Anda di halaman 1dari 3

Paradoks Pembangunan Ekonomi: KIT Batang Surganya Investasi?

Kawasan Industri Terpadu [KIT] Batang merupakan salah satu proyek strategis nasional
Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Bahkan Presiden berkali-kali hadir ke Batang dalam
rangka proyek tersebut. KIT Batang rencananya dibangun seluas 4300 hektar yang terbagi
menjadi tiga klaster; 3100 hektar untuk kawasan industri, 800 hektar untuk distrik inovasi, dan
400 hektar untuk distrik rekreasi. Proyek yang dimulai Juni 2020 itu ditargetkan selesai pada
2024.

Semangat pemerintah dari proyek tersebut tidak lain adalah percepatan industrialisasi sebagai
sarana pengembangan ekonomi baru. Tercatat beberapa raksasa industri sudah ambil bagian
dalam pengembangan KIT Batang, mulai KCC Glass, LG Chem, Wavin, Aboard Vitrifield.
Bahkan Pemerintah pun mengklaim KIT Batang akan menjadi surganya investasi di Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan, apakah semangat pengembangan ekonomi sudah disertai antisipasi
permasalahan yang akan mucul dikemudian hari?

Berkaca pada proses industrialisasi yang terjadi sejak revolusi industri di Inggris Abad 17
sampai dengan Abad ke 20 tidak lepas dari permasalahan. Hegemoni industrialisasi cenderung
pragmatis pada kepentingan ekonomi an sich. Padahal. semangat pembangunan ekonomi
mestinya disertai dengan keseimbangan kelestarian lingkungan, pengurangan kesenjangan
kelas sosial, serta peningkatan kesejahteraan kolektif untuk masyarakat. Akankah KIT Batang
menjadi bagian dari paradoks berikutnya dalam pembangunan ekonomi?

Arthur Lewis pada tahun 1954 mengembangkan teori trickle down effect dari Albert Hirscman,
dimana kelonggaran diberikan kepada pemilik modal untuk berinvestasi sehingga akan menjadi
pendongkrak pertumbuhan ekonomi. Tidak dipungkiri bahwa investasi juga akan membuka
lapangan kerja, sehingga bisa mengurangi angka pengangguran. Akan tetapi konsep ini
cenderung hanya menguntungkan segelintir orang kaya. Apa yang diharapkan akan menetes
kebawah tidak terjadi, sehingga kesejahteraan tidak merata. Gini rasio malah semakin
meningkat, yang kaya semakin kaya, yang miskin tetap menjadi buruh saja.

Potensi Bencana

Master plan KIT Batang merupakan perubahan lahan PTPN 9 dari hak guna umum menjadi hak
pengelola lahan. PTPN 9 kita ketahui merupakan BUMN yang bergerak dibidang perkebunan,
mulai dari karet, teh, kopi, dan tebu. Memang proses alih lahan secara legal formal relatif tanpa
kendala. Pihak yang terlibat merupakan unsur pemerintah semuanya. Tetapi alih fungsi dari
lahan perkebunan menjadi kawasan industri mestinya diperhitungkan dengan matang. Dengan
luasan lahan yang tidak sedikit, potensi kerusakan lingkungan dan habitat alam semakin
mengancam.

Pada Tahun 2021 tercatat lebih dari 3 kali air lumpur masuk ke pemukiman warga akibat
adanya pembangunan KIT Batang. Hal tersebut mestinya menjadi alarm penanda bahaya,
bahwa keberadaan KIT Batang telah memberikan efek buruk kepada masyarakat setempat.
Antisipasi yang dilakukan juga tidak bisa dalam jangka pendek saja, tetapi harus jangka
panjang. Sehingga keberadaan KIT Batang menjamin keselamatan warga masyarakat sekitar.

Belum soal limbah industri nanti, yang jelas akan mengancam kelestarian lingkungan.
Mengingat masyarakat pesisir yang berdekat dengan KIT Batang mayoritas berprofesi sebagai
nelayan, baik budidaya ataupun tangkap. Jangan sampai alih fungsi lahan tersebut, juga
berdampak kepada habitat alam laut karena efek limbah industri yang ada di KIT Batang.
Keberlangsungan hidup para nelayan juga harus menjadi perhatian serius atas hadirnya proyek
industrialisasi tersebut.

Memang tidak mudah membaca bencana, tetapi juga tidak boleh berdalih pada kehendak yang
maha kuasa. Teori sebab akibat menjadi penting untuk memetakan persoalan atas kehadiran
KIT Batang. Jika sebelum ada pembangunan KIT Batang warga tidak pernah terjadi banjir
lumpur, maka jangan salahkan warga jika menyalahkan proyek tersebut. Jika nelayan tidak
pernah dihantui rasa takut sebelum ada KIT Batang, maka harus ada penjamin agar rasa takut
terebut tidak menjadi kenyataan. Harus ada langkah-langkah yang serius dalam mengantisipasi
hal tersebut.

Kesiapan SDM

Hadirnya perusahaan-perusahaan yang akan mengisi KIT Batang tentu harus ada
kebermanfaatan dalam memperluas lapangan pekerjaan. Jika diproyeksikan KIT Batang
menjadi destinasi investor asing, maka hal tersebut harus menjadi peluang pekerjaan yang
sesungguhnya. Maka kesiapan sumber daya manusia [SDM] harus menjadi mutlak, turutama
untuk warga masyarakat Batang sendiri.

Berdasarkan data yang ada di Badan Pusat Statistik, Tahun 2022 Kabupaten Batang
mempunyai indeks pembangunan manusia diangka 69,45. Angka yang relatif pas-pasan, yang
menggambarkan SDM Kabupaten Batang belum begitu ideal. Artinya dengan kualitas demikian,
kemungkinan keterserapan SDM atas kehadiran KIT Batang masih rendah. Apalagi untuk
sekelas perusahaan asing. Harus ada effort tersendiri untuk memacu peningkatan kualitas SDM
yang ada di Batang.

Banyak hal yang harus disiapkan untuk menata kualitas SDM, mulai pendidikan, kesehatan
serta kecakapan bahasa asing. Ini tidak mudah, tetapi tidak ada pilihan lain untuk segera
bergegas untuk segera siap. Langkah ini juga harus dilakukan pemerintah daerah, agar
memacu lebih cepat untuk mempersiapkan SDM yang mumpuni. Sehingga adanya KIT Batang
kelak benar-benar terjadi penyerapan tenaga kerja, terutama untuk masyarakat setempat. Tidak
hanya tenaga kerja bagian kasar. tetapi juga tenaga kerja terampil yang penuh kecakapan.

Menyiapkan SDM memang tidak bisa dalam waktu singkat, perlu penyadaran bersama seluruh
lapisan masyarakat agar menyadari hal terebut. Jangan sampai masyarakat Batang kelak
hanya menjadi penonton atas keberadaan KIT. Jika hal tersebut terjadi, maka hanya akan
menambah pilu atas proses pembangunan ekonomi yang digembor-gemborkan.

Pembangunan Holistik

Hadinya KIT Batang haruslah menjadi jawaban atas kegagalan dan kelemahan proses
industrialisasi yang terjadi selama ini. Kita harus berkaca pada proses industrialisasi yang
menguntungkan sekelompok kecil pemodal, tetapi merugikan banyak pihak. Maka proses
pembangunan harus menggunakan perspektif yang holistik, tidak bisa parsial hanya
kepentiangan ekonomi semata. Apalagi Pemerintah sudah bersepakat dan berkomitmen untuk
menerapkan sustainable development goals [SGDs].

Pada Tahun 1994 John Elkington dalam bukunya Cannibals with Forks mengenalkan konsep
pembangunan industri yang holistik. Proses industrialisasi tetap memperhatikan bagaimana
economic prosperity [kinerja ekonomi berupa perolehan profit], bagaimana social justice [ukuran
kepedulian sosial] serta bagaimana environmental quality [kelestarian lingkungan]. Konsep
inilah yang dikenal dengan Triple Bottom Line, dimana industrialisasi tidak bisa hanya profit
oriented semata. Walaupun tidak dinafikkan dalam aktifitas bisnis, keuntungan merupakan
tujuan penting.

Masyarakat sekitar KIT Batang merupakan stakeholder penting yang harus diperhatikan oleh
perusahaan. Adanya corporate social responsibility [CSR] tidak bisa hanya sekedar lip service
sesaat pada masyarakat sekitar. Tetapi menjadi keseriusan perusahaan untuk melakukan
empowerment [pemberdayaan] dalam berbagai hal. Baik dari segi kemampuan dan
keterampilan, fasilitasi sarana prasarana, serta hal lain yang mendukung aktifitas masyarakat
setempat.

Lingkungan juga menjadi perhatian penting bagi perusahaan yang ada di KIT Batang. Jika
kebutuhan masyarakat KIT Batang terpenuhi, tetapi lingkungan sekitar perusahaan terancam
rusak, maka masyarakat pasti merasa dirugikan. Perusahaan di wilayah KIT Batang harus
menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Sehingga kelestarian lingkungan terjaga,
masyarakat bisa hidup dengan aman dan nyaman setelah adanya KIT Batang.

Industrialisasi merupakan suatu keniscayaan yang sulit kita tolak. Hadirnya KIT Batang mestiya
menjadi antitesa atas paradoks pembangunan ekonomi selama ini. Kemajuan negara Indonesia
tidaklah harus meniru pada Negara lain. Perlu adanya komitmen dari Pemerintah secara holistik
dan keberlanjutan untuk menjaga itu semua. Sehingga pembangunan ekonomi tidak menjadi
bencana di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai