ = Nilai curah hujan rata-rata
𝑋𝑖 = Data hujan atau debit ke-i
𝑛 = Banyaknya data

• Koefisien Variasi (Cv) :


Koefisien variasi (variation coefficient) adalah nilai
perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung
dari suatu distribusi.

17
𝑆
𝐶𝑉 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.9)
𝑋̅

(Soewarno, 1995. hal: 75)


Dengan:
𝐶𝑉 = Koefisien Variasi
𝑆 = Standar deviasi curah hujan
𝑋̅ = Nilai curah hujan rata-rata
Disamping dengan menggunakan persyaratan diatas seperti yang
tercantum dalam Tabel 2.1, guna mendapatkan hasil perhitungan yang
meyakinkan, atau jika tidak ada yang memenuhi persyaratan pada Tabel
2.1 maka penggunaan distribusi probabilitas biasanya diuji dengan
metode Chi-Kuadrat atau Smirnov Kolmogorov I Made Kamiana 2011.
Berikut adalah penjabaran dari masing-masing distribusi probabilitas
yang akan digunakan :

2.4.1.1 Distribusi Probabilitas Gumbel.


Jika data hujan yang dipergunakan dalam perhitungan
adalah berupa sampel (populasi terbatas), maka perhitungan
hujan rencana berdasarkan Distribusi Probabilitas Gumbel
dilakukan dengan rumus berikut :

𝑋𝑇 = 𝑋̅ + 𝑆 × 𝐾 … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.10)

(I Made Kamiana, 2011. hal: 28)

Keterangan Rumus :
𝑋𝑇 = Hujan rencana atau debit dengan periode ulang T.
𝑋̅ = Nilai rata-rata dari data hujan (X)
𝑆 = Standar deviasi dari data hujan (X)
𝑌𝑇 −𝑌𝑛
𝐾 = Faktor Frekuensi Gumbel : 𝐾 = …………......(2.11)
𝑆𝑛
𝑇−1
𝑌𝑇 = Reduced Variate = −𝑙𝑛 − 𝑙𝑛 … … … … … … … . . (2.12)
𝑇

= Nilai 𝑌𝑇 biasanya ditentukan berdasarkan Tabel 2.3


𝑆𝑛 = Reduced standard deviasi (lihat pada Tabel 2.2)
𝑌𝑛 = Reduced mean (lihat pada Tabel 2.2)

18
Berikut adalah tabel nilai Reduced Standard Deviation
(𝑆𝑛 ), nilai Reduced Mean (𝑌𝑛 ), dan nilai Reduced Variate (𝑌𝑇 ) :

Tabel 2. 2 Nilai Reduced Standard Deviation (𝑆𝑛 ), dan Nilai


Reduced Mean (𝑌𝑛 ).
n 𝑺𝒏 𝒀𝒏
10 0,9479 0,4952
15 1,0210 0,5128
20 1,0630 0,5236
25 1,0910 0,5390
30 1,1120 0,5362
35 1,1280 0,5403
40 1,1410 0,5436
45 1,1520 0,5463
50 1,1610 0,5485
60 1,1750 0,5521
70 1,1850 0,5548
80 1,1940 0,5567
90 1,2010 0,5586
100 1,2060 0,5600
200 1,2360 0,5672
500 1,2590 0,5724
1000 1,2690 0,5745
Sumber : I Made Kamiana 2011.

Tabel 2. 3 Nilai Reduced Variate 𝑌𝑇 .


Periode Ulang T (Tahun) 𝒀𝑻
2 0,3065
5 1,4999
10 2,2504
20 2,9702
25 3,1255
50 3,9019
100 4,6001

Sumber : I Made Kamiana 2011.

19
2.4.1.2 Distribusi Probabilitas Normal.
Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi
Probabilitas Normal, jika data yang dipergunakan adalah berupa
sampel, dilakukan dengan rumus berikut :

𝑋𝑇 = 𝑋̅ + 𝐾𝑇 × 𝑆 … … … … … … … … … … … … … … … … . . . (2.13)

(I Made Kamiana, 2011. hal: 30)


Keterangan Rumus :
𝑋𝑇 = Hujan rencana atau debit dengan periode ulang T.
𝑋̅ = Nilai rata-rata dari data hujan (X)
𝑆 = Standar deviasi dari data hujan (X)
𝐾𝑇 = Faktor Frekuensi, nilainya bergantung dari nilai T
(lihat tabel Variabel Reduksi Gauss pada Tabel 2.4)

Tabel 2. 4 Nilai Variabel Reduksi Gauss.


No Periode Ulang, T (Tahun) 𝑲𝑻
1 1,001 -3,05
2 1,005 -2,58
3 1,010 -2,33
4 1,050 -1,64
5 1,110 -1,28
6 1,250 -0,84
7 1,330 -0,67
8 1,430 -0,52
9 1,670 -0,25
10 2,000 0
11 2,500 0,25
12 3,330 0,52
13 4,000 0,67
14 5,000 0,84
15 10,000 1,28
16 20,000 1,64
17 50,000 2,05
18 100,000 2,33
19 200,000 2,58
20 500,000 2,88
21 1000,000 3,09
Sumber : I Made Kamiana 2011.

20
2.4.1.3 Distribusi Probabilitas Log Normal.
Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi
Probabilitas Log Normal, jika data yang dipergunakan adalah
berupa sampel, dilakukan dengan rumus berikut :

𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐿𝑜𝑔 𝑋 + 𝐾𝑇 × 𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋 … … … … … … … … … … (2.14)
(I Made Kamiana, 2011. hal: 31)
Keterangan Rumus :
𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = Nilai logaritmis hujan rencana dengan periode
ulang T.
̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐿𝑜𝑔 𝑋 = Nilai rata-rata dari :
∑𝑛𝑖=1 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖
𝐿𝑜𝑔 𝑋 = … … … … … … … . … (2.15)
𝑛
𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋 = Deviasi standar dari Log X
= ∑𝑛 (𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖 − ̅̅̅̅̅̅̅̅ 0.5
𝑖=1 𝐿𝑜𝑔 𝑋)2
… … … … … … . (2.16)
𝑛−1
𝐾𝑇 = Faktor Frekuensi, nilainya bergantung dari T
(lihat pada Tabel 2.4)

2.4.1.4 Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III.


Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi
Probabilitas Log Pearson Type III, jika data yang dipergunakan
adalah berupa sampel, dilakukan dengan rumus berikut :

𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐿𝑜𝑔 𝑋 + 𝐾𝑇 × 𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋 … … … … … … … … … . (2.17)
(I Made Kamiana, 2011. hal: 33)
Keterangan Rumus :
𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑇 = Nilai logaritmis hujan rencana dengan periode
ulang T.
̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐿𝑜𝑔 𝑋 = Nilai rata-rata dari :
∑ 𝑛
𝐿𝑜𝑔 𝑋
̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐿𝑜𝑔 𝑋 = 𝑖=1 𝑛 𝑖 … . … … … … … . . … … (2.18)

𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋 = Deviasi standar dari Log X


0.5
∑𝑛𝑖=1(𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖 − ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐿𝑜𝑔 𝑋 )2
𝑆 𝐿𝑜𝑔 𝑋 = ( ) … … … … … . (2.19)
𝑛−1

21
𝐾𝑇 = Variabel standar, besarnya bergantung pada
koefisien kepencengan (skewness) (Cs atau G),
dapat di-lihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2. 5a Faktor Frekuensi 𝐾𝑇 Untuk Distribusi Log Pearson Type III (Cs atau
G Positif).
Return Period in Years
2 5 10 25 50 100 200
G or Cs
Excendence Probability
0.5 0.2 0.1 0.04 0.02 0.01 0.005
3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970
2,9 -0,390 0,440 1,195 2,277 3,134 4,013 4,909
2,8 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973 4,847
2,7 -0,376 0,479 1,224 2,272 3,097 3,932 4,783
2,6 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 3,889 4,718
2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652
2,4 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800 4,584
2,3 -0,341 0,555 1,274 2,248 2,997 3,753 4,515
2,2 -0,330 0,5574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,454
2,1 -0,319 0,592 1,294 2,230 2,942 3,656 4,372
2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298
1,9 -0,294 0,627 1,310 2,207 2,881 3,553 4,223
1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147
1,7 -0,268 0,660 1,324 2,179 2,815 3,444 4,069
1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990
1,5 -0,240 0,690 1,333 2,146 2,743 3,330 3,910
1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828
1,3 -0,210 0,719 1,339 2,108 2,666 3,211 3,745
1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661
1,1 -0,180 0,745 1,341 2,066 2,585 3,087 3,575
1,0 -0,165 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489

22
Tabel 2. 5a Faktor Frekuensi 𝐾𝑇 Untuk Distribusi Log Pearson Type III (Cs atau
G Positif) (Lanjutan).
Return Period in Years
2 5 10 25 50 100 200
G or Cs
Excendence Probability
0.5 0.2 0.1 0.04 0.02 0.01 0.005
0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401
0,8 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891 3,312
0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223
0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132
0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041
0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949
0,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856
0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763
0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670
0,0 -0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576
Sumber : I Made Kamiana 2011.

Tabel 2. 5b Faktor Frekuensi 𝐾𝑇 Untuk Distribusi Log Pearson Type III (Cs atau
G Negatif).
Return Period in Years
2 5 10 25 50 100 200
G or Cs
Excendence Probability
0.5 0.2 0.1 0.04 0.02 0.01 0.005
0 0 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576
-0,1 0,017 0,846 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482
-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,995 2,108
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016

23
Tabel 2. 5b Faktor Frekuensi 𝐾𝑇 Untuk Distribusi Log Pearson Type III (Cs atau
G Negatif) (Lanjutan).
Return Period in Years
2 5 10 25 50 100 200
G or Cs
Excendence Probability
0.5 0.2 0.1 0.04 0.02 0.01 0.005
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664
-1,1 0,180 0,848 1,107 1,324 1,435 1,518 1,581
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501
-1,3 0,210 0,838 1,064 1,240 1,324 1,383 1,424
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351
-1,5 0,240 0,825 1,018 1,157 1,217 1,256 1,281
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 1,216
-1,7 0,268 0,808 0,970 1,075 1,116 1,140 1,155
-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,059 1,087 1,097
-1,9 0,294 0,788 0,920 0,996 1,023 1,037 1,044
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 0,995
-2,1 0,319 0,765 0,869 0,923 0,939 0,346 0,949
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907
-2,3 0,341 0,739 0,819 0,855 0,864 0,867 0,869
-2,4 0,351 0,752 0,795 0,823 0,826 0,832 0,833
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800
-2,6 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769 0,769
-2,7 0,376 0,681 0,724 0,738 0,740 0,740 0,741
-2,8 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714 0,714
-2,9 0,390 0,651 0,681 0,683 0,689 0,690 0,690
-3,0 0,396 0,636 0,666 0,666 0,666 0,667 0,667
Sumber : I Made Kamiana 2011.

24
2.4.2 Uji Distribusi Probabilitas.
Uji distribusi probabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah
persamaan distribusi probabilitas yang dipilih dapat mewakili distribusi
static sampel data yang dianalisis I Made Kamiana 2011.

Dalam pengujian distribusi probabilitas seperti yang telah


dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 (dua) metode pengujian distribusi
probabilitas yaitu adalah :

2.4.2.1 Metode Chi-Kuadrat (𝒙𝟐 ).


Rumus yang digunaka dalam perhitungan dengan
menggunakan Metode Uji Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut :
𝑛
2
(𝑂𝑓 − 𝐸𝑓 )2
𝑥 =∑ … … … … … … … … … … … … … … . . . (2.20)
𝐸𝑓
𝑖=1

(I Made Kamiana, 2011. hal: 36)


Keterangan Rumus :
𝑥2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung.
𝐸𝑓 = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan
pembagian kelasnya.
𝐸𝑓 = Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama.
𝑛 = Jumlah sub kelompok.
Derajat nyata atau derajat kepercayaan (∝) tertentu yang
sering diambil adalah 5%. Derajat kebebasan (Dk) dihitung
dengan rumus :

𝐷𝑘 = 𝐾 − (𝑝 + 1)……………………………………….…(2.21)

𝐾 = 1 + 3,3 log 𝑛 ………………………………...………...(2.22)

Keterangan Rumus :
Dk = Derajat kebebasan.
P = Banyaknya parameter, untk uji Chi-Kuadrat adalah 2.
K = Jumlah kelas distribusi.
n = Banyaknya data.

25
Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk
menentukan curah hujan rencana adalah distribusi probabilitas
yang mempunyai simpangan maksimum terkecil dan lebih kecil
dari simpangan kritis. I Made Kamiana 2011, atau dirumuskan
sabagai berikut :

𝑥 2 < 𝑥 2 𝑐𝑟 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.23)

(I Made Kamiana, 2011. hal: 37)


Keterangan Rumus :

𝑥2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung.


𝑥𝑐𝑟 = Parameter Chi-Kuadrat Kritis (dapat dilihat pada
Tabel 2.6)

Tabel 2. 6 Nilai Parameter Chi-Kuadrat Kritis 𝑥 2 𝑐𝑟 (uji satu sisi).

𝜶
Dk Derajat Kepercayaan
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750

6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548


7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278
8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955
9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188

11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757


12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300
13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,388 29,819
14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319
15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,448 30,578 32,801

Sumber : I Made Kamiana 2011.

26
Tabel 2. 6 Nilai Parameter Chi-Kuadrat Kritis 𝑥 2 𝑐𝑟 (uji satu sisi) (lanjutan).
𝜶
Dk Derajat Kepercayaan
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267
17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718
18 6,625 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156
19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,114 32,852 36,191 38,582
20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,410 34,170 37,566 39,997

21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401


22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796
23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181
24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558
25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928

16 11,160 12,198 13,844 15,397 38,885 41,923 45,642 48,290


27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645
28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993
29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336
30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,733 46,979 50,892 53,672

Sumber : I Made Kamiana 2011.

Prosedur perhitungan dengan menggunakan Metode Uji


Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut :

1. Urutkan data dari yang terbesar ke yang terkecil atau


sebaliknya.
2. Menghitung jumlah kelas.
3. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan x 2 cr .
4. Menghitung kelas distribusi.
5. Menghitung interval kelas.
6. Perhitungan nilai x 2 cr .
7. Bandingkan nilai 𝑥 2 terhadap x 2 cr .

27
2.4.2.2 Metode Smirnov-Kolmogorof (Secara Analitis).
Pengujian distribusi probabilitas dengan Metode Smirnov-
Kolmogorov dilakukan dengan Langkah-langkah perhitungan
sebgai berikut :

1. Urutkan data (𝑋𝑖 ) dari yang terbesar hingga ke yang terkecil


atau sebaliknya.
2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang surah
diurutkan tersebut 𝑃(𝑋𝑖 ) dengan rumus Weibull I Made
Kamiana 2011.
𝑖
𝑃(𝑋𝑖 ) = … … … … … … … … … . . … … … … … . . … (2.24)
𝑛+1
(I Made Kamiana, 2011. hal:43)
Keterangan Rumus :
n = Banyaknya data.
i = Nomor urut data (setelah diurut dari yang terbesar
ke yang terkecil atau sebaliknya).
3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah
diurut tersebut 𝑃′(𝑋𝑖 ) berdasarkan persamaan distribusi
probabilitas yang dipilih yaitu diantaranya (Distribusi
Probabilitas Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log Pearson
Type III).
4. Hitung selisih (∆𝑃𝑖 ) antara peluang empiris dan teoritis
untuk setiap data yang sudah diurut :
∆𝑃𝑖 = 𝑃′(𝑋𝑖 ) − 𝑃(𝑋𝑖 ) … … … … … … … … . . … … … … . (2.25)
(I Made Kamiana, 2011. hal: 43)
5. Tentuka apakah ∆𝑃𝑖 < ∆𝑃 kritis, jika “tidak” artinya
Distribusi Probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima,
demikian sebaliknya.
6. ∆𝑃 kritis dapat dilihap pada Tabel 2.7.

28
Tabel 2. 7 Nilai ∆𝑃 Kritis Smirnov-Kolmogorov.

Derajat Kepercayaan
n

0,20 0,10 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29

35 0,18 0,20 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,16 0,18 0,20 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

107 1,22 1,36 1,63


𝑛 > 50
𝑛0,5 𝑛0,5 𝑛0,5 𝑛0,5

Sumber : I Made Kamiana 2011.

2.5 Intensitas Hujan Rencana.


Intensitas Durasi Frekuensi (IDF) biasanya diberikan dalam bentuk
kurva yang memberikan hubungan antara intensitas hujan sebagai ordinat,
durasi hujan sebagai absis, dan beberapa grafik menunjukan periode ulang
(Lashari et al., 2017).

Data hujan rencana yang diperlukan dalam perhitungan debit rencana


dapat berupa :

29
1. Intensitas hujan rencana di satu titik waktu.

Gambar 2. 4 Kedalaman hujan rencana di satu titik waktu pada IDF


Curve. Sumber: I Made Kamiana 2011.

2. Ketinggian hujan rencana yang terdistribusi dalam hujan jam-jaman


(Hietograf Hujan Rencana).

Gambar 2. 5 Hietograf Hujan Rencana. Sumber: I Made Kamiana 2011.

Kurva yang ditunjukan dalam pada Gambar 2.4 sering disebut dengan
IDF Curve (Intensity-Duration-Frequency-Curve). Kurva ini menggambarkan
hubungan antara intensutas hujan, durasi atau lama hujan, dan frekuensi hujan
atau periode ulang I Made Kamiana 2011.

Nilai intensitas hujan rencana yang diperoleh dari IDF Curve


diperlukan dalam perhitungan debit rencana non hidrograf, contohnya Metode
Rasional I Made Kamiana 2011.

30
Intensitas hujan atau intensitas hujan rencana dapat dikatakan sebagai
ketinggian atau kederasan hujan per satuan waktu, biasanya dalam satuan
(mm/jam) atau (cm/jam) I Made Kamiana 2011.

Jika volume hujan adalah tetap, maka intensitas hujan akan makin
tinggi seiring dengan durasi hujan yang makin singkat, sebaliknya intensitas
hujan makin rendah seiring dengan durasi hujan yang makin lamaI Made
Kamiana 2011.

Disamping itu, berkaitan dengan intensitas hujan rencana, tinggi


intensitas hujan rencana akan makin besar seiring dengan periode ulang yang
makin besarI Made Kamiana 2011.

Data yang diperluka untuk menurunkan kurva IDF terukur adalah data
hujan jangka pendek, seperti hujan 15 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit, atau
data hujan jam-jaman. Kemudian persamaan regresinya dapat didekati dengan
beberapa rumus seperti rumus Talbot, Ishioguro, dan ShermanI Made Kamiana
2011.

Jika data hujan jangka pendek tidak tersedia, dan yang tersedia adalah
data hujan harian maka persamaan regrasi IDF Curve dapat diturunkan dengan
metode Mononobe I Made Kamiana 2011.

Selain itu, metode Van Breen juga dapat digunakan untuk menurunkan
IDF Curve yang didasarkan pada hujan harian. Namun dalam penentuan
persamaan regresinya, metode Van Breen memerlukan IDF Curve terukur,
disarankan dari daerah pengaliran terdekat sebagai pembanding bentuk kurva
I Made Kamiana 2011.

Grafik yang ditunjukan pada Gambar 2.5, adalah ketinggian hujan


yang terdistribusi sebagai fungsi waktu, misalnya dalam bentuk hujan jam-
jaman atau disebut dengan hietograf hujan I Made Kamiana 2011.

Data hietograf hujan rencana diperlukan bila debit rencana dihitung


dengan Metode Hidrograf I Made Kamiana 2011.

31
Jika data yang tersedia adalah data hujan harian atau hujan rencana
maka hietograf hujan dapat disusun dengan Model Seragam dan Model
Segitiga. Sedangkan jika data yang tersedia adalah data intensitas hujan maka
hietograf hujan dapat disusun denghan Model Alternating Block Method (ABM)
I Made Kamiana 2011.

2.5.1 IDF Curve Terukur.


Seperti yang telah dituturkan oleh I Made Kamiana 2011,
penurunan Curve IDF terukur, seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
memerlukan data hujan jangka pendek. Jika data hujan tersebut sudah
tersedia maka perhitungan IDF Curve dapat dilakukan dengan Langkah-
langkah sebagai berikut :

1. Ubah data curah hujan dengan durasi menitan atau jam-jaman


menjadi data intensitas hujan menitan atau jam-jaman, perubahan
dari data curah hujan ke intensitas hujan dapat dilakukan dengan
rumus berikut :
𝑃 60
𝐼= 𝑡 atau 𝐼 = 𝑃 × … … … … … … … … … … … … … … . (2.26)
(60) 𝑡

Keterangan Rumus :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
P = Curah hujan dengan durasi menitan atau jam-jaman
t = Durasi hujan (menit)

2. Hitung nilai rata-rata data intensitas hujan pada setiap durasi, untuk
menghitung nilai rata-rata digunakan rumus sebagai barikut :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
… … … … … … … … … … … . … … . . … … … . (2.27)
𝑛
Keterangan Rumus :
n = Banyaknya data

3. Hitung standar deviasi data intensitas hujan pada setiap durasi,


berikut adalah rumus menghitung standar deviasi :

32
a) Menghitung standar deviasi tiap data :
(Intensitas Hujan − Intensitas Hujan Rata Rata)2 ……(2.28)
b) Menghitung standar deviasi keseluruhan :
Jumlah Total Standar Deviasi 0.5
( ) … … … … … … … … . (2.29)
𝑛+1
Keterangan Rumus :
n = Banyaknya data

4. Hitung dan rekap nilai intensitas hujan rencana pada setiap durasi
dengan berbagai periode ulang berdasarkan distribusi probabilitas
yang digunakan yaitu Gumbel, Normal, Log Normal, Log Pearson
Type III.

5. Plot nilai intensitas hujan rencana sebagai ordinat dan durasi sebagai
absis, sehingga diperoleh sebaran data koordinat yang dimana akan
menjadi Kurva Intensitas Hujan Rencana Terukur.

6. Berdasarkan data koordinat tersebut kemudian dihitung persamaan


garis regresi Curve IDF dengan rumus :
a) Talbot
b) Ishiguro
c) Sherman
Dipilih salah satu diantara tiga rumus tersebut sebagai rumus
Regresi paling sesuai berdasarkan nilai standar deviasi terkecil.
Ketiga rumus diatas mengandung tetapan-tetapan yang
dihitung berdasarkan sebaran data atau koordinat dari hasil
rekapitulasi intensitas hujan rencana dengan berbagai periode kala
ulang dan durasi hujan yang telah dijadikan kurva intensitas (kurva
intensitas hujan rencana terukur).

33
Setelah diperoleh nilai tetapan-tetapan dari masing-masing
rumus kemudian dilanjutkan dengan perhitungan nilai standar
deviasi. Rumus yang memiliki standar deviasi terkecil adalah rumus
yang paling sesuai sebagai persamaan regresi Curve IDF terukur.
Dibawah ini akan diuraikan rumus Talbot, Ishiguro, dan
Sherman :
a) Talbot.
𝑎
𝐼= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.30)
𝑡+𝑏
Keterangan Rumus :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi hujan (menit atau jam)
a dan b = Tetapan
N = Banyaknya data
Dimana :
(𝑡 × 𝐼) × (𝐼2 ) − (𝐼2 × 𝑡) × (𝐼)
𝑎= … … … … … … … … . . (2.31)
𝑁 × (𝐼2 ) − (𝐼) × (𝐼)
(𝐼) × (𝑡 × 𝐼) − 𝑁 × (12 × 𝑡)
𝑏= … … … … … … … … … . (2.32)
𝑁 × (𝐼2 ) − (𝐼) × (𝐼)

b) Rumus Ishiguro.
𝑎
𝐼= … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.33)
√𝑡 + 𝑏
Keterangan Rumus :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi hujan (menit atau jam)
a dan b = Tetapan
N = Banyaknya data
Dimana :
(𝐼 × √𝑡) × (𝐼2 ) − (𝐼2 × √𝑡) × (𝐼)
𝑎= … … … … … … … (2.34)
𝑁 × (𝐼2 ) − (𝐼) × (𝐼)

(𝐼) × (𝐼 × √𝑡) − 𝑁 × (𝐼2 × √𝑡)


𝑏= … … … … … … … . . (2.35)
𝑁 × (𝐼2 ) − (𝐼) × (𝐼)

34
c) Rumus Sherman.
𝑎
𝐼 = 𝑛 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.36)
𝑡
Keterangan Rumus :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi hujan (menit atau jam)
a dan n = Tetapan
Dimana :
𝐿𝑜𝑔 𝑎
(𝐿𝑜𝑔 𝐼) × (𝐿𝑜𝑔 𝑡)2 − (𝐿𝑜𝑔 𝑡 × 𝐿𝑜𝑔 𝐼) × (𝐿𝑜𝑔 𝑡)
= . (2.37)
𝑁 × (𝐿𝑜𝑔 𝑡)2 − (𝐿𝑜𝑔 𝑡) × (𝐿𝑜𝑔 𝑡)

𝐿𝑜𝑔 𝑛
(𝐿𝑜𝑔 𝐼) × (𝐿𝑜𝑔 𝑡) − 𝑁 × (𝐿𝑜𝑔 𝑡 × 𝐿𝑜𝑔 𝐼)
= … … … . . (2.38)
𝑁 × (𝐿𝑜𝑔 𝑡)2 − (𝐿𝑜𝑔 𝑡) × (𝐿𝑜𝑔 𝑡)

Sebelum melakukan perhitungan standar deviasi untuk tiap


periode ulang (T) tahun, dilakukan perthitungan nilai tetapan dengan
cara least square yaitu dimana perhitungan nilai tiap suku sebagai
data masukan dalam perhitungan tetapan rumus Talbot, Ishiguro,
dan Sherman yang kemudian akan digunakan untuk perhitungan
standar deviasi untuk tiap periode ulang (T) tahun.

Berikut adalah langkah perhitungan standar deviasi untuk


rumus Talbot, Ishiguro, dan Sherman yaitu adalah sebagai berikut :

∑𝑁
𝑖=1(𝐼𝑒 − 𝐼𝑟)
2
𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 (𝑆) = √ … … … … … … . … (2.39)
𝑁+1

Keterangan Rumus :
Ie = Intensitas hujan rencana empiris atau terukur
“ I (mm/jam) ”
Ir = Intensitas hujan rencana dari rumus Talbot, Ishiguro, dan
Sherman

35
N = Banyaknya data

7. Dibuatkan tabel rekapitulasi persamaan garis regresi intensitas hujan


rencana dari rumus Talbot, Ishiguro, dan Sherman untuk berbagai
periode ulang (T) tahun.

8. Memilih persamaan garis regresi, bahwa setiap rumus yang telah


dipilih sebagai persamaan regresi intensitas hujan rencana adalah
yang mempunyai standar deviasi terkecil.

2.5.2 Rumus Mononobe.


Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi
pada suatu kurun waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Analisis
intensitas hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi
pada masa lampau. Menurut Dr. Mononobe jika data curah hujan yang
ada hanya data curah hujan harian (Fadrizal Lubis 2016). Rumus yang
digunakan yaitu sebagai berikut :
2
𝑅24 24 3
𝐼= × ( ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … (2.40)
24 𝑡𝑐
Keterangan Rumus :
𝐼 = Intensitas curah hujan (mm/jam)
𝑡𝑐 = Lamanya curah hujan (menit/jam)
𝑅24 = Curah hujan harian maksimum dalam 24 jam (mm)

2.6 Hidrograf.
Hidrograf adalah penyajian secara grafis hubungan salah satu unsur
aliran misalnya debit (Q) terhadap waktu (t). istilah selanjutnya yang disebut
dengan hidrograf yaitu adalah hubungan antara debit dengan waktuI Made
Kamiana 2011.

36
Komponen pembentuk hidrograf berasal dari: limpasan atau aliran
permukaan / aliran langsung dan aliran dasar (dibentuk oleh aliran antara dan
aliran bawah tanah) I Made Kamiana 2011.

Hidrograf terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu: lengkung konsentrasi /


lengkung naik, bagian puncak, dan lengkung resesi I Made Kamiana 2011.

Gambar 2. 6 Bagian-bagian Hidrograf. Sumber: I Made Kamiana 2011.

2.6.1 Hidrograf Satuan.


Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung (limpasan
permukaan) yang dihasilkan oleh hujan satuan. I Made Kamiana 2011.

Hujan satuan adalah hujan efektif yang terjadi merata diseluruh


Daerah Aliran Sungai (DAS) dan dengan intensitas tetap selama satu
satuan waktu yang ditetapkan. I Made Kamiana 2011.

Satuan waktu yang ditapkan untuk hujan satuan adalah yang


lamanya sama tau lebih pendek dari periode lengkung naik hidrograf. I
Made Kamiana 2011.

Anggapan dan karakteristik hidrograf satuan :

1. Sistem yang berlaku pada DAS adalah linear time invariant artinya
keluaran berbanding lurus dengan masukan dan tidak berubah
terhadap waktu.
2. Tidak terdapat perubahan karakteristik DAS akibat perubahan
musim.

37
3. Hujan efektif yang jatuh pada DAS bersifat merata pada intensitas
hujan dan waktu tertentu.
4. Bersifat khusus untuk suatu DAS, oleh karena itu penggunaan
hidrograf satuan suatu DAS pada DAS lain harus dilakukan secara
hati hati.
Hidrograf satuan dapat dipergunakan antara lain untuk :
1. Memperkirakan banjir rencana pada suatu DAS atau sub-DAS.
2. Menurunkan hidrograf satuan DAS atau sub-DAS lain khususnya
yang mempunyai kemiripan karakter.
3. Penggunaan hidrograf satuan harus memperhatikan luas DAS atau
sub-DAS.
4. Dalam Linsley (1989) seperti yang dijelaskan pada I Made Kamiana
(2011), dijelaskan bahwa penggunaan hidrograf satuan tidak boleh
lebih dari 5.000 km2, kecuali diperkenankan pengurangan akurasi.
Dalam Chow (1988) seperti yang dijelaskan pada I Made Kamiana
(2011), dijelaskan bahwa penggunaan hidrograf satuan
diperbolehkan untul luas DAS 30 s/d 30.000 km2.

Dalam I Made Kamiana (2011), dijelaskan bahwa terdapat 3


(tiga) hal yang perlu diperhatikan dalam hidrograf satuan :
1. Lebar dasar sama.
Hidrograf satuan (U) yang dihasilkan oleh hujan efektif (i)
yang durasinya (tr) sama, akan mempunyai lebar dasar (tb) yang
sama. (Lihat pada Gambar 2.7).

2. Linieritas.
Besarnya limpasan langsung linier dengan tinggi hujan
efektif (i), artinya makin besar nilai i maka nilai U makin besar.
(Lihat pada Gambar 2.7).

3. Penjumlahan / superporsi.

38
Limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang
berurutan dapat ditentukan dengan menjumlahkan limpasan
langsung yang dihasilkan oleh masing-masing hujan efektif tersebut.

Ditinjau dari data yang dipergunakan dalam menurunkan


hidrograf satuan (U), maka terdapat 2 (dua) kelompok hidrograf satuan,
yaitu, hidrograf satuan nyata, dan hidrograf satuan sitetis. I Made
Kamiana 2011.
Dimana Hidrograf satuan nyata adalah hidrograf satuan yang
diturunkan berdasarkan data hujan dan data debit (dalam artian data
hidrograf satuan nyata dibentuk dengan ketersediaan data hujan dan data
debit yang cukup). Dan hidrograf satuan sintetis adalah hidrograf satuan
yang diturunkan berdasarkan data sungai pada DAS yang sama atau DAS
terdekat tetapi memiliki karakteristik yang sama. I Made Kamiana 2011.
Konsep hidrograf satuan sintetik digunakan untuk mensintesiskan
hidrograf dari DAS yang tidak terukur. Hidrograf satuan sintetik
ditentukan apabila pada suatu DAS yang ditinjau tidak ada pencatatan
tinggi muka air. Chow, et.al., (1998).
Jika tidak cukup tersedia data hujan dan data debit maka
penurunan hidrograf satuan suatu DAS dilakukan dengan cara sintetis.
Hasilnya disebut dengan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS). I Made
Kamiana 2011.
Terdapat beberapa model HSS, diantaranya : HSS Snyder, HSS
Nkayasu, HSS SCS (Soil Conservation Services), dan HSS Gama. I
Made Kamiana 2011.
Masing-masing model HSS, pada dasarnya hanya berlaku di DAS
tertentu, yakni di DAS dimana HSS tersebut secara empiris diteliti atau
dirumuskan.
Oleh karena itu, penurunan HSS suatu DAS dengan
menggunakan model-model HSS yang sudah ada atau yang disebutkan
diatas, harus dilakukan melalui langkah-langkah kalibrasi dan verifikasi
yang semestinya sehingga model HSS yang diperoleh sedapat mungkin
dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya. I Made Kamiana 2011.

39
2.6.1.1 HSS SCS (Soil Conservation Services).
Metode SCS-CN (Soil Conservation Services – Curve
Number), merupakan sebuah pendekatan empiris yang cukup
banyak digunakan untuk perhitungan limpasan langsung (direct
runoff) dari kejadian hujan, mulai dari daerah tangkapan hujan
(watershed) berupa lahan pertanian kecil, hutan maupun
perkotaan, serta mampu menggabungkan beberapa karakteristik
daerah tangkapan. (Judi. K, et., all 2018).
Seperti yang dijelaskan dalam Judi. K, et., all (2018),
penggunaan metode SCS dalam penetapan hujan efektif
menyatakan variable curve number (CN) sebagai fungsi
karakteristik DAS yang lain seperti tanah, tanaman penutup,
tataguna lahan, kelembaban dan cara pengerjaan tanah
HSS SCS (Soil Conservation Services) adalah hidrograf
satuan tak berdimensi, dimana debit dinyatakan sebagai nisbah
debit (q) terhadap debit puncak (qp) dan waktu sebagai nisbah
waktu (t) terhadap waktu puncak (tp). I Made Kamiana 2011.
Berikut adalah tabel nilai t/Tp dan q/qp Tabel 2.8 dan Gambar
2.7.
Tabel 2. 8 Nilai t/Tp dan q/qp HSS SCS.

t/Tp q/qp t/Tp q/qp


0,1 0,000 2,0 0,320
0,1 0,015 2,2 0,240
0,2 0,075 2,4 0,180
0,3 0,160 2,6 0,130
0,4 0,280 2,8 0,098
0,5 0,430 3,0 0,075
0,6 0,600 3,5 0,036
0,7 0,770 4,0 0,018
0,8 0,890 4,5 0,009
0,9 0,970 5,0 0,004
1,0 1,000 0,000
1,1 0,980
1,2 0,920
1,3 0,840
1,4 0,750
1,5 0,660
1,6 0,560
1,8 0,420
Sumber : I Made Kamiana 2011.

40
Gambar 2. 7 HSS SCS Tak Berdimensi. Sumber: I Made Kamiana 2011.

Rumus-rumus yang dipergunakan dalam perhitungan


HSS SCS adalah sebagai berikut :

𝑡𝑝 = 0,6 × 𝑇𝑐 (𝑗𝑎𝑚) … … … … … … … … … … … … … … . . . (2.41)

𝑇𝑝 = 0,5 × 𝑡𝑟 + 𝑡𝑝 (𝑗𝑎𝑚) … … … … … … … … … … … … … (2.42)


𝑚3
𝐶×𝐴 𝑑𝑒𝑡
𝑞𝑝 = ( 𝑐𝑚 ) … … … … … … … … … … … … … … … … . . . . (2.43)
𝑇𝑝

Keterangan Rumus :

𝑡𝑟 = Durasi hujan efektif (jam).


𝑇𝑐 = Waktu konsentrasi (jam).
𝑞𝑝 = Debit puncak hidrograf satuan.
A = Luas DAS (km2)
C = 2,08

2.7 Pemodelan Hidrologi.


Fenomena hidrologi sangatlah kompleks, dan mungkin sulit untuk
dapat dipahami seluruhnya. Untuk dapat memahami fenomena yang ada di
alam, kita membutuhkan suatu abstraksi. Demikian juga untuk memahami
siklus hidrologi kita membutuhkan penyederhanaan (abstraksi) dari fenomena
tersebut. Abstraksi yang dimaksud disini adalah menempatkan fenomena
tersebut kedalam suatu model. Dengan kata lain, model adalah suatu perkiraan
atau penyederhanaan dari realitas yang sebenarnya. Indarto (2010).

41
Suatu model adalah replikasi system dengan perbandingan tertentu,
suatu konse, sesuatu yang mengandung hubungan empiris, atau suatu seri
persamaan matematis atau statistik yang menggambarkan sistem. Model
bukanlah suatu representasi yang sempurna dari sistem yang dimodelkan,
tetapi dapat sebagai alat yang sangat berguna untuk mempelajari dan
memahami karakteristik sistem dan memprediksi perilaku sistem atau DAS
terhadap masukan atau faktor eksternal. Perilaku sistem tersebut biasanya sulit
diprediksi dengan hanya mengandalkan data pengukuran dan observasi
lapangan. Indarto (2010).

Model adalah suatu persamaan yang menggambarkan performa suatu


komponen sistem hidrologi. Misalnya, kombinasi persamaan kontiniutas dan
persamaan momentum akan membentuk model perhitungan pada saluran
terbuka untuk penelusuran banjir. Indarto (2010).

Perlu diketahui bahwa “model” berbeda dengan “program (program


aplikasi computer)”. Jika persamaan-persamaan didalam model matematis
terlalu banyak dan terlalu kompleks untuk dapat diselesaikan dengan pensil,
kertas, atau kalkulator. Orang lalu menggunakakan computer untuk
menyelesaikannya. Umumnya, persamaan dan permasalahan tersebut lalu
ditransfer kedalam kode computer dan algoritma menjadi suatu program atau
program aplikasi atau program computer. Indarto (2010).

Tujuan dari model hidrologi adalah untuk mempelajari siklus air yang
ada didalam dan meramalkan outputnya. Model hidrologi dapat digunakan
untuk peramalan banjir, perencanaan bendungan, pengaturan bendungan,
penglolaan, dan pengembangan DAS. Hal ini tergantung dari tujuan pembuatan
model tersebut. Saat ini, sudah banyak model hidrologi yang dibuat untuk
berbagai kepentingan. Indarto (2010).

Berbagai model dari yang sederhana sampai yang kompleks telah


dikembangkan untuk menganalisis dan memprediksi fenomena hidrologi.
Pemilihan terhadap suatu model tergantung kepada jenis informasi apa yang
dibutuhkan dan bagaimana hasil pemodelan akan diterapkan, jumlah dan jenis

42
asumsi didalam model, jumlah data yang dibutuhkan, dan tingkat
kompleksitasnya. Indarto (2010).

Salah satu cara untuk memodelkan siklus hidrologi adalah dengan


pendekatan sistem. Suatu sistem didefinisikan sebagai satu kesatuan hubungan
dari beberapa komponen yang akan membentuk keseluruhan. Indarto (2010).

2.7.1 Komponen Suatu Model.


Komponen dari konsep sistem tersebut, suatu model untuk
Daerah Aliran Sungai (DAS) atau watershed atau catchment area dapar
dianggap sebagai suatu sistem yang dibatasi oleh geometri dari DAS
tersebut. Sistem ini terdiri dari masukan (berupa hujan yang jatuh ke
dalam DAS), hukum-hukum alam yang mengontrol proses hidrologi,
kondisi awal, kondisi batas dan keluaran. Biasanya yang digunakan
untuk mengukur keluaran dari DAS adalah debit muara sungai. Indarto
(2010). Dalam Indarto (2010) menjelaskan bahwa dalam Singh (1995)
mengilustrasikan komponen suatu model hidrologi seperti Gambar 2.8
berikut :

Gambar 2. 8 Komponen dari suatu model daerah aliran sungai (Singh,


1995).

43
2.7.1.1 Kondisi Batas (Boundary Condition).
Kekuatan luar (driving force) yang menyebabkan sistem
hidrologi berubah, misalnya hujan dan komponen iklim lainnya.
Indarto (2010).

2.7.1.2 Kondisi Awal (Initial Condition).


Kondisi awal, suatu nilai yang menyatakan status dari
suatu sistem pada saat perhitungan didalam model akan dilakukan.
Penyelesaian suatu persamaan differensial pada prinsipnya
menggambarkan seberapa jauh output akan berubah, yang
disebabkan berubahnya input, nilai parameter, dan beberapa
variable lain di dalam model. Misalnya, penyelesian persamaan
untuk penelusuran aliran (flood routing) akan memberikan
informasi tentang laju perubahan debit terhadap waktu yang
∆𝑄
dilambangkan dengan ( ∆𝑡 ), tetapi untuk keperluan perancanaan,

desain, operasi dan regulasi, nilai debit pada setiap saat


dibutuhkan, tidak hanya laju perubahan debit terhadap waktu
∆𝑄
( ∆𝑡 ). Indarto (2010).

2.7.1.3 Variabel (State Variable).


Variable adalah suatu istilah dalam persamaan yang
membentuk model, mewakili suatu kondisi atau status suatu
sistem hidrologi pada waktu dan tempat tertentu. Jadi, variable
adalah persamaan didalam model yang menyatakan keadaan
(status) sistem hidrologi pada ruang dan waktu tertentu. Misalnya,
deficit dan contant rate loss model merupakan suatu persamaan
yang menghitung nilai rerata volume air didalam suatu
tampungan alami (waduk). Volume air dilambangkan dengan
state variable didalam persamaan tersebut. Indarto (2010).

44
2.7.1.4 Parameter.
Parameter menyatakan ukuran numeris dari karakteristik
sistem yang dimodelkan. Parameter akan mengendalikan
hubungan input dan output dari sistem. Parameter dapat dianggap
seperti tombol dari suatu model. Nilai parameter perlu di setup
supaya model dapat secara akurat memprediksi atau
memproduksi perilaku dari suatu sistem fisik yang sedang
dimodelkan. Asalnya, unit hidrograf Snyder mempunyai dua
parameter, yaitu waktu tempuh (basin lag), tp, dan peaking
coefficient (Cp). Nilai kedua parameter ini perlu ditentukan pada
saat model digunakan untuk suatu DAS. Proses mencocokan atau
men-setup nilai parameter ini disebut kalibras (calibration).
Parameter mungkin berkaitan dengan karakteristik atau memiliki
signifikasi fisik tertentu. Parameter juga tidak ada hubungan
dengan karakteristik fisik DAS tetapi hanya semata-mata empiris.
Sebagai contoh, model kanal muskingum cunge membutuhkan
nilai masukan berupa kemiringan kanal, yang berarti berasosiasi
dengan fisik sistem yang digambarkan dan terukur. Sebaliknya,
unit hidrograf Snyder mempunya parameter Cp (peaking
coefficient). Parameter ini tidak puenya hubungan dengan
karakteristik fisik. Nilai Cp hanya diestimasi selama proses
kalibrasi. Indarto (2010).

2.7.2 Klasifikasi Model.


Ada berbagai cara untuk mengklasifikasikan model. Berdasarkan
bentuknya ada Model Fisik (Physical Models), Model Analog dan Model
Matematis. Indarto (2010).

2.7.2.1 Model Fisik (Physiscal Models).


Model fisik merupakan reproduksi sistem rill, tetapi
dalam ukuran yang lebih kecil, biasanya berupa prototype. Model
fisik suatu DAS, dalam ukuran yang lebih kecil, pada luasan yang
cukup, dillengkapi dengan simulator hujan atau springkle,
sehingga dapat digunakan untuk mempelajari proses hujan-aliran.

45
Debit dapat diukur pada outletnya, karena sistem tertutup. Variasi
peruntukan lahan, jenis tanah, dan kemiringan tanah, juga dibuat
semirip mungkin dengan yang ada di alam, tetapi ukuran lebih
kecil. Model fisik menggambarkan jaringan irigasi, juga dibuat
semirip mungkin dengan aslinya, menggunakan pipa PVC,
dengan dimensi proposional, dan dilengkapi dengan tiruan
bangunan ukur. Aplikasi yang umum dari model fisik adalah
untuk simulasi aliran pada saluran terbuka. Indarto (2010).

2.7.2.2 Model Analog.


Model analog, jenis model ini pada prinsipnya
menggambarkan suatu sistem yang akan dimodelkan dengan
mengambil analogi (kemiripan) dari sistem lain. Misalnya,
beberapa ahli mengembangkan suatu model aliran air di dalam
DAS seperti aliran listrik di dalam suatu rangkaian elektronik.
Contoh lain adalah percobaan DARCY, yang berusaha
mengamati konduktivitas tanah seperi konduktivitas aliran listrik.
Analog model banyak digunakan untuk menghitung laju aliran
bawah tanah. Indarto (2010).

2.7.2.3 Model Matematis.


Dalam Indarto (2010) menjelaskan bahwa model
matematis, menyatakan persamaan suatu seri persamaan yang
menggambarkan respon dari suatu komponen atau sistem
hidrologi. Beberapa definisi lain tentang model matematika
adalah sebagai berikut :

“A quantitative expression of a process or phenomenon


one is observing analyzing, or predicting (Overton and Meadows,
1976)”

“Simplified that are used to represent real-life systems


and may be substitutes of a real system for certain purposes. The
models express formalized concepts of the real systems (Diskin,
1970)”

46
“A symbolic, usually mathematical representation of an
idealized situation that has the important structural properties of
the real system. A theorical model includes a set of general laws
or theoretical principles and a set of statements of empirical
circumstances. An empirical model omits the general laws and is
in reality a representation of data (Woolhiser and Brakensiek,
1982)”

“Idealized representation, they consist of mathematical


relationship that state a theory or hypothesis (Meta System, 1971)”

Istilah model hidrologi memiliki banyak definisi


tergantung pada bagaimana sistem alam tersebut dianalisis dan
seberapa kompleks sistem tersebut akan dimodelkan. Terkadang
suatu pendekatan pemodelan memiliki lebih dari satu nama,
sehingga menyebabkan perbedaan pendapat. Indarto (2010).

Seperti yang dituturkan dalam Indarto (2010) menurut


Maidment (1995), model pada prinsipnya dapat diklasifikasikan
menjadi dua bagian besar, yakni model fisik dan model abstrak
(Gambar 2.9).

Termasuk dalam model fisik adalah model berskala atau


prototype. Prototype, biasanya merupakan tiruan dari sistem yang
sebenarnya deng perbandingan lebih kecil. Contohnya, model
hidrolika untuk saluran pengeluaran pada konstruksi bendungan.
Termasuk juga di dalam kategori model fisik adalah model analog
yang menggunakan sistem lain yang mempunyai karakteristik
identik dengan prototype tersebut. Indarto (2010).

Model abstrak merupakan deskripsi sistem dalam bentuk


persamaan matematis. Operasi sistem yang digambarkan dalam
bentuk suati seri persamaan yang menghubungkan antara variable
masukan dan keluaran. Variable-variabel ini mungkin

47
meruopakan fungsi ruang dan waktu, akan tetapi dapat
dinyatakan dengan distribusi probabilistik. Indarto (2010).

Gambar 2. 9 Klasifikasi model hidrologi berdasarkan derajat


keacakan, ruang, dan waktu (Miadment, 1995).

2.7.3 Model Global dan Terdistribusi.


Fenomena hidrologi bervariasi pada ketiga dimensi ruang bumi,
tetapi menghitung semua variabilitas secara eksplisit akan membuat
model menjadi tidak praktis untuk diterapkan. Berdasarkan cara
penggambaran variabilitas spasial (viariabilitas ruang) di dalam model.
Model dapat diklasifikasikan ke dalam model global (lumped model)
atau model terdistribusi (distributed model). Indarto (2010).

2.7.3.1 Model Global.


Pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
menyederhanakan proses hidrologi yang kompleks adalah
dengan model global (lumped model). Model global
mengasumsikan DAS sebagai suatu entitas atau satu unit.
Model ini menggunakan masukan berupa nilai rerata
karakteristik hidrologi dan meteorologi DAS tersebut. Model
mengasumsikan tidak ada variasi di dalam DAS atau
variabilitas di dalam DAS dianggap relative seragam. Indarto
(2010).

Pemodelan ini juga sering mengasumsikan DAS


sebagai kotak hitam (black box). Model ini hanya didasarkan
pada analisis input dan output dari sistem DAS, tidak berusaha

48
untuk lebih dalam mengamati apa yang terjadi dalam DAS.
Luaran model biasanya berupa hidrograf pada muara sungai
atau lokasi dimana ada AWLR (Automatic Water Level
Recorder). Indarto (2010).

Gambar 2. 10 Pendekatan global dalam pemodelan (Sumber:


NOAA/NWS/The COMET Program). Indarto 2010.

2.7.3.2 Model Semiterdistribusi.


Model semiterdistribusi merupakan variasi dari model
global atau sering disebut sebagai pendekatan pseudo
distributed. Metode spasialisasi ini didasarkan pada konsep
kesamaan (similarity), dengan asumsi bahwa subDAS adalah
suatu satuan luas yang paling identic dengan DAS. Dalam hal
ini, kita mengamati fenomena hidrologi dalam lingkup Sub-
DAS (Gambar 2.11). Indarto (2010).

Gambar 2. 11 Contoh model semiterdistribusi (Indarto, 2010).

49
Seperti yang dijelaskan dalam Indarto (2010), salah satu
model yang bekerja dengan cara seperti ini adalah model
A.C.R.U (Agricultural Catchment Research Unit) (Schultze,
1989).

Gambar 2. 12 Spasialisasi suatu DAS menjadi beberapa sub-


DAS dalam model hidrologi A.C.R.U (Schultze, 1989).

Variabilitas data pada prinsipnya tidak begitu


ditonjolkan, tetapi tergantung juga pada ukuran sub-DAS yang
digunakan. Semakin banyak pembagian DAS menjadi sub-DAS,
maka semakin baik untuk memperoleh informasi tingkat
heterogenitas satu dengan lainnya. Ada banyak cara untuk
menggambarkan proses hidrologi dengan pembagian DAS
menjadi sub-DAS. Indarto (2010).

2.7.3.3 Model Terdistribusi.


Suatu model yang terdistribusi penuh menggambarkan
proses hidrologi menggunakan grid atau pixel (picture element)
dan juga memberikan prediksi proses pada level grid. Suatu grid
atau cell atau kotak segiempat, pada prinsipnya adalah idealita
yang menggambarkan satuan lus terkecil yang digunakan untuk
pemodelan. Indarto (2010).

Luas grid tergantung pada jenis modelnya. Dapat berupa


luasan (1m x 1m) atau (5km x 5km). penggunaak grid menjadi
popular sejalan dengan perkembangan teknologi penginderaan

50
jauh (remote sensing / RS) dan Geographical Information
System (GIS). Konsep pemodelan dengan menggunakan grid
memudahkan kita untuk mengintegrasikan RS dan GIS dengan
model. Dengan pendekatan ini, tiap sell atau (grid) mempunyai
parameter untuk mengestimasi aliran air pada masing-masing
grid. Aliran air pada tiap sell dapat diprediksi. Salah satu
kelemahan dari model ini adalah bahwa tiap grid membutuhkan
data masukan. Jika data tidak tersedia, bagaimanapun harus
diestimasi supaya model tetap bisa jalan. Hal ini menembah
ketidak pastina (uncertainly) di dalam pemodelan. Indarto
(2010).

2.8 Model HEC-HMS.


HEC-HMS adalah salah satu dari beberapa model hidrologi yang
dikembangkan oleh US Army Corps of Engineers (USACE) – Institute for
Water Resources (Kezia, et., all). Seperti yang dicantumkan pada Syahputra
(2015), program HEC-HMS ini terdiri dari tiga komponen untuk model basin,
model hidrologi, dan control spesifik. Model ini mempunyai keluaran berupa
hidrograf limpasan dalam satu Sub-DAS pada sistem hidrologi DAS tersebut.
(Hiro, et., all 2021). Begitu pula seperti yang dijelaskan dalam situs resmi
USACE (United States Army Corps of Engineers) :

“The Hydrologic Modelling System (HEC-HMS) is designed to


simulate the complete hydrologic processes of dendritic watershed systems.
The software includes many traditional hydrologic analysis procedures such
as event infiltration, unit hydrographs, and hydrologic routing. HEC-HMS also
includes procedures necessary for continuous simulation including evapo-
transpiration, snowmelt, and soil moisture accounting. Advanced capabilities
are also provided for gridded runoff simulation using the linear quasi-
distributed runoff transform (ModClark). Supplemental analysis tools are
provided for model optimization, forecasting streamflow, depth-area reduction,
assessing model uncertainty, erosion and sediment transport, and water
quality.”

51
“The software features a completely integrated work environment
including a database, data entry utilities, computation engine, and results
reporting tools. A graphical user interface allows the user seamless movement
between the different parts of the software. Simulation results are stored in
HEC-DSS (Data Storage System) and can be used in conjunction with other
software for studies of water availability, urban drainage, flow forecasting,
future urbanization impact, reservoir spillway design, flood damage reduction,
floodplain regulation, and systems operation.”

Hydrologic Engineering Center – Hydrologic Modelling System (HEC-


HMS), adalah satu paket program computer yang berisi tool yang merupakan
kumpulan model. Berbagai model dimuat di dalam HEC-HMS. Deskripsi
proses serta data masukan digambar secara global, terdistribusi, konseptual,
maupun empiris. HEC-HMS juga memungkinkan pemodelan dilakukan pada
tiap-tiap sub-DAS. Proses hidrologi digambarkan mulai dari presipitasi
(Gambar 2.13). Indarto (2010).

Gambar 2. 13 Skema penggambaran proses hidrologi menurut HEC-HMS


(Ward, 1975). Indarto 2010.

52
Presipitasi dapat terjadi di seluruh bagian DAS, yang meliputi vegetasi,
permukaan tanah, dan permukaan air (sungai dan danau). Pada sistem hidrologi
yang alami, kebanyakan air yang turun sebagai presipitasi kembali ke atmosfer
melalui evaporasi dari vegetasi, permukaan tanah dan permukaan air, dan
melalui transpirasi dari permukaan tanaman. Selama kejadian hujan lebat
(storm) proses transpirasi dan evaporasi terbatas. Sebagian hujan yang jatuh ke
atas tanaman melalui, daun, batang, dan cabang, menuju permukaan tanah dan
bergabung dengan hujan yang jatuh langsung ke tanah. Selanjutnya, air akan
menggenang. Infiltrasi mungkin terjadi dan akan tergantung pada jenis tanah,
penutupan tanah oleh tanaman, kadar lengas tanah sebelumnya, dan
karakteristik DAS. Indarto 2010.

Air infiltrasi tersimpan sementara pada bagian atas dan lapisan tanah
yang biasanya jenuh. Air infiltrasi yang tersimpan di dalam tanah dapat naik
karena gaya kapiler menuju permukaan dan bergerak horizontal menjadi
interflow yang muncul di permukaan Kembali atau menuju ke aliran sungai
terdekat. Air tersebut juga dapat terperkolasi ke bawah untuk mengisi aquifer
air tanah (groundwater). Air tanah di dalam aquifer bergerak lambat, dan
Sebagian muncul ke sungai menjadi baseflow. Indarto 2010.

Air yang tidak tergenang atau terinfiltrasi mengalir sebagai aliran


permukaan (overland flow) menuju ruas sungai terdekat. Jadi, jaringan sungai
(sungai dan anak-anak sungai), merupakan tempat bertemunya aliran
permukaan (overland flow), hujan yang jatuh langsung di atas permukaan air
sungai, interlow dan baseflow. Oleh karena itu, debit yang ada di sungai adalah
keluaran total dari DAS. Indarto 2010.

Detai tidaknya penggambaran proses hidrologi, tergantung pada


informasi yang di butuhkan. Untuk beebrapa kasus, perhitungan yang lebih
detail bagi setiap subproses pada setiap komponen siklus hidrologi mungkin
diperlukan. Misalnya, untuk mengestimasikan dampak akibat perubahan
peruntukan lahan, lebih baik jika dapat menggunakan data rekaman data debit
yang cukup panjang juga, sehingga dapat dianalisis secara statistic dan lebih
meyakinkan. Dalam kasus ini, subproses evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi,

53
dan pergerakan air bawah tanah, perlu dianalisis atas dasar data dengan rentang
waktu yang panjang. Sebaliknya, perhitungan detail tentang sub proses tersebut
mungkin tidak diperlukan jika yang ingin dimodelkan adalah masalah :

1. Perencanaan dan desain bangunan hidrolika (bangunan pengendali air).


2. Operasi dan evaluasi bangunan hidrolika yang ada.
3. Preparasi dan antisipasi pengendalian banjir, dan
4. Pengaturan daerah genangan banjir.
Seperti yang telah dipaparkan dalam Indarto (2010), menjelaskan
model yang ada didalam HEC-HMS diklasifikasikan menjadi 4 (empat)
golongan, yaitu :
1. Model yang mebghitung volume run-off
2. Model untuk direct run-off (overland flow dan interflow)
3. Model untuk memperkiraan baseflow
4. Model untuk saluran (channel) terbuka

2.8.1 Langkah-Langkah Penggunaan HEC HMS.


Pada bagian subseksi ini penulis memberikan gambaran
mengenai langkah-langkah penggunaan HEC-HMS sesuai dengan
paparan yang dicantumkan dalam manual book HEC-HMS Tutorial and
Guides-v5 yang diterbitkan oleh USACE (United States Army Corps of
Engineers), yang dimana penerapannya akan disesuaikan dengan
kebutuhan dan tujuan penelitian penulis. Berikut adalah langkah-langkah
penggunaan HEC-HMS :

2.8.1.1 Membuat Model Sederhana.


Sesuai dengan yang dipaparkan dalam manual book HEC-
HMS Tutorial and Guides-v5, dimana dalam subseksi ini kita
akan melihat bagaimana HEC-HMS terstruktur, dan akan
mengetahui mekanika dasar program termasuk membuat
kumpulan data, menjalankan simulasi komputasi, dan melihat
hasil.

54
Untuk mengenal langkah-langkah selanjutnya, berikut
adalah komponen yang termasuk dalam pembuatan model simple :

A. Membuat model basin baru.


B. Membuat model meteorologi baru.
C. Membuat kontrol spesifikasi baru.
D. Membuat dan menghitung proses simulasi.
E. Melihat hasil pemodelan, dan
F. Melihat aliran yang diobservasi.

Tujuan dari langkah-langkah yang dikelompokkan ini


adalah untuk mengilustrasikan bagaimana mengembangkan
model HEC-HMS sederhana dari awal. Prosedur yang ditentukan
tidak menggunakan kemampuan GIS dalam HEC-HMS; prosedur
menunjukkan cara membuat proyek non-georeferensi. Grup
langkah ini dipecah untuk menunjukkan cara membuat model
basin, membuat model meteorologi, membuat spesifikasi kontrol,
membuat simulasi, dan cara memvisualisasikan hasil model.

A. Membuat Model Basin Baru.


Dalam langkah ini kita akan membuat model basin
baru yang terdiri dari tiga sub-basin, dua persimpangan, dan
jangkauan perutean; kemudian kita akan menghubungkan
elemen untuk membentuk jaringan hidrologi, dan terakhir
memasukkan data parameter untuk elemen hidrologi
tersebut.
Langkah-langkah :
1. Buka HEC-HMS.
2. Dari File | New menu, pilih create a new project.
3. Beri nama project contoh : “Punxsutawney”. Dan set
default unit system ke U.S Customary.

55
4. Dari Components di menu bar, pilih opsi Basin Model
Manager kemudian window Basin Model Manager
akan terbuka.
5. Klik tombol New… untuk memulai proses dalam
membuat model basin.
6. Ubah nama default model basin (Basin 1) ke
Punxsutawney dan tambahkan deskripsi Hulu ke Kota
Punxsutawney - Kondisi Eksisting.
7. Klik tombol Create ketika semua informasi yang
dimasukan telah benar. Model basin kosong yang baru
akan ditambahkan ke Wateshed Exploler. Kemudian
tutup basin model manager.
8. Set metode default untuk sub-basin dan reaches yang
akan digunakakn Ketika membuat elemen baru. Dari
menu Tools, pilih pilihan Program Settings…
9. Pilih default tab dan set default loss method ke Initials
and Constant, transformasi metode default ke Clark
Unit Hydrograph, set metode default baseflow ke
Linear Reservoir, metode default routing ke Lag.
Kemudian klik tobol OK Ketika sudah selesai membuat
pilihan.
10. Buka model basin dengan mengklik pada tombol
Watershed Exploler.
11. Klik icon subbasin creation tool dalam komponen
toolbar.
12. Klik pada subbasin untuk membuat elemen subbasin
pertama. Disini kita dapat menggunakan nama yang
telah kita tetapkan.
13. Tambahkan lebih dari dua elemen subbasin.
14. Kemudian pindah ke reach creation tool dan klik
pada map basin untuk membuat reach elemen.

56
15. Kemudian pindah ke junction creation tool dan
tambahkan dua elemen junction di map basin. Kemudian
setiap elemennya akan dipasang sesuai seperti pada
gambar berikut :

Gambar 2. 14 Penempatan Pemasangan Tiap Elemen


Basin.

16. Koneksikan setiap elemen kedalam jaringan hidrologi


seperti yang ditunjukan pada gambar dibawah. Klik
kanan pada setiap elemen dan pilih pilihan Connect
Downstream. Gunakan mouse untuk mengidentifikasi
elemen yang seharusnya sebagai hilir (downstream).
Garis koneksi akan Digambar untuk menunjukan setiap
elemen terkoneksi.

57
Gambar 2. 15 Jaringan Hidrologi Basin Yang
Menunjukan Setiap Elemen Basin Yang Terkoneksi.

Catatan:
Tiap elemen dapat terkoneksi dari editor
komponen untuk elemen yang diberikan dengan
memilih elemen Downstream.

17. Klik pada icon Subbasin-1 pada Watershed Exploler


dan ubah namanya (rename) ke contoh : Stump Creek.
18. Sama seperti pada langkah diatas, klik pada elemen
subbasin yang lain dan ubah namanya ke ; contoh :
Subbasin-2 menjadi EB-Mahoning Creek, dan
Subbasin-3 menjadi Mahoning Creek Local seperti
yang ditunjukan pada gambar dibawah :

58
Gambar 2. 16 Tiap Elemen Pada Model Basin Yang
Telah Di-Rename.
19. Masukan luasan area untuk tiap subbasin. Pertama pilih
model basin, kemudian klik pada menu Parameters dan
pilih opsi Subbasin Area. Masukan luasan area tiap
elemen subbasin seperti pada Tabel 2.9 berikut :

Tabel 2. 9 Contoh Luasan Basin.

Parameters | Subbasin Area

Gambar 2. 17 Parameter Subbasin Area.

59
Input luasan area subbasin sesuai dengan tabel diatas :

Gambar 2. 18 Jendela Input Luasan Area Subbasin.


20. Set up Baseflow Parameters. Dari menu Parameters,
pilih opsi Baseflow kemudian Linear Reservoir.
21. Masukan nilai seperti pada tabel dibawah, kemudian klik
tombol Close Ketika sudah selesai. Pastikan untuk
memilih tipe kondisi awal yang tepat : Discharge Per
Area. Dan juga pastikan untuk memilih nomor dari tiap
bagian yang tepat.

Tabel 2. 10 Contoh Opsi Baseflow Input.

60
Parameters | Baseflow | Linear Reservoir

Gambar 2. 19 Opsi Parameter Baseflow Linear


Reservoir.
Input parameter Baseflow seperti yang telah disediakan
pada tabel diatas :

Gambar 2. 20 Input Window Linear Reservoir.


22. Set Up Loss Parameters. Dari menu Parameters, pilih
opsi Loss kemudian Initial and Constant. Masukan nilai
dari tabel dibawah, kemudian klik tombol Close Ketika
telah selesai.

Tabel 2. 11 Contoh Input Initial and Constant Rate.

61
Parameters | Loss | Initial and Constant

Gambar 2. 21 Jendela Opsi Parameter Loss Initial and


Constant.

Input Initial Loss, nilai constant (constant rate) dan


parameter ketahanan (impervious parameters), seperti
yang telah disediakan pada tabel diatas.
23. Dari menu Parameters. Pilih Transform kemudian opsi
Clark Unit Hydrograph. Masukan nilai seperti pada
tabel dibawah, kemudian klik tompok Close Ketika telah
selesai.

Tabel 2. 12 Contoh Subbasin Time Concentration and


Storage Coefficient Input

62
Parameters | Transform | Clark Unit Hydrograph

Gambar 2. 22 Window Parameter Transform Clark


Unit Hydrograph.

Input Time of Concentration dan Storage Coefficients


seperti yang telah ditunjukan pada tabel diatas.

Gambar 2. 23 Window Input Clark Unit Hydrograph.


Catatan :
Component editor adalah jalan alternatif untuk
membuat parameter dari model. Mengedit secara
global/keseluruhan cenderung lebih cepat dalam
membuat parameter yang banyak/ganda dari metode
yang sama dari setiap elemen.

63
24. Pada basin map dalam area desktop, klik pada elemen
Reach-1 untuk membuka Component Editor. Klik pada
tab Routing dan masukan nilai lag yaitu 300 menit.

B. Membuat Model Meteorologi Baru.


Dalam langkah-langkah ini kita akan membuat model
meteorologi. Dimana kita akan menghubungkan model
meteorologi ke dalam model basin kemudian membuat
parameter sebuah metode untuk perhitungan rata-rata
presipitasi sungai (basin). Dalam langkah-langkah ini kita
hanya ditunjukan satu dari metode presipitasi dalam HEC-
HMS. Dan juga terdapat banyak metode tambahan untuk
menghitung rata-rata hujan sungai, menerapkan grid
presipitasi, dan untuk mengsimulasikan evapotranspirasi,
dan proses pencairan salju.
Langkah-langkah :
1. Ketika memulai langkah ini dan sebagai lanjutan dari
langkah sebelumnya yaitu Membuat Model Basin Baru
2. Membuat pengukur presipitasi baru (Create a New
Precipitation Gage). Pergi ke menu Components dan
pilih opsi Time-Series Data Manager. Didalam window
manager, klik tombol New… untuk membuat pengukur;
kemudian window untuk membuat pebngukur akan
terbuka.
3. Dalam window pengukur baru, ubah nama default (Gage-
1) ke DUJP. Klik tombol Create untuk membuat
pengukur baru; ini akan otomatis ditambahkan kedalam
Watershed Exploler. Kita dapat membiarkan window
manager terbuka karena akan segera digunakan lagi.

64
Gambar 2. 24 Window Components Time Serries Data
Manager.

Gambar 2. 25 Window Time Series Data Manager.

65
Gambar 2. 26 Window Creation New Time Serries
Data.
4. Setup Data Source (persiapkan sumber data) : pergi ke
Watershed Exploler kemudian klik pada new gage
(pengukur baru) yang tadi telah dibuat. Ubah sumber data
dari Manual Entry ke Single Record HEC-DSS (HEC-
Data Storage System).
5. Select The Correct External Data Sourc (pilih sumber
data ekternal yang benar). Klik pada tombol select
disebelah bidang nama file untuk menavigasi file. File
tersebut terletak didalam subdirektori data dari data
project : /Punxsutawney/data/observe.dss.

Gambar 2. 27 Window Subfolder Time Series Gage.

66
6. Select The Correct Path Name (pilih nama jalur yang
tepat). Klik pada tombol setelah dari bidang input nama
jalur untuk menavigasi nama jalur. Gunakan B-Part Filter
di area pencarian By Parts didekat bagian atas layer. Pilih
DUJP entry didalam B-Part filter untuk hanya
menampilkan nama jalur dengan nama jalur yang benar
ditunjukan pada gambar dibawah :

Gambar 2. 28 Window Path Name Input.


7. Change the Default Time Window (ubah window waktu
default) untuk memeriksa beberapa data. Didalam
Wateshed Exploler, klik pada time window dibawah icon
pengukur DUJP. Didalam Components Editor ubah start
date (tanggal mulai) ke 28 April 1996, waktu start ke
01:00, end date (tanggal akhir) ke 04 Mei 1996, dan
waktu akhir (end time) ke 00:00. Klik pada tab Table dan
Graph didalam Components Editor untuk melihat data.

Gambar 2. 29 Components Editor.

67
8. Kita telah selesai menyiapkan pengukur curah hujan deret
waktu DUJP. Kita akan menggunakan pengukur nanti
dengan merujuknya dengan nama. Sekarang ulangi step
ke-2 hingga ke-7 untuk membuat PNXP dan MFFP.
Seluruh dta presipitasi sekarang siap digunakan. Kita
dapat mulai dengan membangun model meteorologi.
9. Create The New Meteorologic Model (membuat model
meteorologi baru). Klik pada menu Components
kemudian pilih opsi Meteorologic Model Manager;
kemudian window meteorologic model manager akan
terbuka. Kemudian klik pada tombol New… untuk
membuat model meteorologi baru.
10. Ganti nana default (Met 1) ke Mei 1996 dan masukan
deskripsi Precipitation for the Storm of May 1st, 1996.
Kemudian klik tombol Create untuk membuat model
meteorologi baru.

Gambar 2. 30 Opsi Components Meteorologic Model


Manager.

68
Gambar 2. 31 Meteorologic Model Manager Window.

Gambar 2. 32 Creation Window Meteorologic Model.

11. Pergi ke Watershed Explorer dan klik pada new


meteorologic model. Pindah ke Components Editor dan
pastikan metode presipitasi telah di set ke Specified
Hyetograph. Model meteorologi yang lain harus di-set ke
–None--.

Gambar 2. 33 Meterologic Model Manager Window.

69
12. Connect the Meteorologic Model to the Subbasin
(hubungkan model meteorologi ke sub-basin) didalam
model basin. Pergi ke tab Basin didalam Component
Editor. Untuk model basin Punxsutawney, ubah pilihan
Include Subbasin ke Yes.

Gambar 2. 34 Basin Component Manager Window.

13. Pilih precipitation gage untuk tiap subbasin; Kembali ke


Watershed Explorer dan klik pada titik presipitasi
dibawah meteorologic model. Merujuk pada tabel
dibawah ini, pilih pengukur yang benar untuk tiap
subbasin menggubakan Components Editor.

70
Gambar 2. 35 Specified Hyeyograph Components
Manager.

Disini kita tidak perlu memasukan nilai total kedalaman


dari subbasin.

Tabel 2. 13 Contoh Input Precipitation Gage.

71
C. Membuat Kontrol Spesifikasi Baru.
Pada langkah ini kita akan membuat control
spesifikasi yang dimana akan mengatur time window dan
interval waktu untuk simulasi.
Langkah-langkah :
1. Masih dengan file project yang sama yaitu
Punxsutawney.
2. Create a new Control Specifications (membuat control
spesifikasi baru): klik pada menu Components
kemudian pilih opsi Control Specification Manager.
Kemudian window manager akan terbuka. Kemudian
klik tombol New… untuk membuat kontol spesifikasi
baru.
3. Ganti nama default-nya dari (Control-1) ke Mei 1996
dan masukan deskripsi Storm of May 1st 1996.
Kemudian klik tombol Create untuk membuat control
spesifikasi baru.
4. Didalam Watershed Explorer, klik pada control
specification yang baru saja kita buat. Masukan waktu
mulai dan akhir yang benar didalam Component Editor.
Dimana waktu mulainya adalah 28Apr1996 pada jam
01:00. Dan waktu akhir adalah 04May1996 pada jam
00:00. Pilih 15 menit untuk interval waktu seperti yang
ditunjukan pada gambar dibawah :

Gambar 2. 36 Control Specification Window.

72
Catatan :
HEC-HMS akan secara merata mendistribusikan
total curah hujan per jam selama interval 15 menit. Jika
total per jam adalah 1 inci, setiap interval 15 menit akan
menjadi 1/4 inci.

D. Membuat Perhitungan dan Menjalankan Simulasi.


Pada langkah ini kita akan membuat perhitungan dan
menjalankan simulasi, berikut adalah langkah-langkah-nya :
1. Masih dengan file projecy yang sama yaitu
Punxsutawney.
2. Klik pada menu Compute kemudian pilih Create
Compute → opsi Simulation Run…, kemudian wizard

window akan terbuka untuk memandu kita dalam


membuat dan menjalankan simulasi baru. Pada tahap
pertama ini kita harus memilih nama; dalam project ini
kita beri nama simulasi seusia dengan yang sudah
ditetapkan yaitu Mei 1996.
3. Pada tahap kedua ini terdapat beberapa langkah yang
harus dilakukan antara lain :
1) Pilih Punxsutawney sebagai model basin.
2) Pilih meteorologic model Mei 1996.
3) Pilih control specification Mei 1996.
Setelah melakukan beberapa langkah diatas kemuadian
klik tombol Finish untuk menyelesaikan proses
pembuatan dan menjalankan simulasi.
4. Compute and Simulation Run (menghitung dan
menjalankan simulasi) : Simulasi harus dipilih sebelum
dapat dihitung. Pada Tool bar terdapat list yang
menampilkan seluruh simulasi yang dijalankan yang
pernah dibuat dalam project. Klik pada list pilihan dan
pilih RUN: Mei 1996, Ketika Simulation Run telah

73
dipilih, segera klik pada tombol Compute pada
sebelah kanan list pilihan untuk menjalankan
perhitungan. Tombol Tool bar memiliki icon raindrop
setiap kali dalam menjalankan simulasi. Kemudian
window progress perhitungan akan terbuka untuk
menampilkan keberlanjutan simulasi. Simulasi dapat
dibatalkan jika terdapat error. Jika ini terjadi, bacalah
pesan dan perbaiki masalah yang ada; kemudian
perhitungan simulasi akan berjalan lagi. Tutup windowi
progres ketika proses perhitungan telah selesai.

Gambar 2. 37 Analysis Running Progress Window.

Catatan :
Kita dapat memilih opsi Compute Run di bagian
bawah menu Compute (nama dari proses running yang
dipilih akan ditampilkan dalam tanda kurung di sebelah
opsi menu Compute Run). Kita dapat menghitung dari
tab Compute dengan mengklik kanan node simulasi dan
memilih Compute. Simulasi dapat dihitung dari global
editor setiap kali simulasi dipilih di toolbar komputasi.

74
E. Melihat Hasil Pemodelan.
Pada langkah ini kita akan memperlihatkan grafik,
seri waktu, dan rangkuman hasil dari subbasin, sungai, dan
persimpangan sungai.
Langkah-langkah :
1. Buka HEC-HMS masih dengan project yang sama yaitu
Punxsutawney.
2. Hitung simulasi yang dijalankan : Mei 1996.
3. Untuk melihat tabel ringkasan global (keseluruhan), klik
menu hasil dan pilih Global Summary Table.
Alternatifnya, kita dapat klik pada tombol View Global
Summary Table, , pada toolbar; dimana tombol
menunjukkan tabel dengan gambar bola dunia yang
ditumpangkan di atasnya.
4. Untuk melihat hasil untuk setiap elemen model basin,
klik salah satu elemen di peta basin dengan klik kanan
pada mouse. Menu konteks ditampilkan dengan
beberapa pilihan termasuk View Results. Di bawahView
Results, kita dapat melihat grafik, tabel ringkasan, atau
tabel seri waktu. Kita dapat memperoleh hasil yang sama
dengan memilih elemen, lalu mengklik menu Results
dan memilih opsi yang sesuai.
5. Untuk membuat grafik subbasin Stump Creek, klik
subbasin Stump Creek di peta basin dengan klik kanan
pada mouse, lalu klik menu View Results dan pilih opsi
Graph.

75
Gambar 2. 38 Graph Subbasin Window.
Deret waktu (seri waktu) yang ditunjukkan
dalam grafik tercantum dalam legends. Grafik tersebut
mencakup curah hujan tambahan (biru di plot atas) dan
kehilangan curah hujan (merah di plot atas). Curah hujan
tambahan dihitung dengan model meteorologi untuk
setiap subbasin. Kelebihan presipitasi adalah presipitasi
inkremental dikurangi kehilangan yang dihitung dengan
metode kehilangan yang dipilih. Grafik juga mencakup
aliran dasar (coklat di plot bawah) dan total aliran keluar
subbasin (biru di plot bawah).
6. Ringkasan statistic secara otomatis dihitung dan
ditampilkan dalam tabel ringkasan. Klik subbasin Stump
Creek di peta basin dengan klik kanan pada mouse, lalu
klik menu View Results dan pilih opsi Summary Table.
Tabel ringkasan menunjukkan bahwa debit puncak
adalah 609,7 cfs. Tabel tersebut juga menunjukkan
bahwa puncak arus terjadi pada tanggal 30 April 1996
pada jam 15:45. Ketika tabel awalnya terbuka, itu
menunjukkan total volume debit adalah 1,525 inci
seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

76
Dengan mengklik tombol radio AC-FT, pelepasan unit
beralih. Volume debit setara dengan 2350,0 AC-FT
seperti yang ditunjukkan pada gambar kedua di bawah
ini.

Gambar 2. 39 Subbasin Summary Result Window.

7. Debit yang dihitung pada waktu tertentu paling baik


ditentukan dari tabel deret waktu untuk elemen tersebut.
Klik subbasin Stump Creek di peta basin dengan klik
kanan pada mouse, lalu klik menu View Results dan pilih
opsi Time-Series Table. Gambar di bawah menunjukkan
tabel hasil deret waktu (seri waktu).

77
Gambar 2. 40 Time Series Result Window.
8. Untuk memplot hasil Reach-1, seperti yang ditunjukkan
pada gambar di bawah, klik reach Reach-1 di peta basin
dengan klik kanan pada mouse, lalu klik menu View
Results dan pilih opsi Graph. Deret waktu yang
ditunjukkan dalam grafik tercantum dalam legends.
Grafik mencakup aliran masuk gabungan ke jangkauan
(biru putus-putus) dan juga aliran keluar yang dihitung
(biru solid). Tidak peduli berapa banyak elemen yang
terhubung ke sisi hulu jangkauan, hanya aliran masuk
gabungan yang ditampilkan.

78
Gambar 2. 41 Reach Graph Window.
9. Untuk memplot hasil untuk Junction-2, klik junction
Junction-2 di peta basin dengan klik kanan pada mouse,
lalu klik menu View Results dan pilih opsi Graph. Deret
waktu yang ditunjukkan dalam grafik tercantum dalam
legenda. Aliran keluar dari subbasin Lokal
Punxsutawney (biru putus-putus) ditunjukkan bersama
dengan aliran keluar dari Reach-1 (biru putus-putus).
Jika rangkaian waktu pengamatan tersedia di lokasi,
garis hitam putus-putus akan ditampilkan. Total arus
keluar juga ditampilkan (biru solid). Semua aliran masuk
ke dalam persimpangan dari elemen-elemen yang
langsung ke hulu akan ditampilkan bersama dengan total
aliran keluar, tetapi tidak ada aliran masuk gabungan
yang ditampilkan. Hanya grafik untuk persimpangan
yang menunjukkan arus masuk hulu individu.

Gambar 2. 42 Junction Graph Window.

79
F. Melihat Aliran Yang Diobservasi.
Pada tahapan ini kita akan menambahkan aliran yang
diobservasi dan melihat hasil dari elemen hidrologi. Yang
dapat dilihat melalui langkah-langkah berikut :
1. Dari menu Components, pilih Time-Series Data
Manager.
2. Untuk Data Type, pilih Discharge Gages.
3. Pilih New… untuk membuat pengukur (gages) debit
baru.
4. Beri nama pengukur PNXP, kemudian Create.
5. Buka component editor untuk pengukur debit PNXP.
Untuk nama file DSS, pilih /Punxsutawney/data/
observe.dss. untuk nama jalur DSS pilih Flow record
pada lokasi PNXP.

Gambar 2. 43 Time Series Gage Window.


6. Buka pada component editor untuk Junction-2.
7. Pilih tab Option.
8. Untuk aliran yang diamati, pilih pengukur debit PNXP.

Gambar 2. 44 Junction Option Window.


9. Hitung simulasi Run: Mei 1996.

80
10. Lihat hasil pada Junction-2. Disini kita akan melihat
deret waktu (time series) yang diamati (garis putus-putus
hitam) :

Gambar 2. 45 Junction Graph Window.

2.9 Model HEC RAS.


HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center – River Analysis System),
adalah sistem perangkat lunak terintegrasi, yang dirancang untuk penggunaan
interaktif di lingkungan multi-tasking. Sistem ini terdiri dari antarmuka (user
interface) pengguna grafis (GUI), komponen analisis terpisah, penyimpanan
data dan kemampuan management, grafik, pemetaan dan fasilitas pelaporan.
(USACE – RAS User Manual Version 6.2 Expoerted March 2022).

Seperti yang dipaparkan dalam USACE (United States Army Corps of


Engineers) River Analysis System (RAS) User Manual Version 6.2 Exported
March 2022, sistem HEC-RAS berisi komponen analisis sungai berikut untuk :

1. Perhitungan profil permukaan air aliran stabil satu dimensi.


2. Simulasi aliran tidak stabil satu dimensi, dan dua dimensi.
3. Kuasi aliran yang tidak stabil untuk perhitungan transport sedimen 1D dan
2D (1 dimensi dan 2 dimensi).
4. Analisis kualitas air satu dimensi,

81
Dimana kunci elemen-nya adalah bahwa ke-empat komponen di atas
menggunakan representasi data geometris umum dan perhitungan hidrolika
kala ulang. Selain ke-empat komponen analisis sungai, sistem memuat
beberapa fitur desain hidrolika yang didapat setelah profil permukaan air
dihitung. HEC-RAS juga memiliki integrasi data spasial yang luas dan sistem
pemetaan (HEC-RAS Mapper). (USACE – RAS User Manual Version 6.2
Expoerted March 2022).

2.9.1 Komponen HEC-RAS.


Sesuai dengan paparan yang dimuat dalam USACE (United States
Army Corps of Engineers) River Analysis System (RAS) User Manual
Version 6.2 Exported March 2022, berikut adalah beberapa komponen
yang dimuat dalam HEC-RAS :

2.9.1.1 Steady Flow Water Surface Profiles.


Profil permukaan aliran air stabil (steady flow water
surface profiles), dalam komponen sistem pemodelan ini
dimaksudkan untuk menghitung profil permukaan air untuk aliran
stabil yang bervariasi secara bertahap. Sistem dapat menangani
jaringan saluran yang lengkap, sistem dentrik, atau jangkauan
sungai tunggal (DAS utama). Komponen aliran stabil dapat
memodelkan profil permukaan air subkritis (subcritical),
superkritis (supercritical), hingga campuran profil aliran
permukaan.

Prosedur komputasi (perhitungan) dasar didasarkan pada


solusi persamaan energi suatu dimensi. Kehilangan energi
dievaluasi oleh gaya gesek (Persamaan Manning), dan kontraksi
/ ekspansi dimana (koefisien dikalikan dengan perubahan
kecepatan pada hulu). Persamaan momentum digunakan dalam
situasi dimana profil permukaan air sangat bervariasi. Dalam
satuasi ini termasuk perhitungan aliran campuran regim (regime
flow calculation), (contoh: loncatan hidrolik (hydraulic Jump)),
jembatan hidrolik, dan mengevaluasi profil pada persimpangan

82
sungai (Stream Junction). Efek dari berbagai penghalang seperti
jembatan, gorong-gorong, bendungan, bendung, dan struktur
lainnya dalam area banjir dapat dipertimbangkan dalam
perhitungan. Sistem aliran yang stabil dirancang untuk
pengaplikasian dalam management atau pengelolaan area banjir
dan studi asuransi banjir untuk mengevalusai gangguan banjir,
dan terdapat juga kemampuan yang tesedia untuk menilai
perubahan profil permukaan air karena modifikasi saluran, dan
tanggul.

Fitur khusus dari komponen aliran stabil meliputi :

1. Berbagai analisis perencanaan.


2. Berbagai perhitungan profil
3. Berbagai jembatan dan atau analisis pembukaan gorong-
gorong
4. Analisa gerusan jembatan
5. Optimasi pecahan aliran (split flow)
6. Desain dan analisis saluran stabil

2.9.1.2 Unsteady Flow Simulation.


Unsteady flow simulation (simulasi aliran tidak stabil),
komponen sistem pemodelan HEC-RAS ini mampu
mengsimulasikan aliran tidak stabil dalam bentuk satu dimensi &
dua dimensi (1D dan 2D), dan menggabungkan aliran tidak stabil
1D/2D melalui jaringan lengkap saluran terbuka, area banjir, dan
kipas alluvial. Komponen aliran yang tidak stabil dapat
digunakan untuk melakukan regim aliran subkritis, superkritis,
dan campuran (subcritical, supercritical, hydraulic jump, dan
drawdowns), dalam modul perhitungan aliran tidak stabil.

Perhitungan hidrolik untuk penampang, jembatan,


gorong-gorong, dan struktur hidrolik lainnya yang dikembangkan
untuk komponen aliran yang stabil dimasukkan ke dalam modul

83
aliran tidak stabil. Fitur khusus dari komponen aliran tidak stabil
meliputi :

1. Analisis kemampuan struktur hidrolik terhadap bendungan /


bendung yang jebol (Dam Break).
2. Analisis kerusakan / jebolnya tanggul dan Overtopping.
3. Stasiun pompa.
4. Navigasi operasi bendung / bendungan.
5. Sistem pipa bertekanan.
6. Fitur kalibrasi otomatis (yang dilakukan oleh pengguna dan
menggabungkan pemodelan aliran tidak stabil 1D atau 2D).

2.9.1.3 Sediment Transport or Movable Boundary Computations.


Sediment transport atau movable boundary computations
(transportasi sedimen atau perhitungan batas gerak). Komponen
sistem pemodelan ini dimaksudkan untuk simulasi perhitungan
transport sedimen atau batas gerak satu dimensi dan dua dimensi
yang dihasilkan dari gerusan dan pengendapan dalam periode
waktu sedang hingga lama. Potensi transport sedimen dihitung
dengan fraksi ukiran butir, sehingga memungkinkan simulasi
penyortiran hidraulik dan pelindung. Fitur utama termasuk
kemampuan untuk memodelkan seluruh jaringan sungai,
pengerukan saluran, berbagai alternatif tanggul dan perambahan,
dan penggunaan beberapa persamaan yang berbeda untuk
perhitungan transportasi sedimen.

Model ini dirancang untuk mengsimlasikan tren gerusan


(gerusan yang terjadi secara berkecenderungan) dalam jangka
panjang dan pengendapan dalam saluran aliran yang mungkin
dihasilkan dari memodifikasi frekuensi dan durasi debit air dan
penampang, atau memodifikasi geometri saluran. Sistem ini dapat
dilakukan untuk :

84
1. Mengevaluasi deposisi di reservoir
2. Desain kontasksi saluran yang diperlukan untuk menjaga
kedalaman navigasi
3. Memprediksi pengaruh pengerukan pada laju pengendapan
4. Memperkirakan kemungkinan gerusan maksimum selama
peristiwa bajir besar
5. Mengevaluasi sedimentasi dalam saluran tetap.

2.9.2 Langkah-Langkah Visualisasi Pada HEC-RAS.


Pada subseksi ini penulis hanya menjelaskan garis besar yang
paling ditonjolkan dari hasil penelitian penulis yaitu output pemodelan
yaitu visualisasi genangan banjir, yaitu cara untuk melihat output
pemodelan HEC-RAS pada HEC-RAS Mapper. Dimana langkah
langkah yang dicantumkan sesuai dengan yang dipaparkan didalam
HEC-RAS 2D User Manual Version 6.0 Exported May-2022.

Setelah pengguna menyelesaikan aliran model yang tidak stabil,


pengguna dapat melihat semua output 1D (plot dan tabel), menggunakan
plot dan tabel tradisional. Namun, hasil keluaran 2D hanya dapat dilihat
dalam RAS Mapper. Saat ini, pengguna dapat memvisualisasikan area
genangan (dan jenis output lainnya) dalam RAS Mapper untuk
Jangkauan Sungai, Area Penyimpanan, dan area aliran 2D secara
bersamaan. Untuk memvisualisasikan output, pilih menu Alat GIS | RAS
Mapper pada jendela utama HEC-RAS (atau cukup pilih tombol RAS

Mapper pada window utama HEC-RAS). Jendela (window) RAS


Mapper yang ditunjukkan seperti pada gambar berikut akan muncul.

85
Gambar 2. 46 RAS Mapper.

Catatan :

Pada sebseksi ini adalah gambaran umum dari RAS Mapper


untuk membantu pengguna memvisualisasikan output 1D/2D. Untuk
detail lebih lanjut tentang RAS Mapper, lihat panduan Pengguna RAS
Mapper yang terpisah. Pada penelitian penulis langkah lebih detailnya
penulis mengikuti panduan yang telah diberikan pada Webinar
Pelatihan Software HEC-RAS Berbasis RAS Mapper (Studi Kasus
Penanganan Banjir di Ruas Sungai Tuntang)

2.9.2.1 Menambahkan Lapisan Peta Hasil untuk Visualisasi.


Setelah menjalankan model HEC-RAS selesai, dan RAS
Mapper dibuka, akan ada Layer Hasil yang memiliki nama yang
sama dengan ID Pendek Rencana HEC-RAS untuk proses
tersebut (lihat Gambar 2.47 di bawah). Di Bawah Hasil | Plan
Short ID Layer, akan menjadi pohon (flow chart) hasil terkait.
Secara default akan ada layer Event Conditions, layer Geometry,
layer Depth, layer Velocity, dan layer WSE (water surface
elevation). Lapisan Geometri akan berisi lapisan Geometri Input
HEC-RAS yang digunakan dalam proses spesifik tersebut.
Lapisan Geometri meliputi sub lapisan: Sungai; XS (penampang
melintang); Area penyimpanan; area aliran 2D;

86
Jembatan/Gorong-gorong, dll... Salah satu atau semua lapisan
Geometri ini dapat diaktifkan untuk visualisasi elemen model.

Gambar 2. 47 Geometric Elemen Model Visualisation.


Secara default, setelah model HEC-RAS berhasil
dijalankan, akan ada tiga lapisan hasil dinamis yang disebut
Depth, Velocity, dan WSE (Water Surface Elevation). Lapisan ini
dapat digunakan untuk memvisualisasikan hasil model dalam
bentuk pemetaan genangan (misalnya peta geometri dua dimensi,
dengan air dan lapisan lain di atasnya). Lapisan akan dihitung dan
ditampilkan saat itu juga, artinya RAS Mapper membaca hasil
model yang dihitung dari file, dan kemudian menghitung peta
dalam memori dan menampilkannya sesuai kebutuhan. Medan
dasar yang digunakan untuk menghitung lapisan peta didasarkan
pada skala tampilan peta. Jika pengguna diperbesar, data dasar
(mentah) akan digunakan untuk menghitung lapisan peta
genangan; namun, jika pengguna diperkecil, versi medan yang
diambil sampelnya ulang akan digunakan. Oleh karena itu,
lapisan peta yang ditampilkan mungkin sedikit berubah
berdasarkan skala di mana pengguna diperbesar. Secara default,
lapisan peta bukan kisi yang telah dihitung sebelumnya yang
disimpan di hard drive. Dengan menghitung lapisan peta dengan
cepat, pemetaan sebenarnya lebih cepat dan membutuhkan lebih
sedikit ruang disk. Pengguna memiliki opsi untuk membuat

87
lapisan peta "Tersimpan" (kotak yang disimpan ke hard disk) jika
diinginkan. Grid "Tersimpan" didasarkan pada lapisan medan
mentah (paling detail) untuk menghitung grid.

Lapisan hasil lain tersedia untuk visualisasi, tetapi


pengguna harus meminta/membuat lapisan hasil untuk
ditampilkan. Untuk membuat lapisan hasil baru, klik kanan pada
Nama Rencana yang diinginkan (tercantum di Lapisan Hasil) dan
pilih opsi yang disebut Tambahkan Lapisan Peta Hasil Baru. Opsi
ini akan memunculkan jendela yang memungkinkan Anda untuk
memilih Jenis Peta Hasil baru (lihat Gambar 2.48 berikut).
Jendela ini juga dapat ditampilkan dengan memilih Alat | Kelola
Peta Hasil. Kemudian Pengelola Peta Hasil akan muncul, dan
pengguna kemudian dapat memilih tombol Tambah Peta Baru
dari salah satu nama Rencana yang tercantum di jendela itu untuk
membuat lapisan peta hasil baru.

Gambar 2. 48 Result Map Parameters Window.


Seperti ditunjukkan pada gambar diatas, jendela
Parameter Peta Hasil baru memiliki tiga bagian untuk dipilih. Di
sebelah kiri adalah Jenis Peta, di mana pengguna memilih
parameter untuk dipetakan (membuat lapisan untuk). Saat ini
RAS Mapper memungkinkan pengguna untuk membuat 20 Jenis
Peta yang berbeda (Tabel dibawah).

88
Setelah Jenis Peta dipilih, bagian tengah jendela (Profil
Tidak Stabil) digunakan untuk memilih jenis profil: Maksimum
(Tahap maksimum di mana saja tanpa memandang waktu);
Minimum (tahap Min di mana-mana terlepas dari waktu); atau
tanggal dan waktu tertentu (menghasilkan contoh tertentu dalam
waktu). Jika peta akan ditampilkan secara dinamis (dihitung
dalam memori dan ditampilkan dengan cepat), tidak peduli apa
yang dipilih untuk profil, pengguna akan dapat
memvisualisasikan semua profil secara dinamis. Jika peta perlu
dibuat sebagai peta statis (hasil atau grid kedalaman yang ditulis
ke file) maka profil spesifik yang dipilih akan digunakan untuk
peta statis tersebut.

Tabel 2. 14 Current RAS Mapper Map Types.

89
Tabel 2. 14 Current RAS Mapper Map Types (Lanjutan).

Waktu kedatangan dan lapisan peta durasi, memerlukan


informasi tambahan dari pengguna: apakah akan menuliskan
hasilnya dalam jam atau hari; ambang kedalaman (default
adalah nol, tetapi pengguna mungkin ingin memasukkan nilai
yang lebih tinggi, seperti 0,5 atau 1,0 kaki); dan akhirnya data
awal dan waktu yang akan digunakan untuk evaluasi (ini
mungkin awal dari waktu peringatan, yang kemudian akan
membuat perhitungan waktu kedatangan menjadi waktu
peringatan).
Hal terakhir yang harus dipilih pada jendela adalah Map
Output Mode (Tabel dibawah). Mode Keluaran Peta adalah
tempat pengguna memilih apakah peta akan menjadi lapisan
Dinamis, Dihasilkan untuk Tampilan Saat Ini (dalam memori),
atau lapisan peta Tersimpan (Disimpan ke disk). Lapisan
dinamis dihitung dengan cepat sesuai kebutuhan dan dapat
dianimasikan melalui langkah-langkah waktu dari solusi. Peta
dinamis adalah yang paling berguna untuk memvisualisasikan
hasil. Peta yang disimpan hanya perlu dibuat ketika pengguna

90
ingin membuat grid kedalaman, atau jenis lapisan lainnya, yang
perlu ditulis ke hard disk. Lapisan Tersimpan dapat digunakan
oleh program lain (misalnya oleh HEC-FIA untuk menghitung
kerusakan atau kehilangan nyawa), atau dapat ditampilkan
dalam GIS dan digunakan untuk tujuan lain.

Tabel 2. 15 RAS Mapper Map Output Modes.

Setelah Jenis Peta, Profil Tidak Stabil, dan Mode


Keluaran Peta telah dipilih, pengguna kemudian memilih
tombol Tambah Peta dan peta akan ditambahkan ke Lapisan
Hasil di bawah Rencana yang dipilih.

91
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bagan Alur Penelitian.


Bagan alur penelitian dipergunakan sebagai gambaran langkah-langkah
yang akan diambil dalam proses penelitian terdapat beberapa proses
identifikasi masalah yang ada, proses pengumpulan data, dan proses analisa
data seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Bagan alur penelitian tugas akhir.

92
3.2 Lokasi Wilayah Studi.
Lokasi penelitian dilakukan pada DAS (Daerah Aliran Sungai)
Bendung Opyang Subaim Kabupaten Halmahera Timur. Secara geografis DAS
Bendung Opyang terbentang antara 1° 2'15.79"N garis Lintang Utara dan 128°
9'59.28"E garis Lintang Timur. Untuk pencarian informasi tentang topografis
sungai di wilayah DAS Bendung Opyang dilakukan dengan cara menganalisa
topografis area DAS berdasarkan data DEMNAS dan analisa ArcGIS untuk
penentuan catchment area DAS dan sebaran sub-DAS Bendung Opyang untuk
menunjang analisa pemodelan dan visualisasi DAS.

3.3 Peta Wilayah Lokasi Penelitian.


Berikut adalah peta lokasi penelitian yang untuk pemodelan dan
visualisasi banjir yaitu pada DAS Bendung Opyang Subaim Kabupaten
Halmahera Timur.

Gambar 3. 2 Peta lokasi penelitian untuk pemodelan dan visualisasi banjir.


(Sumber: Hasil pemotretan citra satellite Google Earth. Fitrah R Hamid
2022)

93
Gambar 3. 3 Peta Delineasi Catchment Area DAS Bendung Opyang Subaim Kab. Halmahera Timur.

94
3.4 Pengumpulan Data.
Metode pengolahan data dilakukan dengan pengumpulan data curah
hujan harian dari 2 stasiun pengamatan curah hujan di kawasan DAS Bendung
Opyang Subaim yaitu pada pos hujan Tutiling Jaya dan pos hujan Mekar Sari.

Analisa curah hujan yang digunakan dalam perhitungan yaitu analisa


frekuensi curah hujan digunakan Metode Gumbel, Normal, Log Normal, dan
Log Pearson Type III yang kemudian diuji dengan Uji Distribusi Probabilitas
dengan Metode Chi-Kuadrat dan Metode Smirnov-Kolmogorov untuk
mengetahui apakat persamaan distribusi probabilitas yang dipilih dapat
mewakili distribusi satistik sampel data yang dianalisis.

Dalam penelitian, nilai curah hujan yang digunakan untuk perhitungan


intensitas curah hujan digunakan data curah hujan 10 tahun dengan periode
kala ulang Q2, Q5, Q10, Q25, Q50, dan Q100 tahun. Kemudian data tersebut
akan digunakan untuk menghitung debit banjir rancangan kala ulang dengan
Metode HSS-SCS (Hidrograf Satuan Sintetis Soil Conservation Services).

Setelah perhitungan intensitas curah hujan berhasil didapat, dilakukan


Pemodelan Debit Banjir kala ulang periode Q2, Q5, Q10, Q25, Q50, dan Q100
tahun menggunakan software HEC-HMS (Hydrologic Engineering Center –
Hydrologic Modelling System) dan visualisai debit banjir kala ulang Q2, Q5,
Q10, Q25, Q50, dan Q100 tahun untuk mengetahui luasan genangan banjir
yang meluap dengan software HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center –
River Analysis System).

3.5 Data Penelitian.


Data sekunder adalah data yang dianalisa oleh penulis dari proses
modelling untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
selain itu sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang
terkait dalam proses penelitian ini. Adapun data sekunder dalam penelitian ini
adalah :

95
1. Data curah hujan harian 10 tahun pada DAS Bendung Opyang Subaim,
tahun 2012-2021.
2. Peta DAS Bendung Opyang diperoleh dalam analisa spasial ArcGIS.
3. Luas DAS Bendung Opyang dioeroleh dalam analisa spatial hydrologic
ArcGIS.

3.6 Jadwal Penelitian.


Tabel 3. 1 Jadwal Penelitian.
Tahun 2022
No Kegiatan
Mar Apr May Jun Jul Aug Sep
1. Tahap Persiapan Penelitian.
a. Pengajuan Judul Proposal
b. Penyusunan Proposal
c. Pengajuan Proposal
Perijinan Perolehan Data
d.
Sekunder
d. Seminar Proposal
2. Tahap Pelaksanaan.
a. Pengumpulan Data
b. Analisis Data
3. Tahap Pelaporan.
Menyusun Hasil Analisis Sesuai
a.
Panduan Penyusunan Tugas Akhir
b. Pengajuan Skripsi
c. Sidang Skripsi

96
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, M., & Faridah, dan. (2017). Hydrograph Debit Banjir Rencana pada
Daerah Aliran Sungai (DAS) Tallo Makassar dengan Model Hidrologi HEC-
HMS. In Jurnal AgriTechno (Vol. 10, Issue 2).

Agus Priambodo, Y., & Kamis, D. M. (2020). DELINEASI DAS SUNGAI


PENYEBAB BANJIR DI KELURAHAN RUA KECAMATAN PULAU
TERNATE KOTA TERNATE MENGGUNAKAN HEC-HMS (Vol. 10,
Issue 2).

Erwanto, Z., Baroroh Baried, D., Program, ), Teknik, S., Politeknik, S.,
Banyuwangi, N., Raya Jember, J., & 13, K. M. (2014). STUDI OPTIMASI
PENGGUNAAN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAS TAMBONG
BANYUWANGI BERDASARKAN HSS US SCS Study Of Optimizing The
Use of Land in Managing Tambong Watershed at Banyuwangi Regency Based
on Synthetic Unit Hydrograph US SCS. In MARET (Vol. 14, Issue 1).

Fadrizal Lubis. (2016). ANALISA FREKUENSI CURAH HUJAN TERHADAP


KEMAMPUAN DRAINASE PEMUKIMANDI KECAMATAN KANDIS.
Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol 2, No. 1, 34–46.

Irawan, P., Ikhsan, J., Atmaja, S., & Komala Sari, N. (2020). Akselerasi: Jurnal
Ilmiah Teknik Sipil ANALISIS DAN PEMETAAN ISOHYET CURAH
HUJAN BERBAGAI PERIODE ULANG TAHUN (PUH) DAS CITANDUY
HULU. 2(1).

Lashari, R. K. F. P. (2017). Analisa Distribusi Curah Hujan di Area Merapi


Menggunakan Metode Aritmatika Dan Poligon. Jurnal Teknik Sipil &
Perencanaan, Vol. 19 No. 1(p-ISSN 1411-1772 e-ISSN 2503-1899), 39–48.

Listyarini, D., Hidayat, Y., & Tjahjono, B. (2018). MITIGASI BANJIR DAS
CITARUM HULU BERBASIS MODEL HEC-HMS. Jurnal Ilmu Tanah Dan
Lingkungan, 20(1), 40–48. https://doi.org/10.29244/jitl.20.1.40-48

97
Marko, K., Zulkarnain, F., Geografi, D., Matematika, F., Ilmu, D., & Alam, P.
(2018). Pemodelan debit banjir sehubungan dengan prediksi perubahan
tutupan lahan di daerah aliran Ci Leungsi Hulu menggunakan HEC-HMS.
2(1). http://jglitrop.ui.ac.id

Mulyadi, R., Budi Sulistioadi, Y., Suhardiman, A., Kehutanan, F., Mulawarman Jl
Ki Hajar Dewantara, U., Gunung Kelua, K., & Timur, K. (2020).
PEMODELAN HIDROLOGI DENGAN HEC-HMS DI SUB-DAS
KARANGMUMUS SAMARINDA. In Ulin-J Hut Trop (Vol. 4, Issue 1).

Nasjono, J. K. (2018). Keandalan Metode Soil Curve Conservation Services-Curve


Number untuk Perhitungan Debit Puncak pada DAS Manikin. In Jurnal Teknik
Sipil: Vol. VII (Issue 2).

Pratama, H. A., Ikhsan, J., & Apip, A. (2021). PREDIKSI DEBIT ALIRAN
MASUK KE TELAGA MENJER MENGGUNAKAN PERSAMAAN
NERACA AIR DAN PEMODELAN HEC-HMS. JURNAL TEKNIK
HIDRAULIK, 12(2), 119–130. https://doi.org/10.32679/jth.v12i2.655

Pratiwi, Z. N., & Santosa, P. B. (2021). Pemodelan Banjir dan Visualisasi


Genangan Banjir untuk Mitigasi Bencana di Kali Kasin, Kelurahan Bareng,
Kota Malang. JGISE: Journal of Geospatial Information Science and
Engineering, 4(1), 56. https://doi.org/10.22146/jgise.56525

Purwono, N., Hartanto, P., Prihanto, Y., & Kardono, P. (n.d.). Prosiding Seminar
Nasional Geografi UMS IX 2018 TEKNIK FILTERING MODEL ELEVASI
DIGITAL (DEM) UNTUK DELINEASI BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI
(DAS).

Suadnya, D. P., Sumarauw, J. S. F., & Mananoma, T. (2017). ANALISIS DEBIT


BANJIR DAN TINGGI MUKA AIR BANJIR SUNGAI SARIO DI TITIK
KAWASAN CITRALAND. Jurnal Sipil Statik, 5, 143–150.

Toar, R., Kawet, P. L., Wuisan, E. M., & Tangkudung, H. (2013). STUDI
PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION
SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA. In Jurnal
Sipil Statik (Vol. 1, Issue 3).

98
Wicaksono, Ma., Prasetyo Wahono, E., Chandra Wijaya, R., & Indriana
Kusumastuti, D. (2021). Pemodelan Hujan-Debit Aliran Menggunakan
Program HEC-HMS 4.5 Di SubDAS Argoguroh-Margatiga (Vol. 9, Issue 4).

I Made Kamiana, (2011). Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air


(GRAHA ILMU, Cetakan Pertama).

Indarto (2010). Metode Analisis dan Tool Untuk Interpretasi Hidrograf Aliran
Sungai (BUMI AKSARA, Cetakan Pertama).

Indarto (2010). Dasar Teori Dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi (BUMI
AKSARA, Cetakan Pertama).

Dr. Ir. Suripin, M. Eng (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan
(Penerbit ANDI Yogyakarta).

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-a). HEC-


HMS Applications Guide-HEC-HMS Applications Guide HEC-HMS
Applications Guide.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-b). HEC-


HMS Technical Reference Manual-HEC-HMS Technical Reference
Manual-1 UNDER CONSTRUCTION HEC-HMS Technical Reference
Manual-HEC-HMS Technical Reference Manual. www.hec.usace.army.mil

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-c). HEC-


HMS Tutorials and Guides-HEC-HMS Tutorials and Guides 1 Creating a
Simple Model.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-d). HEC-


HMS Validation Guide-HEC-HMS Validation Guide.
www.hec.usace.army.mil

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-e). HEC-


RAS 1D Sediment Transport-HEC-RAS 1D Sediment Transport 1D
Sediment Transport User’s Manual-1.

99
US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-f). HEC-
RAS 2D Sediment Technical Reference Manual-HEC-RAS 2D Sediment
Technical Reference Manual.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-g). HEC-


RAS Applications Guide-HEC-RAS Applications Guide-1 Welcome to the
HEC-RAS Applications Guide.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-h). HEC-


RAS Guides and Tutorials-HEC-RAS Guides and Tutorials-1 Instruction
and reference material for performing modeling tasks in HEC-RAS.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-i). HEC-


RAS River Analysis System HEC-RAS 2D User’s Manual.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-j). HEC-


RAS River Analysis System HEC-RAS Hydraulic Reference Manual.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-k). HEC-


RAS River Analysis System HEC-RAS Mapper User’s Manual HEC-RAS
Mapper User’s Manual-2.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-l). HEC-


RAS River Analysis System HEC-RAS User’s Manual.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-m).


Hydrologic Modeling System HEC-HMS User’s Manual.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (n.d.-n). Mud and
Debris Flow-HEC-RAS Mud and Debris Flow-1.

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (2015). HEC-


RAS USDA-ARS Bank Stability & Toe Erosion Model (BSTEM) Technical
Reference & User’s Manual. www.hec.usace.army.mil

US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (2020). HEC-


RAS 2D Sediment User Manual-Report Documentation HEC-RAS Two-
Dimensional Sediment Transport User’s Manual.

100
US Army Corps of Engineers, & Hydrologic Engineering Center. (2022). HEC-
RAS River Analysis System HEC-RAS User’s Manual.

http://www.porosinformasi.co.id/banjir-rob-rendam-30-rumah-warga-subaim/

https://www.cerminhalmahera.com/hujan-deras-subaim-nyaris-tenggelam/

101

Anda mungkin juga menyukai