Anda di halaman 1dari 3

Defisit Ekologi Akibat Tiada Khilafah

Komisi Energi DPR mengagendakan rapat pengambilan keputusan revisi Undang-Undang


Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) dalam Rapat Kerja Komisi VII, Senin, 11 Mei 2020.
Setelah pengambilan keputusan, RUU revisi UU Minerba tinggal menunggu pengesahan
dalam Rapat Paripurna DPR yang dijadwalkan akan digelar pada Selasa, 12 Mei 2020,
seiring dengan berakhirnya Masa Sidang III DPR (Tempo, 10/5/2020). Ekonom Faisal Basri
menilai Revisi UU Minerba akan memberikan keuntungan kepada para pengusaha batu bara.
Ibarat karpet merah yang membentang di tempat yang sama dengan Omnibus Law, karpet
merahnya bertumpuk dan makin empuk bagi yang menapakinya. Salah satu poin yang
disoroti adalah terkait perpanjangan kontrak. Dengan revisi itu, ada pasal yang membuat
perpanjangan kontrak tidak lagi perlu lewat lelang.

Berdasarkan rilis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), bagi perusahaan pemegang Kontrak
Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) dapat
memperpanjang secara otomatis operasionalnya selama 2 x 10 tahun tanpa melalui penetapan
Wilayah Pencadangan Negara (WPN) yang dilanjutkan dengan pelelangan Wilayah Izin
Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Perusahaan pemegang Izin usaha Pertambangan
Khusus (IUPK) pun dapat mengajukan permohonan wilayah penunjang pertambangan di luar
konsesi perusahaan itu sendiri.

Selain menggelar karpet merah untuk penguasa kapitalis, revisi UU minerba juga melindungi
para pejabat pembuat keputusan. Yaitu dengan dihapusnya Pasal 165 tentang pidana penjara
dan denda bagi setiap orang yang mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin
Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang
menyalahgunakan kekuasaan dan bertentangan dengan undang-undang. RUU Minerba ini
mengancam masyarakat yang lahannya hendak dijadikan wilayah pertambangan. Mereka
tidak diberikan hak untuk menolak pertambangan. Masyarakat di daerah lingkar tambang
dengan mudah dikriminalisasi dan dipidana, juga bisa dikenai pidana tambahan yakni
perampasan barang dan membayar ganti rugi. RUU Minerba ini juga membuka peluang
lubang tambang boleh dijadikan irigasi dan pariwisata. Dampaknya, perusahaan semakin
leluasa untuk terhindar dari kewajiban merehabilitasi lubang-lubang tambang. Negara
pelayan kapitalis nampak bahwa revisi UU Minerba bukan ditujukan untuk mewujudkan
kemaslahatan rakyat. Terbitnya revisi ini berkaitan dengan akan habisnya enam kontrak karya
di sepanjang periode 2020-2025. Enam perusahaan ini adalah perusahaan besar yang
menguasai hampir 70 persen produksi nasional, yakni PT Adaro Energy Indonesia, PT Berau
Coal, PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Bukit
Asam. Telah umum diketahui, sektor tambang menjadi ladang korupsi. Demikian pula
dengan tambang batu bara. Terjadi “perselingkuhan” antara perusahaan, birokrat, dan politisi.
Para elite politik juga menyatukan politik dengan bisnis di sektor pertambangan batu bara,
antara lain Aburizal Bakrie dengan Bumi Resources dan Prabowo Subianto  dengan grup
bisnis Nusantara. (Jatam.org)

Terdapat elite politik dengan konflik kepentingan politik yang besar di bisnis batu bara.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan merupakan pemegang
saham PT Toba Sejahtera. Perusahaan ini memiliki sejumlah anak perusahaan yang terlibat
dalam pertambangan batu bara dan PLTU. Beberapa orang lainnya terhubungkan dengan
kelompok bisnis ini, termasuk anggota keluarga Luhut, mantan menteri serta pejabat tinggi
lainnya, dan pensiunan jenderal. Kini negara menjadi pelayan para kapitalis. Melalui proses
demokrasi, dibuatlah aturan (UU) yang memfasilitasi para kapitalis pengusaha untuk
mengeruk kekayaan rakyat Indonesia. Tak peduli pada kerusakan lingkungan, kebutuhan
rakyat dan aspirasi masyarakat, asalkan keuntungan materi didapatkan. Hal ini mengingat
batu bara hingga saat ini menjadi bisnis yang sangat menggiurkan. Pada 2019 saja, produksi
batu bara di tanah air mencapai 616 juta ton dengan nilai ekspor mencapai US$ 9 miliar.

Tambang Batu Bara Dalam Khilafah merupakan salah satu komoditas tambang yang menjadi
andalan Indonesia. Indonesia menjadi salah satu eksportir batu bara kenamaan dunia. Bahan
bakar fosil ini digunakan sebagai bahan bakar bagi pembangkit listrik, juga untuk menyuplai
berbagai industri. Karena sifatnya yang strategis bagi kehidupan dan fakta tambangnya yang
memiliki deposit besar seperti air mengalir, batu bara terkategori kepemilikan umum dalam
Islam. Terhadap kepemilikan umum, syariat Islam memberi pengaturan sebagai berikut:

1. Hal yang paling mendasar adalah bahwa energi merupakan hak umum (public ownership),

sehingga tidak boleh diprivatisasi. Sebaliknya, khilafah harus bisa menjamin kebutuhan rakyat

akan energi ini dan menjadikannya sebagai sumber kekuatan negara. Karena itu, pengelolaan

energi harus diintegrasikan dengan kebijakan negara di bidang industri dan bahan baku sehingga

masing-masing tidak berjalan sendiri-sendiri.

2. Khilafah akan membatalkan kontrak tambang yang tidak sesuai syariat. Tambang kecil boleh

dikelola individu (swasta), sedangkan tambang besar dikelola oleh negara. Pengelolaan tambang

oleh swasta tidak boleh menjadi lahan korupsi. Khilafah menerapkan sistem politik dan birokrasi

yang berdasar syariat sehingga mencegah tindakan korup. Pejabat yang terbukti memanfaatkan

jabatan untuk bisnis pribadi akan dipecat dan diberi sanksi yang menjerakan.
3. Karena energi dibutuhkan untuk berbagai tugas, maka khilafah perlu membangun infrastruktur

energi modern. Khilafah akan menjadikan dirinya sebagai negara yang memimpin dalam industri

energi.

4. Batu bara harus dialokasikan untuk pemakaian yang penting seperti bahan bakar untuk

pembangkit listrik. Gas alam yang dihasilkan batu bara diolah untuk bahan bakar industri,

pembangkit listrik tenaga gas, serta produk hidrogen dan solar. Juga untuk mendukung industri

baja, aluminium, semen, dan kertas. Khilafah tidak akan mengekspor sebelum semua kebutuhan

dalam negeri tercukupi.

5. Untuk menjaga alam, penambangan dan pemanfaatan batu bara harus dilakukan berdasarkan

perhitungan yang cermat. Khilafah akan melakukan upaya konservasi terhadap bekas tambang

agar tidak berdampak buruk. Perlu juga dikembangkan energi alternatif. Ini akan membantu

pemanfaatan yang berkelanjutan atas batu bara dan menjaga kebersihan udara.

6. Untuk memenuhi konsumsi domestik rakyat, khilafah bisa menempuh dua kebijakan: Pertama,

mendistribusikan batu bara kepada rakyat dengan harga murah. Misalnya untuk pemanas ruangan

maupun peternakan; Kedua, mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin

kebutuhan rakyat yang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, termasuk terpenuhinya

sandang, papan, dan pangan.


Dengan strategi tersebut khilafah akan mengelola batu bara secara mandiri dan tidak
diintervensi oleh perusahaan maupun negara mana pun. Jika itu terjadi, hasil pengelolaan
batu bara itu akan membawa kemakmuran bagi rakyatnya. Khilafah mewujudkan
swasembada energi dan menjadikan energinya sebagai kekuatan diplomasi untuk merangkul
wilayah lain agar masuk dalam naungan Islam.

Anda mungkin juga menyukai