Anda di halaman 1dari 113

Merawat Paru-Paru Kota

majalah.tempo.co
2 mins read

S
ebanyak 190 pohon di kawasan Monumen Nasional ditebang.
Padahal Monas salah satu paru-paru Kota Jakarta.

• Sejak 1970, Monas menjadi paru-paru kota.

• Presiden Soeharto memulainya dengan gerakan menanam sejuta pohon.

• Kini Gubernur Jakarta malah menebangi ratusan pohon untuk dijadikan plaza.

SEKITAR 190 pohon di sisi selatan kawasan Monumen Nasional atau


Monas, Gambir, Jakarta Pusat, ditebang. Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta berencana mengubah lahan taman yang rimbun itu menjadi
plaza dan kolam. Langkah Pemerintah Provinsi itu menuai protes dari
masyarakat dan pemerhati lingkungan karena dianggap
mempersempit ruang terbuka hijau di Ibu Kota.
Kawasan Monumen Nasional selama ini menjadi salah satu “paru-
paru” Jakarta. Berbagai pohon ditanam secara bertahap di area taman
seluas 80 hektare itu. Pada 1973, pemerintah mendeklarasikan
kawasan taman Monumen Nasional sebagai bagian dari hutan kota.
Ketika itu, pemerintah menanam 1.568 pohon di sana. Sejak itu,
berbagai jenis pohon ditanam secara bertahap.

Pada 1993, kawasan taman Monumen Nasional menjadi pusat gerakan


nasional penanaman sejuta pohon. Majalah Tempo menulis hal
tersebut dalam berita bertajuk “Gerakan Sejuta Pohon”, yang terbit
pada 23 Januari 1993.

Waktu itu, pertengahan Januari 1993, Presiden Soeharto


mencanangkan tahun 1993 sebagai Tahun Lingkungan Hidup dan
Gerakan Satu Juta Pohon. Ini adalah gerakan untuk menanam minimal
satu juta pohon di setiap provinsi. Secara simbolis gerakan ini
dimulai dengan penanaman sepasang beringin putih oleh presiden
dan wakil presiden. Presiden Soeharto juga menandatangani prasasti
pembangunan hutan taman kota Taman Medan Merdeka, yang
berlokasi di lapangan Monumen Nasional.

“Ribuan lagi tanaman akan ditanam untuk menarik burung dan


melepaskan udara segar,” kata Presiden ketika itu.

Tahap awal, pemerintah menanam 1.070 pohon, 459 di antaranya


tanaman khas dari 27 provinsi. Pohon majego dari Bali atau cendana
dari Nusa Tenggara Timur, misalnya, termasuk flora yang akan
memperkaya koleksi Taman Medan Merdeka. Pemerintah berharap
pohon-pohon yang ditanam itu nanti bisa tumbuh subur dan rindang.
Warga yang berkunjung ke sana bisa menikmati Monumen Nasional
sekaligus menghirup udara segar di tengah kota.

Kepala Dinas Pertamanan DKI Buntaran Bunyamin mengatakan


Taman Medan Merdeka akan mulai tampak hijau pada 1995. “Yang
ditanam bukan bibit, melainkan pohon yang sudah cukup besar,”
ujarnya. Pemerintah mengalokasikan dana Rp 266 miliar untuk
pembangunan taman yang akan dilengkapi sarana parkir dan restoran
itu. “Taman Medan Merdeka akan dijadikan landmark Republik
seperti Arch de Triumph di Prancis,” kata Menteri Lingkungan Hidup
Emil Salim.

Taman-taman yang teduh nyaman juga akan dibangun di empat


wilayah Jakarta. Soerjadi, Gubernur DKI Jakarta ketika itu, telah
menginstruksikan agar di setiap wilayah dibuat semacam alun-alun.

Pembuatan paru-paru di tengah kota itu juga diikuti daerah lain. Di


Jawa Timur, Gubernur Soelarso memasang target penanaman tujuh
juta pohon. Namun penghijauan di Surabaya masih bersifat linier
alias di sepanjang sungai atau jalan. “Idealnya Surabaya juga
membuat taman seperti di Monas itu. Tapi kami masih harus mencari
tanah terbuka untuk ditanami,” ujarnya.

Di Jawa Barat, pemerintah setempat memulai dengan obyek wisata


Puncrut di Bandung Utara. Pekan lalu Gubernur M. Yogie bersama 24
bupati menanam 3.000 tanaman buah yang dibawa para bupati dari
daerah masing-masing. Pandeglang, misalnya, terwakili oleh buah
sawo, sedangkan Lebak mengirim durian.

Di Bali, di kawasan Taman Hutan Raya Bedugul, dibuat blok khusus


yang berisi tanaman untuk keperluan upacara Hindu--kebanyakan
pohon bunga dan pohon obat. Itu rencana lama yang baru tahun ini
akan direalisasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Selain
itu, pemerintah akan menghijaukan sekitar 40 hektare lahan kritis di
Pulau Dewata.

Dengan “komando” dari pusat, sekarang mau tak mau tiap kota
tergoda berlomba mewujudkan lingkungan yang teduh. “Komitmen
politik pemerintah untuk memelihara lingkungan itu sudah ada.
Sekarang tinggal melihat siapa yang tidak mau dan yang tidak
mampu,” kata Asisten Menteri Kementerian Lingkungan Hidup Surna
T. Djajadiningrat.

Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi 23 Januari


1993. Dapatkan arsip digitalnya di:

https://majalah.tempo.co/edisi/1155/1993-01-23

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Kantor Pengelola Kawasan


Monas
Salah Kaprah UU Sapu Jagat
majalah.tempo.co
2 mins read

P
emerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat bersiap mengegolkan
rancangan undang-undang sapu jagat yang akan mengubah
puluhan undang-undang lintas sektoral. Berawal dari salah
diagnosis.

Salah Kaprah UU Sapu Jagat

PERTARUHAN besar itu akhirnya dimulai. Dewan Perwakilan Rakyat


pada 22 Januari lalu resmi mengesahkan Program Legislasi Nasional
Prioritas 2020, termasuk empat undang-undang sapu jagat (omnibus
law) yang bakal mengubah wajah negeri ini—sekali untuk selamanya.
Tanpa partisipasi publik, bahkan ada kesan dirahasiakan, rancangan
regulasi ini sudah keliru sejak permulaan.
Dari empat rencana omnibus law, Rancangan Undang-Undang Cipta
Lapangan Kerja, RUU Perpajakan untuk Penguatan Ekonomi, RUU
Kefarmasian, dan RUU Ibu Kota Negara, baru isi regulasi pertama
yang mulai bocor ke publik.

Kekhawatiran publik muncul karena dua alasan. Pertama, pemerintah


tak melibatkan semua pemangku kepentingan yang bakal terkena
dampaknya. Kedua, ada indikasi pemerintah keliru mendiagnosis akar
masalah yang mendasari kebutuhan akan omnibus law ini.

RUU Cipta Lapangan Kerja adalah omnibus law pertama dan paling
kompleks. Ada 1.244 pasal dalam 79 undang-undang yang bakal
berubah lewat satu ketuk pengesahan di Senayan. Dari belasan
kluster pembahasan, sejumlah pertanyaan krusial sudah mengemuka
seputar konsesi tambang, penggunaan kawasan hutan, masa berlaku
hak guna usaha, analisis dampak lingkungan, dan aturan perburuhan.

Semua pertanyaan itu dipicu oleh tertutupnya pembahasan rancangan


peraturan ini. Sulit dipahami mengapa pemerintah berkeras
merahasiakan isi omnibus law sebelum naskahnya diserahkan ke
Dewan Perwakilan Rakyat pekan ini. Bukannya membuat peraturan
ini meluncur mulus, pembahasan yang tertutup justru akan membuat
publik curiga. Apalagi Kementerian Perekonomian malah memberikan
kewenangan kepada Ketua Kamar Dagang Indonesia untuk menyaring
aturan yang bisa merugikan pengusaha. Ketika pemain ikut menjadi
wasit, hasilnya adalah kesalahkaprahan luar biasa.

Tentu tidak ada yang salah dari niat Presiden Joko Widodo merapikan
peraturan dan membongkar regulasi yang tumpang-tindih. Namun
proses perumusannya tidak boleh menguntungkan hanya segelintir
pengusaha—yang dekat dengan penguasa. Jika itu yang terjadi,
ekonomi yang terbangun akan timpang dan keropos karena dikuasai
kroni dan pemburu rente. Presiden juga rawan dituding hendak
membalas budi kepada para donatur yang membantunya selama masa
kampanye.

Persoalan kedua adalah substansi aturan sapu jagat ini. Pemerintah


selalu menekankan bahwa omnibus law dibutuhkan untuk
memperbaiki iklim investasi dan memudahkan rekrutmen tenaga
kerja. Dua hal itu dinilai vital untuk mendongkrak pertumbuhan
ekonomi agar melambung di atas kisaran 5 persen per tahun.

Masalahnya, pemerintah cenderung menyalahkan aturan-aturan di


sektor lingkungan hidup dan kehutanan sebagai penghambat
investasi. Padahal regulasi itu justru dulu dibuat untuk melindungi
ekosistem agar eksploitasi sumber daya alam bisa berlangsung
dengan berkelanjutan. Menafikan lingkungan demi pertumbuhan
ekonomi sama saja melawan tren global yang kini makin peduli
terhadap ancaman krisis iklim.
Selain itu, yang membuat investor enggan datang ke Indonesia bukan
semata soal aturan yang tumpang-tindih, melainkan konsistensi
pelaksanaan peraturan di lapangan. Banyak kekacauan dalam
pengadaan lahan untuk tambang dan perkebunan, misalnya,
disebabkan oleh proses perizinan yang kolusif dan berbau korupsi,
dari tingkat daerah sampai pusat.

Karena itu, Presiden seharusnya mencopot para pejabat yang rentan


disogok, bukan memangkas aturannya. Sayangnya, Komisi
Pemberantasan Korupsi, yang selama ini dijagokan memberantas
rasuah, sudah keburu dibikin mandul. Jika kebijakan itu diteruskan,
perubahan aturan yang drastis untuk kepentingan pemodal malah
akan memutihkan semua kejahatan yang selama ini terjadi di sektor
kehutanan dan pertambangan. Kerugian publik akan berlipat ganda.

Aturan perburuhan juga sama rawannya. Mendengarkan pengusaha


saja, tanpa menerima masukan buruh, bisa memperuncing konflik
ketenagakerjaan. Keluhan para investor soal peraturan buruh di
Indonesia memang sudah lama terdengar. Tapi pemecahan persoalan
itu harus dengan mendengarkan dua pihak—serikat buruh dan
asosiasi pengusaha, yang masing-masing punya kepentingan.

Walhasil, ada kesalahan diagnosis yang mendasar dalam perumusan


omnibus law ini. Jika tak diluruskan, pemerintah dan parlemen bisa
memberikan resep yang keliru kepada publik. Alih-alih membawa
Indonesia menjadi negara maju, kita justru bisa terpuruk dalam
krisis berkepanjangan.


Main Tangkap Jurnalis Asing
majalah.tempo.co
1 min read

P
ENANGKAPAN jurnalis Amerika Serikat, Philip Myrer
Jacobson, makin memperlihatkan sikap pemerintah yang
paranoid dan antikritik. Kendati alasan resmi penahanan itu
soal visa, sulit untuk tidak menghubungkannya dengan aktivitas
Jacobson di Indonesia.

Saat ditangkap di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, jurnalis portal


berita sains lingkungan Mongabay itu sedang menyiapkan tulisan
tentang pencaplokan lahan masyarakat adat oleh korporasi.
Sebelumnya, ia juga kerap menulis soal kerusakan hutan serta konflik
lahan di Papua, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Jacobson, yang
dituduh menyalahgunakan visa bisnis, kini meringkuk di sel Rumah
Tahanan Kelas IIA Palangka Raya.

Perlakuan itu amat berlebihan karena ia bukanlah pelaku kriminal


yang berbahaya. Apalagi, sebelumnya, Jacobson menjalani tahanan
kota lebih dari satu bulan, sejak 17 Desember 2019, setelah
menghadiri audiensi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Tengah.

Pemerintah sebaiknya mendengarkan seruan sejumlah lembaga pers


yang menuntut pembebasan Jacobson. Aliansi Jurnalis Independen
dan Committee to Protect Journalists, misalnya, meminta pemerintah
menghentikan proses hukum sang jurnalis. Langkah serampangan
petugas keimigrasian itu hanya makin merusak reputasi Indonesia
sebagai negara demokrasi.

Kebebasan pers di negara kita jelas mengalami kemunduran. Dalam


Indeks Kebebasan Pers Dunia 2019 yang dirilis Reporters without
Borders—badan kebebasan media internasional—Indonesia
menduduki peringkat ke-124 dari 180 negara. Posisi negara kita lebih
buruk daripada Malaysia, Chad, dan Afganistan serta tertinggal jauh
dari Mongolia dan Suriname.

Penangkapan Jacobson juga menambah panjang daftar jurnalis asing


yang diperlakukan secara buruk oleh pemerintah Joko Widodo. Pada
2018, tiga jurnalis BBC Indonesia diusir saat hendak meliput kejadian
luar biasa campak dan busung lapar di Agats, Papua. Setahun
sebelumnya, jurnalis lepas Al Jazeera, Jack Hewson, yang ingin
meliput masalah Freeport di Timika, Papua, ditangkal masuk ke
Indonesia.

Sejumlah jurnalis asing bahkan telah diadili gara-gara urusan visa.


Dua jurnalis Prancis, Thomas Dandois dan Valentine Bourrat, divonis
Pengadilan Negeri Jayapura dengan hukuman dua bulan pada 2014.
Setahun berselang, giliran Neil Richard George Bonner dan Rebecca
Bernadette Prosser dari Inggris divonis hukuman 2 bulan 15 hari oleh
Pengadilan Negeri Batam.

Pemerintah semestinya membuka pintu lebar-lebar bagi jurnalis


asing sehingga mereka tidak perlu meliput secara diam-diam dengan
menyalahgunakan visa. Liputan media asing justru membantu
pemerintah mengawasi aktivitas korporasi dan kinerja pemerintah
daerah. Pemerintah pun tak perlu alergis terhadap tulisan atau berita
miring mengenai lingkungan hidup, pelanggaran hak asasi manusia,
dan kemiskinan. Semua itu malah bisa dimanfaatkan sebagai
masukan penting demi perbaikan.

Sikap pemerintah yang cenderung menutup diri terhadap liputan


media asing justru bertolak belakang dengan upaya Presiden Jokowi
menarik investor asing. Bagaimana investor mau datang jika mereka
tidak mengetahui persis kondisi negara kita? Sikap yang memusuhi
jurnalis asing juga menyulitkan pemerintah dalam mempromosikan
pariwisata.
Presiden Jokowi seharusnya memanfaatkan jurnalis asing demi
mendorong perbaikan negara kita di segala bidang. Sikap tertutup
dengan kedok nasionalisme sempit hanya akan menghambat
kemajuan sekaligus merusak demokrasi.


Lapis Kebohongan Yasonna
Laoly
majalah.tempo.co
1 min read

O
TORITAS imigrasi kita terlihat sangat tidak bisa dipercaya
dalam soal Harun Masiku. Kebohongan berlapis-lapis
dilakukan hanya untuk mengaburkan keberadaan tersangka
penyuap anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, itu.

Semua berpangkal pada dua wajah Yasonna Hamonangan Laoly,


Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ia muncul sekaligus sebagai
bawahan Presiden Joko Widodo dan petugas Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan. Ia menghadapi konflik kepentingan yang besar
dalam dua posisi itu.

Sebagai Menteri Hukum, Yasonna semestinya memastikan


keimigrasian Indonesia cepat dan akurat. Di sisi lain, sebagai
politikus, ia harus menjaga partainya tak tersentuh jerat hukum—
termasuk dalam kasus Harun Masiku. Peran ini dijalankan dengan
vulgar oleh Yasonna, antara lain, dengan menghadiri konferensi pers
atas nama tim hukum PDIP, mempersoalkan langkah Komisi
Pemberantasan Korupsi setelah penangkapan Wahyu Setiawan.

Harun, calon legislator dari PDIP, merupakan kunci pembuka kasus


penyuapan Wahyu. Memperoleh suara di urutan kelima pada
pemilihan umum tahun lalu, ia disorongkan partainya menggantikan
Nazarudin Kiemas, yang meninggal tiga pekan sebelum pemungutan
suara. Padahal, sesuai dengan undang-undang, peraih suara nomor
dualah, Riezky Aprilia, yang berhak. Harun dituduh menyuap Wahyu
Rp 900 juta agar bisa mulus ke Senayan.

Wahyu ditangkap petugas KPK pada 8 Januari lalu. Harun lolos


dengan bantuan koleganya di partai. Ia disebut-sebut berlindung di
kompleks kepolisian bersama Sekretaris Jenderal PDIP Hasto
Kristiyanto. Segera setelah itu, kor kebohongan dimainkan: Harun
meninggalkan Indonesia dua hari sebelum operasi penangkapan.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi


Arvin Gumilang menyatakan belum ada catatan Harun kembali ke
Indonesia. Informasi serupa kemudian disampaikan Yasonna, yang
mengatakan, “Pokoknya, Harun masih di luar Indonesia.” Ketua KPK
Firli Bahuri dan pemimpin KPK lainnya seperti percaya begitu saja.
Mereka tak serius mengejar Harun, juga keterlibatan politikus PDIP
lainnya.

Investigasi Tempo menggugurkan semua usaha disinformasi. Manifes


penerbangan, rekaman kamera keamanan Bandar Udara Soekarno-
Hatta, juga keterangan istrinya memastikan Harun telah masuk
Tanah Air pada 7 Januari. Direktur Jenderal Imigrasi Ronny Sompie
akhirnya mengakui kebenaran hasil peliputan itu.

Mungkin demi menyelamatkan muka lembaganya, Ronny berdalih ada


alasan teknis yang membuat data perlintasan Harun terlambat.
Alasan ini sejatinya mencoreng wajah Imigrasi sendiri. Sebab, sistem
teknologi Imigrasi seharusnya bekerja cepat dan memiliki standar
keamanan tinggi. Keterlambatan data hingga dua pekan mengundang
pertanyaan: apakah Imigrasi kita mampu mendeteksi pelintas yang
dianggap membahayakan negara?

Yasonna merasa tidak bersalah dengan kebohongan berlapis-lapis itu.


Ia bahkan meminjam nama Tuhan untuk berkelit. “I swear to God, itu
error,” katanya. Yasonna lupa, dibanding kepada partainya, ia
seharusnya lebih bertanggung jawab kepada publik yang menuntut
sistem Imigrasi berjalan baik. Sebagai pelayan publik, ia telah
kehilangan moral mempertahankan jabatannya.

Kebohongan Yasonna dan anak buahnya bisa dikategorikan sebagai


usaha mempersulit penyidikan kasus korupsi. Presiden Jokowi
semestinya mencopot bawahannya itu—kecuali, sebagai sesama
Tersandung Soal Buaya
Afrika
majalah.tempo.co
2 mins read

C
ENTANG-perenang yang terjadi di Televisi Republik
Indonesia seperti tidak pernah sirna. Ibarat rumah besar
yang penghuninya tak punya tuan, semua orang di stasiun
televisi itu bisa berbuat apa saja, termasuk saling sikut dan jegal.
Kabar tak sedap tentang pertikaian internal di stasiun milik publik itu
seakan-akan tak ada ujungnya.

Konflik terbaru terjadi antara Dewan Pengawas TVRI dan Helmy


Yahya, yang baru dipecat dari posisi direktur utama. Salah satunya
dipicu oleh pembelian hak siar Liga Inggris senilai US$ 9 juta. Di
mata Dewan Pengawas, siaran itu tidak sesuai dengan jati diri
bangsa. Mereka juga mempersoalkan program Discovery Channel,
yang katanya lebih banyak menayangkan buaya Afrika ketimbang
buaya Indonesia.
Alasan itu sungguh menggelikan. Munculnya sejumlah tayangan itu
bisa dilihat sebagai terobosan agar TVRI kembali dilirik penonton.
Apalagi, dalam dua dekade terakhir, kinerja TVRI selalu kedodoran
bila dibandingkan dengan televisi swasta. Tak aneh pula bila hak siar
Liga Inggris, yang selama ini diperebutkan televisi swasta, menjadi
salah satu program andalan TVRI. Upaya itu terbukti berhasil
mengerek audience share mereka.

Ketimbang sibuk mempersoalkan jati diri bangsa yang sulit ditakar,


Dewan Pengawas semestinya masuk ke soal kinerja. Salah satu tolok
ukurnya adalah pencapaian Helmy dalam menjalankan rencana kerja
tahunan TVRI. Dengan begitu, Dewan Pengawas punya pijakan yang
lebih konkret dalam menilai baik-buruknya kinerja TVRI di bawah
Helmy—bukan malah melontarkan alasan mengada-ada.

Kalau ada indikasi korupsi, Dewan Pengawas bisa melaporkannya ke


kejaksaan atau polisi. Langkah ini jauh lebih elegan ketimbang
membeberkan keburukan orang tanpa bukti. Sebaliknya, Helmy juga
harus lebih terbuka menjelaskan aneka tuduhan yang mengepungnya.

Gonjang-ganjing itu tak terjadi bila tidak ada dualisme antara Dewan
Pengawas dan direksi. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005
tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI membuka peluang bagi
Dewan Pengawas untuk ikut mengurusi hal teknis sehari-hari. Tidak
seperti dewan komisaris pada sebuah perusahaan, Dewan Pengawas
juga berhak menetapkan rencana induk, kebijakan penyiaran, rencana
kerja, dan anggaran tahunan.

Dualisme itulah yang mesti segera dibenahi. Wewenang Dewan


Pengawas yang terlalu besar juga menyebabkan mereka bisa memecat
anggota direksi kapan saja dengan alasan yang sering tak masuk akal.
Tanpa kejelasan batas kewenangan antara Dewan Pengawas dan
direksi, konflik internal akan terus meletup di stasiun televisi
tersebut. Tak hanya merugikan TVRI, saling telikung di antara
petinggi stasiun pelat merah itu akan merugikan publik karena bisa
berimbas pada isi siaran.

Bukan cuma kali ini TVRI menjadi arena pertarungan. Meski rezim
berganti dan angin politik berubah, stasiun televisi ini kerap menjadi
sasaran kepentingan pelbagai kekuatan. TVRI, misalnya, pernah
menyiarkan Konvensi Partai Demokrat, tanpa kejelasan apakah itu
iklan berbayar atau “titipan partai”. TVRI pernah pula menyiarkan
Muktamar Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia setelah seorang manajer
diam-diam datang ke petugas control room untuk menayangkan
siaran tersebut.

Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat perlu menghilangkan


dualisme kewenangan di TVRI. Lembaga penyiaran publik harus
dikelola secara transparan sekaligus efektif. Kecenderungan saling
sikut di lembaga penyiaran ini mesti segera diakhiri.


Omnibus Law dan Kerusakan
Lingkungan
majalah.tempo.co
4 mins read

H
ariadi Kartodihardjo
Guru Besar Kebijakan Kehutanan IPB University

ilustrasi: kendra paramita

• Omnibus law yang menekankan investasi mengancam keberadaan lingkungan.

• Amdal akan dinilai oleh komisi yang ditunjuk pengusaha.

• Keterlibatan masyarakat, sanksi pidana kepada pengusaha, juga dihapus.

UNDANG-undang sapu jagat, yang lebih terasa keren disebut omnibus


law, tengah digodok pemerintah dan konon akan segera diajukan ke
Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dan disahkan. Ia
merangkum, memampatkan, dan menyederhanakan 70 lebih undang-
undang yang sudah ada dan berjalan, di bawah nama Undang-Undang
Cipta Lapangan Kerja.

Sebelum membahas bagaimana kedudukan omnibus law dalam


kebijakan publik dan apa untungnya buat publik, mari kita tengok
lebih dulu data ini. Saya kutip dari temuan Forest Watch Indonesia,
Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Komisi
Pemberantasan Korupsi, Kantor Staf Presiden, dan banyak lembaga
negara lain:

• Dari total 2,9 juta hektare kebun kelapa sawit di Papua,


hanya sekitar 323 ribu hektare atau 11 persen yang berada
dalam lokasi hak guna usaha (HGU) tiap perusahaan, sesuai
dengan izin yang mereka terima.
• Di Papua Barat, dari 485 ribu hektare, hanya 139 ribu
hektare atau 29 persen kebun kelapa sawit berada dalam
lokasi HGU.
• Di Kalimantan Timur, dari luas kebun sawit 2,9 juta
hektare, hanya 1,5 juta hektare yang sesuai dengan izin
lokasi mereka. HGU yang menempati tanah adat seluas 544
ribu hektare.
• HGU yang berada di wilayah tanah adat padahal tak sesuai
dengan izinnya seluas 331 ribu hektare.
• Dari 7 juta hektare kebun kelapa sawit, seluas 910 ribu
hektare tumpang-tindih dengan izin konsesi lain, terutama
area kawasan hutan dan pertambangan.

Artinya, desain perizinan yang berbasis hutan dan lahan sudah lama
melahirkan konflik. Data Kantor Staf Presiden hingga 12 Juli 2019
menyebutkan bahwa jumlah konflik lahan sebanyak 666 kasus, 353
kasus atau 53 persen di antaranya berada di kebun sawit. Jumlah ini
belum beranjak karena data 2014-2018 menunjukkan konflik tersebut
berada di lahan seluas 807.177 hektare, 73 persen di antaranya
berlokasi di kebun kelapa sawit.

Kenyataan-kenyataan itu agaknya tidak cukup direspons dalam


penyusunan omnibus law. Pemerintah berfokus pada pemberian izin
dan mempercepatnya untuk sedemikian rupa dan sebesar-besarnya
menarik investasi.

Untuk mempercepat pemberian izin kepada perusahaan dan


memudahkan pengadaan lahan di bidang kehutanan, dalam Undang-
Undang Cipta Lapangan Kerja beberapa pasal diganti atau dihapus.
Dalam usul perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, misalnya,
mekanisme penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal)
atau uji kelayakan oleh komisi yang dibentuk pemerintah seperti
diatur pasal 29 akan diubah menjadi penilaian oleh pihak ketiga yang
ditunjuk pelaku usaha.
Izin lingkungan yang termaktub dalam pasal 36 juga akan
dihilangkan. Ada juga pembatasan keterlibatan masyarakat, yang
diatur pasal 65. Selain itu, semua pasal yang terkait dengan sanksi
pidana dalam pelanggaran lingkungan hidup dihapus. Pelanggaran
aturan yang merusak lingkungan oleh pemegang izin hanya akan
dikenai sanksi administrasi.

Pendekatan itu sejalan dengan pernyataan Kepala Badan Koordinasi


Penanaman Modal Bahlil Lahadalia baru-baru ini yang menyebutkan
ada sekitar 1.500 surat keputusan menteri yang menghambat
investasi. Pemerintah akan memangkasnya menjadi 298 saja.
Menurut Menteri Bahlil, kementerian yang izinnya paling banyak dan
cenderung menghambat investasi adalah Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.

Menurut saya, untuk mewujudkan efisiensi perizinan, peraturan yang


banyak itu secara kritis dan paradoksal perlu dihubungkan dengan
buruknya tata kelola pengelolaan sumber daya alam. Apabila dengan
peraturan yang banyak itu negara gagal membentuk keteraturan
bermasyarakat, kita perlu mencari akar kegagalan tersebut untuk
memastikan apakah sumber pokok masalahnya berasal dari
banyaknya teks peraturan ataukah karena hadirnya lembaga
perizinan “pseudo-legal”. Dapatkah kondisi pseudo-legal dihapus
omnibus law?

Walaupun secara normatif hukum bersifat formal, perbedaan


kerangka kerja di tingkat konstitusional dan operasional
mengandaikan proses tersebut sebagai “aturan kerja”. Kenyataannya,
isi dan efektivitas pelaksanaan aturan kerja ditentukan oleh
efektivitas fungsi lembaga penegak hukum, putusan-putusan
pengadilan, juga respons atas arena pilihan-pilihan kolektif hubungan
pejabat-pengusaha serta peran asosiasi swasta dan masyarakat sipil.

Saya simpulkan begitu setelah melakukan penelitian kecil kepada


beberapa informan saat menelaah pencegahan korupsi oleh pelaku
swasta. Pelaku swasta cenderung mendukung grease the wheel
hypothesis yang menyatakan bahwa korupsi menjadi pelumas
pembangunan sehingga berdampak positif bagi ekonomi.

Dengan cara pikir seperti itu, visi peraturan formal perusahaan pun
mudah bergeser, tergantung kemampuan mempengaruhi pengambilan
keputusan, keterbukaan/ketertutupan informasi bagi publik, ataupun
tinggi-rendahnya risiko pelanggaran hukum. Saya menyebutnya
mitomania, istilah yang dipopulerkan psikiater Jerman, Anton
Delbrueck.

Dalam mitomania, kebohongan sudah menjadi bagian hidup, bahkan


tak jarang orang mempercayai kebohongannya sendiri sehingga tidak
lagi bisa membedakan mana yang fiktif dan mana yang nyata dalam
kehidupan. Pada titik inilah besarnya biaya transaksi perizinan itu
oleh para pelakunya dianggap sebagai oli pembangunan dalam
menciptakan lapangan kerja, menumbuhkan ekonomi, dan
menimbulkan efek ganda pada kesejahteraan masyarakat.

Maka, jika membaca cara berpikir seperti itu, kita bisa mengerti
mengapa sejumlah kalangan menganggap pemberantasan korupsi
oleh KPK justru menjadi gangguan pengembangan investasi.
Pemberantasan korupsi yang gencar dilakukan komisi ini membuat
pengusaha takut, birokrasi tak berani mengambil keputusan, karena
mereka yang menabur dan menerima “oli pembangunan” akan masuk
penjara, dipermalukan lewat televisi, dan menghadapi sidang
pengadilan. Karena menjadi penghambat investasi, kewenangannya
perlu dipreteli.

Dengan tarik-menarik kepentingan dan cara pandang yang berbeda


seperti itu, kita seperti menghadapi kebuntuan karena keduanya
saling menegasikan. Paul F. Steinberg, guru besar ilmu politik dan
kebijakan lingkungan Harvey Mudd College, Amerika Serikat,
menyebut kebuntuan itu sebagai akibat dari korupsi institusional,
korupsi melalui kebijakan, yang melemahkan jalan baik--dalam hal
ini pemberantasan korupsi.

Ukuran telah terjadi korupsi institusional sederhana saja. Ia terjadi


jika sebuah lembaga tak bisa lagi memenuhi tujuan publik kendati
sudah bekerja sesuai dengan prosedur dan asas legalitas.

Untuk itu, para penyusunan omnibus law perlu mempertimbangkan


kenyataan dan masalah di lapangan ini, memperhatikan hal-hal lebih
luas daripada sekadar norma-norma hukum, serta membuka hasil-
hasilnya agar masyarakat luas bisa memberi masukan selayaknya.
Menutupinya dari jangkauan publik hanya akan menciptakan mudarat
dan memperpanjang korupsi institusional itu.

Sebab, mengurus izin usaha dan melaksanakannya tidak bisa hanya


dilihat dari apa yang tertuang dalam teks peraturan. Dalam
praktiknya, dari penelitian lapangan KPK pada 2018, pelaksanaan izin
bergantung pada pengambilan keputusan di berbagai lembaga
pemerintah dengan bentuk-bentuk praktik komunikasi, kekuasaan,
atau kewenangan yang bekerja, termasuk pengaruh dari luar sistem
pengambilan keputusan.

Maka, meski segala aturan tampak berjalan sebagai mana mestinya,


lembaga audit menganggapnya sesuai dengan kaidah legal-formal, toh
lingkungan dan hutan tetap rusak. Kita perlu bertanya, juga
mengawalnya, kesesuaian aturan dengan pelaksanaan teknis di
lapangan. Ketidaksesuaian aturan dan pelaksanaan itu saya sebut
sebagai “pseudo-legal” tadi, hukum yang berjalan seolah-olah benar.
Tentu saja omnibus law tidak kita harapkan mengulang kesalahan-
kesalahan sebelumnya, dengan lebih parah.


Menemukan Demokrasi
Kehilangan Republik
majalah.tempo.co
4 mins read

R
obertus Robet
Dosen Universitas Negeri Jakarta, Peneliti Tamu di Melbourne
University

ilustrasi: Kendra Paramita

SURVEI Transparansi Internasional pada 2017 menempatkan Dewan


Perwakilan Rakyat, birokrasi, dan Dewan Perwakilan Daerah sebagai
lembaga paling korup. Dua tahun kemudian, Komisi Pemberantasan
Korupsi menyusun ranking koruptor yang menempatkan DPR dan
DPRD sebagai lembaga yang anggotanya paling banyak menjadi
tersangka kasus korupsi. Sepanjang 2014-2019, sebanyak 255 anggota
DPR dan DPRD ditetapkan sebagai tersangka.
Di bawahnya, eksekutif atau pemerintah dengan jumlah tersangka
203 orang—merentang dari pejabat eselon III hingga eselon I.
Peringkat ketiga ditempati wali kota dan bupati atau wakilnya
sebanyak 108 tersangka. Peringkat keempat menteri atau kepala
lembaga sebanyak 27 tersangka (Jatimtimes.com, 17 Juli 2019).

Dari ranking KPK pada 2019 itu, kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa politikus partai politik merupakan aktor utama korupsi di
Indonesia. Kasus seperti kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP)
hingga suap komisioner Komisi Pemilihan Umum yang belum lama
terjadi, yang juga melibatkan politikus partai, memperjelas
kekhawatiran bahwa politik dan partai politik kita makin identik
dengan korupsi.

Indonesia pernah menjadi salah satu negara paling korup sedunia.


Pada tahun-tahun terakhir menjelang berakhirnya kekuasaan
Soeharto, Transparansi Internasional menempatkan Indonesia
sebagai negara terkorup ketiga di dunia di bawah Kamerun dan
Nigeria (Dwight Y. King, Journal of International Affairs No. 3, 2000).
King menyebutkan dua gejala yang menjadi basis korupsi pada era
Orde Baru.

Pertama, kekuasaan neo-patrimonial. Kekuasaan neo-patrimonial


adalah kekuasaan politik yang diturunkan dari kemampuan penguasa
untuk memenangi dan mempertahankan loyalitas serta dukungan
dari elemen-elemen terpenting dalam kekuasaan dan masyarakat
melalui pemuasan aspirasi yang bersifat material. Kekuasaan neo-
patrimonial diikuti dengan pengempisan politik akar rumput yang
dikombinasikan dengan upaya menutup kompetisi politik di
lingkungan elite secara ketat supaya perbedaan politik tidak
mengganggu basis kekuasaan.

Struktur patrimonial inilah yang kemudian ikut melahirkan basis


kedua korupsi di Indonesia, yakni membesarnya kekuasaan negara
yang ditandai, salah satunya, dengan melebarnya sayap kekuasaan
birokrasi serta operasi alat dan aparatur kekuasaan negara dalam
segala aspek kehidupan masyarakat. Negara kemudian memiliki
kekuasaan untuk mengendalikan bisnis serta mengatur konsesi dan
fasilitas. Negara menguasai pelbagai lini industri, dari pertambangan,
energi, hingga finansial. Kompetisi politik antarelite tidak melibatkan
gagasan dan kebijakan, melainkan mengandalkan kekuasaan dan
distribusi rente dan patronase.

Di sinilah peran partai politik penguasa pada waktu itu, Golkar,


berfungsi sebagai salah satu mesin distribusi kekuasaan patronase
terbesar. Dengan sistem kekuasaan yang demikian luas, korupsi
dalam rezim Orde Baru merupakan “state enterprise”. Korupsi inheren
dalam sistem kekuasaan yang terpusat.

Dalam sistem otoritarian, korupsi dan politik tak bisa dipisahkan.


Seperti kata Montesquieu, korupsi hanya terjadi di dalam republik
tapi tidak pada rezim despotis parce qu’il est corrompu par sa nature—
karena sifatnya yang korup. Bukan karena rezim despotis itu bersih,
justru karena despotisme sendiri sudah korup secara inheren (Herry
Priyono, 2014). Itu sebabnya gerakan reformasi yang menjatuhkan
Soeharto juga menuntut pemberantasan korupsi, kolusi, dan
nepotisme.

Setelah Indonesia memasuki era pasca-Soeharto, struktur negara neo-


patrimonial dan sentralisme kekuasaan negara berubah. Meski
demikian, sebagaimana dikatakan Hadiz (2010), sementara
sentralisme kekuasaan memudar, elemen-elemen di dalamnya
merekonstitusi diri dalam bentuk yang lebih cair, lentur, dan saling
bersaing memperebutkan kepentingan dan patronase yang merentang
hingga ke tingkat lokal. Dalam konteks ini, perluasan sistem
kepartaian, termasuk korupsi di dalamnya, tumbuh.

Seiring dengan optimisme reformasi, sempat muncul pandangan yang


mengatakan perluasan sistem kepartaian di Indonesia dipicu
terutama oleh dua faktor. Pertama, pemilihan presiden secara
langsung yang menghadirkan politik yang lebih personal dan politik
kepartaian dengan basis ketokohan. Kedua, munculnya isu dan
aspirasi baru dalam masyarakat pasca-Soeharto, terutama isu
pemberantasan korupsi. (Jungug Choi, Asian Survey No. 4, 2010).

Namun, seiring dengan menguatnya politik patronase dan korupsi,


terutama di tingkat lokal, argumen bahwa perluasan partai dalam
masyarakat dipicu aspirasi antikorupsi menjadi terbantahkan. Sistem
partai meluas pertama-tama bukan akibat dari aspirasi antikorupsi
dan politik ketokohan, melainkan karena elite dan pemilih
menemukan sejenis metode baru dalam mengupayakan dan
memelihara akses ke sumber-sumber material, termasuk rente dan
patronase. Dengan kata lain, perluasan partai yang menempel dengan
politik lokal menghadirkan juga gejala desentralisasi korupsi di
Indonesia (Nathan W. Allen, Pacific Affairs Vol. 87 No. 2, Juni 2014).

Peluang dan perburuan rente ini memainkan peran yang sangat


penting dalam perubahan perilaku elite dan pemilih. Ia memperluas
locus aktivitas politik yang semula terpusat pada skala nasional
menjadi merentang hingga ke level lokal. Di arena-arena tempat
negara memainkan peran yang signifikan dalam ekonomi, kehidupan
personal akan sangat ditentukan oleh mereka yang mengendalikan
sektor publik. Kondisi ini memberikan insentif yang merangsang elite
untuk terjun ke kancah politik. Pada saat yang sama, bagi massa
pemilih, tercipta insentif setiap kali mereka berkoneksi dengan
orang-orang yang berada di kekuasaan, minimal karena ikut
kecipratan akses sumber daya negara.

Allen menegaskan, sistem desentralisasi politik yang semula


dimaksudkan untuk memberikan sarana demokrasi yang lebih luas
kepada rakyat pada akhirnya tidak menghasilkan kontrol dan
akuntabilitas untuk menghapus KKN, tapi malah memperluas korupsi
ke tingkat lokal. Logika patronase dan pencarian rente ini ikut
membentuk motif perluasan partai, termasuk relasi-relasi yang lebih
mikro dan prosedural di dalamnya. Di mana ada sumber daya yang
gemuk, di situ partai berupaya makin kokoh bercokol. Inilah yang
kiranya menjadi penyebab banyaknya jumlah politikus partai
berurusan dengan KPK.

Di level nasional, munculnya pemilihan presiden langsung dan


pemilihan legislatif yang terpisah menghasilkan semacam legitimasi
ganda dalam desain ketatanegaraan di Indonesia: kekuasaan
presidensial di satu sisi dan kekuasaan DPR di sisi yang lain. Meski
dalam sistem presidensialisme presiden itu kuat dan merupakan
primus solus, anggota DPR yang dipilih langsung menghasilkan klaim
kekuasaan politis yang juga kokoh. Kontraksi antara eksekutif dan
legislatif dalam dua posisi ini menghasilkan ketegangan sekaligus
simbiosis mutualisme yang unik, yang sisi gelapnya tampak dalam
kasus-kasus korupsi kebijakan publik. Inilah yang terjadi dalam
perkara Hambalang, e-KTP, impor daging sapi, hingga impor bawang
putih—bahwa korupsi selalu melibatkan tiga pihak: politikus, pejabat
kementerian/birokrasi, dan pengusaha.

Kini pemilihan presiden secara langsung sudah dilakukan secara


serentak dengan pemilihan legislatif. Namun, karena partai tetap
memainkan peran penting dalam pengajuan calon presiden, politikus
masih memegang peran penting dalam penentuan distribusi
patronase dan pelbagai korupsi kebijakan publik. Melihat kasus-kasus
tadi, kita khawatir korupsi akan berevolusi dan makin memiliki ciri
institusional dalam sistem politik dan kepartaian. Korupsi menjadi
inheren dan identik dengan institusi politik dan kehidupan partai
(Herry Priyono, 2014). Ini akan menjadi kerusakan terbesar dalam
sebuah republik. Mengapa?

Pada mulanya, sebagaimana dikemukakan para moralis dari


Aristoteles hingga Hatta, politik adalah wahana untuk mencapai
dignitas dalam keutamaan umum. Orang memasuki politik sebagai
tindakan luhur dan terhormat. Moralitas politik inilah yang membuat
para pendiri bangsa memberikan nama “republik” untuk Indonesia—
sesuai dengan asal katanya, “res publica”, yang berarti hal yang
publik. Dengan itu, para pendiri bangsa menegaskan prinsip bahwa
hidup dalam republik berarti hidup dalam tujuan untuk
mendahulukan keutamaan umum dan dignitas.

Pandangan moral ini sempat hidup pada elite Indonesia di masa lalu.
Kini, korupsi secara brutal telah mengubah makna intrinsik politik
dan mengubah esensi serta fungsi pranata politik menjadi alat untuk
mengejar kepentingan privat. Demokrasi telah menumbuhkan
pelbagai institusi politik yang penting di Indonesia saat ini, tapi
politik dalam pengertian intrinsik justru makin luntur. Kita
menemukan demokrasi, tapi kehilangan republik.


Diam-diam Aturan 'Cilaka'
majalah.tempo.co
6 mins read

P
emerintah merampungkan materi final Rancangan Undang-
Undang Cipta Lapangan Kerja, salah satu paket omnibus law.
Di tengah kritik penyusunan regulasi yang tak transparan,
sejumlah konsep awal ditengarai berubah haluan seiring dengan
masuknya pengusaha dalam pembahasan.

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) memimpin rapat


kabinet terbatas membahas perkembangan penyusunan
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, di Istana Bogor, 27
Desember 2019.

• Penyusunan omnibus law menuai kritik karena tak melibatkan partisipasi

publik.

• Kepentingan pengusaha muncul dalam sejumlah rancangan pasal.

• Terselip masalah nasib kontrak perusahaan batu bara.


EMPAT hari penuh Susiwijono “mengungsi” di Hotel JS Luwansa,
kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Sepanjang Kamis-Ahad, 16-19
Januari lalu, Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian itu
menggelar rapat maraton bersama tim penyusun Rancangan Undang-
Undang Cipta Lapangan Kerja. Mereka dikejar tenggat menyelaraskan
materi final dalam bakal regulasi sapu jagat yang menyatukan
puluhan undang-undang alias omnibus law tersebut pada akhir pekan.
“Minggu itu target Presiden (selesai),” kata Susiwijono, Kamis, 23
Januari lalu. “Sudah, tidak ada penambahan lagi.”

Sejak omnibus law dicanangkan Joko Widodo dalam pidato


pelantikannya pada 20 Oktober 2019, penyusunan naskah peraturan
itu memang dikebut sebulan terakhir untuk mengejar rapat paripurna
Dewan Perwakilan Rakyat yang akan menentukan Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Pada Rabu, 22 Januari lalu,
parlemen menggelar rapat itu dan menyepakati 50 RUU yang
ditargetkan rampung dan disahkan tahun ini. Empat paket omnibus
law yang diinisiasi pemerintah ada di dalamnya. Selain RUU Cipta
Lapangan Kerja, ada RUU Ibu Kota Negara, RUU Fasilitas Perpajakan
untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU Kefarmasian.

Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi, Politik, Hukum, dan Keamanan


Kementerian Koordinator Perekonomian Elen Setiadi menjelaskan
bahwa proses harmonisasi tergolong rumit karena melibatkan 80
undang-undang yang beberapa bagiannya akan direvisi. Jumlah itu
bertambah dari posisi sebelumnya sebanyak 79 undang-
undang. Menurut Elen, jumlah undang-undang yang direvisi berubah-
ubah seiring dengan dinamika pembahasan. “Secara substansi sudah
closed. Selanjutnya dituangkan dalam draf undang-undang. Kira-kira
ada 1.100-1.200-an halaman,” ujarnya.
Presiden berdiskusi dengan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto
dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelum rapat terbatas di Kantor Presiden,
Jakarta, 15 Januari 2020. Foto: setkab.go.id

Bersamaan dengan finalisasi draf tersebut, protes justru menggema


di mana-mana. Sejumlah lembaga pegiat demokrasi, hak asasi
manusia, dan perlindungan lingkungan hidup bergabung dalam
Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Mereka menilai penyusunan RUU "Cilaka"—begitu mereka
menyingkat Cipta Lapangan Kerja—bermasalah secara prosedur
lantaran tak melibatkan partisipasi publik.

Dibahas intensif lintas kementerian dan lembaga sejak November


2019 hingga kini menjadi bagian Prolegnas Prioritas 2020, isi pasti
omnibus law justru misterius. Tak ada selembar pun naskah akademik
dan draf RUU yang bisa diakses publik. Pemerintah, lewat situs web
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia, membuka kanal khusus untuk menjaring masukan
publik terhadap omnibus law. “Tapi bagaimana kasih masukan? Wong
naskahnya belum bisa didapatkan,” kata Asfinawati, Ketua Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia—anggota Koalisi.

Gambaran tentang rencana aturan baru ini bukannya tidak ada.


Sebulan terakhir, draf bertajuk “Rancangan Undang-Undang
Penciptaan Lapangan Kerja” beredar luas. Kekhawatiran terhadap
proses penyusunan omnibus law yang tak transparan bertambah
setelah sejumlah pasal dalam draf tersebut dinilai justru sarat
kepentingan pemilik modal.

Masa berlaku hak guna usaha yang berhubungan dengan kegiatan


penanaman modal, misalnya, disebutkan dapat diperpanjang dan
diperbarui hingga total paling lama 105 tahun. Perpanjangan dan
pembaruan hak guna usaha yang selama ini dilakukan bertingkat—
setidaknya lima tahun sebelum masa berlaku habis—akan diubah
dengan dijalankan sekaligus. Ada juga rencana menghapus skema izin
pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan di luar sektor kehutanan
yang berdampak penting dan bernilai strategis. “Cara memangkas
regulasi dan menyederhanakan perizinan seperti ini ugal-ugalan.
Seperti masa kerajaan saat demokrasi belum diberlakukan,” tutur
Asfinawati. Kritik senada mencuat dalam unjuk rasa serikat pekerja
di sejumlah daerah yang menilai omnibus law hanya mengakomodasi
misi pengusaha.

Kecurigaan bahwa omnibus law tentang penciptaan lapangan kerja


bakal berat sebelah ke arah pebisnis sebenarnya tak baru-baru amat.
Pada 9 Desember 2019, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga
Hartarto meneken surat keputusan tentang pembentukan Satuan
Tugas Bersama Pemerintah dan Kadin untuk Konsultasi Publik
Omnibus Law. Dengan Menteri Airlangga sebagai pengarah, satgas ini
dipimpin Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Posisi
tersebut kini diemban Rosan Perkasa Roeslani, pendiri Grup
Recapital. Di dalamnya bertengger puluhan nama pengusaha yang
juga pengurus Kadin dan sejumlah asosiasi sektor usaha. “Melakukan
inventarisasi masalah dan memberikan masukan dalam rangka
penyempurnaan omnibus law,” tulis Keputusan Menteri Koordinator
Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019 mengenai tugas satgas
tersebut.

•••

Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, 15


Januari 2020. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menargetkan produksi
batu bara nasional 2020 dapat menembus angka 550 juta ton. ANTARA FOTO/Nova
Wahyudi/hp.

SATU topik terselip di antara sebelas kluster pembahasan Rancangan


Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Kluster kelima, tentang
kemudahan berusaha, memuat tema penghiliran sektor mineral dan
batu bara. Salah satu bagian terpenting dalam pembahasan subsektor
ini adalah pemerintah pusat akan menarik kembali kewenangan
pemberian izin dalam pengelolaan kegiatan pertambangan mineral
dan batu bara. Adapun kewenangan pemerintah provinsi hanya
membina dan mengawasi.

Namun yang paling menjadi sorotan berada di bagian perpanjangan


kontrak. Pemerintah memberikan peluang kepada pemegang izin
usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK)
operasi produksi yang melakukan pengembangan serta pemanfaatan
batu bara untuk menggenggam izin selama 30 tahun dan dapat
diperpanjang 10 tahun. Masalahnya, perpanjangan 10 tahun ini dapat
dilakukan terus-menerus sepanjang umur tambang. Kelompok ini,
yang meningkatkan nilai tambah hasil tambang mineral dan batu
bara, juga dapat menerima perlakuan khusus dalam hal kewajiban
penerimaan negara, seperti royalti nol persen.

Seorang pejabat yang ikut dalam proses penyusunan RUU ini


mengungkapkan, judul pembentukan satgas bentukan Kementerian
Koordinator Perekonomian memang hanya untuk konsultasi publik.
Namun, kenyataannya, berbekal surat keputusan menteri tadi, Kadin
masuk pembahasan dengan menunjuk person in charge (PIC) di setiap
kluster.

Dalam kluster ketenagakerjaan, misalnya, tercatat nama Wakil Ketua


Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan
Industrial Antonius Joenoes Supit sebagai PIC. Adapun dalam kluster
energi dan sumber daya mineral ada Joseph Pangalila, mantan
Direktur PT Indika Energy Tbk yang hingga kini masih menjabat di
anak perusahaan Grup Indika, seperti Tripatra dan Cirebon Power.

Menteri Airlangga menjadi penentu akhir jika pembahasan tim


pemerintah dan Kadin berakhir buntu. Salah satu poin yang cukup
alot, sumber Tempo mencontohkan, adalah soal nasib kontrak
perjanjian karya pengusahaan batu bara (PKP2B). “Kami
mengusulkan dilanjutkan badan usaha milik negara,” tutur sumber
Tempo tersebut. “Usul Kadin mengakomodasi pengusaha batu bara,
yaitu PKP2B, dilanjutkan.”

Dalam pembahasan lanjutan, kata dia, usul Kadin yang akhirnya


berlanjut. Usul itu pun didukung Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral. Dalam suratnya kepada Menteri Airlangga pada 9
Desember 2019, Menteri Energi Arifin Tasrif meminta materi omnibus
law disesuaikan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang
Perubahan Keenam atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu
Bara. Surat itu merujuk pada pembahasan masalah ini dalam “tim
kluster” pada 19 dan 29 November 2019.
Area tambang batu bara milik PT Adaro Indonesia di Tabalong, Kalimantan Selatan,
Oktober 2017. ANTARA/Prasetyo Utomo

Kementerian Energi di bawah kepemimpinan Menteri Arifin memang


tengah menghidupkan kembali rancangan peraturan pemerintah yang
diajukan pada era Menteri Ignasius Jonan itu. Rancangan peraturan
itu memberikan peluang bagi pemegang PKP2B untuk memperoleh
perpanjangan operasi produksi sebagai pemegang IUPK tanpa harus
menciutkan wilayah tambang.

Sesuai dengan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara,


luas wilayah IUPK batu bara dibatasi hanya 15 ribu hektare. Adapun
pemegang PKP2B generasi pertama menguasai wilayah kerja seluas
35-118 ribu hektare. Tujuh perusahaan raksasa batu bara tercatat
memiliki kontrak yang akan habis dalam waktu lima tahun ke depan,
yakni berturut-turut PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal, PT
Kaltim Prima Coal, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, PT
Kideco Jaya Agung, dan PT Berau Coal.

Rancangan peraturan yang akan mengecualikan pemegang PKP2B


dalam kewajiban penciutan lahan itu sempat menuai polemik pada
awal 2019. Kala itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini
Soemarno tak setuju, menolak membubuhkan paraf, dengan alasan
area bekas penciutan dapat dikelola perusahaan tambang pelat merah
setelah dikembalikan kepada negara.

Penolakan Rini belakangan didukung Komisi Pemberantasan Korupsi,


yang menyurati Istana pada akhir Maret 2019 mengenai aturan luas
wilayah kerja perusahaan batu bara. Surat Ketua KPK saat itu, Agus
Rahardjo, akhirnya membuat Menteri Ignasius Jonan membatalkan
perpanjangan izin PT Tanito Harum, pemegang PKP2B yang telanjur
diberi perpanjangan izin sebelum revisi peraturan selesai.

Kembali ke urusan omnibus law, sejumlah pejabat pemerintah


mengungkapkan adanya kekhawatiran dari pengusaha jika harus
menunggu aturan sapu jagat ini rampung. Pembahasan di DPR
diperkirakan memakan waktu lama. Sedangkan perusahaan tambang
PKP2B menuntut segera mendapat kepastian perpanjangan kontrak.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia Pandu Patria


Sjahrir, yang juga menjadi anggota Satgas Bersama Omnibus Law,
enggan mengomentari polemik perpanjangan kontrak PKP2B di
tengah penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja. Dia hanya
mengatakan, dalam asas pembentukan perundang-undangan yang
baik, semua pemangku kepentingan perlu memberikan masukan.
Undang-undang, kata dia, juga harus dapat dilaksanakan dan
bermanfaat bagi masyarakat, termasuk pelaku usaha. “Kepastian
investasi dan kepastian hukum perlu diberikan bila Indonesia ingin
menunjukkan keseriusan dalam meningkatkan investment grade dan
menarik investasi masuk,” ujarnya.

Bertanggung jawab terhadap penyusunan draf RUU Cipta Lapangan


Kerja, Susiwijono menyatakan heran terhadap tudingan bahwa
pemerintah tak transparan. Menurut dia, pembahasan omnibus law
melibatkan 31 kementerian dan lembaga. “Tidak mungkin menutup-
nutupi. Jumlah orang atau pejabat yang terlibat ratusan orang,
dengan berbagai kepentingan,” ucapnya. Kendati begitu, dia
membenarkan kabar bahwa tim perumus dilarang menyebarkan
informasi tentang rancangan regulasi baru itu. Draf akan diedarkan
setelah pemerintah menyerahkannya kepada Dewan.

Dia pun membantah adanya campur tangan pengusaha dalam


pembahasan omnibus law. Perwakilan Kadin dan sejumlah asosiasi
pengusaha dalam satgas bentukan Kementerian Koordinator
Perekonomian, Susiwijono menjelaskan, hanya memberikan masukan.
Tim perumus pun mengundang akademikus, ekonom, dan ahli hukum
untuk keperluan yang sama. “Ujungnya, pemerintah yang
memutuskan apakah akan menggunakan masukan itu atau tidak,”
katanya.

Hal senada diutarakan Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani. “Kita mau
pastikan jangan sampai ada perbedaan pemahaman dan pengertian
sehingga akan beda persepsinya. Kami pastikan persepsinya,
pemahaman antara Satgas dan pemerintah ini sama,” ujarnya seusai
rapat koordinasi omnibus law di Kementerian Koordinator
Perekonomian, Jakarta, Senin petang, 13 Januari lalu.

RETNO SULISTYOWATI

Pembahasan omnibus law
kluster ketenagakerjaan
diduga berubah haluan.
majalah.tempo.co
4 mins read

• Gerakan serikat buruh menolak omnibus law menggema di penjuru daerah.

• Sejumlah poin perubahan aturan perburuhan dianggap justru akan menambah

tingkat pengangguran.

D
UDUK berhadapan dengan perwakilan buruh dari
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia di ruang rapat KK II
Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 20 Januari
lalu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad lebih
banyak mendengarkan ketimbang berbicara. Aspirasi buruh yang
keberatan terhadap sejumlah poin dalam Rancangan Undang-Undang
Cipta Lapangan Kerja tak banyak ia tanggapi.

Ditemani Wakil Ketua Komisi Ketenagakerjaan DPR Emanuel


Melkiades Laka Lena; Wakil Ketua Komisi Infrastruktur Ahmad Riza
Patria; dan anggota Komisi Hukum, Habiburokhman, Dasco beralasan
Dewan belum menerima salinan resmi naskah akademik dan draf
RUU yang menjadi bagian dari rancangan aturan sapu jagat atau
omnibus law tersebut. Gol atau tidaknya rancangan regulasi itu baru
bisa dipastikan kelak dalam pembahasan di Senayan.
Dasco berjanji melibatkan buruh dalam rapat dengar pendapat di
DPR. Ia pun meminta Komisi Ketenagakerjaan dan Badan Legislasi
membentuk tim kecil untuk berkoordinasi dalam pembahasan itu.
“Beberapa hal yang menjadi ganjalan kawan-kawan buruh akan kami
bantu fasilitasi supaya undang-undang ini jadi kepunyaan buruh,
pengusaha, dan kita semua,” kata politikus Partai Gerindra tersebut
seusai rapat.

INTENSIF digodok sejak pertengahan November 2019, detail


Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja memang belum
terang-terangan dibuka ke publik. Walau begitu, masalah
ketenagakerjaan menjadi satu dari sebelas kluster pembahasan.

Itu sebabnya, pada 6 Desember 2019, beberapa pengusaha yang


tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia serta
perwakilan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia
berkumpul di Graha Sawala, kompleks Kementerian Koordinator
Perekonomian. Tiga hari kemudian, baru terang orang-orang itulah
yang ditunjuk Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto
sebagai awak Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Kadin untuk
Konsultasi Publik Omnibus Law. Pembentukan satgas itu disahkan
lewat penerbitan surat keputusan Menteri Koordinator
Perekonomian. Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani menjadi ketuanya.

Banyaknya pengusaha dalam daftar berisi 138 orang itu cukup untuk
memancing cibiran serikat pekerja. Ketua Umum Pimpinan Pusat
Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia Roy Jinto mempertanyakan tak adanya unsur
perwakilan buruh dalam pembahasan rancangan kluster
ketenagakerjaan. “Semangat omnibus law justru memberikan karpet
merah kepada pengusaha atau investor,” ucap Roy.

Seorang pejabat yang juga anggota tim perumus RUU Cipta Lapangan
Kerja mengungkapkan, masuknya tim pengusaha banyak
mempengaruhi keputusan dalam penyusunan aturan sapu jagat ini.
Dalam kluster ketenagakerjaan, misalnya, tim teknis semula lebih
banyak membahas sekolah vokasi, pelatihan sertifikasi, dan jaminan
bagi para pekerja. Namun, belakangan, poin draf bergeser ke rencana
pengaturan ulang skema upah per jam, kompensasi pemutusan
hubungan kerja, fleksibilitas waktu kerja, dan perekrutan tenaga
asing. “Kepentingan pengusaha ditampung satu per satu,” tuturnya.
Aksi unjuk rasa buruh menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja di
halaman gedung Pemerintah Kota Tangerang, Banten, 22 Januari 2020.
ANTARA/Fauzan

Paparan Kementerian Koordinator Perekonomian menunjukkan 55


pasal dalam tiga undang-undang yang akan direvisi dalam kluster
ketenagakerjaan di RUU Cipta Lapangan Kerja. Perubahan peraturan
ini menyasar beberapa hal, dari penetapan upah minimum,
perekrutan tenaga alih daya, tenaga kerja asing, waktu kerja, hingga
pemutusan hubungan kerja. Aturan upah minimum, misalnya, hanya
berlaku bagi pekerja baru yang bekerja kurang dari satu tahun.
Pekerja dengan masa kerja satu tahun lebih mengikuti struktur dan
skala upah di perusahaan masing-masing (bipartit). Selain itu,
industri padat karya bisa mendapat insentif berupa hitungan upah
minimum tersendiri dengan alasan mempertahankan kelangsungan
usaha.

Staf Ahli Hubungan Ekonomi, Politik, dan Keamanan Kementerian


Koordinator Perekonomian Elen Setiadi membantah adanya intervensi
pengusaha. Menurut dia, perumusan program kartu prakerja dan
peningkatan keahlian tenaga kerja sejak awal hanya memerlukan
peraturan presiden, bukan revisi undang-undang.

Dia memastikan pengusaha tak ikut dalam pembahasan omnibus law


yang menjadi domain pemerintah. Pengusaha dilibatkan hanya untuk
memberikan masukan mengenai hambatan dalam berusaha dan
berinvestasi di Tanah Air. “Hal-hal yang tidak putus di tim teknis
kami bawa ke Kementerian Koordinator Perekonomian,” kata Elen.
“Kalau masukan Kadin sesuai dengan inventarisasi masalah kami, ya
tidak ada masalah, dong.”

Menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian


Susiwijono, sejak awal Januari lalu, tim teknis dari pemerintah
berkali-kali mengundang serikat pekerja dan kelompok akademikus
untuk berdiskusi. Diskusi terbatas itu digelar di kantor Kementerian
Koordinator Perekonomian secara tertutup. “Kami menerima
masukan, tapi memang tidak bisa melibatkan semua unsur,” ujarnya.
•••

BERSAMA masalah tumpang-tindih regulasi dan perizinan yang


belibet, aturan perburuhan menjadi ratapan lama kalangan
pengusaha. Hampir saban tahun pebisnis mengeluhkan tingginya
tingkat upah minimum regional. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Antonius Joenoes
Supit mencontohkan upah minimum di Karawang, Jawa Barat, yang
dianggapnya sangat tinggi, yaitu Rp 4,6 juta per bulan. Sementara itu,
menurut para investor, kata dia, produktivitas pekerja sangat rendah
dengan jam kerja 40 jam per minggu, lebih sedikit dibanding di
Vietnam, yang mencapai 48 jam setiap pekan. “Ini sudah terlalu
tinggi sehingga kita kalah,” ucap Supit. “Dan banyak perusahaan tidak
patuh.”

Supit, yang juga menjadi perwakilan Kadin dalam satuan tugas


omnibus law sektor tenaga kerja, mengatakan usul pengusaha tak
hanya menyangkut upah minimum. Kewajiban memberikan pesangon
maksimal 32 kali upah juga diusulkan diatur ulang. Nilai ini dianggap
memberatkan di tengah tekanan ekonomi global. “Begitu ada
perusahaan ingin masuk, lihat cerita perusahaan harus bayaran
ratusan miliar untuk pesangon, pasti mereka pilih mundur,” ujarnya.

Menurut Supit, Kadin sebenarnya telah berulang kali mengusulkan


perubahan aturan ketenagakerjaan ini kepada pemerintah era Kabinet
Kerja, periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi. Namun upaya
itu nihil hasil. Pada periode kedua pemerintahan Jokowi inilah Kadin
kembali membawanya lewat rancangan omnibus law. “Kalau kita lolos
lagi, hilanglah investasi itu.”

Suasana pabrik garmen PT Pancaprima Ekabrothers, Tangerang, Banten. TEMPO/M.


Taufan Rengganis
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal justru
meminta pemerintah lebih jeli meneropong hambatan investasi.
Sebab, Forum Ekonomi Dunia (WEF) mencatat penghambat investasi
di Indonesia justru berupa korupsi dan inefisiensi birokrasi.
Infrastruktur yang tidak memadai dan tidak stabilnya kebijakan
pemerintah menempati urutan berikutnya. “Jadi jangan menyasar
kesejahteraan ketenagakerjaan,” kata Said.

Anggota Gerakan Buruh Bersama Rakyat sekaligus Koordinator


Advokasi Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi,
Nur Aini, khawatir penurunan nilai pesangon yang diatur dalam
rancangan omnibus law akan memudahkan perusahaan merekrut dan
memecat karyawannya. “Ide hiring and firing ini justru tidak
menciptakan lapangan kerja baru, tapi menambah pengangguran
baru,” tutur Nur, Senin, 20 Januari lalu.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan urusan pesangon


tak akan banyak diotak-atik dalam omnibus law. Malah, menurut Ida,
pemerintah akan menambah jaminan sosial dalam aturan tersebut,
yaitu berupa jaminan kehilangan pekerjaan apabila pekerja masih
ingin bekerja. “Omnibus menjamin pekerja lebih produktif dan
mendapat perlindungan yang sama bagi pekerja kontrak dan tetap.”

PUTRI ADITYOWATI, RETNO SULISTYOWATI



Presiden Jokowi
menargetkan omnibus law
rampung dibahas dalam
seratus hari.
majalah.tempo.co
3 mins read

• Presiden mengutus Kepala Polri, Kepala BIN, dan Jaksa Agung untuk mendekati

pihak yang berkeberatan.

• Pegiat media sosial juga diminta mengkampanyekan rancangan aturan sapu

jagat itu.

L
EWAT pintu di dekat Masjid Baiturrahim, samping kompleks
Istana Kepresidenan, sejumlah petinggi partai koalisi
pemerintah bersama beberapa menteri keluar dari Istana
Merdeka. Mereka baru saja mengikuti pertemuan tertutup selama
satu setengah jam dengan Presiden Joko Widodo pada Selasa, 14
Januari lalu.

Ada tiga topik perbincangan yang diingat Wakil Ketua Umum Partai
NasDem Ahmad H.M. Ali, yaitu rencana pemindahan ibu kota negara,
omnibus law, dan perkara Asuransi Jiwasraya. Tapi topik yang paling
mendalam dibahas adalah omnibus law karena sudah muncul
perlawanan terhadap rancangan undang-undang sapu jagat ini,
terutama dari para buruh. “Pemerintah meminta dukungan ke partai
koalisi untuk melancarkan proses pembahasan, dan akan segera
memasukkan surat presiden beserta draf rancangan undang-
undangnya,” kata Ali, Kamis, 23 Januari lalu.

Ali datang ke Istana menemani ketua umumnya, Surya Paloh. Petinggi


partai yang juga hadir adalah Ketua Umum Partai Demokrasi
Perjuangan Megawati Soekarnoputri; Ketua Umum Golkar yang juga
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto; Ketua Umum
Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar; dan pelaksana tugas
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Suharso Monoarfa.

Jokowi tak sendirian menemui mereka. Ia didampingi Menteri


Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Yasonna Hamonangan Laoly, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick
Thohir, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Sekretaris
Kabinet Pramono Anung.

Menurut Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani, yang juga hadir dalam
pertemuan, Jokowi menyampaikan keinginannya, yakni rancangan
omnibus law rampung dibahas dalam seratus hari. Dengan demikian,
aturan itu bisa disahkan sebelum 17 Agustus 2020. “Pemerintah
meminta ini diberi atensi khusus sehingga prosesnya bisa berjalan
maksimal,” ucap Arsul. Apalagi rancangan undang-undang ini akan
merevisi sekaligus 79 undang-undang yang berisi 1.244 pasal.

Saat menghadiri acara tahunan industri jasa keuangan di The Ritz-


Carlton Hotel, Jakarta, dua hari setelah pertemuan tadi, Jokowi
menegaskan keinginannya omnibus law segera disahkan. “Saya
angkat dua jempol kalau DPR bisa selesaikan dalam seratus hari,”
ujarnya. Ia menganggap omnibus law bakal membongkar regulasi
yang dituding sebagai penyumbat utama kucuran investasi ke
Indonesia.

Agar rancangan tersebut tak ditentang, kata Jokowi, ia telah


memerintahkan para pembantunya mendekati sejumlah organisasi,
termasuk serikat buruh. Mereka yang diutus antara lain Kepala
Kepolisian RI, Kepala Badan Intelijen Negara, dan Jaksa Agung.
Sejumlah menteri kebagian tugas serupa.

Airlangga Hartarto, misalnya, mendekati sejumlah pegiat media


sosial pendukung Jokowi sejak jauh hari. Pada 19 Desember 2019 itu,
ada 36 pegiat media sosial yang ia temui. Dalam unggahan di media
sosialnya, Airlangga menulis, “Hari ini, usai seharian melewati
agenda yang padat, saya menghadiri pertemuan dengan teman-teman
pegiat media sosial yang saya hormati dan berpengaruh di ruang
publik.”

Sehari setelah pertemuan yang diadakan di Graha Sawala, kompleks


Kementerian Koordinator Perekonomian, itu, Ulin Ni’am Yusron,
pegiat media sosial yang hadir di sana, mengatakan kepada Tempo
bahwa Airlangga lebih banyak membahas kondisi perekonomian
Indonesia sepanjang 2019 dan proyeksinya pada 2020. Menurut Ulin,
Airlangga meminta pegiat media sosial yang hadir menyebarluaskan
informasi tentang berbagai langkah yang ditempuh pemerintah dalam
mengatasi beberapa masalah ekonomi.

Seorang peserta pertemuan lain menyebutkan pokok agenda yang


dibahas adalah omnibus law. Menurut dia, Airlangga berulang kali
menyatakan perlunya regulasi yang mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi. Airlangga, kata narasumber ini, menjelaskan
bahwa target-target pembangunan bisa dicapai apabila omnibus law
segera dirampungkan. Airlangga kemudian meminta para pegiat
media sosial membangun wacana positif mengenai proyeksi ekonomi
2020 dengan mengaitkannya pada omnibus law.

Ramai di media sosial, kabar mengenai omnibus law juga menyita


perhatian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Menurut Rais Syuriah
PBNU Ahmad Ishomuddin, diskusi tentang omnibus law mulai ada
sejak Jokowi menyampaikan gagasan tersebut dalam pidato
pelantikannya. Ishomuddin juga mengatakan partai politik sudah
membicarakan isu itu dengan NU, meski secara informal. “Saya tidak
bisa menyebutkan siapa supaya tidak menimbulkan kegaduhan,”
tuturnya.

NU, Ishomuddin melanjutkan, mengkaji rancangan peraturan seperti


omnibus law sebagai masukan bagi partai dalam merumuskan
undang-undang agar produk legislasi tersebut tidak hanya
menguntungkan segelintir kalangan. “Rekomendasi dari NU hanya
ada dua. Jika bertentangan atau cenderung merugikan masyarakat,
NU menolak. Tapi, jika menguntungkan publik, NU akan
menguatkan.”

Sepekan setelah pertemuan Jokowi dengan petinggi partai koalisi di


Istana, Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan omnibus law sebagai
Program Legislasi Nasional Prioritas 2020. Ada tiga draf omnibus law
yang masuk, yaitu Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja,
Rancangan Undang-Undang Perpajakan, dan Rancangan Undang-
Undang Ibu Kota Negara. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari
NasDem, Willy Aditya, mengatakan, setelah tiga rancangan undang-
undang tersebut masuk program legislasi prioritas, pemerintah bakal
menerbitkan surat presiden dan menyerahkan draf rancangan serta
naskah akademiknya.

Setelah lengkap, rancangan dibawa ke rapat Badan Musyawarah, yang


kemudian menentukan alat kelengkapan DPR yang akan
membahasnya. “Kami di Badan Legislasi akan membahas secara
obyektif dengan mengundang stakeholder secara transparan,” ujar
Willy. Ia tak ingin pembahasan omnibus law gaduh seperti saat DPR
dan pemerintah merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

Transparansi jugalah yang menjadi perhatian Partai Keadilan


Sejahtera. Ketua PKS Mardani Ali Sera mengatakan kegaduhan yang
muncul saat ini disebabkan oleh tertutupnya pemerintah dalam
penyusunan rancangan omnibus law. “Apalagi kemudian muncul
target seratus hari selesai. Bisa dibayangkan bagaimana kualitasnya,”
ucap Mardani.

Politikus Partai Demokrat, Benny K. Harman, menyebut target seratus


hari yang dipatok Jokowi sebagai angan-angan. “Orang bermimpi
boleh saja, tapi ada mekanisme yang tidak boleh dilanggar. Mau
dikebut jadi 100 hari dengan cara otoriter juga bisa. Tapi apakah itu
yang dikehendaki?” tuturnya. Jikapun ada lobi-lobi, Benny
melanjutkan, hal tersebut tak bisa memangkas tahap penyusunan
undang-undang.

DINI PRAMITA, BUDIARTI UTAMI PUTRI



Setelah Periode Pertama
Gagal
majalah.tempo.co
5 mins read

P
RESIDEN Joko Widodo menyiapkan omnibus law setelah
periode pertama kepemimpinannya gagal mencapai sejumlah
target di bidang perekonomian.

Setelah Periode Pertama Gagal


u
1,7
1,2
.... TARGET
2020-2024

1,17
1,1
I.GI
5,t.-6,0%
l,07 Skenario rendah dan tinggi
1,01 pada sasaran rata-rata
pertumbuhan ekonomi 2020-
2015 2016 2017 2018 2019* 2024. Untuk mencapainya,
diperlukan:
REALISASI INVESTASI (RPTRIUUN) ■ M'ESTASI DALM1 NEGERJ
■ IWESTASILA.NGSUNGASING
P-"I Pertumbuhan lnvestasl
� 6,9-8,1%
II
2015 179,1
111,1
211,Z Tingkat partisipasi
2016 angkatan ke�a

2017
212,1 68-70%
2018 121.1
112,7
2019* 211,1
117,1
**) Realisasi Januari-Seprember 2019

•RANCANGAN 79 IIIIDANG-UNDANG
1.ZIMPASAL
Omnibus law disiapkan dalam Jumlah pasal dalam 79 undang-undang
Total wet yang yangakan terkena dampak penyusunan
empat rancangan undang-undang, akan dipangkas, RUU Cipta Lapangan Kerja.
yakni: disederhanakan, dan
1. RUU Clpta Lapangan Ke�a diselaraskan dalam
2. RUU lbu Kota Negara RUU Cipta Lapangan 20 ATIIRAN TIIAIINAN
i<erja-paket terbesar Jumlah peraturan pemerintah, re"1si
3. RUU Fasllltas PerpaJakan untuk peraturan pemerintah, dan peraturan
Penguatan Perekonomlan dibandlng tiga
omnibus law lain. presiden yang disiapkan secara paralel
4. RUU Kefannaslan dengan pembahasan omnibus law.

3. 4. 5.
2. Kelautan Energi dan
1. Ketenaga 6.
Kehutanan clan SumberDaya Perindustrian
Pertanian nukliran
Perikanan Mineral

,�� --0
/I
Perdagangan 15 / /,, / Pari!·sata
SEKTOR /
_______.

Cakupan
penyederhanaan
-------
9.
�fl1�ii:· � 10.
Kesehatan
Pendidikan Obat dan
Makanan
13. 14.
Pekerjaan 15.
11. 12. Pas, Pertahanan
Umum dan Telekomunikasi,
Keagamaan Transportasi dan
Perumahan dan
Rakyat Penyiaran Keamanan

SEJUMLAH SOROTAN
o PENYUSUNAN DRAFRUU TERTUTUP
Hingga ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional Prioritas 2020, draf empat RUU dalam omnibus law belum bisa diakses
publik. Sempat beredardokumen RUU Cipta Lapangan Kerja yang memuat sejumlah pasal bermasalah. Pemerintah menyatakan
drat tersebut tldak dapat dipertanggungjawabkan lantaran naskah aslinya belum final.

-.llnl .................... huputillpall ........... llJUlldljamlnPualndanNUndans-lJndana-12


r-..zo11tentusPam--..-......-...-undanpn.
o SATGAS OMNIBUS LAW
Menteri KoordinatorPerekonomian menerbitkan keputusan nomor 378 tahun 2019 untuk membentuk satuan tugas bersama
omnibus law. Satg,as terdiri atas:
I Menteri
u B1rokrat hntas kementenan dan lembaga
22 Pengurus asosiasi usaha lintas sektor
11 Pengurus Kamar Dagang dan lndustri Indonesia
11 lndividu berlatar belakang politikus, pengusaha, komisaris perusahaan, akuntan publik, dan pegiat sosial
12 Rektor perguruan tinggi
J - Kepala daerah
■ Pemimpin media massa
ATURAN KONSESI TAMBANG
■ lzin pertambangan yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian, atau pengembangan dan pemanfaatan bah!
bara, diberikan selama 30 tahun dan dapat diperpanjang 10 tahun denganjangka waktu sepanjang umur tambang.
■ Luas wilayah operasi produksi tidak lagi dibatasi 25 ribu hektare unhlk mineral logam dan 15 ribu hektare untuk batu bara.
■Perpanjangan kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara tanpa lelang.

PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN


■ lzin pinjam pakai untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan yangberdampak penting serta bernilai strategis akan dihapus.

MASA BERLAKU HAK GUNA USAHA


■Perpanjangan HGU dapat diberikan di muka-bersamaan dengan penerbitan awal.
■ Masa berlaku HGU untuk kepentingan penanaman modal dapatdiberikan hingga 35 tahun, diperpanjang 35 tahun, dan diperbarui
35 tahun.

NASKAH1AGOENGWIJAYA I SUMBER, BAOAN PUSAT STATISTIK SADAN KOOROINATOR PENANAMAN MODAL KEMENTERIAN KOOROINATOR BIQANG
PEREKONOMIAN, BAPPENAS RPJMN 2015-2019, RPJMN 2020 2024 □IOLAH TEMPO I ILUSTRASl1 IMAM YUNNI
Wawancara khusus dengan
Sekretaris Kementerian
Koordinator Perekonomian
Susiwijono
majalah.tempo.co
2 mins read

Susiwijono Moegiarso: Kami Mengurus Parkir Mobil


Sampai Parkir Pesawat

S
IKAP tertutup pemerintah dalam penyusunan omnibus law
menuai kecaman. Hingga Dewan Perwakilan Rakyat
menyetujuinya sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional
Prioritas 2020 pada Rabu, 22 Januari lalu, masyarakat tak kunjung
mengetahui pasti isi empat rancangan undang-undang besar yang
bakal merevisi, memangkas, dan menyelaraskan puluhan undang-
undang lain tersebut. Sebaliknya, kerahasiaan tak berlaku bagi
pengusaha, yang sejak awal dilibatkan pemerintah dalam
pembahasan.

Kekhawatiran bahwa omnibus law sarat kepentingan pemilik modal


pun meningkat setelah beredar draf RUU Penciptaan Lapangan Kerja,
bagian dari paket regulasi jumbo ini. Sejumlah pasal dalam naskah
tersebut dinilai mengancam kelestarian alam, meringankan sanksi
bagi perusak lingkungan, juga tak melindungi hak buruh.

Kepada Retno Sulistyowati dan Putri Adityowati dari Tempo,


Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono
menampik tudingan bahwa pemerintah menganakemaskan pengusaha
dalam pembahasan omnibus law. “Sebenarnya buruh itu bolak-balik
kami undang ke sini,” kata Susiwijono, yang juga menjadi Wakil Ketua
Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Kadin untuk Konsultasi Publik
Omnibus Law, di kantornya, Kamis, 23 Januari lalu.

Buruh mana yang diajak bicara pemerintah?

Semua. Pasti pernah kami undang ke sini. Malah lebih dulu mereka
daripada Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Nah, yang mereka
protes itu kan Satgas Bersama.

Sebenarnya mengapa harus ada Satgas Bersama?

Dulu niat kami, supaya proses transparan, dibikin satgas yang


melibatkan dua pihak, pemerintah dan swasta. Swasta itu kan
semuanya. Maksudnya, pemerintah ingin mengajak swasta
mengkomunikasikan ke publik, ini lho, kami baru mulai membahas
omnibus law. Kami serahkan ke Kadin siapa saja yang mewakili,
representasi swasta pendamping pemerintah. Mereka mengajukan
semua ketua asosiasi. Rektor dan media juga masuk karena
keperluannya untuk komunikasi publik, bukan ikut membahas di
dapur.

Kadin yang menyusun Satgas Bersama?

Ya, tapi harus berbicara dengan semuanya. Tapi ini kan masih tahap
di dapur internal pemerintah. Akhirnya belum kerja karena belum
ada yang dikomunikasikan ke publik. Belum ada substansinya. Itu
saja saya sudah diprotes. Kami tidak pernah mengistimewakan
pekerja, pengusaha, atau pemerintah daerah.
Bukankah ada person in charge dari Kadin dalam
pembahasan?

Mana ada pembahasan dari Kadin? Satgas itu kan untuk komunikasi
ke publik. Kalau pembahasan Senin lalu, ada Kadin, kumpul di Graha
Sawala (kompleks Kementerian Koordinator Perekonomian).
Sebelumnya buruh malah kami undang dulu di lantai empat sini. Itu
karena kami membutuhkan masukan secara terstruktur. Sektornya
aja ada 29. Sudah kami kumpulkan semua, buruh, akademisi,
pengusaha, dan pengamat. Itu sudah proses di sini, bukan di awal.
Kalau di awal, enggak ada. PIC sektor-sektor itu untuk memudahkan.
Sifatnya informal untuk memberikan masukan ke kami.

Kementerian membantah isi draf RUU Cipta Lapangan


Kerja yang beredar.…

Draf RUU itu, walaupun yang bertanggung jawab saya, sekali pun
saya enggak pernah punya. Beberapa menteri minta ke saya, juga
teman eselon I. Saya bilang sorry, saya menjaga governance. Boleh
percaya, boleh enggak. Tim teknis yang pegang itu. Dan itu kami
sepakati, kami memang belum keluarkan. Makanya, beredar ini-itu,
baru 500 pasal, baru 1.200 pasal, pembahasan di November. Lha...
dua bulan lalu. Wong tiap hari ada perubahan, kok. Ya jauh dari itu.

Jadi benar tim penyusun dilarang menginformasikan draf


hasil pembahasan?

Iya. Menyalahi etika kalau sampai bocor keluar. Karena, kalau bocor,
kalau orang enggak paham konteksnya, bisa ribut. Di republik ini,
sensitif sekali urusan publik, pendapat publik. Itu mempengaruhi
market ke mana-mana. Jangankan mereka, saya aja lho, enggak
pernah minta. Karena itu tadi. Bocor dikit, bisa ribut enggak keruan,
ditafsirkan ini-itu.

•••

Omnibus Law Kementerian Koordinator Perekonomian



Helmy Yahya
mempersoalkan berbagai
kewenangan Dewan
Pengawas yang berlebihan.
majalah.tempo.co
5 mins read

• Sebelum Helmy Yahya dipecat, perseteruan terjadi antara Dewan Pengawas dan

direksi TVRI.

• Salah satunya terkait dengan pembelian hak siar Liga Primer Inggris.

D
IGELAR di Restoran 1945, Hotel Fairmont, Jakarta,
pertemuan pada Rabu sore, 11 Desember 2019, itu
mempertemukan dua pihak yang tengah bertikai: Dewan
Pengawas dan direksi Televisi Republik Indonesia (TVRI). Yang
bertindak sebagai penengah adalah Menteri Komunikasi dan
Informatika Johnny G. Plate.

Johnny didampingi Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi


Publik Widodo Muktiyo. Sejumlah anggota Komisi Penyiaran Dewan
Perwakilan Rakyat pun hadir. “Mari kita bicara baik-baik sambil
makan,” kata anggota Dewan Pengawas TVRI, Pamungkas
Trishadiatmoko, menceritakan pembukaan oleh Johnny itu kepada
Tempo, Rabu, 22 Januari lalu.

Sepekan sebelumnya, 4 Desember 2019, Dewan Pengawas TVRI


menonaktifkan Direktur Utama Helmy Yahya. Dewan Pengawas juga
menerbitkan surat pemberitahuan rencana pemberhentian sekaligus
meminta Helmy membuat surat pembelaan diri. Hari itu juga Helmy
menyatakan keputusan itu cacat hukum. Helmy pun berkukuh tetap
menjadi direktur utama yang sah hingga masa jabatannya berakhir
pada 2020.

Menurut Pamungkas dan Ketua Dewan Pengawas Arief Hidayat


Thamrin, Helmy mempertanyakan keputusan Dewan Pengawas. Ia
pun menyatakan telah bekerja keras untuk kemajuan TVRI. Helmy,
kata mereka, menilai Dewan Pengawas menghambat kinerja direksi.
Sedangkan Dewan Pengawas berkukuh bahwa keputusan tersebut
merupakan hasil pelaksanaan tugas mereka untuk mengawasi direksi.

Pertemuan selama dua jam itu bubar tanpa mencapai kesepakatan.


Helmy mengakui adanya pertemuan tersebut, tapi dia tak mau
mengungkapkan apa yang terjadi di situ.

•••

DUA hari setelah Helmy dinonaktifkan pada awal Desember 2019,


Johnny sebenarnya sudah menggelar pertemuan dengan direksi dan
Dewan Pengawas TVRI secara terpisah. Kala itu, dia meminta kedua
pihak menyelesaikan masalah tersebut secara internal lebih dulu. “Itu
perkara lama,” kata Johnny.

Ketidakharmonisan Dewan Pengawas dan direksi bermula pada


Desember 2018. Saat itu, terdapat tunggakan pembayaran honor
karyawan sebesar Rp 7,6 miliar. Tunggakan itu sempat membuat
sejumlah karyawan memprotes dan mogok kerja pada 10 Januari
2019. Dewan Pengawas TVRI mengirim surat teguran ke direksi agar
segera menyelesaikan persoalan tersebut.

Ditemui Tempo pada Rabu, 22 Januari lalu, Helmy mengakui


keterlambatan itu. Menurut dia, keterlambatan terjadi karena direksi
berupaya menertibkan administrasi laporan keuangan. “Memang
boleh honor dibayar kalau pertanggungjawabannya belum dibuat?”
ujarnya.

Persoalan honor belum selesai, direksi memutuskan membeli hak siar


Liga Primer Inggris pada 19 Juni 2019. Dokumen “Perjanjian
Standstill” antara TVRI dan PT Global Media Visual—induk
perusahaan Mola TV yang memegang hak siar—yang salinannya
diperoleh Tempo, menyebutkan TVRI membeli hak siar tiga musim
pertandingan sejak 2019 hingga 2022. Nilai pembelian hak siar
tersebut adalah US$ 9 juta, atau US$ 3 juta per musim, dengan
pembayaran dicicil enam kali, masing-masing senilai US$ 1,5 juta.
Kepada Tempo, Helmy mengatakan nilai itu tidak mahal. Apalagi Mola
TV punya kewajiban membeli spot iklan di TVRI, minimal US$ 1 juta
per tahun. “Jadi harganya itu cuma US$ 2 juta,” ujar Helmy. Namun
TVRI tidak bisa menayangkan semua pertandingan. Hanya dua
pertandingan dalam sepekan atau 76 dari 380 pertandingan semusim
yang bisa ditayangkan stasiun televisi tertua di Indonesia yang
berdiri sejak 1962 itu.

Berdasarkan kontrak, TVRI memiliki sejumlah kewajiban, antara lain


menjamin seluruh transmisi dapat diterima oleh setidaknya 95 persen
rumah di sejumlah kota besar, seperti Medan, Jakarta, Bandung,
Denpasar, dan Makassar. TVRI juga harus menyediakan teknologi
yang memastikan transmisi siaran Liga Primer terenkripsi.
Memenuhi kewajiban tersebut, TVRI mengadakan tender pengadaan
peralatan Scrambling Xcrypt pada Juli 2019 senilai Rp 1,46 miliar.

Pembelian hak siar itu membuat Dewan Pengawas mengirim surat


kepada direksi pada 9 Juli 2019 untuk meminta penjelasan. Ketua
Dewan Pengawas Arief Hidayat Thamrin mengatakan pembelian itu
tidak masuk rencana kerja dan anggaran tahunan TVRI tahun 2019.
Dari penjelasan direksi sepekan kemudian, Arief menilai pembelian
hak siar tersebut tidak dilaporkan secara lengkap. “Padahal keuangan
TVRI terbatas,” ujarnya. Arief mengaku baru menerima salinan
kontrak dari direksi pada 5 Desember 2019.

Ketua Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI Arif Hidayat (tengah depan)
rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, 21
Januari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Namun Helmy mengatakan direksi sudah memberikan penjelasan


tentang harga dan proses pembelian hak siar. Menurut Helmy, dalam
konferensi pers peluncuran Liga Primer pada 21 Juni 2019, dua hari
setelah penandatanganan kontrak, Arief Hidayat pun hadir. “Mereka
tidak melarang,” ujarnya.
Kerja sama dengan Mola TV jalan terus. Liga Primer Inggris pun
tayang di TVRI pada 10 Agustus 2019. Pada November, muncul
tagihan dari Global Media Visual kepada TVRI senilai Rp 27 miliar.
Anggota Dewan Pengawas TVRI, Pamungkas Trishadiatmoko, menilai
pembelian hak siar itu tidak menguntungkan lembaganya. Apalagi,
kata dia, pembayarannya menggunakan penerimaan negara bukan
pajak (PNBP). “Menurut saya, itu tidak bisa dilakukan,” ujarnya.

Helmy Yahya mengatakan, sebelum pembelian hak siar tersebut,


direksi sudah berkonsultasi dengan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan, Achsanul Qosasi, dan Direktur Jenderal Anggaran
Kementerian Keuangan Askolani. Achsanul, kata Helmy, menyatakan
pembelian hak siar itu diperbolehkan dengan catatan tidak
menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. TVRI bisa
menggunakan PNBP untuk membeli hak siar.

TVRI memiliki PNBP sekitar Rp 150 miliar per tahun, yang diperoleh
dari iklan dan penyewaan aset. Achsanul membenarkan soal
konsultasi tersebut. “Yang penting alokasinya ada, dilaksanakan, dan
dipertanggungjawabkan,” ujarnya. Helmy pun membantah terjadi
gagal bayar. “Itu hanya penundaan bayar.”

Menurut Head of Broadcast and Distribution Mola TV Ayi Farid Wajdi,


pihaknya tidak mempersoalkan penundaan pembayaran dari TVRI.
Apalagi direksi TVRI sudah menyampaikan akan membayarnya pada
Februari 2020. “Kami percaya TVRI,” kata Ayi.

•••

PERSETERUAN antara Dewan Pengawas dan direksi TVRI juga terjadi


pada akhir Oktober 2019. Saat itu, Helmy melayangkan warkat
permohonan peninjauan Surat Keputusan Dewan Pengawas TVRI
Nomor 2 Tahun 2018 tentang Tata Kerja dan Hubungan antara Dewan
Pengawas dan Direksi. Helmy menyatakan surat keputusan itu
bertentangan dengan sejumlah aturan, seperti Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2015 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI.

Helmy mempersoalkan kewenangan Dewan Pengawas untuk menilai


kinerja direksi. Ia pun menilai pasal tentang pemberhentian direksi
akibat penilaian kinerja melampaui kewenangan Dewan Pengawas.
Kewenangan lain yang dipersoalkan Helmy adalah izin dari Dewan
Pengawas untuk perjalanan dinas direksi ke luar kota ataupun ke luar
negeri. Menurut Helmy, aturan itu menghambat operasi Dewan
Direksi.

Dalam surat yang sama, Helmy menyatakan wewenang Dewan


Pengawas yang berlebihan menyebabkan dualisme operasional di
TVRI. Surat itu ditembuskan ke sejumlah lembaga lain, yaitu Komisi
Penyiaran DPR, Badan Pemeriksa Keuangan, serta Sekretaris Jenderal
Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Arief menilai permintaan Helmy itu tidak memiliki dasar. “Ia


membuat kesimpulan yang menguntungkan diri sendiri supaya tidak
diatur oleh Dewan Pengawas,” ujarnya. Arief mengutip Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 yang memberikan kewenangan
kepada Dewan Pengawas untuk menyeleksi, mengangkat, dan
memberhentikan anggota direksi. “Kok, direksi mau menghapus
ketentuan itu?” katanya. Ihwal izin perjalanan dinas, Arief menilai itu
bagian dari fungsi pengawasan.

Perseteruan itu berujung pada penonaktifan Helmy pada 4 Desember


2019. Istana pun cawe-cawe meredam gejolak di TVRI. Pada 2 Januari
lalu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno memanggil Dewan
Pengawas. Pamungkas Trishadiatmoko, yang ikut dalam pertemuan
itu, mengatakan Pratikno meminta kegaduhan di TVRI dihentikan.
Menurut dia, Pratikno juga berjanji menyiapkan peraturan perubahan
jika dibutuhkan.

Sehari berselang, Pratikno memanggil Helmy dan para direktur TVRI


ke rumahnya. Pratikno, kata Helmy, menyebutkan bahwa dia
menyarankan Dewan Pengawas tidak memecat Helmy. “Pak Pratik
menyatakan mendukung kami,” ujar Helmy. Pratikno belum
memberikan tanggapan. Ia tak membalas pertanyaan yang diajukan
Tempo melalui telepon selulernya.

Namun kegaduhan di TVRI terus berlanjut. Dewan Pengawas


mencopot Helmy pada Kamis, 16 Januari lalu. Mereka beralasan
Helmy melakukan sejumlah pelanggaran, yaitu keterlambatan
pembayaran honor karyawan, pembelian hak siar Liga Primer, serta
pengadaan kuis Siapa Berani, yang dianggap tak sesuai dengan asas
pemerintahan yang baik.

Tak menerima keputusan tersebut, Helmy pun berencana mengajukan


langkah hukum. Ia menunjuk Chandra M. Hamzah, mantan Wakil
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, sebagai pengacara. Chandra
menyatakan sedang mempersiapkan bahan-bahan untuk menggugat
keputusan Dewan Pengawas. Menteri Komunikasi dan Informatika
Johnny Plate menyesalkan situasi internal di TVRI. “Kami sudah
berusaha memediasi,” ujarnya.
Dewan Pengawas TVRI
menilai kuis Siapa Berani
merugikan TVRI.
majalah.tempo.co
2 mins read

• Kuis itu digarap oleh perusahaan milik sabahat Helmy Yahya.

• Helmy menghibahkan kuis tersebut kepada TVRI dan tak menerima royalti.

R
EINHARD R. Tawas tak habis pikir mendengar tuduhan
bahwa kuis Siapa Berani beraroma nepotisme. Pemilik PT
Media Mahakarya Indonesia ini membantah tudingan bahwa
kontrak tayang kuis itu didapatnya karena ia bersahabat dengan
Direktur Utama TVRI yang baru saja dipecat, Helmy Yahya. “Sewaktu
deal, saya enggak berurusan sama dia (Helmy), tapi sama tim
program,” kata Reinhard kepada Tempo pada Kamis, 23 Januari lalu.

Tuduhan itu disampaikan Ketua Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat


Thamrin dalam rapat dengan Komisi Penyiaran Dewan Perwakilan
Rakyat pada Selasa, 21 Januari lalu. Menurut Arief, tayangan itu
melanggar asas pemerintahan yang baik. Sebab, lebih dari setengah
anggaran produksi kuis tersebut, senilai Rp 146 juta, mengalir ke
Krakatoa Production, yang menggarap program itu. Krakatoa adalah
unit usaha di bawah Media Mahakarya.

Arief juga menyampaikan, biaya produksi untuk dua episode dalam


satu hari itu terlalu mahal. Sebab, ada biaya penyewaan peralatan
untuk program tersebut terus-menerus. Dia mencontohkan sewa
peralatan lampu, termasuk light emitting diode (LED), senilai Rp 12
juta setiap kali siaran.

Bukan hanya Reinhard, Helmy pun meradang. Mengakui Reinhard


sebagai sahabatnya, Helmy mengatakan Krakatoa ditunjuk karena
rumah produksi itu sudah lama membuat Siapa Berani. Royalti kuis ini
sebenarnya dimiliki Helmy. Reinhard, kata dia, membantu
pengembangan kuis tersebut, dari membuat soal, melatih host acara,
hingga menjadi juri.

Siapa Berani pertama kali tayang di Indosiar pada 4 Desember 2000.


Di situ, kuis ini tayang selama lima tahun. Helmy membawakan
sendiri acara ini bersama presenter Alya Rohali. Selama tayang pada
musim pertama, Siapa Berani menorehkan sejumlah penghargaan,
seperti kuis terbaik dalam Panasonic Awards 2001 dan 2002. “Karya
terbesar saya ya Siapa Berani. Saya sudah niat persembahkan ke
TVRI,” ujarnya.

Helmy menghibahkan kuis yang tayang di TVRI sejak


semester pertama 2018 ini. Bukan omong kosong.
Dokumen kerja sama Krakatoa dan TVRI yang diperoleh
Tempo menunjukkan biaya lisensi dalam penggarapan
kuis itu senilai nol rupiah. Dalam dokumen tersebut,
komponen itu ditulis sebagai hibah.

Helmy menghibahkan kuis yang tayang di TVRI sejak semester


pertama 2018 ini. Bukan omong kosong. Dokumen kerja sama
Krakatoa dan TVRI yang diperoleh Tempo menunjukkan biaya lisensi
dalam penggarapan kuis itu senilai nol rupiah. Dalam dokumen
tersebut, komponen itu ditulis sebagai hibah.

Direktur Krakatoa Production Aditya Hafas mengatakan Siapa


Berani membutuhkan berbagai peralatan tambahan untuk
pencahayaan yang baik, peralatan audio yang megah, serta alat bantu
dengan spesifikasi mumpuni. Dia menilai anggaran produksi itu
murah karena sama dengan biaya produksi pada 2000-2005. Di
stasiun televisi lain, kata dia, biaya pembuatan kuis serupa bisa
memakan biaya Rp 200 juta per episode.

Aditya mengingatkan, Siapa Berani tidak digarap satu orang. Ia


mencontohkan, ada orang yang harus dibayar untuk mengumpulkan
seratus peserta setiap hari. Pembuat soalnya pun tidak hanya satu,
tapi lima orang. “Mungkin Dewan Pengawas hanya melihat besaran
angkanya, tapi tidak rinciannya,” ujar Aditya.

Helmy Yahya tak mampu menyembunyikan kekesalannya ketika


program ini dituduh macam-macam oleh Dewan Pengawas TVRI. Ia
mengklaim program ini bisa mendatangkan sponsor dan iklan bagi
lembaga penyiaran publik tersebut. Dia mengaku menyesal telah
menghibahkan acara ini secara cuma-cuma ke TVRI. “Saya cabut saja
kalau begini. TVRI bakal kehilangan besar,” kata Helmy.

WAYAN AGUS PURNOMO, DEVY ERNIS



Juru Kunci dari Senayan
majalah.tempo.co
4 mins read

H
elmy Yahya mencoba memperbaiki laporan keuangan dan
rating TVRI. Tak lagi menjadi juru kunci.

Helmy Yahya saat menghadiri peluncuran Siaran TVRI Jawa


Tengah Terintegrasi dengan media sosial di Jawa Tengah.
jatengprov.go.id

• Pada masa Helmy Yahya, laporan keuangan TVRI berpredikat wajar tanpa

pengecualian.

• Direksi TVRI juga mencoba memperbaiki rating dengan membeli berbagai

program luar negeri.

• Helmy mengklaim tayangan ulang di TVRI terus menurun.

SEJAK didaulat menjadi Direktur Utama TVRI pada November 2017,


Helmy Yahya melakukan sejumlah perombakan di tubuh lembaga
penyiaran publik itu. Salah satunya dilakukan di manajemen
keuangan dengan mengubah sistem pembayaran yang semula tunai
menjadi nontunai. “Kami menerapkan sistem cashless. Jadi enggak
ada lagi kas. Semua transfer,” ujar Helmy kepada Tempo, Rabu, 22
Januari lalu.

Komitmen itu pun disampaikan Helmy ketika dilantik di Gedung


TVRI, Senayan, Jakarta, pada 29 November tiga tahun lalu. Helmy
meyakini sistem itu efektif menutup berbagai kebocoran anggaran
yang terjadi di TVRI. Sebelum sistem itu berlaku, kata Direktur
Keuangan TVRI Isnan Rahmanto, pembayaran seperti honor
narasumber, sewa hotel untuk acara, dan biaya tiket pesawat
dilakukan secara tunai. Setelah Helmy masuk, tak ada lagi
pembayaran tunai. Ia mencontohkan, honor untuk narasumber
langsung dikirim ke rekening setelah acara selesai.

Menurut Helmy, penolakan sempat terjadi ketika dia mengubah


sistem pembayaran tersebut. Sekalipun mendapat sejumlah
penolakan, penerapan cashless justru membawa TVRI memperoleh
opini wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan atas
laporan keuangan 2018. Helmy mengklaim itulah pertama kalinya
TVRI mendapat opini tersebut.

Sebelumnya, pada 2014-2016, TVRI menerima opini disclaimer.


Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, mengatakan pada 2013-2016
pengelolaan TVRI berantakan. Ia mencontohkan, pencatatan aset
TVRI cukup buruk dan belanja barang kerap berulang. “Ada laptop
yang sudah dibeli kemudian dianggarkan tahun berikutnya,” ujarnya
saat ditemui Tempo pada Jumat, 24 Januari lalu.

Tak lama setelah dilantik, Helmy dan jajaran direksi bertemu dengan
Achsanul dan berkonsultasi tentang masalah kebocoran anggaran di
TVRI. Achsanul menjelaskan segudang persoalan yang ada di situ.
Mengetahui sejumlah masalah, Helmy bersama direksi berusaha
memperbaikinya. “Saya jelaskan ini yang harus dibereskan. Dia kan
akuntan, jadi dia mengerti pembukuan,” kata Achsanul. Adapun pada
2017, TVRI mendapat opini wajar dengan pengecualian.

Meski TVRI mendapat opini wajar tanpa pengecualian, dalam rapat


dengan Komisi Penyiaran Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa, 21
Januari lalu, Dewan Pengawas TVRI menuding Helmy melakukan
pemborosan. Salah satunya terkait dengan pembelian hak siar Liga
Primer Inggris yang memunculkan tagihan Rp 27 miliar pada
November 2019. Namun surat dari direksi kepada Dewan Pengawas
pada 28 Juni 2018 bisa jadi menunjukkan hal sebaliknya.
Siaran langsung Liga Inggris di TVRI, Jakarta. Twitter TVRI Siaran Nasional

Dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo itu, disebutkan bahwa


mobil dinas Honda Odyssey untuk semua anggota Dewan Pengawas
telah diserahkan dari penyedia kepada TVRI. Surat itu mencantumkan
lima nama anggota Dewan Pengawas berikut nomor pelat mobil untuk
mereka. Tapi ada catatan tulisan tangan tertera di salinan surat itu.
Isinya menyatakan satu anggota Dewan Pengawas tidak bersedia
menerima Honda Odyssey dan meminta dibelikan mobil BMW, “yang
lebih mahal”.

Entah berapa harga yang disebut lebih mahal tersebut, tapi saat itu
harga Odyssey sekitar Rp 720 juta. Tertulis dalam surat tersebut,
mobil BMW untuk satu anggota Dewan Pengawas itu terpaksa dibeli.
Direktur Program TVRI Apni Jaya Putra bercerita, persoalan
pembelian mobil BMW itu juga dibahas dalam rapat direksi. “Satu
orang anggota Dewan Pengawas minta BMW,” ujar Apni.

Sesungguhnya Honda Odyssey pun tidak masuk rencana pembelian.


Pada 15 Februari 2018, Helmy Yahya bersurat kepada Dewan
Pengawas soal tawaran tiga merek kendaraan untuk Dewan
Pengawas, yaitu Toyota Camry, Mitsubishi Pajero Sport, dan Toyota
Fortuner. Namun, kata pejabat di TVRI yang mengetahui proses
pemilihan mobil itu, Dewan Pengawas menolak ketiganya dan
memilih Odyssey.

Anggota Dewan Pengawas TVRI, Supra Wimbarti, tak menampik kabar


tentang pembelian mobil tersebut. Ia pun membenarkan info bahwa
satu anggota Dewan Pengawas memilih menggunakan BMW. Menurut
Supra, Dewan Pengawas memang memiliki alokasi anggaran untuk
fasilitas mobil dinas sekitar Rp 700 juta per orang. Ia tak
mempersoalkan jenis mobil yang dibeli, sepanjang tak melampaui
plafon. “Odyssey dengan Camry hampir sama harganya,” ucap Supra.

Karena mobil sudah telanjur dibeli, Helmy memilih tak membeli


mobil dinas baru untuknya. Ia memilih menggunakan Odyssey yang
tak dipakai anggota Dewan Pengawas. Direktur Umum TVRI Tumpak
Pasaribu mengatakan Helmy memang berhak mendapat fasilitas
mobil 2.500 cc seperti Toyota Camry. “Tapi dia tak mau dibelikan
Camry. Padahal anggarannya sudah kami siapkan,” ujar Tumpak.

•••

TAK hanya membeli hak siar Liga Primer Inggris, pada masa
kepemimpinan Helmy, TVRI menambah sejumlah program lain.
Direktur Program TVRI Apni Jaya Putra mengatakan program itu
bertujuan memberikan berbagai variasi untuk penonton. Misalnya
menayangkan pertandingan bulu tangkis yang hak siarnya dimiliki
Federasi Bulu Tangkis Dunia. Direksi TVRI membeli pula hak siar
Discovery Channel.

Menurut Helmy Yahya, TVRI juga mendapat beberapa program hibah


alias gratis untuk konten animasi anak dari luar negeri, seperti Panda
Fun Fair dari Cina dan Appu dari India, atas pembelian film Little
House on the Prairie. Helmy mengklaim pertambahan program itu
membuat angka rerun atau siaran ulang di TVRI menurun. Pada 2017,
angka rerun mencapai 55 persen. Setelah Helmy menjadi direktur
utama, angka itu menjadi 49 persen. “Kami berhasil menurunkan
angka rerun,” ujar Helmy.

Ia menganggap program-program pilihan tersebut mampu memikat


penonton dan mendongkrak rating TVRI, yang secara perlahan naik.
Sebelumnya, rating TVRI nyaris selalu di posisi buncit, yakni 15, tapi
sekarang bisa berada di kisaran urutan 8-11. Pada 17 Januari lalu,
ketika Helmy dipecat, TVRI menempati posisi sembilan di antara
stasiun televisi nasional.

Namun kenaikan rating itu justru dikritik Dewan Pengawas TVRI.


Dalam rapat bersama Komisi Penyiaran DPR, Ketua Dewan Pengawas
Arief Hidayat Thamrin menyebutkan Helmy hanya mengejar rating
semata. “Seolah-olah hanya mengejar rating dan share seperti TV
swasta,” ujar Arief.

Helmy membantahnya. TVRI, kata dia, tetap menyajikan program


budaya dan edukasi yang membawa pesan persatuan bangsa. Agar
pesan itu sampai, penonton perlu digaet untuk menonton TVRI.
“Kalau kita kirim pesan, tapi tidak ada yang tonton, sama seperti kita
berteriak di dalam ruang hampa,” katanya.

DEVY ERNIS, WAYAN AGUS PURNOMO, ROSSENO AJI



'Liga Primer Tak
Menguntungkan TVRI'
majalah.tempo.co
2 mins read

W
awancara dengan Anggota Dewan Pengawas TVRI,
Pamungkas Trishadiatmoko

Pamungkas Trishadiatmoko. TEMPO/M. Taufan Rengganis

• Anggota Dewan Pengawas TVRI, Trishadiatmoko, menilai kebijakan Helmy

Yahya merugikan TVRI.

• Salah satunya adalah pembelian hak siar Liga Primer Inggris.

• Persoalan di antara Dewan Pengawas dan direksi merembet ke institusi lain.

PERSETERUAN Dewan Pengawas dengan direksi Televisi Republik


Indonesia berujung pada pemecatan Direktur Utama Helmy Yahya
pada 16 Januari lalu. Dewan Pengawas menyatakan tak mau TVRI
merugi akibat gebrakan yang dilakukan Helmy. Perseteruan pun
merembet hingga ke Dewan Perwakilan Rakyat dan sejumlah menteri.

Kepada Tempo di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan, pada Rabu, 22


Januari lalu, anggota Dewan Pengawas TVRI, Pamungkas
Trishadiatmoko, menjelaskan latar belakang pemecatan Helmy.

Kenapa Dewan Pengawas sampai harus memecat Helmy


Yahya?
Ada beberapa penyebab. Pertama, terjadi gagal bayar honor satuan
kerabat kerja sebanyak enam termin pada 2018-2019 senilai Rp 7,6
miliar. Karyawan lalu mogok dan berhenti siaran pada 10 Januari
2019. Pembayaran ini terlambat karena Helmy membeli hak siar Liga
Primer Inggris dan tayangan luar negeri serta membuat program kuis
Siapa Berani.

Apa hubungan pembelian program itu dengan gagal bayar


honor?
Karena duit TVRI mengalir cukup besar ke sana. Ada tagihan
pembayaran untuk Liga Primer tahun 2019 hingga Rp 27 miliar. Itu
yang belum terbayarkan. Belum lagi pembelian program kuis Siapa
Berani seharga Rp 146 juta untuk dua paket per hari. Padahal TVRI
sendiri bisa membuat program yang sama. Ada beberapa karyawan
TVRI yang mengeluh tidak mendapat honor lantaran tidak ada kerjaan
karena programnya dibeli dari luar.

Tapi Liga Primer mampu menaikkan rating TVRI?


Memang menaikkan image. Tapi kontrak itu tidak menguntungkan
TVRI. Kalau dihitung, satu pertandingan mencapai ratusan juta
rupiah. Kami hanya mendapat dua pertandingan per pekan. Itu pun
bukan the best match. Belum lagi, pembelian hak siar itu tidak ada
dalam rencana kerja anggaran tahunan. Karena tak ada duit, Helmy
mencari cara agar pembayarannya menggunakan penerimaan negara
bukan pajak. Menurut saya, itu tidak bisa dilakukan.

Kalau dihitung, satu pertandingan mencapai ratusan juta


rupiah. Kami hanya mendapat dua pertandingan per
pekan. Itu pun bukan the best match. Belum lagi,
pembelian hak siar itu tidak ada dalam rencana kerja
anggaran tahunan.
Dewan Pengawas sudah pernah memanggil Helmy Yahya
untuk menjelaskan hal ini?
Kami sudah pernah melakukan rapat dengan Helmy dan kami tidak
puas mendengar penjelasannya. Dia juga tidak memberikan data serta
dokumen yang kami minta. Kami juga pernah meminta kehadiran
Helmy menjelang keluarnya surat pemberitahuan rencana
pemberhentian dan dia tidak pernah hadir. Tapi dibalikkan seolah-
olah kami tidak mau ditemui Helmy. Padahal dia tidak pernah
meminta bertemu.

Masalah ini sampai didamaikan menteri?


Dewan Pengawas dan direksi TVRI, anggota Komisi I DPR, serta
Menteri Komunikasi dan Informatika pernah makan bersama di Hotel
Fairmont pada 11 Desember 2019. Helmy hadir. Selain oleh Menteri
Komunikasi, kami pernah dipanggil oleh Menteri Sekretaris Negara
Pratikno, awal Januari lalu.

Apa isi pertemuan dengan Menteri Pratikno?


Pesan kepada kami, lihat masalah ini dengan gambaran besar dan
jangan gaduh. Itu saja yang bisa saya sampaikan.

Keputusan Dewan Pengawas memecat Helmy tidak bulat.


Anggota Dewan Pengawas, Supra Wimbarti, menyatakan
keputusan pemecatan Helmy terburu-buru.
Semuanya sudah menjadi keputusan. Tidak ada dissenting opinion
karena kami bukan lembaga pengadilan. Beliau juga jarang hadir
ketika Dewan Pengawas mengadakan rapat.

Kami mendapat informasi bahwa persoalan antara Dewan


Pengawas dan direksi terkait dengan aset TVRI .
Dewan Pengawas bisa apa? Kami tidak punya dana untuk mengotak-
atik aset. Semua anggaran operasional ada di direksi. Ada satu
contoh, di Bali, direksi meminta suatu perusahaan melakukan studi.
Tujuannya agar aset TVRI bisa dikelola untuk dijadikan perkantoran
dan mal. Kami justru menegur itu. Kami sudah ke Kementerian
Keuangan dan disarankan agar pengelolaan aset dikerjasamakan
dengan badan usaha milik negara, bukan swasta.

Konflik di TVRITelevisi Republik Indonesia | TVRI



Helmy Yahya menyatakan
tudingan Dewan Pengawas
yang memecatnya tidak
benar.
majalah.tempo.co
2 mins read

• Menurut dia, Dewan Pengawas TVRI sudah mengetahui rencana tayangan Liga

Primer Inggris.

• Helmy menceritakan bukti, di bawah kepemimpinannya, TVRI justru lebih

kinclong.

T
AK terima dipecat, mantan Direktur Utama TVRI, Helmy
Yahya, berencana menggugat keputusan Dewan Pengawas.
Helmy menilai Dewan Pengawas tak bisa menunjukkan satu
pun pelanggaran yang dia lakukan. Indikasinya, ia diberhentikan
dengan hormat.

Selama sekitar dua jam, di kantor pengacara Assegaf Hamzah and


Partners di Capital Place, Jakarta, pada Rabu, 22 Januari lalu, Helmy
menjelaskan kepada Tempo berbagai kebijakannya yang dipersoalkan
Dewan Pengawas.

Dewan Pengawas menyatakan salah satu alasan Anda


dipecat berkaitan dengan pembelian hak siar Liga Primer
Inggris yang terlalu mahal.
Kalau dibilang harganya mahal, ya, enggak jugalah. Cuma US$ 3 juta.
Kontraknya pun jelas. Dan mereka pun wajib membeli spot iklan
TVRI, minimal US$ 1 juta. Jadi harganya itu cuma US$ 2 juta.

Soal anggaran ini sudah Anda konsultasikan kepada siapa


saja sebelumnya?

Kami berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan. Belum dapat


(hak siar) aja saya sudah lapor. Tentang anggaran itu, saya juga
menelepon Pak Askolani, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian
Keuangan. Dia bilang boleh saja, tapi tidak boleh mengambil dari
anggaran yang ada, melainkan dari PNBP (penerimaan negara bukan
pajak). Dari iklan, sewa tower, dan lain-lain.

Dewan Pengawas tak setuju?


Pada 17 Juli 2019, ada pertemuan dengan Dewan Pengawas. Kami
jelaskan harga, proses bisnis, semuanya. Lalu di mananya mereka
tidak tahu? Mereka tidak melarang. Saat konferensi pers peluncuran
Liga Inggris, 21 Juni 2019, Ketua Dewan Pengawas hadir. Mereka
memang punya wewenang. Tapi saya merasa ada kesewenang-
wenangan Dewan Pengawas karena tak terbukti saya salah.

Dari juru kunci sekarang bisa nomor 8, 9, 10, 11. Konten


kami gila-gilaan. PNBP naik. Layar kinclong. Alat kami
canggih. Pada 2018, kami berhasil menurunkan angka
rerun (tayangan ulang) dari 55 persen menjadi 49 persen.
Mungkin enggak rerun nol? Enggak mungkin. Bujet
program tahun lalu saja cuma Rp 130 miliar. Kalau dibagi
8.000 jam tayang, cuma Rp 16 juta per jam.

Ada tunggakan Liga Inggris senilai Rp 27 miliar.


Bukan gagal bayar, cuma tunda bayar. Dalam dunia bisnis, biasa itu
utang-piutang. Kami juga punya tagihan, kadang jatuh tempo meleset.
Tahun ini penerimaan lebih besar karena trust sudah terbangun.

Dewan Pengawas menilai tayangan kuis Siapa Berani


menguntungkan Anda.
Itu karya terbesar saya. Biasanya saya mendapat Rp 3-5 juta per
episode, tapi saya hibahkan nol rupiah untuk TVRI. Ada item-item
yang memang TVRI tidak punya. Misalnya pembuatan soal. Enggak
ada anak buah saya yang bisa membuat soal. Juga game machine,
termasuk melatih host. Bagian itu dikerjakan Krakatoa, yang
pemiliknya bukan saya. Buktikan kalau saya terima duit.

Anda dituduh memiliki konflik kepentingan karena


pemilik Krakatoa kawan Anda.
Konfliknya kayak apa? Saya enggak terima apa-apa. Bang Apni
(Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra) menunjuk
Krakatoa karena pemiliknya Reinhard Tawas, orang yang membantu
saya men-develop kuis Siapa Berani. Bukan karena teman saya dia
dipilih, tapi karena memang dia yang paling tahu.

Dewan Pengawas sepertinya menganggap Anda tak


berprestasi.
Coba lihat hasil audit BPK. Dari disclaimer tiga kali menjadi wajar
tanpa pengecualian. Dari juru kunci sekarang bisa nomor 8, 9, 10, 11.
Konten kami gila-gilaan. PNBP naik. Layar kinclong. Alat kami
canggih. Pada 2018, kami berhasil menurunkan angka rerun
(tayangan ulang) dari 55 persen menjadi 49 persen. Mungkin enggak
rerun nol? Enggak mungkin. Bujet program tahun lalu saja cuma Rp
130 miliar. Kalau dibagi 8.000 jam tayang, cuma Rp 16 juta per jam.

Dewan Pengawas menuding ada tagihan seperti honor


satuan kerabat kerja (SKK) yang belum dibayar.
Sampai akhir bulan kemarin, ada SKK belum dibayar. Saya kasih tahu,
ya, tidak pernah TVRI tidak membayarkan gaji. Yang terlambat itu
honor untuk produksi. Kadang-kadang terlambat karena
pertanggungjawaban belum dibuat.


Yasonna Laoly Dilaporkan ke
KPK
majalah.tempo.co
3 mins read

R
ingkasan berita sepekan.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly T di


Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, 22 Januari
lalu. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

• Menteri Hukum Yasonna Laoly dituding berbohong soal keberadaan Harun

Masiku.

• DPR membentuk tiga panitia kerja terkait dengan kasus Asuransi Jiwasraya.

• Bekas Ketua Umum PPP divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa.
PARA pegiat antikorupsi melaporkan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Yasonna Hamonangan Laoly ke Komisi Pemberantasan
Korupsi. Mereka meyakini Yasonna mencoba menghalangi pengusutan
kasus suap anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan,
dengan menutupi keberadaan salah satu tersangka penyuapnya,
Harun Masiku.

Mereka pun menuntut Presiden Joko Widodo segera mencopot


Yasonna. “Kami melihat ada keterangan tidak benar yang
disampaikan Yasonna,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch,
Kurnia Ramadhana, di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 23 Januari
lalu.

Sebelumnya, Menteri Yasonna ngotot menyatakan Harun Masiku,


calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan, berada di Singapura saat KPK menangkap
Wahyu pada Rabu, 8 Januari lalu. Menurut Yasonna, yang juga
politikus PDIP, Harun pergi pada 6 Januari dan belum kembali.
Penelusuran Tempo menunjukkan Harun kembali ke Jakarta pada 7
Januari. Pada Rabu, 22 Januari lalu, istri Harun, Hildawati Jamrin,
membenarkan kabar bahwa suaminya sudah kembali ke Tanah Air
sehari sebelum operasi tangkap tangan.

Direktur Jenderal Imigrasi Ronny F. Sompie akhirnya mengakui Harun


sudah di Indonesia pada 7 Januari. Ia beralasan ada keterlambatan
pada sistem informasi keimigrasian di Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Sedangkan Yasonna menyatakan kesalahan itu bukan kesengajaan.
“Swear to God, itu eror.”

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati


mendesak KPK segera memeriksa Yasonna dan Ronny Sompie. Ia juga
meminta KPK menyelidiki sistem imigrasi yang terlambat. “Jika tidak
terbukti, berarti ada kebohongan yang sengaja dibuat untuk
mengacaukan penyidikan,” ujarnya.

DPR Loloskan Lima Hakim Agung

DEWAN Perwakilan Rakyat meloloskan lima calon hakim agung dan


tiga calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung melalui uji kelayakan
dan kepatutan. “Delapan nama yang lolos kami putuskan secara
musyawarah,” kata Ketua Komisi Hukum DPR Herman Herry, Kamis,
23 Januari lalu.

Komisi Yudisial sebelumnya mengajukan sepuluh nama untuk diuji


oleh DPR. Enam di antaranya calon hakim agung dan empat sisanya
hakim ad hoc. Calon yang lolos sebagai hakim agung adalah Soesilo
untuk Kamar Pidana, Dwi Sugiarto dan Rahmi Mulyati untuk hakim
Kamar Perdata, Busra untuk Kamar Agama, serta Brigadir Jenderal
Sugeng Sutrisno untuk Kamar Militer.

Sedangkan tiga calon hakim ad hoc yang lolos adalah Ansori dan Agus
Yunianto (Tindak Pidana Korupsi) serta Sugiyanto (Hubungan
Industrial). Mahkamah Agung menyambut positif lolosnya delapan
orang tersebut.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim bersiap mengikuti rapat kerja
dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat, 12 Desember 2019. ANTARA/Puspa
Perwitasari

Kebijakan Nadiem di Perguruan Tinggi

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan akan meluncurkan


program magang bagi mahasiswa untuk menimba ilmu di perusahaan
atau lembaga lain selama tiga semester. Wakil Rektor Universitas
Padjadjaran Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Arry Bainus pada
Kamis, 23 Januari lalu, menyatakan Kementerian Pendidikan
mengundang perwakilan dari beberapa universitas untuk membahas
program itu sejak dua pekan sebelumnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nizam mengatakan kebijakan
tersebut dirumuskan bersama para pemangku kepentingan, di
antaranya Forum Rektor Indonesia. “Banyak stakeholder diajak
berdiskusi,” ujarnya.

Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan program


magang baru itu bersifat sukarela. Mahasiswa bisa memilih
menghabiskan sebagian waktunya mengenal dunia profesional atau
tetap kuliah. Menurut dia, pemerintah juga membolehkan mahasiswa
menimba pengetahuan lintas disiplin keilmuan. Misalnya mahasiswa
fakultas ekonomi bisa mengambil mata kuliah tertentu di fakultas
hukum.

Tiga Panitia Kerja Jiwasraya Dibentuk

KOMISI Hukum Dewan Perwakilan Rakyat sepakat membentuk


panitia kerja terkait dengan dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Komisi itu akan membahas persoalan tersebut bersama Jaksa Agung
Sanitiar Burhanuddin. “Kami akan memanggil sejumlah lembaga
seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan serta
Otoritas Jasa Keuangan,” ujar Wakil Ketua Komisi Hukum Desmond J.
Mahesa, Senin, 20 Januari lalu.

Selain dibentuk di Komisi Hukum, panitia kerja dibentuk di dua


komisi lain. Ketua Komisi Keuangan DPR Dito Ganinduto mengatakan
panitia kerja di komisinya akan membahas kasus Jiwasraya dan
industri keuangan secara menyeluruh. Wakil Ketua Komisi Badan
Usaha Milik Negara Aria Bima mengatakan panitia kerja di komisinya
akan berfokus pada penyehatan Jiwasraya. “Termasuk pengembalian
uang nasabah,” katanya.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan parlemen tak


membentuk panitia khusus karena tak mau mengganggu proses
penegakan hukum di Kejaksaan Agung. Kejaksaan telah menetapkan
lima tersangka dalam kasus gagal bayar Jiwasraya.
Muhammad Romahurmuziy. TEMPO/Imam Sukamto

Dua Tahun Bui untuk Romy

BEKAS Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Muhammad


Romahurmuziy, divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta
subsider 3 bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Jakarta, Senin, 20 Januari lalu. Vonis ini lebih rendah dari
tuntutan jaksa, yaitu 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta.

Hakim meyakini Romy--panggilan Romahurmuziy--menerima suap


secara bertahap senilai Rp 255 juta dari bekas Kepala Bidang Urusan
Agama Islam di Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur,
Haris Hasanuddin. Uang itu diduga untuk meloloskan Haris menjadi
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.

Hakim pun menyebutkan duit dari Haris sebesar Rp 70 juta juga


diterima Menteri Agama saat itu, Lukman Hakim Saifuddin.
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani menilai putusan itu menunjukkan
duit untuk Romy merupakan gratifikasi. “Bukan tindak pidana suap-
menyuap,” ujarnya.


Firli Bahuri bertemu dengan
Bupati Muara Enim Ahmad
Yani, dua hari sebelum KPK
menggelar operasi tangkap
tangan.
majalah.tempo.co
5 mins read

• Terdakwa suap proyek Dinas PUPR Muara Enim mengaku menyiapkan uang US$

35 ribu untuk Firli Bahuri.

• Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang memastikan tidak memanggil

Firli Bahuri.

P
ERSAMUHAN sepuluh menit itu berlangsung menjelang
magrib. Bupati Muara Enim Ahmad Yani menemui Kepala
Kepolisian Daerah Sumatera Selatan kala itu, Inspektur
Jenderal Firli Bahuri, di rumah dinas Kapolda di Kompleks Pakri, Jalan
Bambang Utoyo, Palembang, Sabtu, 31 Agustus 2019.

Yani datang bersama dua anggota stafnya. Ini pertemuan pertama


mereka setelah Firli menjabat Kepala Polda dua bulan sebelumnya.
Sebelum pulang, Yani meninggalkan oleh-oleh kopi bubuk merek
Bintang, kopi khas Muara Enim. Keduanya juga bertukar nomor
telepon. “Pertemuan itu hanya silaturahmi sebagai kepala wilayah,”
ujar pengacara Ahmad Yani, Maqdir Ismail, Kamis, 23 Januari lalu.
Pertemuan itu tak pernah menjadi masalah sampai awal Januari lalu.
Ahmad Yani, yang belakangan menjadi terdakwa penerima suap
belasan miliar rupiah dari kontraktor pemilik PT Indo Paser Beton,
Robi Okta Fahlevi, disebut-sebut pernah meminta anggota stafnya
mengirimkan duit US$ 35 ribu kepada Firli. Rencana suap itu
dirancang seusai pertemuan di rumah dinas Firli.

Anggota staf yang diminta mengirimkan fulus itu adalah Kepala


Bidang Jalan dan Jembatan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) Muara Enim, A. Elfin M.Z. Muchtar. Kini Ahmad Yani,
Robi, dan Elfin sama-sama menjadi pesakitan dalam persidangan
kasus ini.

Terdakwa Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani di Pengadilan Tipikor Palem-
bang, Sumatera Selatan, 21 Januari lalu./ANTARA/Nova Wahyudi

Nama Firli muncul saat eksepsi Ahmad Yani dibacakan di pengadilan,


Selasa, 7 Januari lalu. Sumbernya adalah percakapan antara Elfin
dan Erlan, kemenakan Firli, soal rencana penyerahan uang.
Percakapan itu disadap penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ketika itu, Elfin meminta Erlan menyampaikan uang titipan bosnya
kepada Firli. Memang penyerahan uang urung terjadi karena KPK
keburu mencokok Elfin dan Robi dalam operasi tangkap tangan,
Senin, 2 September 2019.

Menurut Maqdir, pertemuan antara Yani dan Firli pada Agustus 2019
tak terkait dengan kasus yang menjerat kliennya. Ia justru balik
menuding KPK tengah mempolitisasi figur Firli lewat perkara ini.
Ketika bertemu dengan Yani, Firli memang tengah mengikuti tahap
akhir seleksi calon pemimpin KPK bersama 20 peserta lain. Dia sudah
disebut-sebut sebagai calon kuat yang bakal lolos. “Ada yang ingin
mencemarkan nama Firli,” kata Maqdir.

•••
PENYELIDIK komisi antirasuah membuntuti Robi Okta Fahlevi,
pengusaha yang malang-melintang dalam berbagai proyek pekerjaan
umum di Palembang, dan Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas
PUPR Muara Enim A. Elfin M.Z. Muchtar sejak Senin siang, 2
September 2019. Menjelang sore, keduanya bertemu di rumah makan
Bakmi Aloi, Palembang.

Di sana, Robi menyerahkan uang US$ 35 ribu ke tangan Elfin. Uang


itu diduga sebagai komisi pemenangan proyek-proyek di Muara Enim.
Setelah uang berpindah tangan, penyelidik menangkap keduanya. KPK
juga menangkap anggota staf Elfin dan Robi yang turut menghadiri
pertemuan itu. Uang inilah yang diduga disiapkan untuk Firli Bahuri.

Dalam berita acara pemeriksaan, Elfin mengatakan penerimaan uang


itu merupakan lanjutan dari pertemuan Firli dan atasannya, Bupati
Ahmad Yani. Dia mengaku duit itu semula akan diserahkan kepada
Firli. “Semua rencana ini atas inisiatif atasannya,” ucap pengacara
Elfin, Gandhi Arius, Senin, 20 Januari lalu.

Tapi pengadilan tampaknya tak menindaklanjuti keterangan Elfin.


Jaksa KPK, Roy Riadi, mengatakan kemunculan nama Firli saat
pemeriksaan dan persidangan berada di luar substansi hukum yang
sedang berjalan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang tak
akan meminta keterangan Firli. “Tidak akan dipanggil,” kata Roy,
Selasa, 21 Januari lalu. Itu sebabnya, fakta soal pertemuan Yani
dengan Firli tak sekali pun muncul di pengadilan.

Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR, Elfin Muchtar, menjalani
pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 6 Desember
2019./TEMPO/Imam Sukamto

Keterangan Elfin juga tak mempengaruhi dakwaan Ahmad Yani. Jaksa


lebih sering bertanya soal praktik permintaan uang pelicin kepada
sejumlah kontraktor rekanan Dinas PUPR yang menang tender.
Ahmad Yani disebut-sebut meminta Elfin mengomandani
pengumpulan fulus itu.

Berdasarkan keterangan Elfin dalam berkas pemeriksaan, permintaan


uang itu bermula dari pertemuan Ahmad Yani dengan sejumlah
kontraktor pada awal 2019 di ruang kerja bupati. Dalam pertemuan
itu, Yani menjamin para kontraktor bakal ditunjuk sebagai pemenang
tender asalkan bersedia menyiapkan imbalan sebesar 10 persen dari
total nilai proyek yang mereka peroleh.

Robi Okta Fahlevi, menurut Elfin, adalah kontraktor yang paling


banyak mendapatkan proyek pekerjaan umum di Muara Enim. Ia
memperoleh proyek senilai Rp 130 miliar untuk tahun anggaran 2019.
Sebagian uang imbalan untuk Yani bahkan sudah dicairkan secara
bertahap. Robi bersedia menyetor melampaui nilai kesepakatan.
Pada April 2019, misalnya, ia tiga kali menyetorkan uang kepada
Elfin, masing-masing bernilai Rp 7 miliar, Rp 3 miliar, dan Rp 5
miliar.

Elfin kemudian menyerahkan uang dari Robi kepada Bupati dan


pejabat lain. Ia juga mengaku menyerahkan uang kepada anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Muara Enim atas
perintah Ahmad Yani. Uang tersebut digunakan sebagai dana aspirasi
daerah. Nilainya dari Rp 250 juta hingga Rp 2 miliar.

Uang US$ 35 ribu untuk Firli, menurut Elfin, akan diberikan sebagai
“uang perkenalan”. Saat itu, Firli baru dua bulan menjabat Kepala
Polda Sumatera Selatan. Namanya juga disebut sebagai calon kuat
Ketua KPK.

•••

SETELAH menemui Firli Bahuri, Bupati Ahmad Yani langsung


menemui A. Elfin M.Z. Muchtar. Dokumen berita acara pemeriksaan
mengungkap bagaimana Yani menceritakan hasil pertemuannya
dengan Firli itu kepada Elfin. Berdasarkan percakapan itu, Elfin
mengusulkan untuk berkomunikasi dengan ajudan Firli. Ia
melaksanakan rencana itu, Ahad, 1 September 2019.

Percakapan Elfin dengan ajudan Firli tak lepas dari pantauan


penyelidik KPK. “Ada titipan dolar dari Bupati jika Bapak berkenan,”
demikian bunyi pesan Elfin. Sang ajudan membalas pesan agar Elfin
menghubungi Erlan, kemenakan Firli. Ia turut mengirimkan nomor
telepon sang kemenakan.

Elfin lalu menghubungi Erlan. Namun Erlan tak mau menerima uang.
Ia menilai penyerahan uang itu berisiko. Apalagi pamannya sedang
mencalonkan diri sebagai pemimpin KPK. Meski belum ada jawaban
pasti, Elfin tetap meminta Robi Okta Fahlevi menyiapkan US$ 35 ribu
untuk Firli.

Di persidangan, pengacara Robi juga pernah menanyakan soal


rencana pemberian uang untuk Firli tersebut. Di depan hakim, Robi
mengakui diminta menyiapkan uang US$ 35 ribu. Dia juga
mengetahui ada pertemuan antara Ahmad Yani dan Firli, dua hari
sebelum operasi tangkap tangan. “Pengacara Robi menyampaikan
pengakuan itu di persidangan,” ujar Gandhi Arius.
Uang Perkenalan untuk Pak Kapolda

Menurut Gandhi, Elfin hanya seorang bawahan yang tidak bisa


menolak perintah bupati. Karena perintah atasannya tersebut, Elfin
diminta mengatur pertemuan dengan Firli. Elfin pun mengaku ikut
dalam pertemuan Firli dan Yani. Ia menolak menjelaskan isi
pertemuan karena kurangnya alat bukti.

Ketika dimintai konfirmasi, Firli mengaku bertemu dengan Ahmad


Yani. Namun ia menolak tudingan bahwa pertemuan membicarakan
rencana penyerahan uang. Menurut dia, kedatangan Yani ke rumah
dinas Kepala Polda merupakan hal yang wajar. Apalagi ketika itu Yani
baru saja pulang dari Tanah Suci. “Saya juga tidak tahu sama sekali
soal rencana pemberian uang dan tidak akan terlibat apa pun,” ucap
Firli.

Juru bicara KPK, Ali Fikri, menjelaskan, keterangan dalam berita


acara pemeriksaan tidak harus tergambar dalam materi dakwaan.
Materi dakwaan hanya akan mengurai peristiwa pidana yang sesuai
dengan temuan selama penyidikan. Namun, kata dia, keterangan itu
bisa saja dikejar jaksa dalam proses persidangan. “Berkas
pemeriksaan itu sebatas petunjuk. Yang bakal dinilai hakim adalah
apa yang terungkap dalam sidang,” ujarnya.

Dalam kasus suap proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat Muara Enim, kata Ali, KPK belum menemukan indikasi kuat
adanya pemufakatan jahat antara Ahmad Yani dan Firli Bahuri.
Faktanya, menurut dia, uang US$ 35 ribu yang diberikan Robi kepada
Elfin tidak sampai kepada Firli. Ia membantah jika strategi dakwaan
didesain untuk melindungi Ketua KPK. “Orang bisa saja berniat
memberikan suap. Tapi, kalau calon penerima suap tidak tahu-
menahu ada rencana itu, apa iya dia harus disalahkan?” ucap Ali.

Sementara itu, Maqdir Ismail menilai pertemuan Ahmad Yani dan


Firli Bahuri bukan peristiwa yang melatari penyuapan. Ia
menyebutkan rencana suap sebesar US$ 35 ribu itu tak melibatkan
Ahmad Yani. Apalagi penyidik tak bisa membuktikan ada pembicaraan
soal suap dalam pertemuan Yani dan Firli.

Menurut dia, permintaan uang US$ 35 ribu adalah inisiatif Elfin


Muchtar selaku pejabat yang membidani proyek pengadaan barang
dan jasa. “Jadi tidak cukup unsur kalau kasus ini menyeret Ahmad
Yani atau Firli,” katanya.

RIKY FERDIANTO, LINDA TRIANITA, PARLIZA


HENDRAWAN (PALEMBANG)

Maqdir Ismail
majalah.tempo.co
2 mins read

• Maqdir Ismail membenarkan ada pertemuan antara Bupati Muara Enim Ahmad

Yani dan Kepala Polda Sumatera Selatan Firli Bahuri.

• Maqdir menuduh rencana pemberian uang direncanakan Elfin, anak buah

Ahmad Yani.

• Maqdir juga menuding KPK dituduh menggerogoti Firli.

K
ASUS suap Bupati Muara Enim Ahmad Yani menyeret nama
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri, yang
ketika itu menjabat Kepala Kepolisian Daerah Sumatera
Selatan. Ahmad Yani diduga berencana memberikan besel sebesar US$
35 ribu atau sekitar Rp 500 juta kepada Firli saat proses seleksi
sebagai calon pemimpin KPK.

Pengacara Ahmad Yani, Maqdir Ismail, membantah informasi bahwa


kliennya berniat memberikan upeti kepada Firli sebagai “uang
perkenalan. "Tak ada keterlibatan Bupati," katanya, Kamis, 23 Januari
lalu. Berikut petikannya:

Benarkah ada pertemuan antara Bupati Ahmad Yani dan


Kepala Polda Firli Bahuri yang membicarakan rencana
penyerahan uang?

Perlu saya jelaskan secara kronologi. Pada 31 Agustus 2019, Elfin (A.
Elfin M.Z. Muchtar, Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Muara Enim)
berkomunikasi dengan Robi (Robi Okta Fahlevi, penyuap Ahmad
Yani). Percakapan mereka terjadi pukul 10.00. Elfin meminta Robi
menyiapkan uang. Jam 18.00, Bupati Ahmad Yani bertemu dengan
Kapolda Sumatera Selatan Irjen Firli. Pertemuan itu sebentar, sekitar
10 menit. Tapi tidak ada pembicaraan soal uang.

Klien Anda pernah bertemu dengan Firli dalam pertemuan


lain sebelum itu?

Saat pisah-sambut Kapolda Sumatera Selatan yang baru, Bupati


Ahmad Yani memang sempat menghadiri acara itu. Setelah itu, dia
naik haji. Tak lama setelah pulang dari perjalanan itulah dia bertemu
dengan Kapolda. Saya tidak tahu bahwa ada isi pembicaraan soal
rencana penyerahan uang. Sebenarnya yang mereka bahas tidak ada
sesuatu yang penting.

Elfin menyebutkan perintah penyerahan uang itu datang


dari Bupati. Bagaimana peran klien Anda dalam kasus ini?

Rencana penyerahan uang pada 2 September 2019 itu tanpa


keterlibatan Bupati. Sebelumnya, Elfin sempat mengontak ajudan
Kapolda. Ajudannya bilang, hubungi keponakan Kapolda saja, Erlan.
Oleh keponakan Kapolda ditolak, dia bilang bahaya. Di situ terputus
pembicaraan soal uang. Lalu, siang harinya, terjadi operasi tangkap
tangan. Jadi kuncinya di Elfin.

Menurut pengakuan Elfin, uang itu disiapkan karena


Bupati ingin menjaga hubungan baik dengan Kapolda?

Kalaupun Bupati punya kepentingan seperti itu, lumrah-lumrah saja.


Tapi, kalau memang itu konstruksi kasusnya, materi pembuktiannya
sejauh ini hanya berhenti saat peristiwa penangkapan Elfin dan Robi
di restoran. Mengapa KPK tidak menunggu hingga penyerahan uang
kepada penerima akhir? Kan, tidak cukup unsur kalau kemudian
ditarik melibatkan Bupati dan Kapolda?
Bisa saja ini bagian dari strategi penyidikan....

Tidak bisa begitu. Asumsinya KPK, kasus ini melibatkan Bupati, Elfin,
dan Robi. Mengapa saat awal-awal hanya mereka berdua yang
diperiksa? Mengapa keponakan dan ajudan Kapolda tidak ikut mereka
periksa? Kan, ada petunjuk sadapan? Kalau klien saya clear. Dia baru
bertukar nomor telepon dengan Kapolda saat pertemuan tanggal 31
Agustus.

Dalam materi dakwaan, KPK menutupi rencana pemberian


besel kepada Firli. Mengapa penjelasan itu justru
ditonjolkan dalam materi pembelaan Ahmad Yani?

Saya setengah sengaja. Pesan yang hendak saya sampaikan, KPK


jangan sembarangan mengekspos perkara. Cara-cara yang mereka
tempuh harus masuk akal. Ini kan memang ada kesengajaan untuk
menumpahkan kemarahan sejak proses pemilihan pemimpin KPK
yang baru. Saya membacanya korelatif dengan peristiwa itu. Tidak
kena di awal, hajar di ujung.

Apa hubungannya dugaan peristiwa pidana itu dengan


pemilihan pemimpin KPK?

Saya menyesalkan mengapa materi penyidikan seputar itu ditanyakan


pada 6 Desember 2019 kepada klien saya. Mengapa itu tidak
dilakukan KPK saat pemeriksaan 2 September 2019, saat Firli belum
terpilih sebagai Ketua KPK. Kalau seperti ini terkesan ada politisasi,
upacara pembusukan dengan menyicil perburuan materi penyidikan.


Philip Jacobson saat
menjalani pemeriksaan di
Kantor Imigrasi
Palangkaraya
majalah.tempo.co
4 mins read

• Imigrasi Palangka Raya menahan Philip Jacobson selama tiga hari dengan

tuduhan menyalahgunakan visa kunjungan.

• Sebelum ditahan di rumah tahanan, Philip Jacobson menjadi tahanan kota

selama 35 hari.

• Meski penahanannya ditangguhkan, Philip Jacobson tetap terancam hukuman

maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta.


D UA pria mengetuk kamar wartawan media lingkungan
Mongabay, Philip Myrer Jacobson, di Bukit Raya Guest
House, Jalan Baru Suli 5D, Palangka Raya, Selasa pagi, 17
Desember 2019. Keduanya mengaku dari Kantor Imigrasi Palangka
Raya. “Mereka lalu menginterogasi dan mengambil paspornya,” kata
Aryo Nugroho, pengacara Jacobson dari Lembaga Bantuan Hukum
Palangka Raya.

Sebelum pergi, mereka meminta Jacobson datang ke Kantor Imigrasi


di Jalan G. Obos, Palangka Raya, pada esok hari untuk diperiksa. Pria
Amerika Serikat berusia 30 tahun itu patuh. Ia datang begitu saja ke
Kantor Imigrasi pada Rabu pagi, 18 Desember 2019, tanpa
pendamping. Kedua petugas yang sama kembali menginterogasinya,
lalu mengetik berita acara pemeriksaan.

Mereka bertanya soal aktivitas Jacobson. Ia hanya memiliki visa


bisnis multitrip. Visa ini lazim digunakan warga Amerika yang kerap
bolak-balik mengunjungi Indonesia. Imigrasi meyakini Jacobson tak
memiliki visa bekerja sebagai jurnalis. Ia dituduh menyalahgunakan
visa bisnis tersebut. “Visanya melarang si pemilik bekerja,” ujar
Muhammad Syukran, penyidik yang menangani kasus Jacobson, pada
Kamis, 23 Januari lalu.

Imigrasi tak menahan Jacobson pada hari itu. Petugas menyilakan


pria gondrong itu pulang ke penginapan. Mereka meminta Jacobson
tak ke luar kota untuk memudahkan pemeriksaan. Selama menjadi
“tahanan” kota, Jacobson meminta teman-temannya tak mengekspos
pemeriksaannya oleh Imigrasi, terutama ke media massa. “Ia masih
berharap mendapat hukuman deportasi, bukan pidana,” kata Aryo.

Jacobson hanya mengabari tim redaksi Mongabay dan Kedutaan Besar


Amerika Serikat di Indonesia. Imigrasi juga memberi tahu Kedutaan
Besar Amerika soal pemeriksaan Jacobson dua hari seusai
pemeriksaan. Menurut Mongabay dalam pernyataannya, redaksi dan
Kedutaan memilih bersikap kooperatif menghadapi kasus Jacobson.

Jacobson menjadi tahanan kota selama 35 hari. Selama itu, ia hanya


berada di penginapan. Sesekali ia bertemu dengan tim LBH Palangka
Raya dan sejumlah temannya. Gelagat tak sedap datang pada 9
Januari lalu. Jacobson menerima surat dari Imigrasi yang isinya
menyebutkan bahwa dia diduga menyalahgunakan visa. Surat itu juga
menyebutkan tak ada penahanan jika Jacobson bersikap kooperatif.

Kenyataannya, penyidik menahan Jacobson pada 21 Januari lalu meski


ia sudah bersikap kooperatif. Dia dijerat dengan Pasal 122 huruf a
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan
ancaman 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 500 juta. Imigrasi
“menitipkan” Jacobson di Rumah Tahanan Kelas II Palangka Raya.
Ia “menginap” di rumah tahanan selama tiga hari. Penyidik
mengabulkan penangguhan penahanan pengacara Jacobson, Jumat, 24
Januari lalu. Ia menghirup udara bebas sekitar pukul 18.00. Tiga
pengacaranya, Aryo, Parlin Bayu Hutabarat, dan Sukri Gazali, menjadi
penjamin Jacobson. “Selama ini belum ada yang menjadi penjamin,”
kata Aryo.

Meski Jacobson sudah keluar dari tahanan, Imigrasi tetap


melanjutkan penyidikan kasus ini. Penyidik juga masih menahan
paspor Jacobson. Sebagai penjamin, Aryo dan kedua pengacara lain
memastikan Jacobson akan kooperatif selama menjalani proses
penyidikan.

Sehari sebelum petugas Imigrasi mengetuk kamar penginapannya


pada 17 Desember 2019, Jacobson datang ke kantor Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kalimantan Tengah. Di sana ada rapat dengar
pendapat dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
Palangka Raya soal kriminalisasi terhadap peladang dari kalangan
masyarakat adat. Jacobson bersama Yusy, wartawan Mongabay yang
berbasis di Palangka Raya, ikut mendengarkan rapat itu atas
undangan pengurus AMAN.

Kehadiran Jacobson ternyata menyita perhatian beberapa pihak. “Ada


yang memotretnya lalu melaporkannya ke penegak hukum,” tutur
Aryo. Petugas Imigrasi menunjukkan foto-foto itu saat memeriksa
Jacobson. Ia tak membantah. Ia memilih bersikap kooperatif agar tak
dijerat hukuman berat. Menurut Aryo, saat itu Jacobson berharap bisa
segera pulang ke California, Amerika, untuk merayakan Natal
bersama orang tuanya.

Jacobson sudah membeli tiket pesawat pulang ke Jakarta pada 17


Desember 2019. Ia juga sudah membeli tiket pulang ke California
pada 24 Desember 2019. Tiket itu hangus karena Imigrasi
melarangnya ke luar kota sebelum benar-benar menahannya.

Untuk membebaskan Jacobson, Aryo bersama AMAN, Wahana


Lingkungan Hidup Indonesia, Mongabay, dan Law Office Pakpahan-
Hutabarat membentuk koalisi solidaritas. Mereka menganggap
penahanan Jacobson adalah tindakan berlebihan. Jacobson, kata Aryo,
sudah menggunakan visanya dengan benar. Pasal 38 Undang-Undang
Keimigrasian menyebutkan visa kunjungan bisa digunakan untuk
aktivitas jurnalistik.
Muhammad Syukran, penyidik kantor Imigrasi Palangkaraya./Tempo/ Karana WW

Koalisi mencurigai penangkapan Jacobson adalah respons pemerintah


terhadap artikel-artikel di Mongabay. Jacobson dikenal sebagai
wartawan yang menulis laporan investigasi soal kerusakan hutan dan
lingkungan di Kalimantan Tengah dan wilayah lain. “Penangkapan ini
adalah upaya menghalang-halangi kerja jurnalistik,” ucapnya.

Penangkapan Jacobson menarik perhatian internasional. Hampir


semua media Barat memberitakan penangkapan Jacobson. Sejumlah
lembaga turut mengutuk penangkapan ini. Ketua Aliansi Jurnalis
Independen Abdul Manan mengatakan penangkapan Jacobson bisa
memperburuk citra Indonesia di luar negeri. “Karena memperlakukan
jurnalis secara keras dan berlebihan,” ujarnya.

Dalam satu dekade terakhir, Jacobson menjadi jurnalis asing pertama


yang dijerat dengan Pasal 122 Undang-Undang Keimigrasian. Selama
ini, Imigrasi memilih mendeportasi para jurnalis ke negara masing-
masing ketimbang menjerat mereka dengan pidana. Pada 2009,
misalnya, Imigrasi Pekanbaru memulangkan wartawan India dan
Italia karena ketahuan meliput soal hutan tanpa menggunakan visa
bekerja.

Peristiwa yang sama terjadi pada 2014 di Denpasar. Imigrasi


memulangkan dua wartawan Australia karena ketahuan
mewawancarai keluarga Schapelle Corby, yang ditangkap karena
narkotik. Setahun berikutnya, Imigrasi Cilacap mendeportasi jurnalis
asal Australia karena hanya memiliki visa kunjungan biasa saat
meliput eksekusi mati bandar narkotik di Lembaga Pemasyarakatan
Nusakambangan. Sedangkan Imigrasi Jayapura mendeportasi enam
wartawan Jepang pada 2017. Mereka ketahuan meliput soal
kehidupan suku asli Papua tanpa mengantongi izin dan visa bekerja.

Penyidik Kantor Imigrasi Palangka Raya, Muhammad Syukran,


mengatakan kasus yang menimpa Jacobson adalah pelanggaran
keimigrasian. Ia menyebutkan penahanan itu bukan upaya
kriminalisasi terhadap wartawan. “Negara ini adalah negara hukum.
Ada aturan yang berlaku sebagai bentuk keberadaan sebuah negara,”
ucapnya.

Dari hasil pemeriksaan, kata Syukran, Jacobson sebenarnya pernah


menggunakan kartu izin tinggal terbatas untuk bekerja di salah satu
media di Jakarta. Imigrasi menyayangkan Jacobson tidak
menggunakan dokumen yang sama untuk bekerja sebagai wartawan
Mongabay di Indonesia. “Semua yang masuk ke Indonesia harus
menyesuaikan diri dengan tipe visanya,” ujarnya.

MUSTAFA SILALAHI, KARANA W.W. (PALANGKA RAYA)



Hiu yang terdaftar dalam
Apendiks II CITES masih
diburu nelayan di Nusa
Tenggara Barat.
majalah.tempo.co
5 mins read

• Siripnya dijual ke Cina, Hong Kong, hingga Jepang.

• Seperempat dari semua jenis hiu dunia hidup di perairan Indonesia.

H
ARI baru terang tanah ketika dua kapal pemburu hiu
merapat di dermaga Pelabuhan Tanjung Luar, Lombok
Timur, Nusa Tenggara Barat, pada akhir Agustus 2019. Dari
lambung kapal, para awak mengeluarkan satu demi satu
tangkapannya untuk dilelang.

Pagi itu, hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis) merupakan


tangkapan terbanyak. Ada juga hiu martil (Sphyrna lewini), hiu karet
(Prionace glauca), dan hiu sonteng (Carcharhinus albimarginatus)
dalam berbagai ukuran. Yang terbesar panjangnya sekitar 2 meter,
sementara yang terkecil kurang dari 50 sentimeter. Di antara puluhan
hiu itu, terselip dua ekor pari.

Setelah dilelang, hiu-hiu tersebut beralih ke tangan para pengepul.


Salah satunya Haji Suparman, yang sedari subuh menunggu kapal
pemburu hiu pulang melaut. Di tempat pelelangan ikan itu juga para
jagal langsung memotong-motong hiu. Dalam hitungan detik, mereka
melucuti semua sirip di tubuh ikan pemangsa itu. Hiu yang telah
tanpa sirip kemudian digulingkan untuk dicencang lagi.

Sirip-sirip dipisahkan, dicuci, lalu dimasukkan ke kotak. Para buruh


membawanya ke rumah Suparman, yang terletak persis di belakang
pasar Tanjung Luar, hanya beberapa meter dari tempat pelelangan
ikan. Di rumah sekaligus gudang Suparman, sirip-sirip tersebut akan
dikeringkan selama beberapa hari sebelum dijual ke eksportir sirip di
Surabaya.

Suparman menyatakan tidak pernah menerima jenis ikan yang


dilarang ditangkap dari nelayan, seperti hiu paus tutul (Rhincodon
typus), pari manta (Manta birostris), dan pari gergaji (Pristis
microdon). “Nelayan di Lombok Timur sudah paham mana hiu atau
pari yang boleh ditangkap dan mana yang dilarang,” katanya pada
akhir Agustus 2019.

Sirip hiu./SIRTU

Faktanya, beberapa jenis hiu yang ditangkap tercatat dalam Apendiks


II CITES—daftar spesies yang tidak terancam punah tapi bisa punah
jika dieksploitasi terus-menerus berdasarkan Konvensi Perdagangan
Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar yang Terancam Punah.
Pemerintah melarang ekspor sirip beberapa hiu dalam daftar
tersebut, tapi masih membolehkan perdagangannya di dalam negeri.
“Padahal kami hanya menjual sirip ke eksportir,” ucap Suparman.

Menurut Suparman, sekitar 70 persen hiu yang ditangkap nelayan di


Tanjung Luar adalah hiu lanjaman alias hiu kejen, yang terdaftar
dalam Apendiks II CITES. Hiu ini memang boleh ditangkap di daerah
tertentu, tapi harus sesuai dengan kuota. Demikian juga ekspornya,
tak boleh melebihi kuota.

Dulu, Suparman mengungkapkan, ia bisa mengangkut 2-3 kuintal


sirip sekali kirim. Kini angkutannya hanya sekitar 50 kilogram
dengan harga per kilogram kurang-lebih Rp 1 juta. Pada awal 2000-
an, dia melanjutkan, harga 1 kilogram sirip bisa di atas Rp 1,5 juta.
Meskipun bisnis sirip hiu lesu, masih banyak nelayan yang
mengkhususkan diri berburu hiu. Salah satunya Muhammadun, 50
tahun, asal Pulau Maringkik, Lombok Timur. Ia bisa berburu hiu
sampai perairan Sumba, Nusa Tenggara Timur. Selama dua pekan di
atas kapal, Muhammadun dapat menangkap 20-30 hiu, yang
kemudian ia jual di Tanjung Luar. “Hiu martil dan hiu kejen paling
banyak kami tangkap,” tuturnya.

Amin Abdullah, Koordinator Lembaga Pengembangan Sumber Daya


Nelayan Lombok Timur, kesulitan meminta nelayan berhenti
menangkap hiu. Ikan tersebut merupakan tangkapan utama mereka
sejak dulu. “Hanya siripnya yang dijual ke luar daerah untuk
kemudian diekspor,” ujarnya.

Ia menyebutkan ada 84 kapal nelayan pemburu hiu di Tanjung Luar,


sebagian besar berasal dari Pulau Maringkik. Setiap hari, empat-lima
kapal penangkap hiu berlabuh di tempat pelelangan ikan Tanjung
Luar di Lombok daratan dan menurunkan 10-20 hiu.

•••

DARI Tanjung Luar, sirip-sirip hiu dibawa ke Surabaya. Balai


Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Wilayah
Kerja Jawa Timur mencatat sedikitnya ada 20 eksportir sirip hiu di
Surabaya. Kota ini menjadi pintu utama keluarnya sirip hiu menuju
Hong Kong, Cina, Singapura, Jepang, dan Thailand.

Menurut Koordinator BPSPL Denpasar Wilayah Kerja Jawa Timur Kiki


Riski Arisandy, perusahaan bisa mengekspor sirip hiu hingga di atas 1
ton sekali kirim. Pengiriman sirip masih ramai karena permintaan
dari luar negeri cukup tinggi. Hingga Oktober 2019, sekitar 230 ton
sirip hiu diekspor dari Surabaya. Kiki mengatakan sirip-sirip tersebut
berasal dari hiu non-Apendiks. “Kalau sirip jenis Apendiks II tidak
kami beri rekomendasi,” katanya.

Haji Suparman menyebutkan ia memasok sirip hiu ke CV Mandiri,


yang terletak di Jalan Kali Rungkut, Surabaya. Tidak ada plang nama
perusahaan di rumah toko tempat kantor itu. Tak tampak juga
aktivitas penghuninya. Hanya ada bau amis ikan dari tumpukan
karung berisi sirip hiu di lantai satu bangunan tersebut, yang
menusuk-nusuk hidung.

CV Mandiri disebut bisa mengirimkan sirip hiu Apendiks II CITES ke


luar negeri. Tempo menemui Andrew Paul Oktavianus, pemilik
perusahaan, dengan memperkenalkan diri sebagai calon pemasok
sirip. Andrew mengatakan perusahaannya menerima semua jenis
sirip hiu, termasuk hiu martil dan hiu kejen. Andrew mengaku bisa
mengatur agar sirip hiu tersebut bisa dijual ke luar negeri.
Ia hanya meminta pemasok dari daerah mengirimkan foto jenis sirip
untuk menentukan harganya. Urusan ekspor dia yang akan
menangani. Menurut Andrew, selama ini perusahaannya tidak pernah
menjual sirip hiu Apendiks II ke pasar lokal. Ia mengaku membeli
semua jenis sirip hiu untuk dijual ke negeri seberang.

CV Mandiri pemain lama bisnis ekspor sirip hiu. Ayah Andrew, Paul
Djunaidi, adalah Ketua Persatuan Pengusaha Sirip Hiu Indonesia.
Dalam catatan BPSPL Denpasar, CV Mandiri merupakan perusahaan
yang paling sering mengajukan permohonan rekomendasi ekspor
sirip hiu dan pari.

Pada Desember, reporter Tempo yang lain mendatangi Andrew dengan


memperkenalkan diri sebagai wartawan untuk meminta konfirmasi
atas pengakuan dia sebelumnya. Andrew menolak berkomentar. “Saya
enggak mau jawab,” ujarnya.

Sebelum diekspor, sirip hiu diverifikasi petugas BPSPL untuk


mendapat rekomendasi. Tapi, bila jumlahnya banyak, verifikator
BPSPL kerepotan. Sulit bagi petugas yang jumlahnya hanya segelintir
untuk mengecek satu per satu sirip dalam karung yang ditumpuk di
gudang. Celah inilah yang kerap dimanfaatkan eksportir. Mereka
menyisipkan sirip yang dilarang dalam tumpukan di bagian tengah
atau paling bawah.

Kulit hiu di pusat pengolahan ikan hiu Desa Rumbuk, Lombok Timur, Nusa Tenggara
Barat, Agustus 2019./SIRTU

Menurut Beryllinda, verifikator BPSPL Denpasar Wilayah Kerja Jawa


Timur, jika jumlah sirip hiu yang diperiksa banyak, mereka bekerja
hingga malam hari. Dua verifikator harus membongkar satu per satu
karung berisi sirip. Kadang, Beryllinda mengungkapkan, eksportir
menyisipkan jenis sirip terlarang dalam karung sirip yang telah
mendapat rekomendasi ekspor. “Mendeteksi sirip ilegal cukup susah,”
tuturnya.
Untuk bisa mengekspor, eksportir di Surabaya harus melewati
sejumlah pintu. Eksportir mesti mendapat rekomendasi layak ekspor
dari BPSPL dan sertifikat dari Balai Karantina Ikan, Pengendalian
Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Surabaya hingga lulus
pemeriksaan oleh petugas Bea dan Cukai.

Pengusaha juga membutuhkan izin ekspor dari Balai Konservasi


Sumber Daya Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Izin inilah yang menjadi dasar mereka melakukan ekspor. Menurut
Beryllinda, penerbitan izin ekspor oleh instansi lain menyulitkan
BPSPL, yang berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan,
dalam mengontrol perdagangan sirip hiu yang dilindungi. “Ini
menjadi kendala. KKP belum menjadi management authority,”
ujarnya.

Celah lain: tak semua sirip hiu Apendiks II dilarang diekspor sama
sekali. Hiu koboi (Carcharhinus longimanus) dan hiu martil memang
tak boleh diperdagangkan ke luar negeri. Tapi hiu lanjaman masih
diizinkan diekspor meski terbatas. Untuk 2019, kuota tangkap hiu
lanjaman mencapai 80 ribu ekor dengan kuota ekspor 72 ribu. Jatah
itu hanya untuk 19 provinsi. Nusa Tenggara Barat tak tercantum
dalam daftar. Ini yang tak diketahui Haji Suparman dan para nelayan
di Lombok Timur. Padahal sebagian besar hiu yang ditangkap nelayan
di sana hiu lanjaman.

Menurut data Wildlife Conservation Society, sepanjang 2019 tidak


kurang dari 10.364 ekor hiu didaratkan di tempat pelelangan ikan
Tanjung Luar. Hampir 60 persen di antaranya—70 persen menurut
Haji Suparman—adalah hiu lanjaman. Hiu martil merupakan jenis hiu
paling banyak keempat yang ditangkap nelayan di sekitar Tanjung
Luar.

Pasar dalam negeri tak banyak menyerap sirip hiu. Novendra Aditya
Pragita, Direktur PT Mega Mandiri, eksportir sirip hiu yang juga
berbasis di Surabaya, mengatakan pasar utama perusahaannya adalah
Hong Kong dan Cina. Ia masih menerima kiriman sirip hiu Apendiks
II untuk kebutuhan pasar lokal. “Tapi pasarnya di sini sedikit, jadi
susah juga,” ucapnya. Ia mengaku tak menerima sirip hiu dari
Lombok.

Artinya, dengan kuota ekspor sirip hiu lanjaman yang terbatas dan
pasar dalam negeri yang kecil, sebagian besar sirip hiu Apendiks II,
terutama dari Nusa Tenggara Barat, harus “dijual” ke luar negeri agar
tangkapan terserap. Praktik ilegal itu makin lama makin
membahayakan populasi hiu. Padahal, dari 400 spesies hiu yang
ditemukan di dunia, lebih dari seperempatnya atau 117 spesies dari 25
famili hidup di perairan Indonesia.
SIRTU PILLAILI, NURHADI
Jewer Ilham putri Ilham
Tohti menunjukan foto
ayahnya saat berada di
Parlemen Uni Eropa di,
Starsbourg, Prancis,
Desember 2019.
majalah.tempo.co
4 mins read
• Ekonom Uighur, Ilham Tohti, mendapat Hadiah Sakharov dari Parlemen Uni

Eropa.

• Dia dipenjara seumur hidup di Cina karena memperjuangkan kebebasan kaum

minoritas Uighur di Xinjiang.

• Putrinya, Jewher Ilham, berjuang menuntut pembebasan sang ayah.

S
UARA Jewher Ilham terdengar riang saat menerima panggilan
jarak jauh dari Tempo, Jumat, 17 Januari lalu. Gadis 24 tahun
itu baru saja kembali dari perjalanan panjangnya di Eropa
setelah menghadiri acara penganugerahan Hadiah Sakharov untuk
Kebebasan Berpikir pada pertengahan Desember 2019. Jewher
mewakili ayahnya, Ilham Tohti, yang dianugerahi penghargaan dari
Parlemen Uni Eropa atas dedikasinya memperjuangkan hak-hak asasi
kaum minoritas muslim Uighur di Cina. Penghargaan serupa pernah
diberikan kepada Nelson Mandela dan Malala Yousafzai.

Dalam acara yang berlangsung di gedung Parlemen Uni Eropa di


Strasbourg, Prancis, itu, Jewher hanya ditemani foto Tohti, foto
terakhir yang diambil jauh sebelum sang ayah dijebloskan ke penjara.
"Dengan memberikan penghargaan ini, Uni Eropa mendesak
pemerintah Cina membebaskan Tohti dan menyerukan penghormatan
terhadap hak-hak minoritas di Cina," kata Presiden Parlemen Uni
Eropa David Sassoli. Sebelumnya, Tohti mendapat Penghargaan
Martin Ennals untuk Pembela Hak Asasi Manusia dan Hadiah Hak
Asasi Manusia Vaclav Havel.

Jewher, yang datang dari Bloomington, Indiana, Amerika Serikat,


tempat dia tinggal kini, terlihat tegar saat berpidato mewakili
ayahnya. “Terakhir kali saya melihat ayah saya pada akhir 2013.
Terakhir kali saya berbicara dengan Ayah melalui Skype pada 2014.
Terakhir kali saya mendengar berita tentang Ayah pada 2017. Sejak
saat itu, saya tidak tahu lagi bagaimana nasibnya,” ucapnya dengan
mata agak sembab di depan puluhan anggota Parlemen. Sebelum
kembali ke Amerika, ia mengunjungi sejumlah komunitas Uighur di
Eropa, terutama di Jerman.

Menghadiri acara ini adalah satu dari ratusan upaya Jewher untuk
mencari pertolongan dari komunitas internasional agar pemerintah
Cina membebaskan ayahnya. “Ayah saya tidak pernah mendukung ide
separatisme. Tulisan-tulisan di blognya banyak menyinggung soal
ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi di Xinjiang. Tulisannya
adalah upaya agar nasib minoritas Uighur lebih diperhatikan oleh
pemerintah,” tutur Jewher.

Kepada Tempo, Jewher bercerita bagaimana dia sekeluarga sudah


menduga ayahnya akan dibui. “‘Paling lama 20 tahun’, begitu kata
Ayah,” ujar anak pertama dari tiga bersaudara itu. Sepanjang 20
tahun itu, Ilham berharap tetap bisa melakukan aktivitasnya sebagai
peneliti dan penulis, juga, jika beruntung, mengajar di dalam penjara.
Pada 23 September 2014, setelah persidangan tertutup selama dua
hari, pengadilan menyatakan Profesor Ilham bersalah dalam perkara
separatisme dan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.

•••

ILHAM Tohti lahir pada 25 Oktober 1969 di Artush, Xinjiang. Dia


mulai kuliah pada 1985 di kampus yang kini bernama Central Minzu
University di Beijing. Dia lalu menjadi pengajar di sana dan dikenal
sebagai ahli ekonomi dan sosial, khususnya mengenai Xinjiang dan
Asia Tengah.

Selama dua dekade lebih, Tohti berusaha membangun dialog antara


kaum minoritas Uighur dan bangsa Han, suku terbesar di Negeri Tirai
Bambu, meski tekanan terhadap budaya, agama, dan politik mendera
muslim Uighur. Kaum Uighur adalah rumpun bangsa Turki yang
sebagian besar tinggal di Wilayah Otonomi Uighur Xinjiang.

Sebagai cendekiawan, dia berbicara terus terang tentang penindasan


Uighur di Xinjiang. Hal inilah yang membuat dia diawasi dan ditekan
aparat keamanan sejak 1994. Sejak 1999 hingga 2003, dia dilarang
mengajar. Setelah itu, pemerintah memperketat geraknya. Maka, dia
beralih ke Internet. Pada 2006, dia membangun Uyghur Online, situs
web berbahasa Cina yang mengangkat isu Uighur. Sejumlah wartawan
asing sering mengutip situs itu dan mewawancarainya mengenai
kejadian di Xinjiang. Akibatnya, situs itu berkali-kali ditutup dan
penulis yang berkontribusi di sana ditekan.

Jewher Ilham mengungkapkan, semasa kecil, dia sering melihat


orang-orang tak dikenal menginap di rumah mereka di Beijing dan
memasang penyadap serta kamera pengintai. Sering kali tiba-tiba
orang-orang itu memboyong keluarganya entah ke mana. “Saya
bersekolah di asrama, jadi saya pulang pada akhir pekan atau saat
libur nasional. Pernah saya pulang dan menemukan rumah saya
kosong. Tetangga memberi tahu bahwa ayah, ibu, dan adik-adik saya
dijemput polisi. Kami terbiasa dengan intimidasi dan gangguan dari
aparat. Saking terbiasanya, kami menganggap itu normal dan menjadi
bagian dari kehidupan sehari-hari," kata Jewher.

Tohti dengan tegas menolak ide separatisme, yang diangkat


sekelompok kecil kaum Uighur, dan lebih mendorong rekonsiliasi.
Pada 2009, ketika kerusuhan pecah dan menewaskan 150 orang
Uighur, dia menulis tentang penangkapan, pembunuhan, serta
penghilangan paksa orang Uighur. Polisi kemudian menahannya
beberapa pekan. Ia dibebaskan setelah sejumlah organisasi hak asasi
internasional, termasuk PEN American Center, Amnesty
International, dan Reporters Without Borders, mengeluarkan petisi
pembebasannya. Tapi dia dikenai tahanan rumah selama beberapa
tahun.

Pada awal Februari 2013, Jewher, yang baru tamat sekolah menengah
atas, menemani Tohti ke Amerika Serikat. Kala itu, Tohti akan
menjalani masa residensi sebagai pengajar di Indiana University di
Bloomington. Jewher berencana menemani ayahnya beberapa minggu
dan kemudian kembali ke Cina.

Tapi petugas imigrasi bandar udara Beijing menahan mereka. Petugas


menyatakan Tohti dilarang bepergian ke luar negeri. Tapi Tohti
berkeras mengupayakan anak perempuannya bisa pergi ke Amerika.
Jewher pun berangkat dengan berat hati disertai harapan ayahnya
akan menyusul kemudian. Ia terdampar di Negeri Abang Sam tanpa
bisa berbahasa Inggris dan hanya berbekal kartu nama kolega-kolega
ayahnya di Indiana University. Ayahnya tidak pernah menyusul.
Jewher pun akhirnya tidak pernah kembali ke Cina.

Setiba di Bloomington, Jewher sempat berniat pulang. “Kala itu, saya


tidak bisa berbahasa Inggris, tidak punya uang, tidak punya keluarga,
tidak punya siapa-siapa di Amerika. Saya rindu teman-teman saya di
Beijing,” ujarnya. Untunglah seorang kolega ayahnya di Indiana
University bersedia menjadi ayah asuhnya.

Dia belajar bahasa Inggris dan kemudian mendapat beasiswa untuk


melanjutkan pendidikan di dua jurusan, ilmu politik serta studi
Eurasia Tengah dan Arab. Pada masa itulah Jewher merasa terpanggil
untuk memahami lebih jauh perjuangan ayahnya bagi suku Uighur.
“Sebelumnya, saya tidak tahu bahasa Uighur. Tumbuh besar di
Beijing, saya tidak tahu banyak tentang budaya Uighur dan jarang
bersentuhan dengan komunitas Uighur di Cina. Saya belajar bahasa
Uighur setelah tiba di Amerika,” ucapnya. Pada 2015, dia menerbitkan
buku biografi Jewher Ilham: A Uyghur's Fight to Free Her Father.

Ilham Tohti ditahan pada 15 Januari 2014. Dia didakwa dengan pasal
separatisme dan dihukum penjara seumur hidup. Uni Eropa dan
beberapa negara Barat memprotes pengadilannya. Sejumlah
akademikus mengajukan petisi kepada pemerintah Cina agar
membebaskannya. Tapi Beijing bergeming.

Jewher kini terlibat dalam produksi film dokumenter Static & Noise.
“Awalnya saya hanya menjadi salah satu narasumber sebagai bagian
dari suku Uighur. Tapi kemudian begitu banyak hal tak terduga
hingga konsep awal film ini berkembang dan akhirnya saya ikut
terlibat di hampir semua lini produksi, termasuk mewawancarai saksi
dan menyunting,” tuturnya.
Film ini merangkum sejumlah kesaksian tentang perjuangan
kebebasan hak asasi manusia di Cina, dari pembantaian di Lapangan
Tiananmen, penganiayaan terhadap pengacara hak asasi, hingga
penahanan lebih dari 1 juta warga Uighur. “Saya tidak akan berhenti
berjuang dan meminta tolong sampai ayah saya bebas. Belajar untuk
kuat dan tangguh," katanya.

IWAN KURNIAWAN (AL JAZEERA, FOREIGN POLICY ),


ASMAYANI KUSRINI (BELGIA)

Sebagian kewenangan
Presiden Rusia akan
dialihkan ke parlemen.
majalah.tempo.co
4 mins read

• Vladimir Putin mengusulkan sejumlah perubahan Konstitusi Rusia.

• Spekulasi paling kuat: Putin mungkin maju lagi sebagai kandidat perdana

menteri.
P
IDATO-PIDATO kenegaraan Presiden Rusia Vladimir Putin
biasanya berupa ringkasan kejadian tahun lalu dan prediksi
pada tahun mendatang dalam berbagai bidang. Namun, di
luar dugaan, yang disampaikan Putin pada Rabu, 15 Januari lalu,
justru usul sejumlah reformasi terhadap konstitusi yang berdampak
penting terhadap sistem politik negara berpenduduk 244 juta jiwa
tersebut. Media Russia, Meduza, menyebutkan pengumuman ini
mengejutkan dunia.

Selain isinya, dampak pengumuman itu tak kalah mengejutkan.


Beberapa jam kemudian, Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev
mundur dari jabatannya untuk memberikan jalan bagi rencana
perubahan itu. Putin lantas menyodorkan pejabat pajak yang kurang
dikenal, Mikhail Mishustin, sebagai pengganti. Adapun Medvedev
ditetapkan sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, lembaga
yang bertugas memberikan pertimbangan kepada presiden mengenai
keamanan nasional.

Langkah mengejutkan politikus 67 tahun itu mengguncang politik


Rusia dan memicu spekulasi seputar motif perubahan konstitusi
tersebut. Berkembang sejumlah skenario yang mungkin bisa terjadi
dan sebagian besar berpandangan bahwa itu cara Putin untuk tetap
punya peran politik besar setelah masa jabatannya sebagai presiden
berakhir pada 2024 karena tak dibolehkan maju lagi oleh Konstitusi
Federasi Rusia saat ini.

Dalam pidato di depan para pejabat tinggi Rusia itu, topik yang
disampaikan pria kelahiran 7 Oktober 1952 di Leningrad (kini Saint
Petersburg), Rusia, tersebut sebenarnya cukup beragam. Ia, antara
lain, risau terhadap rendahnya angka kelahiran sehingga diperlukan
upaya untuk meningkatkannya. Putin menilai langkah tersebut
penting bagi masa depan negara meskipun diproyeksikan menelan
biaya setidaknya sekitar Rp 128 miliar untuk tahun ini saja.

Putin menyebutkan situasi demografis itu sangat sulit dan


mengusulkan pembayaran untuk keluarga berpenghasilan rendah
dengan anak kecil, tunjangan bagi perempuan yang menjadi ibu untuk
pertama kalinya, dan pembayaran lebih tinggi buat keluarga dengan
lebih banyak anak. “Nasib Rusia dan prospek historisnya bergantung
pada berapa banyak jumlah kita. Itu bergantung pada berapa banyak
anak yang lahir dalam keluarga Rusia dalam setahun, lima, sepuluh
tahun, pada bagaimana mereka tumbuh dewasa,” katanya.

Populasi Rusia turun secara dramatis pada 1990-an akibat iklim


ekonomi dan sosial yang keras setelah runtuhnya Uni Soviet pada
1989. Putin menghadapi masalah ini sejak menjadi presiden periode
pertama pada 2000, setelah Boris Yeltsin mundur. Upaya
memperbaiki situasi ini sebelumnya tidak berhasil dan memicu
kekhawatiran kalangan ekonom mengenai dampak kecilnya angka
tenaga kerja terhadap perekonomian.

Satu topik lain adalah hukum domestik dan internasional. Salah satu
masalah utama yang diuraikan Putin adalah Rusia harus mematuhi
hukum internasional hanya jika tidak bertentangan dengan
konstitusi. Putin berpandangan bahwa perjanjian dan keputusan
badan-badan internasional dapat berlaku di Rusia “hanya sejauh
mereka tidak melakukan pembatasan pada hak dan kebebasan orang
dan warga negara, dan tidak bertentangan dengan konstitusi kita”.

Meski dua hal itu masalah penting, yang lebih banyak menjadi
sorotan adalah reformasi konstitusi yang berhubungan dengan
politik. Putin menyodorkan peningkatan peran Dewan Negara—
lembaga penasihat presiden—sebagai pusat kekuasaan baru, termasuk
akan menjadi “penentu arah utama kebijakan dalam dan luar negeri”,
bukan sekadar badan dekoratif seperti selama ini. Dewan saat ini
diketuai Putin.

Putin juga mengisyaratkan pengurangan kewenangan presiden dan


penambahan kewenangan parlemen dalam pemilihan perdana
menteri dan kabinet. Selama ini, pemilihan sepenuhnya berada di
tangan presiden. Jika usul itu disetujui, kewenangan tersebut akan
menguatkan peran parlemen dari sekadar tukang stempel keputusan
presiden. “Ini akan meningkatkan peran parlemen dan partai-partai
di parlemen, kekuasaan dan independensi perdana menteri, serta
semua anggota kabinet,” ujar Putin.

Pada saat yang sama, Putin berpendapat bahwa Rusia tidak akan
stabil jika diperintah di bawah sistem parlementer. Karena itu, dia
melanjutkan, presiden harus memiliki hak memberhentikan perdana
menteri dan menteri kabinet serta menunjuk pejabat tinggi
pertahanan dan keamanan dan bertanggung jawab atas militer Rusia
dan lembaga penegak hukum.

Usul perubahan kewenangan sejumlah lembaga ini memicu spekulasi


mengenai peran yang mungkin tersedia bagi Putin setelah masa
jabatannya sebagai presiden berakhir empat tahun mendatang. Apa
yang disodorkan Putin tentang perubahan syarat calon presiden dan
pejabat tinggi dinilai sebagai salah satu cara menghalangi para
politikus pesaingnya untuk menduduki posisi strategis, termasuk
calon presiden.

Mantan agen dinas rahasia Rusia (KGB) itu mengajukan persyaratan


wajib bagi orang-orang yang memegang posisi penting untuk
memastikan keamanan dan kedaulatan negara, termasuk perdana
menteri, anggota kabinet, gubernur, kepala lembaga federal, anggota
parlemen, dan hakim. Mereka, misalnya, dilarang memiliki
kewarganegaraan asing atau izin tinggal di negara lain. Calon itu juga
harus telah tinggal di Rusia selama setidaknya 25 tahun, naik dari
ketentuan selama ini yang mensyaratkan 10 tahun.

Hal itu menimbulkan sejumlah spekulasi bahwa Putin akan tetap


berkuasa dengan mengamendemen konstitusi. Dalam pidato, Putin
mengungkapkan bahwa memang ada yang membahas soal perlu atau
tidaknya merevisi pembatasan masa jabatan presiden dua periode
berturut-turut, seperti yang digariskan konstitusi. “Saya rasa ini
bukan masalah mendasar, tapi saya setuju dengan itu,” ucapnya.

Pernyataan ini seakan-akan menjadi sinyal bahwa maju lagi sebagai


calon presiden sepertinya bukan pilihan Putin. Menurut Vox, yang
lebih memungkinkan adalah dia maju lagi menjadi kandidat perdana
menteri, seperti yang ia lakukan saat tak bisa lagi menjabat presiden
pada 2008. Setelah menjabat presiden dua periode (2000-2008),
Putin menjadi perdana menteri saat posisi presiden diduduki Dmitry
Medvedev. Setelah menduduki posisi itu satu periode, Putin kembali
maju sebagai calon presiden pada pemilihan umum 2012.

Analis politik Dmitry Oreshkin mengatakan pidato Putin itu


menjelaskan bahwa dia sedang mempertimbangkan peralihan ke
jabatan perdana menteri. “Putin mengedepankan gagasan
mempertahankan otoritasnya sebagai perdana menteri yang lebih
kuat dan berpengaruh, sementara kepresidenan akan menjadi lebih
dekoratif,” kata Oreshkin.

Ivan Kurilla, analis politik di St. Petersburg, kampung halaman Putin,


punya pandangan berbeda. “Penjelasan yang paling masuk akal
adalah ia ingin menjadi negarawan yang masih memegang kekuasaan,
seperti mantan pemimpin Cina (Deng Xiaoping) atau (Presiden
Kazakstan) Nursultan A. Nazarbayev," tuturnya.

Nazarbayev mengundurkan diri dari jabatan presiden negara di Asia


Tengah itu pada 2019 setelah berkuasa hampir tiga dekade. Tapi dia
mempertahankan pengaruhnya dengan menjabat “pemimpin bangsa”
dan menyatakan dirinya sebagai Ketua Dewan Keamanan, yang
sebelumnya mendapat penguatan wewenang.

Tapi, bagi sebagian orang, revisi konstitusi oleh Putin lebih dekat
dengan strategi pemerintahan Deng Xiaoping. Meski mundur dari
Komite Tetap Politbiro di Partai Komunis Cina pada 1987, Deng
mempertahankan posisinya sebagai pemimpin terpenting negara
melalui kepemimpinannya di badan penasihat yang terdiri atas
pemimpin senior partai. Dia juga menikmati gengsi besar sebagai
arsitek utama penataan ulang secara radikal prioritas ekonomi dan
politik Cina setelah kematian Mao Zedong pada 1976.

Brian D. Taylor, profesor ilmu politik di Syracuse University, Amerika


Serikat, mengatakan semua perubahan konstitusi ini jelas dirancang
untuk memberi Putin banyak pilihan buat mempertahankan
kontrolnya terhadap Negeri Beruang Merah. “Saya tidak yakin
rencananya sepenuhnya dikerjakan dari A hingga Z,” ujarnya. “Dia
mungkin hanya tahu A sampai E, pengetahuan kita sekarang di A
sampai C.”

Putin adalah pemimpin Uni Soviet—kemudian menjadi Federasi Rusia


—terlama setelah Joseph Stalin, yang menjabat sejak 1924 hingga
kematiannya pada 1953. Alexei Navalny, pemimpin oposisi Rusia yang
vokal, mengomentari pidato Putin. “Hanya orang idiot (atau penjahat)
yang mengatakan Putin akan hengkang pada 2024,” ucapnya.

ABDUL MANAN (NEW YORK TIMES, AP, VOX, GUARDIAN)


Kota Wuhan di Cina
dikarantina untuk mencegah
virus corona meluas.
majalah.tempo.co
2 mins read

• Mahkamah internasional PBB memerintahkan Myanmar mencegah genosida

terhadap minoritas muslim Rohingya.

• Perwakilan DPR mulai mengajukan dakwaan untuk memakzulkan Presiden

Donald Trump.

CINA

Wuhan Dikarantina untuk Cegah Corona Meluas

K
OTA Wuhan dikarantina karena diduga menjadi tempat awal
penyebaran wabah virus corona. Menurut Channel News
Asia, 23 Januari lalu, penerbangan dan perjalanan kereta di
sana ditunda. Jadwal kereta bawah tanah dihentikan dan acara besar
publik di kota berpenduduk 11 juta jiwa itu dibatalkan. “Tanpa alasan
khusus, penduduk kota tidak boleh meninggalkan Wuhan,” demikian
pernyataan dari pusat komando khusus kota itu.
Virus corona telah menyebar ke seluruh Cina dan sekitarnya. Sampai
Jumat, 23 Januari lalu, lebih dari 500 orang terinfeksi dan 17 lainnya
dilaporkan meninggal. Virus ini terdeteksi muncul pertama kali di
Wuhan pada 31 Desember 2019.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunda keputusan apakah akan


mengumumkan darurat kesehatan global atau tidak. Ketua WHO
Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan mereka masih
membutuhkan informasi lebih lanjut. Penyakit corona sebagian besar
ditularkan melalui saluran pernapasan.

MYANMAR

Mahkamah Memerintahkan Rohingya Dilindungi

MAHKAMAH Keadilan Internasional (ICJ) Perserikatan Bangsa-Bangsa


di Den Haag, Belanda, memerintahkan Myanmar mencegah genosida
terhadap minoritas muslim Rohingya dan menjaga bukti adanya
serangan terhadap mereka di masa lalu. Hakim menginstruksikan
pemerintah Aung San Suu Kyi menghormati Konvensi Genosida 1948.

Pada Kamis, 22 Januari lalu, majelis hakim ICJ, yang beranggotakan 17


orang, menyatakan ada bukti kuat pelanggaran Konvensi Genosida di
sana. Pengadilan menemukan bahwa sekitar 600 ribu orang Rohingya
yang tersisa di Myanmar “sangat rentan” terhadap kekerasan dari
militer. Dengan putusan ini, Mahkamah menolak pembelaan Suu Kyi,
yang membantah adanya genosida yang dilakukan negaranya.
Kasus Rohingya ini dibawa ke ICJ oleh Gambia, negara kecil di Afrika
barat yang penduduknya mayoritas muslim. Putusan Mahkamah kali
ini hanya berurusan dengan permintaan Gambia untuk adanya
tindakan awal terhadap kaum Rohingya. Putusan akhir dari
pengadilan ini, menurut The Guardian, bisa memakan waktu
bertahun-tahun.

Gugatan ini salah satu upaya pertama menggunakan sistem peradilan


internasional PBB untuk membantu sekitar 730 ribu pengungsi
Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar seusai operasi
pembersihan di Negara Bagian Rakhine selama 2017.

AMERIKA SERIKAT

Sidang Pemakzulan Dua Pekan

MANAJER pemakzulan Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai


Demokrat, Adam B. Schiff, memulai argumen resmi dalam sidang di
Senat Amerika Serikat, di Washington, DC, Rabu, 22 Januari lalu.
Schiff menyampaikan dakwaan pemakzulan terhadap Presiden Donald
Trump, dari dugaan menyalahgunakan kekuasaan hingga
menghalangi penyelidikan Kongres.

Schiff dan keenam manajer pemakzulan menyatakan Trump menekan


Ukraina untuk mengumumkan investigasi terhadap mantan wakil
presiden Joseph R. Biden dan putranya, Hunter Biden, sambil
menahan bantuan keamanan US$ 400 juta buat Kiev. Ketika
ketahuan, Trump menutup-nutupinya, menghalangi orang bersaksi,
dan menolak memberikan dokumen yang diminta Kongres.

Menurut New York Times, persidangan bisa berakhir dalam dua pekan
atau bisa berlangsung lebih lama. Demokrat dan Republik juga masih
berdebat soal perlu-tidaknya memanggil sejumlah saksi dan meminta
dokumen dari Gedung Putih. Setelah semua saksi didengarkan,
barulah pemungutan suara untuk dua pasal pemakzulan dilakukan.

Dengan Republik menguasai Senat, Trump mungkin akan lolos.


Konstitusi mensyaratkan dua pertiga atau 67 dari 100 senator harus
menyatakan Trump bersalah atas pasal pemakzulan untuk dapat
mencopotnya dari jabatan.


Monas/Tempo
majalah.tempo.co
5 mins read

Pelacak Gejala Penyakit
Kardiovaskular
majalah.tempo.co
2 mins read

A
lat yang mengukur aliran darah ke seluruh tubuh serta
potensi sumbatan dan kekakuan pembuluh darah. Bisa
digunakan untuk mendeteksi risiko penyakit stroke dan
jantung.

Pelacak Gejala Penyakit Kardiovaskular/Tempo

• Gejala penyakit kardiovaskular bisa diketahui lebih cepat.

• Pembuatan alat dirintis tim ITB sejak 2013.

• Memiliki kemampuan mengukur yang kompleks tapi harganya lebih murah

dibanding alat impor.

TIM peneliti Institut Teknologi Bandung mengembangkan perangkat


berlabel Non-Invasive Vascular Analyzer (NIVA) untuk mendeteksi
penyakit kardiovaskular lebih dini. Perangkat ini merupakan bagian
metode preventif dan bukan sebagai pengobatan. “Orang belum sakit
kami periksa, ada potensi masalah kardiovaskular atau tidak,” kata
anggota tim ITB, Hasballah Zakaria, pada Selasa, 14 Januari lalu.

Riset dan pembuatan NIVA dirintis Kelompok Keahlian Teknik


Biomedika di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB sejak 2013.
Ide pengembangan alat ini berawal dari permintaan dokter. “Apakah
kita bisa membuat peralatan yang dapat mendeteksi lebih awal gejala
terjadinya sumbatan di dalam pembuluh darah,” ujar ketua tim
peneliti ITB, Tati Latifah Erawati Rajab Mengko.

Para peneliti juga mendapatkan dana bantuan riset dari pemerintah


selama tiga tahun. Pembuatan purwarupa pertama rampung pada
2016 dengan menghabiskan dana sebesar Rp 3,1 miliar. Setelah itu,
tim mencari mitra perusahaan yang kemudian bergabung pada 2017.
Bekerja sama dengan PT Selaras Citra Nusa Perkasa, tim peneliti
meluncurkan NIVA di Center for Research and Community Service ITB
pada 12 Desember 2019.

NIVA memiliki 12 parameter yang bisa diaktifkan sesuai dengan


kebutuhan. Dalam tes yang diikuti Tempo, NIVA melakukan
pengukuran aliran darah ke seluruh tubuh, potensi sumbatan, dan
kekakuan pembuluh darah seperti di tangan. Menurut Hasballah,
potensi hipertensi, serangan jantung, dan stroke sudah bisa diketahui
dari hasil pemeriksaan pembuluh darah.
Detektor NIVA tersusun dari perangkat keras berupa alat
pengambilan data seperti manset pada tensimeter yang terhubung
dengan kabel. Adapun perangkat lunak yang dipasang di dalamnya
mengumpulkan dan memproses data hasil pengukuran. Pembacaan
hasil medisnya harus dilakukan dokter. “Kalau sudah sakit, tidak
perlu alat ini lagi,” kata Hasballah.

NIVA menggunakan sensor PPG atau photoplethysmograph dan sensor


tekanan darah. Kedua sensor ini berfungsi menganalisis pembuluh
darah yang ada di dalam tubuh manusia. Menurut Tati, penyumbatan
biasanya terjadi karena ada plaque dalam pembuluh darah. Plaque
muncul karena kekurangan nitrit oksida (NO), yang biasanya
berperan menjaga tingkat kelenturan pembuluh darah.

Bertambahnya umur manusia juga berdampak pada penurunan


produksi NO di endotel atau lapisan paling dalam pembuluh darah.
Kelenturan pembuluh darah ikut berkurang. “Hal tersebut berakibat
pada peningkatan tekanan darah atau hipertensi,” ujar Tati.

Menurut Tati, NIVA dapat membantu Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial dalam mendeteksi risiko penyakit stroke dan jantung. NIVA
telah diuji coba dan saat ini dipakai di Rumah Sakit Jantung Harapan
Kita, Jakarta, dan Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Alat tersebut
juga akan dites di Rumah Sakit Universitas Airlangga, Surabaya;
Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta; dan Rumah Sakit Gatot Soebroto,
Jakarta.

Tim peneliti mendapat surat paten untuk metode dan pengintegrasian


fungsi alat dengan komponen NIVA pada 2019. Untuk produksi
massal, mereka akan melibatkan perusahaan swasta. Alat ini
ditargetkan dapat digunakan di rumah sakit hingga tingkat pusat
kesehatan masyarakat. Harganya diperkirakan ada di kisaran Rp 100
juta atau separuh dari nilai alat impor asal Amerika Serikat.
“Kelebihannya pengukuran lebih kompleks dari yang impor,” kata
Tati.


Teknologi untuk Makanan
Bergizi
majalah.tempo.co
2 mins read

T
ingkat kesadaran generasi milenial mengkonsumsi pangan
yang aman, bermutu, dan bergizi masih rendah. Dengan
edukasi, diharapkan generasi milenial dapat pintar memilih
dan mengkonsumsi makanan sehat.

HARI Gizi Nasional diperingati setiap 25 Januari. Tema tahun ini


adalah “Gizi Optimal untuk Generasi Milenial”. Menurut Organisasi
Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), pola
pangan tidak sehat dan gaya hidup kurang aktif menjadi faktor
pembunuh dan disabilitas nomor wahid di dunia. Persoalannya,
tingkat kesadaran generasi milenial mengkonsumsi pangan yang
aman, bermutu, dan bergizi masih rendah. Dengan edukasi,
diharapkan generasi milenial dapat pintar memilih dan
mengkonsumsi makanan sehat. Perangkat teknologi juga bisa
membantu mereka menyiapkan makanan bergizi.
Blender Pengawet Nutrisi

Blender Vacuum TBV8104X dari Beko ini menggunakan teknologi


pencampuran vakum yang akan menghilangkan udara di dalam
stoples sebelum mencampurkan buah atau sayuran untuk mencegah
hilangnya nutrisi karena oksidasi. Beko mengklaim, dengan teknologi
ini, vitamin C dapat dipertahankan 40 persen lebih banyak dan serat
lebih kaya. Jus atau smoothie yang dihasilkan pun tetap segar meski
disimpan dalam kulkas semalaman.

Harga: Rp 3,54 juta

Nutribullet Balance

Blender Penakar Gizi

Blender Nutribullet Balance dari Nutribullet ini memiliki timbangan


nutrisi. Dengan SMART Nutrition System, blender ini terhubung
dengan aplikasi di telepon seluler pintar atau komputer tablet
via Bluetooth yang akan memberikan data nutrisi setiap bahan yang
dimasukkan ke stoplesnya. Nutribullet Balance dapat menakar
kandungan kalori, protein, karbohidrat, lemak, dan gula dari bahan
makanan yang akan diblender. Pengguna juga dapat mengikuti resep
membuat jus atau smoothie yang direkomendasikan aplikasi.

Harga: Rp 2,04 juta


HidrateSpark 3.0

Botol Minum Pintar

Botol minum HidrateSpark 3.0 dari Hidrate Inc ini akan berpijar
untuk mengingatkan Anda minum air. HidrateSpark 3.0 terhubung
dengan aplikasi Hidrate App yang ada di ponsel pintar
via Bluetooth untuk melacak hidrasi pengguna. Selain dengan isyarat
cahaya, peringatan dikirimkan dengan pesan teks. Botol ini pun akan
membuat formula hidrasi, yakni kebutuhan air harian yang
disesuaikan dengan kondisi tubuh, usia, berat dan tinggi badan, jenis
kelamin, serta tingkat aktivitas, juga keadaan lingkungan dan
ketinggian.

Harga: Rp 817 ribu


Go 6-Quart

Panci Pemasak Lamban

Panci pemasak lamban atau slow cooker Stay or Go 6-


Quart dari Hamilton Beach ini terpilih sebagai yang terbaik versi
situs Top Ten Reviews. Terdapat lima pilihan waktu memasak: 2, 4, 6,
8, dan 10 jam. Kapasitas panci ini 6 quart atau 5,68 liter dengan
bentuk oval berdimensi 24,89 x 43,94 x 28,19 sentimeter sehingga
dapat memuat seekor ayam seberat 2,72 kilogram atau potongan
daging sapi seberat 1,81 kilogram. Untuk panduan memasak
dengan slow cooker, tersedia buku resep di www.hamiltonbeach.com
seharga US$ 4,99 (sekitar Rp 68 ribu).

Harga: Rp 545 ribu

Anda mungkin juga menyukai