Anda di halaman 1dari 104

JDari

AGOAN
PARA

Ken
Sampai
Arok
Kusni Kasdut
Petrik Matanasi
PARA JAGOAN: DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI KASDUT
Petrik Matanasi

Editor: Agung Dwi Hartanto


Cover- Layout: Iswarta B. Pangukir

Diterbitkan oleh TROMPET BOOK


Blog: petrikmatanasi.blogspot.com
Email: pitalawa@gmail.com
Telp: 085879822184

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Matanasi, Petrik
Para Jagoan: Dari Ken Arok sampai Kusni Kasdut
Yogyakarta, Trompet
Cetakan I, Juli 2011
iv + 100 halaman/ 13x19 cm

ISBN: 978-602-99131-1-8

1. Sejarah I. Judul
DAFTAR ISI

Pengantar:
Preman dalam Sejarah Indonesia ~1

Ken Arok: Si Preman Jadi Raja ~ 13


Untung: Si Mantan Budak ~ 20
Pitung: Merampok untuk Rakyat ~ 26
Tollo: Perampok Pemberontak ~ 33
Si Entong Endut ~ 40
Bang Pie'i van Senen ~ 47
Jan Rapar ~ 53
Pengacau di Sekitar Onderneming ~ 61
Ibnu Hajar: Dari Hulu Sungai ~ 66
Suradi Bledeg cs: Di Kaki Gunung ~74
Kusni Kasdut: Si Bekas Pejuang
yang Tersesat ~ 81

Referensi ~ 91

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ iii


PREMAN DALAM SEJARAH
INDONESIA

ata Preman, bukan hal asing di telinga banyak orang.


Preman kerap menjadi masalah sosial yang ter­pelihara
di Negara berkembang macam Indonesia. Preman
me­miliki banyak istilah yang tiap daerah se­ring berbeda.
Ada yang beranggapan bahwa preman berasal dari kata
vrije man, bahasa Belanda, yang berarti orang bebas. Mak­sud
dari bebas itu tidak lain maksudnya adalah tidak bekerja mau­
pun tunduk sebagai militer maupun pegawai sipil pemerintah.
Da­lam artian tidak memiliki ikatan dengan pemerintah. Me­
re­ka umumnya juga bukan saudagar, maupun pelaku profesi
tertentu. Melainkan sebagai orang yang hidup bebas tanpa
mengikuti aturan maupun kebiasaan umum.
PENGANTAR ~ 1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, preman diartikan
se­ba­gai partikelir (swasta), sipil (bukan tentara). Dan pa­rah­
nya diartikan juga sebagai sebutan untuk orang jahat ma­cam
penodong atau perampok.1
Di masyarakat orang bebas itu memiliki kuasa tersembunyi.
Me­reka biasa melakukan pungutan pada kalangan tertentu,
bi­asa­nya pelaku dunia usaha. Preman, atau semacamnya, ka­
re­na kuasa tersembunyinya, juga kekerasannya, menjadikan
me­­re­ka ditakuti.
Jago adalah istilah yang umum digunakan dalam masya­
ra­kat Indonesia terhadap tukang pukul. Di Indonesia, dalam
se­­jarahnya,ada banyak istilah semacam jago. Seperti Blater,
weri, benggolan, berandal, parewa, gali (gabungan anak
liar), atau bromocorah. Istilah itu bergantung pada daerah,
wak­tu dan fungsinya masing-masing. Menurut Ong Hok Ham,
ja­go sebenarnya merupakan benang merah sejarah Indonesia
se­jak zaman raja-raja kuno prakolonial.2
Jago adalah orang kuat setempat baik secara fisik maupun
spi­ri­tual dan dikenal kebal biasanya. Selain itu, seorang jago
bisa menghimpun anggota-anggota, yang biasanya sesama
ja­goan juga tentunya. Jumlah pengikut, atau anak bah, juga
mem­pengaruhi wibawa seorang jago. Di zaman prakolonial,
kum­pulan jago biasanya satu-satunya alat penguasa. Meski
da­lam teorinya, raja memerintah lantaran mendapat wahyu
atau semacamnya, namun dalam prakteknya raja berkuasa
ter­gantung seberapa besar jagoan yang dia bawahi. Tentunya
raja adalah raja jagoan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1994, hlm. 787.
1

Ong Hok Ham, Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong, Jakarta, Kompas, 2002,
2

hlm. 101.

2 ~ PENGANTAR
Dalam masyarakat tradisional, persaingan kekuasaan ten­
tu melibatkan para jagoan dari pihak-pihak yang bertikai.
Pe­ ngu­asa tradisional biasanya memilih orang terkuat da­
lam masyarakat sebagai jago. Organisasi jago merupakan
Warlordism (militerisme) baik dalam skala kecil maupun be­
sar. Jadi, jago intinya adalah tukang pukul dalam arti luas.3
Jika di Jawa ada istilah jago, maka di Minangkabau ada is­
ti­lah Preman Tuluak ditahun 1920an. Arti dari preman tuluak
ada­lah orang yang sama sekali tidak mau bekerja dengan pe­
me­rintah kolonial. Baik sebagai militer maupun sebagai pe­ga­
wai negeri sipil. Seperti di jago di Jawa, Preman Tuluak juga
ter­golong jago pencak silat. Kemampuan yang memuat mereka
di­segani oleh masyarakat umum. Karena tidak bekerja sebagai
pe­gawai, juga tidak bertani seperti masyarakat umum, mereka
bi­asa hidup dengan pungutan atas jasa perlindungan, alias
uang keamanan. Kemampuan silat mereka menjadi penyebab
ma­suknya uang pungutan ke kantong mereka.4
Di zaman Hindia Belanda, polisi yang bekerja dibawah
pangreh­praja, masih tetap memakai jasa para jago, yang sering
dise­
but weri atau blater (mata-mata), yang sejak sebelum
diterapkannya hukum kolonial memang tukang pukul. Setiap
ke­
pala desa bahkan memiliki jago, dalam hal ini tukang
rampok. Keberadaan jago rampok macam ini membuat desa
ter­hin­dar dari perampok lain.5
Di zaman sekarang, jago identik dengan Preman. Istilah ini
mung­kin terkait dengan kata Vrije Man, dari bahasa Belanda
yang bisa diartikan sebagai orang bebas atau merdeka. Dan
3
Ibid., hlm. 101-102.
4
Rosihan Anwar, Perkisahan Nusa: Masa 1973-1986, Grafitipers, 1986, hlm. 48.
5
Ong Hok Ham, op.cit., hlm. 105.

PENGANTAR ~ 3
memang tidak menaat secara ketat hukum-hukum yang ber­
la­ku.6 Preman kadang mirip Mafia juga. Preman di Indonesia
ten­tu memiliki gaya yang berbeda dengan di luar negeri.
Menurut kesimpulan Ong Hok Ham, para jago di Indonesia,
mi­rip sekali dengan Mafioso di Amerika dan di Palermo,
Sicilia, Italia. Di Amerika Serikat, para Mafioso sejatinya
ada­ lah keturunan atau Imigran dari Italia juga. Ketika
PerangDunia II, orang-orang Sicilia itu, termasuk anggota
Ma­fia, dilibatkan dalam kampanye peran melawan fasisme
Italia pimpinan Musolini. Para mafia itu membantu tentara
Amerika mengorganisir warga Sicilia melawan Musolini. Se­
jak ituylah Mafia Italia mulai berjaya.7 Kelompok imigran se­
la­in Italia pun punya jagoan atau Mafianya sendiri-sendiri.
Ter­ma­suk orang-orang Yahudi. Dimana Mayer Lanski adalah
to­koh terkemukanya.
KNIL sebagai angkatan perang kolonial juga membutuhkan
jago berkelahi pribumi. Lebih efektif jika mengambil bibit jago
muda yang tersebar di Banyumas dan sekitar Bagelen. Ke­sa­tu­
an marsose yang terbentuk dalam KNIL. Kesatuan anti geril­ya
ini membutuhkan orang yang jago berkelahi dalam jarak de­
kat. Dimana mereka dibiasakan menggunakan senjata tajam
tra­di­sional dan bukan senjata api. Tentu saja para jago muda
cu­kup ahli memakai senjata tajam ketimbang serdadu biasa
yang bukan berlatar jagoan.
Di Hindia Belanda, Marsose adalah pasukan gerak cepat
de­­
ngan seragam hijau dengan tanda garis bengkok warna
me­rah pada lengan dan leher terdapat gari merah. Dalam
tu­gasnya, mereka dibekali senjata khas penduduk setempat,

Rosihan Anwar, op.cit.,, hlm. 48.


6

Ong Hok Ham, op.cit.., hlm. 106.


7

4 ~ PENGANTAR
sema­ cam klewang. Mereka memakai bedil dengan ukuran
yang lebih pendek dari bedil biasa, karaben. Mereka tidak ter­
gan­tung pada angkutan militer dan biasa berjalan kaki. Me­re­
ka tidak bergantung pada jalur suplai logistik.8
Rupanya, keberadaan Marsose dianggap kurang, maka
Kolone Macan pun lalu dibentuk. Dimana kemudian Christoffel
menghimpun anggota Marsose yang beringas, jago ber­­ke­­lahi.
Pa­sukan ini dinamakan Kolone Macan. Pasukan ini di­la­­tih
oleh Christoffel di Garnisun Cimahi. Pakaian mereka ber­­war­
na hijau kelabu yang kerah bajunya terdapat dua lam­bing jari
ber­darah. Tentu saja ikat leher warna merah agar nam­pak le­
bih lebih menyeramkan.
Mereka dikenal sebagai pasukan yang menyeramkan de­
ngan julukan ‘pembunuh berdarah dingin.9Setelah beristirahat
da­lam waktu yang lama, para Marsose itu merasa ingin kem­
ba­li berperang di Aceh lagi. Dunia Marsose jelas bukan dunia
tang­si yang damai, dunia mereka adalah peperangan. Mereka
pun kemudian bertempur lagi di Tanah Batak.
Penguasaan ekonomi di Hindia Belanda oleh pemerintah
Hindia Belanda yang kurang mensejahterakan kebanyakan
orang pribumi. Hingga kemiskinan pun muncul bersama ke­
sen­ja­nangan sosial ala zaman kolonial. Tekanan ekonomi itu
me­­lahirkan banyak frustasi. Termasuk dalam kalangan dunia
hi­­tam. Kaum dunia hitam adalah orang-orang bebas yang pu­
nya nyali yang sama besar dengan jagoan—yang punya citra
po­sitif bagi banyak orang. Kaum dunia hitam biasanya identik
de­nan tindak kriminal. Kadang mereka disebut bandit juga.

R.P. Suyono, Peperaqngan Kerajaan di Nusantara, Jakarta, Grasindo, 2003. hlm.


8

336.
Sibarani, Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII, Jakarta, Ever
9

Ready, tanpa tahun. hlm. 204

PENGANTAR ~ 5
Frustasi atas kuatnya tekanan pemerintah kolonial, mem­
bu­at dunia hitam Jakarta tertarik dengan dunia pergerakan
ka­um nasionalis yang muncul diawal abad XX. Meski belum
sem­ p­
urna program-programnya, sejak awal Sarekat Islam
Jakarta mulai membawa kaum dunia hitam untuk masuk da­
lam pergerakan. Hal ini jelas memberi perlindungan pada per­
gerakan Sarekat Islam dari musuhnya. Seperti misalnya ka­um
Tuan Tanah dan saudagar Tionghoa yan menjadi musuh di­bi­
dang ekonomi.10
PKI jauh lebih mempengaruhi kesadaran para jagoan atau
du­nia hitam Jakarta akan isu-isu politik yang berkembang ka­
la itu. Sejak berdiri tahun 1920, PKI memang berusaha mem­
ba­ngun basis massa-nya, yakni kaum proletar. Orang-oran
du­nia hitam adalah salah satu basis massa penting. Selain pe­
ta­ni dan buruh tentunya.11
Jakarta dan Jawa barat ditahun 1920an bukan kota In­
dus­tri seperti Semarang. Juga bukan daerah yang agraris. Ka­
renanya peran kaum merah Jakarta dalam pemogokan buruh
ke­reta-api tidak seberapa disbanding Searang. Jadi Jakarta
dan jawa barat tidak semerah Semarang. Karenanya, dunia hi­
tam menjadi garapan atau binaan alternative bagi PKI selain
ka­um buruh.
Bagi anggota PKI Jakarta, membina bandit memberikan
ja­ringan baru juga perlindungan yang tidak bisa diberikan
PKI sebagai partai pada angotanya. Orang-orang dunia hitam
itu bisa terorganisir dengan dinamis namun militan. Orang-
orang dunia hitam itu juga tidak mudah terintimidasi oleh pe­
10
Robert Cribbs, Gangster and The Revolutioneries Jakarta People’s Militia and
the Indonesian Revolution 1945-1949, ab. Tim Masup Jakarta, Jakarta, Masup
Jakarta, 2010, hlm. 39.
11
Ibid.

6 ~ PENGANTAR
ngu­asa kolonial, maupun kaum industrialis. Muhamad Arif,
yang kelak disebut sebagai haji Darif dimasa Revolusi, adalah
se­gelintir tokoh jagoan yang terlibat dalam pemogokan buruh
kereta api tahun 1923.12
Alimin yang bergerak di tanjung Priuk, akhirnya jua ber­
hu­bungan dengan jawara Banten. Karenanya, dia bersama
PKI di Jakarta, dengan sadar merekrut para jawara-jawara itu
dalam pergerakan. Sikap militansi dan solidaritas kaum ja­go­
an dari dunia hitam itu memberi perlindungan pada PKI dari
gangguan penjahat lain yang disewa oleh penguasa Kolonial
mau­pun kaum kapital industri setempat.
Selain penguasa industri dan pemerintah, pemimpin ge­ra­
kan Islam juga disinyalir bisa menjadi ancaman bagi orang-
orang PKI. Mereka juga bisa mengerahkan penjahat untuk
meng­han­curkan PKI dan orang-orangnya. Bagi gerombolan
ja­goan dunia hitam, PKI menjadi hal menarik karena dengan
je­las melawan pemerintah kolonial. Tidak perlu gerakan ratu
Adil yang berakhir konyol pada umumnya.13
Musuh besar kaum jogo di Jakarta adalah Marsose, yang
sebelum terbiasa menghadapi gerilyawan Aceh. Ketika Jakarta
rusuh oleh beberapa gerakan sosial, pada 1916, mar­ so­
se
disiagakan mengantisipasi kelompok bersenjata. Marsose ada­
lah militer yang berbeda. Gerak mereka tidak sekaku tentara
re­gular KNIL. Marsose lalu digabungkan dengan Veldpolitie
(polisi lapangan). Veldpolitie adalah satuan paramiliter yang
di­pimpin dan beranggota orang sipil. Karena zaman Hindia
Belanda Polisi juga orang sipil non militer. Veldpolitie juga
ber­­gerak layaknya marsose. Musuh marsose dan Veldpolitie

Ibid., hlm. 39-40.


12

Ibid., hlm. 40.


13

PENGANTAR ~ 7
tidak lain juga jagoan-jagoan dunia hitam. Ada harapan bagi
sekelompok dunia hitam jika mereka bisa melawan peme­rin­
tah. Akan adanya prestise yan lebih baik bagi mereka daripada
yang sebelumnya.14
Pemberontakan PKI di Jakarta lebih banyak melibatkan
kaum gerombolan bersenjata dari dunia hitam anti peme­
rint­ah sejak awal karena tekanan pemerintah pada dunia
hi­tam. Sasaran besar mereka adalah penjara Cipinang dan
Glodok yang mereka anggap sebagai simbol busuk kekuasaan
Kolonial. Kata sejarawan Robert Cribb, mereka seperti ter­
ins­pirasi denan penyerbuan pejara Bastille dalam revolusi
Perancis. Harapan dari peyerbuan dua penjara itu juga untuk
mem­­be­bas­kan kawan-kawan mereka yang ditahan.
Dengan kawan lama yang mereka bebaskan itu ada ha­ra­
pan untuk memmbangun kekuatan yang lebih besar lagi. Sa­
yang, pengulangan heroic atas penyerbuan penjara bastille
itu tidak pernah terlaksana. Meski 500 orang telah bersiap
un­tuk menyerbu, namun tidak ada pemimpin pemberontak
yang mau memimpin penyerbuan. Akhirnya 300 oran ditahan
dan kaum dunia hitam kembali ke dunianya yan semula. Se­
men­­tara kaum komunis macam Alimin dibasmi pemerintah
Kolonial dengan cepat. 15
Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) adalah partai yang
diam-diam berusaha menjalin hubungan dengan dunia hitam.
Pe­ngawasan ketat pemerintah Kolonial membuat oran gerindo
ti­dak bisa leluasa bergerak. Amir Syarifudin, pemimpin Gerindo,
adalah seorang pengacara sekaligus anggota PKI Ilegal.16
14
Ibid., hlm. 40-42.
15
Ibid., hlm. 42.
16
Ibid., hlm. 43.

8 ~ PENGANTAR
Depresi Dunia tahun 1929 yang berkelanjutan membuat
per­e­konomian Hindia Belanda kocar-kacir juga. Kondisi ini
membuat posisi dunia hitam mulai kuat. Pengurangan jum­lah
pasukan Marsose dan Veldpolitie yang mengawasi me­re­ka di
daerah Jakarta tentu membuat mereka makin leluasa. Tuan
tanah atau industrialis yang merasa terancam akan kege­li­
sahan sosial kelas bawah, membuat para penjahat makin ka­
yak arena menjadi pasukan sewaan.17
Dalam perkembangan berikutnya, hubungan semacam
itu bisa jadi terus terjalin dalam batas tertentu. Misal antara
Maramis dengan Preman berdarah Menado-Minahasa. Orang
Menado-Minahasa yang biasa berkelahi itu kerap berurusan
de­ngan aparat hukum dan mereka ditahan. Jika sudah begini,
Mr AA Maramis, seorang tokoh pergerakan yang juga seorang
advocate turun tangan. Dan orang Menado-Minahasa yang
ri­but dan ditahan polisi itu pun bebas.18 Hubungan preman
Indonesia dengan kaum pergerakan pun terjalin. Meski hanya
da­lam batas tertentu.
Di zaman Hindia Belanda, tentu kebanyakan penghuni
pen­jara adalah orang pribumi (Indonesia). Karena penjara
beri­sikan orang pribumi yang tidak taat pada atura pemerintah
colonial maupun pembangkang yang berontak. Kejahatan,
Nya­tanya kejahatan bukan melanda kalangan bawah saja. Ada
juga anak sekolah yang berbuat criminal. Padahal sekolah di­
masa Hindia Belanda identik dengan anak-anak dari golongan
yang tidak miskin. Ini adalah bagian dari kenakalan remaja.
17
Ibid., hlm. 44.
18
Bert Supit & BE Matindas, Ventje Sumual: Menatap Hanya Ke Depan (Biografi
Seorang Patriot, Gembong Pemberontak), Jakarta, Bina Insani, 1998, hlm. 40-
100.

PENGANTAR ~ 9
Kenakalan remaja yang mengarah pada tindak kriminal
pun bukan hal baru. Bukan fenomena baru di zaman Indonesia
merdeka. Di zaman colonial Hindia Belanda pun, su­dah ada
anak-anak nakal. Ken Arok, adalah anak nakal di za­ man­
nya. Yang sering mencuri dan merampok. Di zaman Hindia
Belanda, ada juga bocah usia sekolah nakal yang berani men­
curi di zaman kolonial.
Surat kabar Kaoem Moeda pernah menyiarkan berita
ten­tang adanya kawanan pencuri yang anggotanya meru­pa­
kan anak-anak usia remaja. Mereka menamakan per­ kum­
pulannya sebagai “De Wrekende Hand”. Mereka kerap mela­
ku­kan pencurian di dalam kota. Polisi segera melakukan
penan­gkapan atas kawanan pencuri berusia anak-anak ini ke­
­

tika beberapa dari mereka sedang beraksi dalam keramaian


openbare Bibliotheek di Logeweg, Jakarta. Dari hasil pe­nang­
kapan polisi beberapa pencuri anak itu, terdapat siswa Lagere
School (sekolah dasar untuk anak-anak Eropa)--yang ke­ rap
membolos dan prestasi akademisnya buruk. Anak-anak itu lalu
dibebaskan, sambil menunggu peraturan tentang keja­ hatan
anak-anak yang akan diputuskan oleh Departemen Kehakiman
Hindia Belanda.19 Ternyata kejahatan tidak kenal war­na kulit.
Kaum bandit masih terus ada hingga zaman pendudukan
ten­tara Jepang di Indonesia. Orang-orang dunia hitam juga
men­ jadi perpanjangan tangan dunia hitam Pemerintah
Balatentara Jepang. Dimana orang-orag dunia hitam juga ber­
ga­bung dalam unit-unit Seinendan dan Keibodan.
Pemerintah balatentara Jepang merasa tidak melihat an­ca­
man atau bahaya dari dunia hitam. Sebaliknya, para pe­mim­
pin jagoan terkuat untuk diangkat menjadi kepala polisi lokal.
Kaoem Moeda, 1 Maret 1940.
19

10 ~ PENGANTAR
Ke­tika perang pasifik hampir selesai, Pemerntah balatentara
Jepang juga merekrut para penjahat untuk menjadi pasukan
ge­rilya untuk menghadapi pasukan gerilya. Kelompok pen­ja­
hat itu denan senang hati menerimanya.20
Dimasa revolusi, para jago merubah nama mereka dengan
na­ma-nama berbau revolusioner. Seperti Bubar, Ribut, gembel,
dan Belah. Keberadaan Jago yang tidak memiliki organisasi
for­mal dan ketergantungan pada otoritas resmi, tentu menjadi
ke­ter­batasan seorang jago. Mereka, jika mau bersatu,bisa
men­jadi kekuatan besar, namun rawan perpepcahan. Di awal
ke­mer­ dekaan, sikap dan pernyataan setia pada Republik,
mem­buat seorang Jago makin memperkuat otoritasnya.21
Dimasa revolusi, para jago atau preman lebih mudah ter­
se­rap dalam kelaskaran. Dalam laskar, charisma adalah yang
ter­penting. Disiplin militer di laskar tidak seketat tentara. para
jago yang terbiasa hidup tanpa keteraturan lebih nyaman.
Kon­disi perang yang tidak pasti dan penuh ketegangan lebih
co­cok dengan mereka.
Laskar dan para jago biasanya lebih mengandalkan kebe­ra­
nian. Sementara tentara lebih pada strategi. Tentara, ter­utama
kalangan perwira lebih mengedepankan etika dan stra­ tegi
berperang untuk mencapai kemenangan. Soal etika dan str­
ategi, laskar jelas tertinggal dibanding tentara. kesamaan jago
dengan militer adalah kekerasan. Disiplin adalah pem­be­danya.
Fenomena tentara membangkang mengingatkan kita pada
sosok Kopral Suud Rusli yang terjebak menjadi pembunuh
bayaran. sebagai prajurit Marinir, Suud tergolong prajurit
20
Robert Cribbs, op. cit.., hlm. 53: Warsa Djajakusumah, API 45 Dari Masa Ke Masa,
Aku Akan Teruskan, Jakarta, 1976, hlm. 99-126.
21
Robert Cribbs, op. cit., hlm. 66.

PENGANTAR ~ 11
ber­­kualitas. Tidak heran jika dirinya menjadi buronan yang
me­­repotkan polisi militer. Rusli berkali kabur dari rumah
tahanan militer yang dijaga petugas militer bersenjata.
Premanisme dalam politik Indonesia bukan hal baru. Su­
dah pasti preman bisa dijadikan alat untuk naik ke pun­cak
kekuasaan. Ketika orde lama akan runtuh. preman-pre­man
digunakan oleh para penguasa untuk menghambat de­mon­
stran. ini bukan hal sulit karena dunia hitam Jakarta diken­da­
likan oleh seorang perwira menengah bernama Imam Syafii.
Preman terus dipakai untuk memenangkan pemilu. Se­
per­ti dialami Bathi, mantan preman dari Semarang. Dalam
Pemilu 1971, Bathi direkrut Golongan Karya (Golkar) un­
tuk mengerahkan massa. Baik preman maupun rakyat je­lata
lainnya. Bathi pernah dijadikan kader Golkar 1976. Se­be­lum­
nya, sejak tahun 1975, Bathi adalah ketua serikat buruh ter­
minal dan parkir Semarang.
Bathi pernah juga memimpin organisasi Fajar Menyingsing,
yang membawahi ribuan bekas Narapidana dan Preman di Jawa
Tengah dan Yogyakarta. Organisasi ini pernah dipakai Golkar
untuk mengacaukan kampanye PPP di Jakarta. Karena di Jakarta
PPP selalu memang. Dan Golkar ingin PPP menang di Jakarta.
Pasukan Bathi bergerak menyamar sebagai pendukung
PPP dan membuat kerusuhan pada kampanye emilu 1982.
Mak­sudnya, agar citra PPP jatuh di Jakarta. Akhirnya, Golkar
pun menang di Jakarta. Setelah itu, preman-preman pasukan
Bathi dihabisi lewat penembakan misterius (petrus) yang ma­
rak di tahun 1983. Bathi juga menjadi sasaran tembak namun
ber­hasil menghilang dan masih hidup hingga dia bisa memberi
ke­saksian pada TEMPO.22 Betapa bergunanya preman.
Kidung Gugat Sasaran Tembak, TEMPO 31 Maret 2008.
22

12 ~ PENGANTAR
KENSi PREMAN
JADI RAJA

A RO K
Ken Arok adalah contoh tertua Preman
Indonesia. Dia dikenal sebagai salah satu
raja penting di Jawa.

ermula dari seorang pencuri menemukan bayi di se­bu­


ah kuburan. Bayi itu ditinggalkan ibunya karena ada
cahaya yang memancar dari bayi itu, hingga ibu yang
melahirkannya itu ketakutan. Ibu yang meninggalkan Ken
Arok itu adalah Ken Endok, seorang petani biasa. Pencuri tadi
lalu menjadikan bayi itu sebagai anak, dan juga sebagai pen­
curi.
Ken Arok, si bayi yang ditemukan pencuri itu lalu ber­ke­
lana setelah mengalami dunia kelam sejak kecil. Hingga dia
akhir­nya menjadi abdi di Tumapel, pada akuwu (semacam pe­
ngu­asa daerah) bernama Tunggul Ametung.

14 ~ PAR A JAGOAN
Di Tumapel, ketika mengabdi pada Tunggul Ametung, ‘Ken
Arok jatuh cinta pada istri sang akuwu, Ken Dedes, yang ter­
ke­nal cantik. Ken Arok lalu mendapatkan petuah ga­ib, barang
siapa yang mengawini Ken Dedes, maka dia dan keturunannya
akan menjadi penguasa tanah Jawa. Segera Ken Arok pesan
keris pada Mpu Gandring. Ken Arok rupanya bukan orang pe­
nyabar. Pesanan Ken Arok yang tak kunjung rampung, mem­
buat Arok naik darah. Mpu Gandring pun dibunuh dengan
keris yang belum selesai itu. Ketika ajal hampir men­jem­put,
Mpu Gandring mengutuk Ken Arok bahwa dia dan ketu­
runannya akan mati dengan keris yang belum jadi itu. Meski
be­lum selesai, Ken Arok cukup senang dengan keris itu.
Ken Arok kemudian meminjamkan keris Mpu Gandring itu
pa­da Kebo Ijo yang suka pamer. Kebo Ijo selalu menyandang
keris itu kemana dia pergi, apalagi ditengah keramaian. Hing­
ga orang-orang seluruh Tumapel pun menganggap itu keris
Kebo Ijo, dan bukan milik Ken Arok.
Suatu malam, Ken Arok berhasil membunuh sang akuwu,
Tunggul Ametung, dengan keris yang dipinjamkannya pada
Kebo Ijo. Segera, Tumapel pun geger dan Kebo Ijo pun jadi
‘kambing hitam’ oleh akal bulus Ken Arok itu. Kebo Ijo pun
bernasib malang dan Ken Arok tampil sebagai pahlawan yang
ke­mudian jadi akuwu Tumapel yang baru. Begitulah cerita
ten­­tang Ken Arok seperti tertulis dalam kitab Pararaton.1
Dimana kemudian Ken Arok menjadi legenda penguasa ta­
nah Jawa yang cukup berpengaruh. Dimana Ken arok juga di­
ang­gap sebagai turunan dewa yang dilahirkan dari rahim Ken
Endok.
R. Pitono Hardjowardojo, Pararaton, Jakarta, Bharata, 1965, hlm. 1-40: Marwati
1

Djuned Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid


II, Jakarta, Balai Pustaka, 1993, hlm. 398-399.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 15


Arca yang digambarkan
sebagai Ken Arok.

blog.malangkota.go.id

Perebutan kekuasaan akuwu Tumapel oleh Ken Arok ada­


lah perebutan kekuasaan pertama yang dilakukan Ken Arok.
Aksi Ken Arok juga berhasil menjadikannya akuwu untuk be­
be­rapa lama. Arok mulai menamakan diri sebagai politisi yang
sukses meraih kekuasaan.
Suatu kali, Ken Arok, yang sudah jadi penguasa Tumapel
dan bersanding dengan Ken Dedes, kedatangan para Brahmana
da­ri Daha (Kediri). Mereka datang dari Kediri untuk minta su­
aka pada Ken Arok. Karena terlibat perselisihan dengan ra­ja
Kediri, Kertajaya alias Dandang Gendis, para brahmana itu
terusir dari Kediri. Selain berahmana (pendeta Hindu, be­be­
rapa pendeta Budha juga terusir dari Kediri.

16 ~ PAR A JAGOAN
Perselisihan bermula dari kehendak Kertajaya untuk di­
sem­­bah sebagai Bhatara Guru oleh para brahmana itu. Ken
Arok pun memberikan suaka itu pada para brahmana yang
ke­­cewa dengan tindakan raja Daha saat itu. Segera Arok pun
mem­­peroleh simpati dari para brahmana itu. Para brahmana
itu mendatangi Ken Arok untuk minta perlindungan juga atas
sa­ran dari pendeta Lohgawe. Bagi Ken Arok, Lohgawe bu­kan
orang asing. Lohgawe juga orangtua yang telah mem­ bim­
bingnya dan membawanya sebagai abdi di Tumapel. 2

Para brahmana itu pun lalu menobatkan Ken Arok se­


ba­gai raja Tumapel yang kecil dengan gelar Sri Rajasa Sang
Amurwwabhumi. Dengan restu para brahmana, Ken Arok de­
ngan memakai nama Bathara Guru, Ken Arok mengadakan
pem­berontakan terhadap raja Dandang Gendis alias Kertajaya,
pe­nguasa Kediri atau Daha.
Kala itu Kediri masih menjadi kerajaan terbesar di Jawa
Timur. Dimana ketika Ken Arok menjadi penguasa Tumapel,
pe­ngaruh Kediri mulai berkurang. Sejak masa Jayabaya,
Kediri mulai gelap sejarahnya. Kertajaya adalah raja Kediri
ter­akhir dan tidak berpengaruh dalam sejarah politik raja-raja
Jawa.3
Perjuangan dan pemberontakan Ken Arok terbilang cukup
ce­merlang. Wilayah Kediri satu persatu mulai lepas. Pengaruh
Kediri pada kerajaan disekitarnya pun tidak secemerlang
sebe­lum zaman Jayabaya. Sikap Kertajaya yang arogan dan
me­maksa para brahmana untuk menyembahnya tentu saja
telah menyurutkan dukungan terhadap Kertajaya. sebagai
raja. Tidak banyak catatan yang detail bagaimana jalannya

2
Parakitri T. Simbolon, Menjadi Indonesia, Jakarta, Kompas, 2006, hlm.21.
3
Marwati Djuned Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, op. cit., hlm. 399.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 17


pem­be­rontakan Ken Arok terhadap Kediri. Hanya banyak di­
ceri­takan, secara perlahan Ken Arok berhasil mengimbangi
Kertajaya—yang tentu saja marah pada Ken Arok karena telah
mem­beri perlindungan pada para brahmana yang membelot
dari­nya dan juga melakukan pemberontakan pada dirinya.
Ken Arok pun menyiapkan pasukannya. Orang-orang yang
kecewa pada Kediri tentu ditampungnya. Pertempuran pa­
ling menentukan dalam pemberontakan Ken Arok tehadap
Kertajaya sebagai Raja Kediri adalah pertempuran di desa
Genter, dekat Malang sekarang. Dimana dalam pertempuran
itu Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya. Setelahnya se­
lu­ruh Kediri pun jatuh ke tangan Ken Arok sebagai raja besar.
Kerajaan Ken Arok yang bermula di Tumapel itu lalu dikenal
de­ngan nama Singasari. Penahlukan Ken Arok atas Kediri dan
bertahtanya dia sebagai raja Singasari terjadi di tahun 1144
sa­ka atau 1222 masehi.4
Ken Arok setelah perebutan kekuasaannya yang ke­
dua, mem­berontak terhadap raja Kertajaya dari Kediri, lalu
men­ jadi seorang raja yang cukup berpengaruh. Ken Arok
dan Ken Dedes lalu menurunkan raja-raja terkenal seperti
Kertanegara, Raden Wijaya maupun Hayam Wuruk. Jadi,
raja-raja Singasari dan Majapahit adalah keturunan dari Ken
Dedes dan Ken Arok. Nama Tumapel sendiri pernah diganti
men­ jadi Kutaraja, lalu berganti lagi bernama Singasari—
sebagai pusat kekuasaan kerajaan Singasari.
Hanya lima tahun saja Ken Arok menjadi penguasa atas
Singasari. Ken Arok harus terbunuh oleh orang suruhan da­
ri Anusapati, anak tirinya. Anak Ken Dedes dari Tunggul
Ametung. Anusapati balas dendam atas kematian ayahnya,
Ibid.
4

18 ~ PAR A JAGOAN
sek­aligus menuntut kuasa atas tanah ayah kandungnya
Tunggul Ametung. Dimana tanah yang direbut dan dikuasai
Ken Arok itu bukan lagi sebuah akuwu, namun sudah berupa
ke­ra­
jaan yang cukup disegani bernama Singasari. Meski
begitu, atas dasar Ken Arok pernah merebut tanah Tumapel
da­ri Tunggul Ametung, maka Anusapati pun merasa paling
ber­hak atas tahta Singasari.
Setelah Ken Arok terbunuh, Anusapati menjadi raja
Singasari kedua menggantikan Ken Arok, ayah tiri yang mem­
bunuh ayah kandungnya itu. Konon, Ken Arok dibunuh dengan
ke­ris yang sama untuk membunuh Tunggul Ametung dulu,
keris buatan tangan Mpu Gandring. Belakangan, Anusapati
pun dibunuh oleh Tohjaya, anak Ken Arok dari Ken Umang—
seo­rang selir. Tohjaya, yang berhasil membunuh Anusapati
da­lam sebuah acara sabung ayam, lalu menjadi menjadi raja
Singasari. Meski hanya dua bulan saja.5
Berdasar kitab Pararaton, banyak sejarawan berpendapat
bah­wa Ken Arok berasal dari kalangan petani, atau rakyat
jelata. Beberapa spekulasi tentang asal-usul Ken Arok pun
ber­mun­culan. Ada yang mengatakan bahwa Ken Arok anak
tidak sah dari Tunggul Ametung hingga tanpa kesulitan Ken
Arok diakui sebagai penguasa Tumapel. Siapapun ayahnya,
ibu Ken Arok tetaplah Ken Endok, wanita petani dari desa
yang membuangnya. Layak sekali bila kerajaan agraris seperti
Singasari dipimpin oleh Ken Arok yang keturunan Petani. Se­
mentara, keterkaitan Ken Arok dengan para dewa, banyak
pen­dapat mengatakan itu hanya mitos untuk melegitimasi ke­
kuasaan­nya atas Singasari.6
Parakitri Simbolon, op. cit., hlm. 21-22.
5

Marwati Djuned Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, op. cit., hlm. 402.
6

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 19


Untung
SI Mantan Budak
Untung sebenarnya bernasib malang sejak
kecil hingga dewasa. Perjuangannya
melawan VOC menjadikannya salah satu
pahlawan Indonesia.

alam sejarah Indonesia, Untung Suropati di­ke­­­


nal sebagai pahlawan Nasional. Bukan saja per­
la­wanannya melawan VOC yang seru dan la­yak
di de­ngar, tapi juga kisah hidupnya. Bisa dibilang ma­lang, na­
mun juga mengharukan. Masa kecil sebagai anak bu­dak. Masa
mu­da penuh cinta dengan anak majikannya. Untung seo­­lah
memiliki wajah menawan di zamannya. Kisah pem­ be­
ron­­
­
takannya melawan VOC jelas begitu heroik.
Abdul Muis dalam roman historisnya, Surapati, menulis
bah­­­wa si bocah dibeli Edeleer More, seorang yang terpandang
di Batavia pada abad XVII. Beberapa waktu setelah membeli
si bocah, More berkembang pesat dagangnya. Dia menjadi
DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 21
kaya raya dan terpandang di kalangan orang-orang Belanda di
mas­­­kapai Dagang Hindia Timur bernama Vereninging Oost-
Indische Compagnie (VOC). Dia pun lalu menjadi seorang
Edeler. Segera si bocah malang itu diberi nama Untung, karena
di­­anggap membawa untung bagi tuan yang membelinya.
Selain membesarkan Untung, More punya anak bernama
Suzanna. Karena dibesarkan bersama dan berteman sejak kecil
me­­reka saling mengenal satu sama lain dan saling jatuh cinta.
Cerita cinta ini akhirnya diketahui oleh More, yang kemudian
kesal pada Untung yang menurut More telah membawanya
da­lam keberuntungan. Bagi More yang terpandang, sangatlah
jang­gal menyandingkan putrinya dengan budak pribumi ma­
cam Untung. Untung, atas kemauan More yang menjadi benci
pa­da Untung setelah cerita cinta itu terjadi, lalu dipenjara.1
Mulanya Untung yang jadi budak itu beruntung ketimbang
nasib budak lainnya. Ia sangat disayangi karena begitu ber­
gu­­na bagi tuannya. Hubungannya dengan Suzzana awalnya
ti­dak menjadi masalah karena ayah Suzzana, More, tidak me­
nge­­tahui hubungan itu. Tapi sial bagi Untung, begitu More ta­
hu hubungan itu, ia marah besar.
More yang kesal dengan Untung, akhirnya menjebloskan
Untung ke penjara VOC yang lembab di Kota Tua, Jakarta. Di
dalam penjara Untung dan beberapa kawan-kawan sepen­ja­
ranya lalu melarikan diri. Bersama kawan-kawannya, Untung
la­­lu melakukan melakukan perampokan yang tentu saja mere­
sahkan orang-orang kaya di Batavia. Aksi Untung dan kawan-
ka­wan penjahatnya, lalu membuat VOC kerepotan.
Pihak berwenang VOC yang frustasi dengan aksi kelompok
Untung lalu mengajak kelompok untuk berunding. Kepada
Abdul Muis, Surapati, Jakarta, Balai Pustaka, 1965, hlm. 40-100.
1

22 ~ PAR A JAGOAN
Untung dan kawan-kawan-nya, VOC menawarkan menjadi
serdadu bayaran saja. Tawaran itu diterima Untung dan pe­
ngi­kutnya. Untung dijadikan Letnan dalam militer VOC—
sementara kawan-kawannya menjadi serdadu bawahannya.
Ke­kurangan jumlah orang Eropa di Batavia untuk menjadi
ten­tara tentu rawan. Sehingga kehadiran Untung dan kawan-
ka­wannya sebagai militer VOC sangat menguntungkan.
Di Militer VOC, Untung tidak lama setelah ia berseteru
de­ngan Kefler, Pembantu Letnan-nya ketika menangkap
Pangeran Purbaya. Seorang Pangeran Banten yang menentang
VOC. Ketika Purbaya kalah, Untung membiarkan Pangeran
Mataram itu tetap menyandang kerisnya. Kefler tidak bisa me­
ne­rima tindakan Untung itu. Kefler bersikeras merampas keris
Purbaya yang berstatus sebagai tawanan perang. Terjadilah
ke­ributan antara Kefler dengan Untung.
Kesal dengan militer VOC yang tidak bisa menghargai tra­
disi lokal masyarakat Banten. Serta keangkuhan orang-orang
Eropa yang terlalu memaksakan tradisinya pada orang pri­
bumi tentu agak membuat Untungg kesal.
Untung mulai berkelana pasca insidennya dengan Kefler.
Untung keluar dari dinas militer VOC dan memimpin seke­
lom­pok orang Bali berkelana sampai ke Timur pulau Jawa dan
men­dirikan kerajaan yang berpusat di Bangil. 2 Sebuah daerah
di Pasuruan, jawa Timur yang letaknya tidak jauh dari bandar
niaga Surabaya yang ramai.
Dekatnya Bangil dengan daerah ramai macam Surabaya
ten­tu membuatnya terus bermusuhan dengan VOC. Karena
VOC adalah kapitalis yang ingin menguasai bandar niaga
ma­cam Surabaya. Sudah pasti VOC juga tidak suka dengan
Ibid.
2

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 23


Lukisan ini digambarkan
sebagai Untung Suropati.

forumsejarah.blogspot.com

Untung Suropati yang menjadi penguasa. Apalagi Untung ber­


se­brangan dengan VOC. Sudah tentu VOC berurasaha keras
menghancurkan Untung.
Dalam perjalanan ke timurnya, Untung sempat mengalami
peris­tiwa penting daam hidupnya. Suatu kali dirinya dicegat
oleh seorang punggawa Cirebon bernama Surapati. Terjadilah
duel antara Untung dengan punggawa itu. Surapati, si pung­ga­
wa Cirebon adalah punggawa tangguh. Dalam duet maut itu,
Untung menang. Untung lalu bertemu raja Cirebon yang sa­
ma sekali tidak marah pada Untung. Untung malah diberi na­
ma Suraapati oleh raja. Maka jadilah Untung sebagai Untung
Suropati. Tentu saja wibawa Untung dimata banyak orang.
Dan layak jika Untung menjadi raja. 3
3
Ibid.

24 ~ PAR A JAGOAN
Di Jawa Timur, keturunana Untung juga seperti Untung,
tapi bukan sebagai budak, melainkan sebagai orang-orang be­
rani yang melawan hegemoni dan doinasi VOC di Jawa timur.
Kerajaan Untung di Jawa Timur itu bukan kerajaan besar
se­
perti Mataram yang sudah dilumpuhkan VOC. Sebagai
kerajaan kecil, kerajaan yang dimiliki Untung tentu bernyali
besar.
Berdasar pengalaman kelamnya menjadi perampok dan pe­
nga­cau di Batavia, Untung Suropati bisa digolongkan sebagai
sosok preman. Dimana dirinya pernah menjadi orang bebas
yang tidak mempedulikan kekuasaan pemerintah kolonial.
Nama Untung bahkan menjadi mulia dengan perlawanannya
terhadap VOC. Dan jadilah dia pahlawan nasional

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 25


PITung
MERAMPOK
UNTUK
RAKYAt
Orang Betawi pasti kenal Pitung, si Robin
Hood Betawi. Pitung adalah gambaran
pejuang rakyat yang melawan kekuasaan
kolonial dengan caranya.

egenda Pitung terus hidup. Beberapa judul film ten­tang


Pitung ber­edar, dengan pemeran yang selalu sa­ja Dicky
Zulkarnaen. Kisah Pitung tidaklah ka­ lah heroiknya
dibandingkan kisah Robinhood dari hutan Sherwood di
Inggris sana.
Dekade 1890an adalah dekade dimana banyak kaum petani
pri­­bumi yang miskin masih menderita dibawah tekanan pe­
me­­rintah kolonial maupun tuan tanah. Eksploitasi ekonomi
ter­­hadap petani miskin makin meningkat kala itu. Para tuan
ta­nah partikelir dianggap sangat menghisap petani.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 27


Beberapa pemberontakan petani muncul sebelum dan se­
su­­dah dekade 1890, seperti pemberontakan Entong Endut
(1916), pemberontakan di Slipi (1913), pemberontakan di
Tangerang (1924) dan pemberontakan di Tengerang (1869).
Se­ mua pemberontakan ini melibatkan para petani miskin
yang muak dengan tuan tanah partikelir (swasta). Sistem
yang diberlakukan oleh pemrintah kolonial sendiri sangatlah
meng­un­tungkan para tuan tanah saja.1
Di tanah Betawi, yang kini bernama Jakarta, ada kisah
pem­­­be­rontakan yang melegenda. Kisah tentang jago silat
Betawi bernama Pitung. Pitung tidak mengobarkan pembe­
ron­­takan seperti Entong Endut di Tanjung Oost, tahun
1916. Pitng juga tidak bisa dibandingkan dengan Pangeran
Diponegoro yang berhasil mengobarkan Perang Jawa (1825-
1830), karena Pitung bukan dari kalangan bangsawan tinggi
yang berpengaruh. Pitung hanya melakukan apa yang dia bi­sa
la­kukan untuk menolong orang miskin dan memberikan per­
la­­wan­annya terhadap pemerintah kolonial.
Pitung hanya melakukan penggarongan terhadap tuan ta­nah
partikelir yang memang kaya. Hasil jarahan itu lalu di­ba­gi­kan
pada orang miskin yang membutuhkan. Aksinya tentu me­­­rusak
wibawa pemerintah kolonial. Dimana kemudian po­lisi kolonial
pun memburu si Pitung. Tidak mudah ba­gi polisi kolonial mem­
buru Pitung. Para polisi kolonial itu harus me­ma­suki kampung-
kam­pung yang umumnya me­na­ruh simpati besar pada Pitung.
Polisi kolonial tentu saja me­nya­ma­kan Pitung dengan penjahat
biadab, namun rakyat miskin yang di­tolong Pitung tentu saja
menganggap Pitung sebagai pah­lawan mereka.

Jakarta Kota Juang, Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI
1

Jakarta, 2003, hlm. 49-59.

28 ~ PAR A JAGOAN
Suatu hari, seorang remaja yang berusia sekitar 16-17 ta­
hun, oleh ayahnya, disuruh menjual kambing ke Pasar Tanah
Abang, Jakarta Pusat. Dari kediamannya di Rawa Belong,
pe­muda itu membawa lima ekor kambing naik ge­ ro­
bak.
Ketika kambing dagangannya habis terjual dan hendak pu­
lang, pemuda itu dibegal oleh beberapa penjahat pasar. Mulai
saat itu, dia tidak berani pulang ke rumah. Dia tidur di lang­
gar dan kadang-kadang di kediaman gurunya H Naipan. Ini
sesuai dengan tekadnya tidak akan pulang sebelum berhasil
menemukan hasil jualan kambing. Dia merasa ber­sa­lah kepada
orangtuanya. Dengan tekadnya itu, dia makin mem­perdalam
ilmu maen pukulan dan ilmu tarekat. Ilmu puku­lannya bernama
aliran syahbandar. Pelan-pelan ilmu sil­at­nya maju dan tibalah
hari perhitungan dengan para begal di Tanah Abang.
Suatu hari para begal itu pun didatangi dan perhitungan
d­ibuat. Setelah para begal itu kalah, maka timbul persahabatan
an­tara pemuda itu dengan para begal yang membegal uang
hasil julan kambingnya. Mereka terus bersahabat menjelang
pemuda itu akhirnya tertembus peluru polisi kolonial. Dialah
Pitung.
Pitung adalah seorang pemuda yang soleh dari Rawa
Belong. Rajin belajar mengaji pada Haji Naipin, seorang tokoh
aga­­ma yang berpengaruh tentunya. Selain belajar mengaji,
Pitung juga berlatih ilmu silat. Setelah latihan bertahun-ta­
hun, tentu saja kemampuannya menguasai ilmu agama dan
bela diri makin meningkat saja.
Sebagai pemuda normal di zaman itu, Pitung tentu saja
meli­ hat betapa berkuasanya pemerintah kolonial Hindia
Belanda sedang menguasai tanah Betawi. Sehari-hari, pen­
de­ri­taan rakyat miskin adalah pemandangan yang sering di­li­
DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 29
hatnya. Pitung pun merasa iba menyaksikan penderitaan yang
dialami oleh rakyat kecil.
Sementara itu, orang-orang Belanda—yang menjadi pega­
wai pemerintah kolonial—di Betawi, sekelompok Tauke dan
para Tuan tanah hidup dalam gelimang kemewahan. Rumah
dan ladang para Tauke dan para Tuan tanah itu, tentusaja
dijaga oleh para centeng (istilah untuk tukang pukul yang juga
jago silat) yang galak.
Kemuakan Pitung, pada suatu hari, pun berubah menjadi
bibit-bibit pemberontakan. Dengan dibantu oleh teman-
teman­nya Rais dan Jii, Si Pitung mulai merencanakan pe­ram­
pokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya.
Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di
de­pan rumah keluarga yang kelaparan diletakkannya sepikul
beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya
san­­tunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju
dan hadiah lainnya.
sipitungputrabetawi.blogspot.com

Sosok Pitung yang dihidupkan


Dicky Zulkarnaen
dalam perfilman Indonesia.

30 ~ PAR A JAGOAN
Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya itu tentusaja
dika­­renakan dua hal. Pertama, ia memiliki ilmu silat yang
tinggi serta dikabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, ti­
dak seorang pun mau menceritakan dimana si Pitung berada
ketika ada polisi yang mencari. Meski demikian, orang-orang
kaya, korban perampokan Pitung dan kawan itu, bersama po­
li­si kolonial di Betawi selalu berusaha membujuk orang-orang
untuk membuka mulut.
Polisi kolonial juga menggunakan jalan kekerasan untuk
me­­maksa penduduk memberi keterangannya tentang kebe­
ra­daan Pitung. Pada suatu hari, polisi kolonial dan tuan-tuan
ta­ nah kaya berhasil mendapat informasi tentang keluarga
Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya
dan Haji Naipin, gurunya.
Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan
in­formasi tentang dimana Si Pitung berada dan rahasia ke­ke­
balan tubuhnya. Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni
pun menyergap Pitung. Tentu saja Pitung dan kawan-ka­wan­
nya melawan. Namun malangnya, informasi tentang rahasia
ke­kebalan tubuh Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-
telur busuk dan ditembak. Ia pun tewas seketika.2
Menurut Alwi Shihab, tokoh budaya Jakarta, kematian
Pitung yang diperkirakan terjadi pada Oktober 1893. Pitung
te­was oleh terjangan peluru emas dari serombongan polisi ko­
lo­nial pimpinan Schout Hinne, yang memang selalu mem­bu­
runya.3
Rahmat Ali, Cerita Rakyat Betawi 1, Jakarta: PT. Grasindo, 1993, hlm. 1-7.
2

Lihat film Si Pitung (Produksi: Dewi Film, Sutradara: Nawi Ismail, 1970) dan Ban-
3

teng Betawi (Produksi: Dewi Film, Sutradara: Nawi Ismail,1971): J.B Kristanto,
Katalog Film Indonesia (1926-2005), Jakarta, Nalar & Fakultas Film dan Televisi
IKJ, 2005, hlm. 78-80.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 31


Kehebatan Pitung, tentu saja, menjadi simbol kepah­ la­
wan­an rakyat Betawi. Pitung tentu saja bahan cerita lenong
(ke­­senian rakyat Betawi) yang cukup menarik rakyat Betawi.
Ke­tika film Indonesia mulai berjaya di tahun 1970an, kisah
ke­­pahlawanan Pitung pun diangkat ke layar lebar. Hasilnya
tidaklah memalukan. Nama Pitung bertambah harum dan
kesohor di Indonesia.
Dicky Zulkarnaen adalah pemeran Pitung dalam beberapa
film tentang Pitung. Mulai dari Si Pitung (Produksi: Dewi
Film, Sutradara: Nawi Ismail,tahun 1970); Banteng Betawi
(Produksi: Dewi Film, Sutradara: Nawi Ismail, tahun 1971)
hingga Si Pitung Beraksi Kembali (Produksi: Dipa Jaya Film,
Sutradara: Lie Soen Bok, tahun: 1981). Dua film pertama
menyajikan Pitung seacara realistis.
Sementara, film terakhir menyajikan Pitung yang hidup
kem­bali. Berkat Pitung, Dicky Zulkarnaen, yang cocok dengan
peran jagoan, akhirnya bermain lagi dalam film Si Ronda
Macan Betawi. Dimana sosok Ronda, yang diperankan Dicky,
mi­rip dengan sosok Pitung. Sama-sama jago silat dan tukang
rampok orang kaya untuk membantu orang-orang miskin.
Cerita tentang Cerita tentang Ronda juga diilhami dari lenong,
seperti juga Si Pitung.4
Sebagai cerita rakyat, baik Pitung maupun Ronda, tentusaja
ber­campur mitos, yang kadang berlebihan. Dimana kemudian
ada beberapa versi cerita tentang Pitung. Meski begitu, tetap
saja tokoh-tokoh tadi bisa dijadikan cermin pemberontakan
rak­yat yang tertindas. Dimana jago silat muncul sebagai pem­
be­la rakyat miskin.

JB. Kristanto, op. cit., hlm. 78-80, 182, & 224.


4

32 ~ PAR A JAGOAN
TOLLOPERAMPOK
PEMBERONTAK
Tidak ada kekuasaan asing yang bisa
berkuasa dengan tenang di Sulawesi
Selatan. Perlawanan Tollo adalah salah
satu masalah besar bagi Pemerintah
Kolonial di Sulawesi Selatan.

P emberontakan setelah kekalahan Sultan Hasanudin


oleh VOC—yang dipimpin Laksamana Speelman—
da­lam perjanjian Bongaya tidak membuat per­go­la­
kan di Sulawesi Selatan berhenti. Ditahun 1824, ketika per­jan­
jian Bongaya diperbaharui, bebebrapa bangsawan beron­tak
bersama pasukan rakyatnya. Hingga awal abad XX, pembe­ron­
takan bersifat fisik masih terjadi di Sulawesi Selatan. Berontak
menjadi suatu keharusan bagi para bangsawan yang terusik
oleh kekuasaan pemerintah kolonial di Sulawesi Selatan.
Ditahun 1915, gerombolan perampok pimpinan I Tollo, de­
ngan bantuan terselubung para bangsawan Gowa bergerak.

34 ~ PAR A JAGOAN
Pemerintah kolonial setempat lalu kerepotan lagi hingga mi­
liter pun dikerahkan. Gerakan Tollo adalah aksi balas dendam
se­kaligus aksi politis kaum bangsawan yang hanya pentingkan
ke­kuasaan dan prestisenya dalam masrakat agar terus terjaga.
Bulan Mei 1915, sejumlah bangsawan Gowa seperti
Karaeng Barombong dan Karaeng Batupute menjumpai Tollo,
seo­rang kepala perampok yang cukup disegani dan banyak
pe­ngi­kutnya. Pada Tollo, para bangsawan Gowa itu bersedia
mem­berikan senjata beserta amunisinya kepada gerombolan
Tollo, untuk melawan.
Para bangsawan, yang dendam pada pemerintah kolonial
Belanda itu juga berusaha mendorong gerombolan Tollo un­
tuk melakukan pemberontakan pada peperintah kolonial. I
Tollo juga diingatkan oleh bangsawan itu tentang kematian
Macan Daeng Brani, kawan I Tollo, yang tewas oleh peluru
pa­sukan pemerintah pada 19 Oktober 1914. Dimana Macan
Daeng Brani dituduh sebagai pemberontak oleh pemerintah
kolonial.
Aksi perampokan yang dipeloporiTollo semakin meningkat
sejak bulan April. Aksinya tentu semakin mengkhawatirkan
pe­me­rintah kolonial. Takalar adalah daerah paling ramai de­n­
gan aksi perampokan itu. Tanggal 15 Juni 1915, Tollo me­nga­
dakan rapat untuk mengatur penyerangan terhadap kedu­du­
kan pemeritah kolonial. Mata-mata pemerintah kolonial yang
mengetahui rencana penyerangan itu segera melapornya pa­
da Controleur (pengawas daerah) Takalar. Mengetahui hal
rencana penyerangan ini, controleur langsung mengirim pa­
su­kan kepolisian untuk menyelidiki hal tersebut.
Pasukan polisi itu rupanya dihadang di jalan oleh para pe­
ram­pok dalam jumlah besar. Diantaranya, pasukan peram­pok
DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 35
itu, bersenjata senapan. Tugas para polisi itupun tidak ter­lak­
sa­na. Sementara itu, pasukan perampok semakin membuat
pe­ja­bat lokal kalang-kabut. Dimana pemerintah daerah itu lalu
ber­usaha mendatangkan pasukan bersenjata. Pasukan ber­
se­n­jata dari Makassar seperti pasukan infanteri dan Provost
pun lalu dierahkan untuk berjaga bila pecah pemberontakan.
Se­lanjutnya pemerintah kolonial dengandibantu pasukan ber­
sen­jata terus mengawasi dan menangkapi pemimpin pem­be­
ron­tak melalui mata-mata.
Tanggal 15 Juli 1915, Karaeng Mappanyuki, Karaeng
Bontonompo, Karaeng Bontolangkasa, Karaeng Lengkese,
Karaeng Batupute, dan Karaeng Barombong datang me­
nyam­paikan rasa kegetiran mereka kepada H. van der Wal,
controleur (pengawas) Gowa bagian Barat. Para bangsawan
Makassar itu menyatakan kesediaan untuk membantu meng­
akhiri tindakan perampokan yang tengah terjadi. Di antara
ke­ lom­pok bangsawan itu, nampak Karaeng Batupute dan
Karaeng Barombong nampak melakukan tipu muslihat. Dua
bang­sawan tadi sesungguhnya telah mendalangi, mendorong,
men­dukung dan memberikan bantuan kepada Tollo untuk
me­ lak­
sanakan perlawanan kepada pemerintah kolonial di
Sulawesi Selatan.
Tanggal 23 Juli 1915 sebanyak delapan kompi pasukan mi­
li­ter bantuan dari Jawa tiba di Makassar. Coenen langsung
me­me­rintahkan untuk menunjukkan kekuatan militer di dae­
rah-daerah yang rawan terjadi pemberontakan. Perintah ini
ter­kait pendapat Coenen yang mengatakan rakyat di daerah
ter­sebut akan patuh apabila diperintahkan dengan tangan be­
si dan menunjukkan kekuatan militer. Dalam hubungan inilah
Coenen menyatakan bahwa situasi keamanan di daerah itu
36 ~ PAR A JAGOAN
baru dapat dikuasai setelah bantuan pasukan militer tiba da­
ri Jawa. Pendapat Coenen ini dibantah oleh Heyting. Heyting
ber­anggapan bahwa gerakan perlawanan mencapai pun­
cak­­nya tanggal 19 Juni 1915, setelah berangsur-angsur reda.
Ber­­kat kegiatan pemerintah meningkatkan pengawasan ke­
amanan dan menawan para pemimpin gerakan.1
Pada 25 Juli 1915, keadaan di Makassar semakin buruk,
orang yang melakukan perlawanan semakin besar jumlahnya.
Jalan-jalan telah ditutup dengan palang kayu. Sementara itu,
di daerah Luwu serombongan patroli yang sedang mencari
seo­rang mandor yang hilang juga ikut hilang. Kabar terakhir
Pemerintah Daerah Sulawesi sedang mengerahkan pasukan di
Sulawesi Selatan. Wilayah Paloppo dinyatakan sebagai wila­
yah paling berbahaya.2 Hal ini semakin merepotkan pe­me­
rintah kolonial di Sulawesi Selatan. Karena focus mereka atas
ge­rakan Tollo terganggu.
Kondisi yang kacau itu membuat Coenen selaku Komandan
mi­liter di Celebes dan Manado, yang juga anggota Raad van
Justitie (Pengadilan tinggi) bersama Gubernur Celebes,
Assisten Residen Makassar, dan opsir-opsir Lalitan pergi ke
Gowa.3 Tanggal 26 Juli 1915, Coenen memimpin pertemuan
yang dihadiri para pejabat dan bangsawan Sungguminasa.
Per­te­muan ini diselenggarakan guna membahas gerakan
yang dilakukan di Sungguminasa maupun yang dilakukan di
Takalar. Dalam pertemuan dihadiri beberapa bangsawan tinggi
Kerajaan Gowa, antara lain Karaeng Mappanyuki, Karaeng
Bontonompo dan Karaeng Mandalle. Dalam pertemuan itu,
1
Ibid., hlm. 169-173
2
Pembrita Betawi, 30 Juli 1915
3
Oetoesan Hindia, 27 Juli 1915

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 37


ber­bag­ ai kritik, penjelasan dan saran diberikan oleh para
bang­sawan yang hadir itu menyangkut keadaan waktu itu.
Mereka menyatakan kegiatan pemerintah sesungguhnya
telah menambah kedengkian, bukan hanya karena tidak mem­
be­rikan bantuan tetapi juga sama sekali tidak menghiraukan
dan bahkan berpura-pura tidak tahu terhadap para pejabat
dan orang-orang yang mengancam keamanan pribadi-pribadi
dan barang dan bahkan pengaduan yang amat berbahaya
terha­dap paksaan.
Upaya pasukan militer untuk menghancurkan gerakan
Tollo tidak berhasil. Meski begitu aksi perampokan yang sebe­
lum­nya meningkat perlahan berkurang. Kesulitan pemerintah
kolo­nial setempat mengakhiri pemberontakan Tollo membuat
pemerintah setempat menerima bantuan dari Karaeng
Kabalokang, Karaeng Lengkese dan Karaeng Mappaunyuki.
Pada mereka, pemerintah setempat memberi izin untuk me­la­
kukan pengejaran pada gerombolan Tollo. Upaya para bang­
sa­wan ini berhasil mengakhiri perlawanan gerakan Tollo. Di­
ma­na dua pengikut Tollo, Rajamang dan Raja-raja berhasil
di­ser­gap pada 17 November 1915 di kampung Kalanipa.4
Setelah gerakan Tollo berhasil ditumpas, maka Coenen
mem­­buat laporan penelitiannya tentang pemberontakan. Di­
ma­­na kematian Macan Daeng Brani adalah penyebab lang­
sung ter­ jadinya pemberontakan oleh Tollo. Coenen juga
mem­berikan masukan bahwa pengurangan pasukan militer di
dae­rah itu semakin memberi ruang bagi munculnya pem­be­­
ron­takan di daerah itu. Jadi, keberadaan pasukan militer bisa
men­jadi ukuran kekuasaan. Pemerintah kolonial di Sulawesi
Selatan harus menggunakan senjata karena penghor­matan
Edward L. Poelinggomang, op. cit., hlm. 171-172
4

38 ~ PAR A JAGOAN
hanya diperuntukan bagi yang terkuat. Coenen pun me­nya­
lahkan pemerintah karena pengurangan pasukan militer.
Pemberontakan Tollo yang melibatkan sekelompok bang­
sa­wan jelas membuat Coenen berpendapat bahwa gerakan
pem­ berontakan yang terjadi sebagai gerakan politis para
bangsawan itu., disamping sebagai gerakan balas dendam dari
I Tollo sendiri. Kaum bangsawan, menurut Coenen, jelas tidak
ingin kehilangan kehormatan dan kekuasaannya.5

Ibid., hlm. 173-174.


5

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 39


si ENTONG
ENDUT
Entong Endut adalah pahlawan Betawi lain
selain Pitung. Dia bergerak melawan Tuan
tanah tanah kulit putih di tanjung Oost,
selatan kota Batavia.

ersebutlah seorang tuan tanah bernama Ament. Dari


na­manya, sedikit menjalaskan jika dia bukan pribumi.
Dia rang kulit putih. Tanahnya meliputi beberapa kam­
pung petani. Dimana banyak penduduk menjadi penggrap
tanah­nya. Ament hidup diantara petani-petani yang selalu
dika­lahkan dan harus menderita keadaan.
Masalah petani pun bertambah dengan keluarnya peraturan
ba­ru hutang 1912. Dimana para tuan tanah mempunyai hak un­
tuk mengajukan para petani penggarap ke muka Landraad (pe­
nga­dilan rendah). Pemerintah kolonial mempermudah ke­hi­dupan
tuan tanah dan semakin mempersulit lagi kehidupan para petani.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 41


Dalam setahun setelah keluarnya peraturan pemerintah
ko­lonial itu, sekitar 2.000 petani diseret ke muka Landraad
Mr Cornelis (Jatinegara), Jakarta Timur, oleh para tuan tanah.
Ala­sannya tak lain adalah hutang para petani itu. Para petani
itu diseret ke muka Landraad karena lalai mebayar hutang
para tuan tanah yang tetapkan sewa tanah dan pekarangan
tinggi itu. selain sewa tanah dan pekarangan, para petani juga
dibe­bani cuke atau kontingenten (serah panen)dan tebusan
kom­penian.
Di tahun 1914 dan 1915, sekitar 300 hingga 500 petani di­
ajukan lagi ke Landraad Mr Cornelis. Mereka yang dinyatakan
ber­salah oleh Landraad, biasanya dikenakan sangsi penyitaan
ru­mah milik si terhutang. Sebagai ujud penebusan hutangnya
pa­da tuan tanah. Petani yang terlilit hutang dan benci dengan
kea­daan, biasanya memilih membakar rumahnya daripada
me­nye­rahkannya sebagai pengganti utang.1
Awal 1916, empat tahun setelah Peraturan Hutang dike­
luarkan, keresahan di masyarakat karena hutang makin me­
ning­kat. Ketika itu seorang petani bernama Taba, penduduk
kam­pung Batu Ampar, diajukan ke Landraad Mr Cornelis dan
di­vonis bersalah oleh hakim.
Rumah Taba rencananya disita dan dijual hanya dengan
se­harga f 4.50 sebagai pengganti hutang. Berita vonis Taba ta­
di menghebohkan penduduk Tanjung Oost—yang tidak suka
de­ngan adanya sangsi pada Taba. Ketika para petugas datang
me­nyita dan menjual rumah Taba, banyak penduduk sekitar
ru­­mah Taba berkumpul. Mereka berusaha menghalangi pa­ra
pe­gawai yang akan melakukan penyitaan rumah Taba. Para

Jakarta Kota Juang, Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI
1

Jakarta, 2003, hlm. 57-58.

42 ~ PAR A JAGOAN
petugas itu dianggap sebagai pembela kepentingan ka­ um
Eropa kaya. Karena tidak ada pemimpin dalam aksi peng­ha­la­
ngan yang spontanitas itu maka kontak fisik rakyat kampung
de­ngan pegawai kolonial itu tidak terjadi.
Keresahan semakin meningkat. Sejak 1913, setahun sete­
lah keluarnya Peraturan Hutang, keresahan sudah di­mu­lai
melanda masyrakat kampung-kampung milik tuan ta­ nah.
Hingga 1916 belum ada ujud nyata dari kegelisahan ma­sya­ra­
kat kampung. Mereka seperti bertahan atas tekanan yang di­
a­kibatkan peraturan pemerintah kolonial itu, meski gelisah.
Awal tahun 1916, kegelisahan mulai meningkat tajam. Bibit
per­la­wanan pun terorganisir dan mulai memimpin pimpinan.
Kaum jawara—istilah pendekar yang ahli beladiri—tampil
se­bagai pimpinan dalam keresahan tadi. Kaum jawara ini
dipimpin oleh Entong Endut yang dibantu Maliki, Modin ber­
sa­ma delapan orang lainnya. Ahli beladiri dan pengikut lainya
to­tal berjumlah 400 orang kerap berkumpul di rumah Entong
Endut sang pemimpin.2
Kelompok Entong Endut ini didukung banyak orang seperti
to­koh masyarakat pribumi seperti Haji Amat Awab, Said
Keramat dan Dullah. Beberapa orang pedagang Arab seperti
Said Taba bin Ahmad Al Hadat, Said Muchsin bin Ahmad
Alatas dan Umar Said bin Alaydrus ikut menjadi pendukung
ge­rakan. Mereka berasal dari Cililitan dan Cawang.
Dunia persilatan pribumi, dimana Entong Endut juga
men­jadi orang berpengaruh, tidak menutup mata dengan ke­
re­sahan social yang terjadi di sekitarnya. Mereka pastinya ke­
rap mendengar adanya sita tanah oleh pegawai kolonial yang
ke­rap hanya untungkan para tuan tanah semata.
Ibid., hlm. 58.
2

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 43


Hutang petani harus dibayar dengan rumah petani yang
di­har­gai begitu murah. Dimana rumah itu lalu hanya bisa
dibe­ li oleh tuan tanah dengan harga murah. Hingga tuan
tanah semakin kaya dan semakin sering berpesta pora di ru­
mah­nya yang besar. Pesta-pesta yang diadakan tuan tanah
itu juga biasanya dalam rangka untuk menghibur para petani
yang diperasnya agar tidak terjadi keresahan dan kerusuhan
di­an­tara mereka.
Rakyat sengsara yang kerap dihisap dan ditipu para tuan
ta­nah itu pun habis kesabarannya. Kemuakan itu lalu berubah
men­jadi rasa untuk melawan para tuan tanah. Dimana Entong
Endut, sang pemimpin rakyat yang peduli atas nasibmereka
itu pun didaulat sebagai Imam Mahdi.3
Tanggal 5 April 1916, di rumah Lady Rallinson—pemilik ta­
nah partikelir di Cililitan Besar—diadakan pertunjukan topeng.
Ament, tuan tanah dri Tanjung Oost berniat mengunjungi
aca­­ra itu. Dengan mobil, Ament mendatangi rumah Rallinson
untuk melihat pertunjukan topeng itu. Dalam perjalanan,
mobil yang membawa Ament dilempari batu.
Menjelang tengah malam, rumah Rallinson, diserbu peng­
ikut Entong Endut—dengan Entong Endut sebagai pe­mim­pin.
Entong Endut dan pengikutnya membubarkan kera­ maian
itu. Entong Endut dan pengikutnya dalam pembubaran pes­
ta itu tidak melakukan kekerasan pada orang-orang yang ikut
pesta—yang pastinya orang-orang Eropa Kristen yang berbeda
pa­ham dengan kaum penyerbu.
Rallinson, sebagai tuan rumah dalam pesta itu, rupanya
ti­dak terima atas kejadian itu. Dirinya pasti merasa harus
Jakarta Kota Juang, op. cit. hlm. 58: Marwati Djuned Poesponegoro & Nugroho
3

Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia IV, Sejarah Nasional Indonesia IV,


Jakarta, Balai Pustaka, 1975, hlm. 295-296.

44 ~ PAR A JAGOAN
menanggung malu karena pestanya tidak sempurna dihadapan
para tuan tanah lainnya. Rallinson lalu melapor pada pihak
ber­wajib. Dimana Asisten Wedana dan Mantri Polisi lalu me­
mang­gil Entong Endut. Untuk mempertanggungjawabkan
per­buatannya pada pesta di rumah Rallinson. Tanpa diduga,
Entong Endut dan pengikutnya menyiapkan kejutan. Ketika
Asisten Wedana dan Mantri Polisi tiba ditempat Entong
Endut. Dimana banyak pengikut Entong Endut yang tunduk
pa­da Entong Endut membawa senjata tajam yang tentunya
mem­buat dua utusan pemerintah kolonial itu ketakutan.
Dua utusan itu menyampaikan bahwa Entong Endut ha­
rus melapor ke kantor Wedana. Hal ini ditolak Entong Endut.,
karena dia mendengar adanya perjudian di rumah Rallinson
ketika pesta berlangsung dan dirinya merasa harus mem­bu­
bar­kan perjudian itu bersama pengikutnya. Dua utusan yang
ka­lah kuat itu lalu mudur.
Beberapa hari kemudian, sekitar tanggal 9 dan 10 April
1916, dua utusan itu datang lagi. Kali ini dengan sejumlah
opas (petugas) untuk menangkap Entong Endut—yang di­ang­
gap berani melawan hukum kolonial. Orang-orang suruhan
pe­merintah yang menunggu di luar rumah Entong Endut itu
lalu melihat Entong Endut keluar dengan membawa sebilah
ke­ris dan bendera merah dengan gambar bintang sabit yang
di­anggap keramat, serta benda panjang dibungkus kain putih.
Pada mereka, Entong Endut lalu berseru bahwa dirinya ada­
lah raja yan tidak akan tunduk pada siapa pun, termasuk pe­
me­rin­tah kolonial.
Setelah itu, disekitar rumah Entong endut bermuculan pe­
ng­ikut Entong Endut. Mereka lalu menangkap Wedana yang
ada da­lam rombongan orang-orang suruhan pemerintah itu.
DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 45
Pada wedana itu Entong Endut menjelaskan bahwa tinda­kan­
nya beserta pengikutnya tidak lain karena penderitaan petani
yang disita rumahnya.
Tidak lama kemudian, Asisten Wedana menyusul wa­dana­
nya sudah ditahan Entong Endut. Dalam rombongan ini ter­
da­pat pasukan polisi bersenjata. Terjadilah pertempuran di
tem­pat itu. Dalam pertempuran itu Entong Endut tertembak
dan tewas. Selanjutnya para pengikut Entong Endut melarikan
di­ri begitu tahu pimpinannya, Entong Endut, tewas. Gerakan
Entong Endut ini terkesan berbau Sarekat Islam karena ben­
dera merahnya. Hingga gerakan ini dianggap politis. Kemis­ki­
nan adalah tema yang diangkat dalam perlawanan ini.4

Jakarta Kota Juang, op. cit., hlm. 59: Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional
4

Indonesia IV, Jakarta, Balai Pustaka, 1975, hlm. 297.

46 ~ PAR A JAGOAN
van SENEN PIE’I
BANG
Meski dianggap butahuruf, namun berkat
keberanian, jasa dan pengaruhnya, bang Pie’i
menjadi orang berkuasa dan jadi Menteri
dimasa Sukarno. Dia salah satu pelaku sejarah
Jakarta yang ikut mendirikan Republik.

ia terlahir sebagai Imam Syafei lahir Agustus


1923, di Kampung Bangka, Kebayoran baru.
Syafei sudah berkegiatan di Senen sebelum pen­
du­­dukan Jepang. Ia berasal dari keluarga sederhana dan na­
sio­nalis. Mendirikan perkumpulan, Kumpulan 4 sen—dimana
dia mengumpulkan para rakyat kecil seperti pedagang kecil,
pe­­da­gang sayur, pedagang asongan, pedagang kali lima, sais
andong, tukang becak, kuli angkut dsb. Perkumpulan ini me­
ngadakan iuran, yang didigunakan untuk membantu pa­ra be­
gundal sekiar senen agar tidak membuat onar bagi pa­ra pe­

48 ~ PAR A JAGOAN
da­gang. Imam Syafei pernah menghuni LOG, sebuah penjara
khusus untuk anak-anak nakal pada masa Hindia Belanda.1
Syafei sudah anti Belanda sejak dia bermukim di Senen.
Dia pernah dipenjara oleh pemerintah kolonial karena pen­
cu­rian. Syafei semula adalah pencuri di pasar sayur Senen. Ia
beroleh kekuasaan di Senen setelah membunuh jagoan Senen,
Muhayar—yang berasal dari Bogor. Syafei yang bertubuh pen­
dek harus naik lapak sayur untuk bisa menusuk pisau ke perut
Muhayar. Hingga dirinya mengendalikan pasar Senen dan se­
ki­tarnya. Dirinya pun kesohor sebagai Preman teresar di zaman
itu. menurutHusni, bekas anak buah syafei, ”kalau orang me­
nguasai Senen, dia juga menguasai sekitarnya.” Selama pen­du­
du­kan Jepang, Syafei dan organisasinya membantu keluarga
kor­ban romusya. Syafei sempat ditangkap, namun berhasil
me­la­rikan diri ketika terjadi kebakaran. Kemudian tertangkap
lagi dan dipenjara ke Ambarawa, namun dia berhasil kabur
lagi.2
Seperti oran Indonesia lain, dimasa revolusi kemerdekaan
Indonesia, Imam Syafei dan kawan-kawannya pun terjebak
da­lam revolusi. Dengan ikhlas mereka membela Merah Putih.
Sejak Juni 1945, dia membentuk Oesaha Pemoeda Indonesia
yang kemudian berhasil menculik serdadu-serdadu Jepang.
Syafei juga memimpin sebuah laskar yang merupakan bagian
da­ri Barisan bambu runcing—yang aktif dalam pertempuran
melawan sekutu-Belanda diakhir tahun 1945. Ada kisah yang
me­nye­butkan bahwa Syafei pernah mengejar jip tentara
Belanda dengankuda putihnya. Ia lalu meninggalkan Jakarta,

Abdul Haris Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas jlid 4 (Masa Pancaroba Kedua),
1

Jakarta, Gunung Agung, 1984, hlm. 395.


Jerome Tadie, Les territories de la violence a Jakarta, ab. Wilayah Kekerasan
2

Jakarta, Masup Jakarta, 2009, hlm. 237.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 49


untuk memimpin mundur pasukannya dan berjanji akan kem­
bali ke Jakarta. April 1946, dirinya masuk TNI karena las­kar-
laskar telah identik dengan ekstrimis. Syafei merasa bah­wa
perannya adalah sah dan terhormat hingga ia memiliki pang­
kat resmi. Ketika ada konflik antara laskar dengan TNI, Imam
Syafei berhasil meyakinkan sebagian laskar untuk bergabung
de­ngan TNI dan membentuk sebuah resimen Perjuangan yang
ter­diri dari para penduri dan pencopet sebagai anggotanya.
Tahun 1948, ketika terjadi Madiun Affair, Imam Syafei dan
pasukannya terlibat dalam operasi penumpasan para pem­
berontak yang identik dengan PKI itu. Syafei terkenal militan
dan tidak takut mati. Pasca agresi Militer Belanda II, Syafei
me­mim­pin gerilya dari Karawang ke Jakarta. Imam syafei
yang buta huruf masih menjadi anggota TNI dengan pangkat
Kapten dan menjabat komandan batalyon. konon, karena buta
huruf itu pula dia tidak menyandang pangkat Mayor sela­ku
komandan Batalyon, hingga pangkatnya setingkat lebih ren­
dah daripada komandna batalyon pada umumnya. 3
Revolusi Indonesia melahirkan banyak militer, yang ke­mu­
dian disia-siakan oleh pemerintah. terbatasnya sumber eko­
no­mi yang mereka peroleh menjebak mereka masuk dalam
pe­rangkap dunia hitam. dunia yang kadang bisa menjadi la­
han berguna bagi para bekas pejuang yang biasa hidup de­
ngan desingan peluru. Mereka terbiasa hidupkeras bahkan
ti­dak jarang diantara mereka yang masih memegang senjata
wa­risan revolusi kemerdekaan RI.
Setelah KMB, sejumlah organisasi preman mengendalikan
kot­a. awal tahun 1950an, Cobra didirikan Imam Syafei, yang bi­sa
disebut pahlawan perang yang memulai hidup baru pasca perang.
Ibid, hlm. 238.
3

50 ~ PAR A JAGOAN
Dia (Imam Syafei) kembali ke Senen. teman-teman pada
da­­tang. ”Gimana kita nggak dikerjakan.” Muncul ide: tolong
diko­­ordinir. Akhirnya dikordinir oleh Imam Syafei, dibuatkan
se­­buah organisasi barisan keamanan atau kelompok kea­ma­
nan kampung yang namanya Cobra. teman-teman bekas se­
per­juangan ini akhirnya direkrut, jadi anggota Cobra. (pe­nga­
kuan Husni)4
Cobra dianggap oleh sebagian pihak dari akronim Korps
bam­bu Runcing. Kelompok ini lahir untuk mengawasi suatu
wi­la­yah, juga lahan kerja untuk kaum veteran. Seolah ada ke­
wa­jiban bagi Imam Syafei cs. Dimana Syafei berharap agar ka­
wan-kawan seperjuangannya tidak jadi penjahat. Organisasi
macam ini bukan hal baru bagi syafei, mirip dengan Kumpulan
4 Sen. Cobra berhasil menghimpun jagoan-jagoan Jakarta
di Tanah abang, pasar rebo, Jembatan Lima (barat Glodok),
Meester Cornelis (Jatinegara) sampai kebayoran lama. setiap
ke­ca­matan terdapat anggota geng cobra. geng cobra kerap
men­dapat perlawanan dari geng lain.
Anggota Cobra adalah sebagian besar adalah orang-orang
Betawi, namun ada juga orang Batak, Ambon dan Makassar dsb.
ang­gota kesohor adalah Mat Bendot yan kerap menunggang
ku­da dan memegang cemeti ekor ikan pari. Ia mengendalikan
ta­nah tinggi. Ia menjadi penyedia perlengkapan preman. cek
dien, preman asalah Palembang, membuka bisnis kasino di
rumahnya. mereka adalah kepala kelompok—yang biasa me­la­
porkan diri ke Senen sebagai markas besar Cobra. ada hu­kum­
an bagi anggota yang bersalah dengan cabukan ekor ikan pari.
Organisasi ini menjadi dekat dengan aparat angkatan ber­
sen­jata, karena Imam Syafei sebagai boss besar adalah kapten
Ibid, hlm. 241.
4

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 51


TNI. Syafei disegani karena ia jagoan yang nekad dan ia ber­
sen­jata api. pendapatannya berasal dari upeti pertokoan milik
orang Tionghoa yang ada stiker ular kobra berdiri. selain itu,
perjudian dan kasino menjadi pemasukan syafei.5
Dia kerap bekerjasam dengan orang China yag buka ka­sino
di Glodok, senen dan jatinegara. Tahun 1959, Cobra bubar
ka­rena permintaan Komando Militer jakarta setelah adanya
per­saingan dengan kelompok lain, seperti Ular Belang. Meski
cobra bubar, syafei tetap memiliki pamor. dia masih menjadi
per­wira TNI.
Dia masih menjadi tokoh penting di Jakarta, karena mam­
pu menggerakan massa untuk berdemontrasi, mungkin juga
un­tuk berbuat rusuh. inilah yang membuat dirinya memiliki
po­sisi tawar dimata penguasa. dalam kabinet seratus menteri,
Syafei diangkat menjadi menteri Urusan Keamanan yang
mengurusi masalah keamanan Jakarta. jabatan itu dipangku
sejak 24 februari hingga 28 maret 1966.
Dia mendapat tugas menghamabt demonstrasi mahasiswa
ang­katan 1966—yang menuntut Soekarno turun. Syafei, yang
per­nah menumpas perlawanan PKI Madiun, lalu dituduh ko­
mu­­nis hingga dirinya ditangkap pada 18 Maret 1966. jelas dia
bu­kan komunis, karenanya dia dibebaskan beberapa bulan
ke­­mudian. menurut Misbach Yusra Biran, ”dia tidak tahu apa-
apa tentang politik. dia hanya setia pada Soekarno. 6
Data tentang Syafei susah dicari karena dia terlanjur dicap
ko­­munis. bekas anak buah syafei, Husni, mengaku pernah
mem­bakar dokumen tentang Syafei karena takut bermasalah
de­ngan orde baru, apalagi sampai dituduh subversif.7
5
Ibid, hlm. 243.
6
Ibid, hlm. 244.
7
Ibid, hlm. 236-237.

52 ~ PAR A JAGOAN
Jan
Rapar
Sosoknya Preman sekali. Dia seorang
revolusioner yang punya jasa Republik, namun
belakangan dia terlihat sebagai seorang
kontrarevolusioner.

erdasar pengakuan Vintje Sumual, Rapar adalah ba­


gian dari kelompomk Senen. Dia bagian dari ke­
lom­pok Preman pimpinan Imam Syafei alias bang
Pie’i. Mereka tergolong sebagai bagian dari kelompok yang
kemudian pro kemerdekaan Indonesia. Mereka dicap sebagai
bagian dari dunia hitam yang menguasai kawasan Senen.1
Di Senen, rapar bukan satu-satunya orang Menado-
Minahasa. Rapar adalah mantan KNIL. Di masa pendudukan
Jepang, Rapar sudah menjadi preman di Senen. Rapar dikenal
Lihat Laporan Djawatan Kepolisian Negara Bagian PAM kepada Presiden RI di
1

Yogyakarta, tanggal 21 Februari 1950.No. Polisi 278/A.R./PAM/DKN/50. (Koleksi


Arsip Nasional)

54 ~ PAR A JAGOAN
se­bagai manusia bersosok tinggi besar. Dengan berat badan
100 Kg. Postur yang baik untuk seorang preman. Dia dikenal
sosok tukang berkelahi. Dan seringkali terlibat perkelahian.
Jika sudah begini, Mr AA Maramis, seorang tokoh pergerakan
yang juga seorang advocate turun tangan. Dan orang Menado-
Minahasa yang ribut dan ditahan polisi itu pun bebas.2 Hu­
bu­ngan preman Indonesia dengan kaum pergerakan pun ter­
jalin. Meski hanya dalam batas tertentu.
Preman Menado Minahasa, di masa pendudukan Jepang,
biasa berhubungan dengan pemuda Menado-Minahasa di
Asrama Kaigun (Angkatan Laut Jepang) Gunung Sahari. Di
Angkatan laut Jepang, Laksamana Maeda, duduk sebagai wa­kil
Angkatan Laut di Jakarta. Jakarta sendiri adalah pusat Angkatan
Darat ke-16 yang menguasai Jawa.
Selama pendudukan Jepang, Maeda pernah mendirikan
Choku-eitai, semacam organisasi semi-militer dengan ber­ba­
gai macam fungsi seperti kontraintelejen, sabotase, dan peng­
in­taian. Guna menghadapi sekutu yang bisa mendarat kapan
saja ke Hindia Belanda. Beberapa anggota dari kelompok ini
ada­lah orang-orang Minahasa—yang direkrut di Jakarta kare­
na tidak bisa pulang ke kampungnya ketika Jepang mendarat.
Maeda diberi tugas oleh petinggi Angkatan Laut di Makassar
un­tuk mengawasi orang-orang Minahasa itu. Sebagian dian­
ta­ranya adalah mantan KNIL yang kehilangan pekerjaan dan
ter­pi­sah dari keluarganya. Organisasi ini terkesan seperti pe­
nga­wal Maeda.

2
Bert Supit & BE Matindas, Ventje Sumual: Menatap Hanya Ke Depan (Biografi
Seorang Patriot, Gembong Pemberontak), Jakarta, Bina Insani, 1998, hlm. 40-100.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 55


Di Jawa, pusat Angkatan Laut adalah di Jakarta dan
Surabaya, karenanya ketika KRIS berdiri, dua kota in menjadi
basis KRIS yang terkuat. Di Surabaya, organisasi ini terkesan
di­
kuasai orang-orang Menado saja dan memfokuskan diri
sebagai unit militer. Di Jakarta, KRIS tidak hanya kegiatan
mi­liter saja dan tidak hanya terdiri dari orang Menado saja,
tap banyak suku di Sulawesi. Di KRIS Jakarta, organisasi API
Sulaawesi pimpinan Jan Rapar. Dimana KRIS kemudian mem­
ba­ngun diri sebagai unit militer bersenjata yang berdisiplin
baik seperti tentara resmi.3
Sebagai bagian dari kelompok Senen, Rapar juga pen­
du­­kung Republik di kala Republik baru lahir. Para pemuda
Manado-Minahasa di Jakarta, baik yang biasanya bergiat
se­­ba­gai Preman Senen maupun pemuda penghuni Asrama
Kaigun Gunung Sahari, berada dibawah komando Rapar me­
ng­a­mankan proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan cara
me­reka. Mengamankan area sekitar Pegangsaan, dengan ber­
jaga. Menjaga kemungkinan gangguan Angkatan Darat yang
bi­
sa datang kapan saja. Angkatan darat dengan angkatan
Laut Jepang punya kedekatan dan pemikiran berbeda tentang
orang-orang Indonesia yang ingin merdeka.
Ketika Indonesia Merdeka, sebagian orang Menado-Minahasa
resah. Mereka, karena selama Kolonial Hindia Belanda berkuasa
di Indonesia, banyak orang Menado-Minahasa begitu dekat de­
ngan pemerintah colonial. Banyak di­an­tara mereka yang menjadi
pegawai pemerintah Kolonial. Juga menjadi serdadu pe­me­rintah
Kolonial KNIL. Kedekatan itu berdampak buruk ba­gi orang-
Ben Anderson, Java in the Time of Revolution, Occupation and Resistence, 1944-
3

1946, ab. Revolusi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-
1946 , Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1988, hlm. 290-291.

56 ~ PAR A JAGOAN
orang Menado-Minahasa di sekitar Jakarta. Mere­ka menjadi
sasaran buta orang-orang Indonesia anti Belanda yang terjebak
da­lam euphoria kemerdekaan Indonesia. “Masa ber­siap” juga
men­jadikan mereka terteror. Mereka bukan orang pro Belanda.
Karenanya, orang-orang Menado-Minahasa mendirikan or­
ga­­ni­sasi yang berusaha melindungi orang Menado-Minahasa
da­ri serangan buta orang Indonesia yang dendam pada Belanda.
Image orang Menado-Minahasa sebagai Andjing NICA dalam
pi­­kiran orang awam yang dendam pada Belanda harus diubah.
De­­ngan susah payah Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi
pun terbentuk. Tidak hanya kelompok Menado-Minahasa asal
Sulawesi utara saja. Orang Sulawesi Selatan juga bergabung.
Sa­­lah satu yang kesohor adalah kahar Muzakar. KRIS ter­ben­
tuk pada 9 Oktober 1945.4
Rapar dan kawan-kawan Menado-Minahasa-nya, yang
biasa bentrok dengan orang-orang pro Belanda di sekitar
Senen, juga dihubungi oleh Willy Pesik, seorang yang ke­mu­
dian menjadi petinggi KRIS. KRIS sebenarnya sebuah or­ga­
ni­sasi sosial saja. Dalam perkembangannya, KRIS memiliki
sek­si pertahanannya sendiri. Seksi pertahanan ini lalu ber­
kem­­bang menjadi sayap militer yang kekuatannya satu
Brigade. Rapar adalah salah satu pimpinannya. Bahkan yang
pa­­ling berpengaruh selama revolusi.
Rapar adalah tipikal gerilyawan nekad. Bersama Lombogia
dan Hermanus mereka sering menyerang markas batalyon X
yang terkenal ganas di Senen. Bersama preman senen pim­pinan
Imam Syafei, preman Minahasa kerap melakukan peng­ha­
dangan untuk memperoleh senjata.
Jozef Warouw, KRIS 45 Berjuang Membela Negara: Sebuah Refleksi Perjuangan
4

Revolusi KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi), Jakarta, Pustaka Sinar Hara-
pan, 1999, hlm. 37-46.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 57


Sebagai pemimpin militer KRIS, Rapar sering terlibat dalam
per­tempuran melawan pasukan NICA (Nederland Indies Civil
Administration atau Pemerintah sipil Hindia Belanda)—yang
mem­bonceng pada sekutu. Karenanya Rapar menjadi orang
yang begitu dihormati oleh orang-orangg KRIS. Rapar paling
se­ring terlibat bentrokan dengan personil KNIL dari Batalyon
X di Senen dan sekitarnya. Batalyon itu juga terkenal ganas
di sekitar Jakarta. Namun sebagian orang dari Batalyon itu,
me­re­ka yang berasal dari suku Menado-Minahasa, diam-diam
ber­simpati pada kemerdekaan Indonesia. Kadang-kadang
m­ereka memberi bantuan diam-diam pada Republik.5
Dalam perkembangannya, Rapar memimpin KRIS ber­sa­
ma Evert Lengkai. Orang yang pernah terlibat dalam Peris­
tiwa 10 November 1945 dan kenal baik dengan Bung Tomo—
pimpinan rakyat dalam Peristiwa 10 November itu. Di­mana
Rapar menjadi Wakil Lengkai selaku Komandan Brigade.
Namun pengaruh rapar jauh lebih besar di pasaukan ke­tim­
bang Lengkai. Belakangan, Evert Lengkai mundur dan me­
nye­rahkan komando pasukan pada Rapar pada 1947.6
Selama kepemimpinannya, Rapar tergolong orang sela­lu
peduli pada bawahannya. Namun bersikap tegas dan meng­hu­
kum siapa saja bawahannya yang bersalah. Rapar juga selalu
me­ nempatkan orang pintar pada posisi yang tepat dalam
komandonya.
Pasukan KRIS juga menjadi bagian dari pasukan militer
Indonesia, yang kala itu bernama Tentara Keamanan Rakyat
(TKR), yang melawan tentara Belanda. Meski masuk dalam
ke­ten­taraan, struktur tidak banyak berubah. Dalam artian ke­

Ibid., hlm. 51 & 86.


5

Ibid., hlm. 95-100.


6

58 ~ PAR A JAGOAN
pe­mimpinan masih dipegang oleh orang-orang Sulawesi yang
sejak awal bergabung dengan KRIS. KRIS justru semakin be­
sar. Bukan hanya orang Sulawesi tapi dari suku lain. Nama
KRIS juga mash dipakai sebagai nama brigade. Ketika peme­
rin­tahan republik menyingkir ke Jogjakarta, pasukan Rapar
juga ikut ke Jogja dan bertemu dengan pasukan KRIS lain. 7
KRIS menjadi laskar tangguh karena banyak orang tua
man­tan serdadu KNIL sebelum jepang mendarat, juga ma­suk
KRIS. Dimana orang tua itu akan berbagi ilmu dan pe­nga­
laman militernya.8
Belakangan, Rapar tersingkir dalam ketentaraan. Dia kehi­
la­ngan posisi penting yang biasa dia pegang dalam pasukan
KRIS. Dimana kemudian dia keluar dari ketentaraan. Bersama
be­berapa pengikut setianya, Rapar kembali ke Jakarta yang
ber­status sebaga daerah pendudukan Tentara Belanda. Rapar
te­tap menjadi orang berpengaruh di kalangan bekas pejuang
yang pernah bertempur di sekitar Cikampek. Disini Rapar me­
mi­liki ratusan pengikut yang siap bertempur bersamanya.9
Rapar kemudian terlibat dalam gerakan APRA (Angkatan
Perang Ratu Adil) Westerling. Rapar nampak begitu kecewa
pada tentara republik dalam gerakan Weserling itu, rapar
bahakan tergolong begitu bersemangat. Tidak begitu jelas apa
lasan Rapar ikut Westerling? Beberapa kawan seperjuangan
Rapar semasa revolusi yakin jika Rapar hanya membayangi
Westerling alias memata-matai Westerling. Seperti juga
alasan frans Nayoan, seorang mantan polisi.
7
Ibid., hlm. 160-163, 183, 283.
8
Ibid., hlm. 68, 143 & 154.
9
Persatuan Djaksa-djaksa Seluaruh Indonesia, Peristiwa Sultan Hamid II,Jakarta,
Fasco Jakarta, 1955, hlm. 60-80: Lihat Laporan Djawatan Kepolisian Negara Ba-
gian PAM kepada Presiden RI di Yogyakarta, tanggal 21 Februari 1950.No. Polisi
278/A.R./PAM/DKN/50. (Koleksi Arsip Nasional)

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 59


Rapar tewas dalam sebuah serbuan ke sebuah asrama po­
lisi ketika akan merebut senjata dari para polisi itu. Rapar ter­
tem­bak. Ketika itu pasukan APRA gagal memperoleh senja­ta
untuk gerakannya pada 23 Januari 1950. Rapar lalu meng­
usul­kan untuk merebut senjata dari asrama polisi, Westerling
se­tuju. Rencana gagal dan Rapar bernasih naas dan tewas.10
Begitulah akhir nasib dari Jan Rapar. Bekas KNIL sangar
yang ditakuti. Rapar yang selalu berlinang air mata ketika me­
ng­ingat kampung halamannya di Sulawesi Selatan sana yang
selalu dia rindukan. Perang Dunia II dan revolusi Indonesia
meng­halanginya pulang. Begitulah pengakuan Vintje Sumual,
ka­wan seperjuangan Rapar dimasa revolusi.

10
Dominique Venner, Westerling de Eenling, Amsterdam, Uitgeverij Spoor, 1983,
hlm. 348-350.

60 ~ PAR A JAGOAN
PENGACAU
DI SEKITAR
ONDERNEMING
Kelompok penjahat terus beraksi di daerah
pendudukan tentara Belanda di Jawa Barat.
Saying korban mereka adalah orang miskin
yang sedang susah.

da banyak perkebunan, yang biasa disebut Onderneming,


pada masa kolonial. Perkebunan itu sempat ditinggal
pemiliki semula karena datangnya tentara Jepang.
Pe­milik itu kembali lagi ketika sekutu menang dan membawa
ba­nyak pasukan.
Artinya mereka bisa kembali lagi ke perkebunan mereka du­
lu. Dan tiu bukan hal mudah. Negara baru bernama Republik
Indonesia, cukup menjegal langkah mereka memiliki kembali
per­ke­bunan yang dulu mereka kuasai.
Segera, kaum ondernemer itu pun secara otomatis juga
men­ja­di musuh Republiken. Kawan dekat mereka adalah ka­

62 ~ PAR A JAGOAN
um mi­liter dan polisi yang merupakan perpanjangantangan
dari pemerintah NICA maupu Kerajaan Belanda. Ketika keku­
a­sa­an pemerintah colonial hampir berakhir di Indonesia, ka­
um perkebunan tergolong kaum yang gelisah. Mereka begitu
men­dukung gerakan anti Republiken. Mereka siap mendanai
pe­rang melawan Republik. Meski terselubung. Mereka juga
ba­gian dari pendukung APRA.1
Seorang pegawai perkebunan bernama Onselon juga ter­li­
bat dalam gerakan Westerling. Dimana Onselon memberi pin­
jaman uang pada Westerling untuyk mengerakan orang-orang
yang akan menyeran Bandung awal 1950.2 Semua mantan
pe­nguasa perkebunan berhasrat begitu besar untuk menjadi
Tuan Kebun lagi yang punya uang dan kuasa atas kebun dan
jug­a orang pribuminya.
Revolusi kemerdekaan merusak banyak perekonomian
rak­yat. Kondisi yang tidak berubah sejak kedatangan bala­ten­
tara Jepang hingga berakhirnya masa pendudukan mereka.
K­a­caunya perekonomian tentu memiskinkan banyak orang.
Tidak jarang kejahatan seperti perampokan muncul.
Sengketa Indonesia-Belanda jelas menjadi alasan mereka
merampok dan mengacau bagi siapa saja yang tidak ada jalan
lain untuk bertahan hidup. Hampir selalu ada pengacau yang
berhasil memperoleh senjata api. Biasanya mungkin cukup
dengan senjata tajam tradisional untuk menakuti orang sipil
tak bersenjata.
1
Daska Priyadi, Gerakan Operasi Militer II (Operasi Penumpasan APRA Westerling
Bandung), Bandung & Jakarta, Mega Bokkstore dan Pusjarah Angkatan Bersen-
jata, 1965, hlm. 3.
2
Persatuan Djaksa-djaksa Seluruh Indonesia, Peristiwa Sultan Hamid II, Jakarta,
Fasco Jakarta, 1955, hlm. 73-77: Supardi, Westerling, Jakarta, Yayasan Badan
Pelengkap Kejuangan 45, 1985, hlm. 59.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 63


Keterangan Komisaris Polisi M Jasin, yang ketika tahun
1950 awal adalah Komisaris Polisi, mengenai gangguan ke­
amanan:

RAPI (Ratu Adil Pemuda Islam) yang merupakan DI


(Detasemen Irene) yang mengadakan kekacauan dalam
la­pangan agama didirikan oleh MID3 Officieren yang
di­pimpin oleh Grootmajor Agerbeek,yang dulu tingal
di jalan Flores dan sekarang ini telah pulang ke Negeri
Belanda. Mula-mula itu illegale organitatien ini didirikan
se­te­
lah adanya persetyujuan Linggarjati dan atas
usul van der plas sendiri, maka dipikirkan bagaimana
mejamin keamanan harta benda asing di Indonesia ini.
Maka mula-mula didirikan onderneminggewachten,
di­pim­pin oleh bekas-bekas hoofd agent, atau ins­pek­
tur polisi, atau sersan atau sersan mayor KNIL. Per­
ong­ kosan untuk membayar onderneminggewachten
dipi­kul mula-mula dipikul 100% oleh pemerintah dan
be­la­kangan ini 75% oleh pemerintah dan 25% oleh
onderneming-onderneming sendiri melalu Landbouw
Syndicaat. Dalam APRA bewaging ini terdapat semua
MID Officieren. Terkenal didalamnya Major Agerbeek,
let­nan Buiten dan seorang kapten Neliasen yang kini
se­nga­ja dipekerjakan di Javasche bank4sebaai employe.
pem­bentukan onderneminggewachten ini diharuskan
landbouw Syndicaat. Senjata diberikan polisi dan mi­li­
ter. Jika tidak cukup akan diusahakan pembelian secara
ge­lap. Dalam organisasi ini nama Westerling, Komisaris

MID: Militaire Intelichten Dienst (dinas intelejen militer Belanda)


3

Sekarang menjadi Bank Indonesia.


4

64 ~ PAR A JAGOAN
Polisi Yusuf,5Djanakum, dan Kandar dari Bandung. Di
Jakarta, Westerling berhubungan dengan Hitman dari
RVD, Houbelt Batavische Nieuw blad, can deventer dari
landbouwsyndicaat. Menurut keterangan Usmansyah
dari Landbouw Syndicaat tersebut, bahwa dewasa ini
di daerah-daerah bagian Cibarusa, Cileungsi, Jonggol,
Cicurug, dan lain-lain banyak terorisme yang merusak
raky­at kecil akan tetapi membiarkan onderneming.6

Karenanya, adalah hal yang wajar jika pihak onderneming


mem­persenjatai diri. Bahkan memiliki pasukan bersenjata.
Para planter tentu merasa terancam. Baik diri mereka, ke­lu­
arga mereka, kekayaan dan bisnis mereka. Keberadaan per­
ke­bunan ini terus dipelihara pemerintah NICA. Hingga aparat
bersenjata seperti KNIL maupun polisi sipil dikerahkan.
Pasukan penjaga perkebunan umumnya orang-orang
pri­bumi. Mereka tampak tidak peduli lagi dengan revolusi
Indonesia yang sedang bergolak. Meski sekilas tampak loyal
pa­da NICA dan penguasa perkebunan, bagi sebagian orang
Belanda, pribumi bersenjata perkebun tidak bisa dipercaya.
Sebagian penjaga pribumi itu tidak jarang juga memihak
ge­ril­yawan Republik. Ada yang menyebrang ke pihak republik.
Ada yang hanya diam-diam memberikan senjatanya ke tentara
atau gerilyawan.7
5
Raden Jusuf kemyungkinan anak dari Snouck Horgornje dengan seorang
putri Sunda anak dari penghulu. Dimasa orde baru Yusuf berpangkat terakhir
sebagai Mayor Jenderal TNI.
6
Laporan Djawatan Kepolisian Negara Bagian PAM kepada Presiden RI di Yogya-
karta, tanggal 21 Februari 1950.No. Polisi 278/A.R./PAM/DKN/50. (Koleksi Arsip
Nasional)
7
Pierre Heijboer, De Politionele Actie: De Strijd om “Indie” 1945/1949, ab. WS
Karnera, Agresi Militer Belanda Memperebutkan Pending Zambrut Khatulistiwa
1945/1949, Jakarta, Grasindo-KITLV, 1998, hlm. 30-40.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 65


dari
IbnuHulu
Sungai
Hajar
Sebelum jadi tentara, Ibnu Hajar adalah
jagoan kampung. Namun,pemberontakannya
membuatnya menjadi kesohor.

ersebutlah seorang pemuda bernama Haderi. Terlahir di


Kandangan pada April 1920. Orang mengenalnya sebagai
pemuda dengan watak keras. Suka berkelahi layaknya
ja­goan kampong. Dia pun memiliki wata pemimpin, diantara
para jagoan tentunya. Seperti banyak pemuda lain yang
sezaman dengannya, Haderi, yang dikenal dengan nama Ibnu
Hajar itu, juga terseret arus revolusi kemerdekaan Indonesia.
Dimana Haderi pernah menjadi anggota tentara dalam Divisi
IV Tentara Laut Republik Indonesia. Dia bahkan menyandang
pangkat Letnan.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 67


Dunia militer jelas cocok bagi orang macam Ibnu Hajar
mu­da. Dimana, jiwanya yang keras tersalur dalam dunia mi­
li­ter. Ibnu Hajar tentu tidak sendiri karena begitu banyak
orang seperti dirinya di militer, khususnya di Kalimantan
Selatan. Ibnu Hajar, diantara orang-orang semacam dirinya
itu termasuk beruntung karena menyandang pangkat Letnan
da­lam TNI. Prajurit bawahan tetu saja kebanyakan seperti
Ibnu Hajar yang keras.1
Ibnu Hajar dan lainnya, bisa dogolongkan sebagai tentara
ha­sil revolusi kemerdekaan Indonesia yang kacau. Setidak­
nya, mereka telah lalui masa-masa penuh ketegangan selama
li­ma tahun (1945-1950). Mereka juga terbiasa dengan seragam
hijau (militer) dan senjata di tangan.
Ketika jumlah tentara dikurangi, Ibnu Hajar dan orang-
orang yang kemudian terlibat dalam pemberontakan Ibnu
Hajar di Kalimantan Selatan, tergolong orang-orang yang ha­
rus kecewa. Mereka umumnya tidak berpendidikan baik di
se­ko­lah dasar. Disiplin mereka juga buruk sebagai seorang
mili­ ter dan nampaknya hanya terlihat sebagai jagoan dan
gerom­bolan dibandingkan sebagai seorang tentara.
Pengurangan tentara, yang mengorbankan orang-orang
tidak berpendidikan dan latar belakang militer professional
seperti PETA atau KNIL, tentu mengorbankan ornag macam
Ibnu Hajar. Sudah pasti mereka kecewa dengan kebijakan
pembangunan tentara professional yang prajuritnya sedikit
namun efiktif. Disiplin orang-orang macam Ibnu Hajar tentu
tidak efektif dan efiseien dalam ketentaraan yang digalakan
pemerintah dengan anggaran minim itu.
Cornelis van Dijk, Rebellion under the banner of Islam (Darul Islam in Indonesia),
1

ab. Darul Islam: Sebuah Pemberontakan, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1995,
hlm. 228-229.
68 ~ PAR A JAGOAN
Ditengah kegelisahan akan adanya pengurangan jumlah
ten­tara itu, Ibnu Hajar lalu mendirikan sebuah organisasi
yang terdiri mantan gerilyawan yang kecewa dengan nama
Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas (KRIyT). Dari na­
ma­nya jelas merujuk pada orang-orang yang kecewa dengan
ke­bijakan petinggi militer pemeintah.
Orang-orang yang kecewa itu, yang dulunya gerilyawan itu,
me­rasa sakit hati juga dengan penerimaan mantan prajurit
Tentara Hindia Belanda atau Koninklijk Nederlandsche
Indische Lager (KNIL). Padahal mantan prajurit KNIL itu du­
lu­nya adalah musuh mereka semasa revolusi. Hal ini tidak bisa
di­terima oleh banyak gerilyawan, tidak hanya di Kalimantan
Selatan tapi juga di Sulawesi Selatan. Dimana penerimaan

Ibnu Hajar
sebagai perwira militer.
bintangborneo.blogdetik.com

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 69


tentara dari mantan gerilyawan hanya dilakukan secara per­
orangan. Seleksinya ketat, sehingga dalam satu divisi (mantan
ge­rilyawan) bisa jadi hanya akan diterima sebanyak satu kompi
saja. Sisanya tentu menjadi masalah bagi banyak perwira
militer TNI.2 Mereka hanya ingin menjadi tentara karena sulit
le­pas dari bedil dan seragam militer karena terbiasa sejak
zaman revolusi.
Menurut Kolonel Sukanda Bratamanggala yang meng­ada­
kan kunjungan ke Kalimantan di tahun 1950, terdapat 16.000
orang mantan gerilyawan yang ingn masuk tentara. Sebelum
ada pemeriksaan kesehatan dan ujian-ujian masuk militer,
jumlah calon tentara itu berkurang hingga tinggal 6.000
orang saja. Hal ini dikarenakan mereka hanya akan menerima
tun­jangan Rp 3,- sehari. Jumlah yang sangat kecil di masa itu,
karena jika menyadap karet, mereka bisa mendapatkan lebih
dari itu.
Mereka yang kecewa lalu bergabung dengan pasukan Ibnu
Hajar yang lebih dahulu menghilang. Artinya jumlah pengikut
Ibnu Hajar, yang semula hanya sekitar 60 orang, tentunya
bert­­ambah besar lagi. Tiga bulan pertama menghilangnya Ibnu
Hajar dan pengikutnya, belum ada aksi yang membahayakan.
Pertengahan tahun 1950, dengan kekuatan sekitar 200
orang dan 50 pucul bedil, serangan pertama pun dilakukan
Ibnu Hajar dan pasukannya. Ibnu Hajar dan pasukannya pun
kerap melakukan tindakan yang mengganggu keamanan, hing­
ga se­bagian daerah Kalimantan Selatan pun berstatus gawat.
Di daerah Rantau, Kandangan, Martapura dan Banjarmasin
terdapat beberapa anggota militer dan polisi yang kemudian

M. Bahar Mattalioe, Pemberontakan Meniti Jalur Kanan, Jakarta, Grasindo, 1994.


2

hlm. 140-141.

70 ~ PAR A JAGOAN
desersi, lalu bergabung dengan pemberontak. Tidak lupa, para
mi­liter dan polisi yang desersi itu, membawa senjata mereka.
Hingga kekuatan militer pemberontak pun bertambah.
Pemerintah RI tentu tidak tinggal diam atas pemberontakan
orang-orang yang sakithati itu. Sejak 20 September 1950,
Hassan Basry, mantan komandan gerilyawan berpengaruh
se­­
ma­ sa revolusi kemerdekaan lalu diberi tugas mengatasi
pem­­be­­rontakan Ibnu Hajar ini oleh pemerintah. Kesatuan-
kesa­tuan militer tentara pemerintah pun lalu dikerahkan me­
nga­tasi pemberontakan ini. Awalnya Ibnu Hajar dan bebe­rapa
orang mau keluar. Mereka pun berunding untuk me­ nye­
lesaikan pemberontakan bekas gerilyawan itu dengan cara
damai.
Setelah itu, Ibnu Hajar pun menghilang lagi. Dia diberi
ke­sem­patan untuk masuk hutan lagi untuk mengajak ber­
hen­ti melawan, namun hal itu tidak dilakukan, yang terjadi,
pemberontakan bertambah parah lagi. Tuntutan pemberontak
pun bertambah. Bukan lagi soal orang-orang yang layak ma­
suk militer lagi, tapi juga tuntutan untuk melakukan mutasi
be­be­rapa pejabat sipil. Militer maupun kepolisian. Para pem­
be­rontak merasa bahwa orang-orang itu bukanlah orang
Kalimantan asli, dalam hal ini Banjar. Pejabat yang dimaksud
umum­nya orang Jawa dan dianggap pernah bekerja-sama de­
ngan pemerintah kolonial Belanda.
Setelah merasa jalan damai dengan diplomasi macet,
Hassan Basry yang berusaha mendengarkan tuntutan pem­
be­rontak punhilang kesabaran, hingga jalan militer pun di­
tem­puh. Pembersihan terhadap kaum gerilyawan yang be­
ron­­tak pun dilakukan. Jam malam diberlakukan dari pukul
20.00 malam hingga 05.00 subuh. Kurun waktu 10 hingga
DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 71
17 Oktober, sebanyak 163 gerilyawan menyerah. Dimana, 13
ingin menjadi pegawai negeri sipil, 30 orang inginn menjadi
po­lisi dan 130 orang ingin masuk militer—namun hanya 10
orang saja yang memenuhi syarat.
Ibnu hajar yang berang dengan pembersihan oleh apa­rat
pemerintah itu pun semakin meningkatakn gerakan penga­
cauannya. Dalam 10 hari, setelah pembersihan dimulai, kota
Kan­ dangan sudah tiga kali diserang kaum pemberontak.
Upaya Hassan Basry pun dianggap gagal hingga pemerintah
meng­ubah strategi. Dimana jalan damai dibuka lagi. Setelah
18 Januari 1951, operasi militer tehadap ibnu Hajar pun dila­
kukan lagi. Hal ini dilakukan setelah pemerintah tidak bisa
me­menuhi tuntutan Ibnu Hajar, tuntutan untuk mengganti
bebe­rapa pejabat yang tidak disukai pemberontak. Setelah itu,
hanya sedikit gerilyawan yang mau menyerah. Jumlah senjata
yang disita pasukan pemerintah juga tidak banyak. 3
Akhirnya, Hassan Basry ditugaskan belajar ke Mesir setelah
dibe­bas­tugaskan sebagai pemimpin operasi penumpasan.
Pe­merintah takut akan pengaruh Hassan Basry yang begitu
besar terhadap mantan gerilyawan yang berontak.
Tahun 1954, Ibnu Hajar dan pasukannya masuk Darul
Islam, setelah Kartosuwiryo—wali Negara Islam Indonesia
me­ na­warkan kursi Menteri tanpa portofolio merangkap
Panglima Tentara Islam Indonesia untuk daerah Kalimantan
tentunya. Setelah itu, Ibnu Hajar pun menyebut dirinya
Ulil Amri, yang berti sang penguasa. Sementara itu, markas
besar gerilyanya diberinama Istana Islam Merdeka atau
Istana Agama Islam Agung. Pasukannya pun lalu diberinama
Angkatan Perang Tentara Islam (APTI).4
3
Cornelis van Dijk, op. cit., hlm. 229-232.
4
Ibid., hlm. 248.
72 ~ PAR A JAGOAN
Sikap Ibnu hajar yang keras dan mudah curiga membuat
pengikutnya makin berkurang kendati sudah bekerjasama de­
n­gan Kartosuwiryo. Kekuatan militer pemberontak pun per­
lahan melemah, setelah bertahun-tahun bergerilya melawan
pe­merintah.
Bulan Juli 1963, Ibnu Hajar dan pengikutnya pun menyerah.
Ibnu Hajar dan pengikutnya yang menyerah sebenarnya ingin
ter­libat dalam Konfrontasi dengan Malaysia. Rupanya Bulan
September 1962, Ibnu Hajar ditangkap. Maret 1965 diadili
oleh sebuah peradilan militer khusus. Dimana Ibnu Hajar me­
nge­nakan seragam militer dengan tanda dangkat Letnan Dua.
Ibnu Hajar pun dijatuhi hukuman mati.
Para gerilyawan kecewa atas kebijakan pemerintah yang mu­
lai mengurangi jumlah personil militer. Mereka merasa ber­jasa
dalam revolusi kemerdekaan, kebijakan pemerintah rupanya
menyakitnya mereka. Merasa sakit hati juga dengan pene­
rimaan mantan prajurit Tentara Hindia Belanda atau Koninklijk
Nederlandsche Indische Leger (KNIL). Padahal man­tan prajurit
KNIL itu dulunya adalah musuh mereka se­masa revolusi. Hal ini
tidak bisa diterima oleh banyak ge­ril­yawan. Kasus ini terjadi di
Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.
Dimana penerimaan tentara dari mantan gerilyawan hanya
di­lakukan secara perorangan. Seleksinya ketat, sehingga da­
lam satu divisi (mantan gerilyawan) bisa jadi hanya akan di­
te­rima sebanyak satu kompi saja. Sisanya tentu menjadi ma­
salah bagi banyak perwira militer TNI.5 Mereka hanya ingin
men­jadi tentara karena sulit lepas dari bedil dan seragam
militer karena terbiasa sejak zaman revolusi.

M. Bahar Mattalioe, Pemberontakan Meniti Jalur Kanan, Jakarta, Grasindo, 1994.


5

hlm. 140-141.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 73


SURADICS
BLEDEG
DI KAKI GUNUNG
Sekelompok bekas pejuang tidak sejalan
dengan tentara pemerintah. Mereka lalu
bergerilya di kaki Merapi-Merbabu dan
jadikan daerah-daerah itu tidak aman.

ersebutlah sekelompok orang kecewa. Mereka bagian


da­ri revolusi Indonesia. Dimana salah satu dari sekian
ba­nyak pejuang kemerdekaan yang menyandang senjata.
Umumnya mereka adalah mantan anggota laskar. Mereka ke­
cewa dengan Rasionalisasi Tentara yang dicanangkan Hatta
dan didukung Nasution—mantan perwira KNIL yang meng­
inginkan sebuah tentara profesional. Orang-orang laskar ini
ti­
dak mengerti bahwa uang pemerintah tidak akan cukup
meng­hidupi seluruh orang bersenjata. Merekapun tidak me­
ngerti bahwa masuk dunia bukan butuh keberanian saja, tapi
juga kecakapan.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 75


Banyak laskar dimasa revolusi kemerdekaan RI. Mereka se­
ring bersebrangan dengan tentara. Kedisiplinan militer laskar
umumnya rendah dibandingkan kaum tentara reguler yang
ter­gabung dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) karena
banyak diantara mereka tidak berpendidikan. Beberapa per­
wi­ra tentara beranggapan laskar tidak ubahnya pasukan liar
yang kerap membuat masalah. Meski kadang disebut juga se­
ba­gai tentara karena menyandang senjata, laskar sangat ber­
beda dengan TNI.
Di Jawa Tengah bagian selatan, muncul Merapi Merbabu
Complex (MMC) sekitar tahun 1949. Mereka terpengaruh de­
ngan paham komunis yang berkembang di Solo sebelum 1948.
Mereka dinilai sebagai biang kejahatan di daerah-daerah se­
kitar gunung Merapi dan Semeru. Mantan laskar itu lebih di­
ke­nal sebagai sekumpulan bandit yang merugikan rakyat sipil.
MMC menampung banyak mantan laskar yang kecewa untuk
me­nyalurkan kebanditannya.
Dunia kekerasan di Indonesia berkembang juga di Jawa.
Di Jawa tengah tidak berbeda dengan di daerah Betawi yang
terdapat kaum Jawara—yang menguasai ilmu beladiri mau­
pun ilmu-ilmu mistik lainnya. Bedanya, kaum yang mirip
Jawara ini lebih meresahkan rakyat sipil. Mereka lebih sering
di­sebut bandit. Semasa revolusi mereka adalah bagian dari
yang disebut pejuang. Belakangan mereka kecewa karena ada­
nya rasionalisasi yang menyingkirkan kaum laskar bersenjata
da­ri angkatan Bersenjata (Ketentaraan).
Mereka lari dan menjadi bandit. Satu dari sekian banyak
ban­dit itu adalah Suradi Bledeg. Terlahir dengan nama Suradi
ta­hun 1921 di Musuk, Boyolali. Sejak dini Suradi tertarik mem­
pe­lajari ilmu kesaktian, ketika itu Suradi tinggal di daerah
76 ~ PAR A JAGOAN
Simo. Tidak puas dengan hanya belajar di Simo, Suradi ber­
ke­lana ke Madiun, Kediri, Kedu maupun Gunung Kidul untuk
mem­perdalam ilmunya. Makam-makam keramat dia ziarahi
untuk bertapa.
Suradi berperawakan tinggi besar, berkulit sawo matang,
be­rambut hitam dan mata tajam. Wajahnya pun tergolong
sangar. Aksesoris yang melekat ditubuhnya adalah ikat ping­
gang yang lebar dan beberapa cincin dengan batu akik di jari-
jari tangannya. Suaranya yang lantang seperti guntur, mem­
bu­atnya disebut bledeg. Hingga ia pun dipanggil dengan nama
Suradi Bledeg.1
Sosok Suradi yang demikian sangar dan berilmu itu mem­
buat kawan-kawan banditnya mengangkatnya sebagai pim­
pinan. Suradi masuk MMC—yang dikenal dengan image
sebagai kumpulan bandit—selain untuk melakukan aksi per­
ban­ditan, juga karena rasa kecewanya atas adanya rasionalisasi
di tubuh militer.
Sebelumnya Suradi juga pernah bergabung dalam laskar
rak­yat di Boyolali. Rasionalisasi, yang dicanangkan untuk me­
ngu­rangi jumlah tentara agar lebih bisa dihidupi untuk men­
jadi tentara professional berjumlah sedikit namun efektif, ha­­
rus membuat kaum kelaskaran menganggur. Karena ba­nyak
anggota laskar yang tidak terserap dalam kemiliteran. Dalam
pro­gram Hatta ini sekitar 100.000 orang tentara akan dikem­
ba­likan ke masyarakat. Seelumnya jumlah tentara adalah
463.000 orang.2 Sesudah itu akan diberhentikan pula sekitar
1
Julianto Ibrahim, Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan: Kriminalitas dan
Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta, Wonogiri, Bina Citra Pustaka, 2004, hlm.
227.
2
Nugroho Notosusanto dkk., Sejarah Nasional Indonesia VI: Jaman Jepang dan
Jaman Republik Indonesia, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1975, hlm. 58.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 77


80.000 orang yang dianggap tidak layak menjadi anggota ten­
tara.3 Artinya jumlah tentara akan berkurang hingga sepa­ruh
dari jumlah sebelumnya. Pemerintah Hatta jelas tidak mam­
pu meng­hidupi orang-orang laskar yang tidak bisa diatur dan
sering bermasalah dengan orang-orang tentara yang dekat
dengan pemerintah Hatta. Banyak dari laskar yang meng­ang­
gur ini karena ketidakdisiplinan mereka dan mereka umum­
nya termasuk dalam pengaruh kiri dari kelompok Front
Demokrasi Rakyat-nya Amir Syarifudin.4 Suradi adalah ba­
gian dari orang-orang laskar yang menganggur.5
Mantan tentara yang menganggur tentu saja menjadi se­
buah masalah dalam masyarakat. Mereka terbiasa pegang
sen­jata dan biasa dengan kebisingan dan ketegangan perang.
Biasanya mereka berhadapan dengan Tentara Belanda. Bila
ti­dak mereka juga akan ribut dengan tentara.
Mengapa laskar sulit diatur, juga karena mereka asal di­
rekrut tanpa melihat latar belakang dan catatan kriminalnya.
Laskar Barisan Pemberontak Republik Indonesia di Solo yang
di­pimpin Marjuki telah merekrut 100 orang bekas tahanan kri­
minal. Dimana mereka akhirnya melakukan tindak kejahatan
di beberapa instansi di Solo. Kejahatan bersenjata tentu sa­
ja membuat kaum tentara gerah dan berusaha menindak
mereka. Ketika
�������������������������������������������������
mereka diperintahkan meletakan senjata ke­
tika Rasionalisasi mereka lalu ditindak Tentara Pelajar dan
Polisi. Oleh Slamet Riyadi, Marjuki lalu dihukum mati.6
3
Ulf Sindhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967, Jakarta, LP3ES, 1986, hlm.
121.
4
George McTurnan Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik: Nasionalisme
dan Revolusi Indonesia, Surakarta, UNS Press, 1995, hlm. 330-334.
5
Juianto Ibrahim, op. cit., hlm. 228.
6
Ibid., hlm. 229.

78 ~ PAR A JAGOAN
Rasionalisai jelas membuat bekas laskar tertekan dan me­
nim­bulkan antipati pada pemerintah Republik Indonesia. Rasa
ke­cewa terhadap Republik Indonesia itu pun membuat me­
re­ka berusaha merongrong kewibawaan pemerintah dengan
me­la­kukan berbagai tindak kerusuhan. MMC melakukannya
di sekitar gunung Merapi dan Merbabu di selatan provinsi
Jawa Tengah. Mereka merampok rumah-rumah penduduk
dan tidak jarang melakukan pembunuhan untuk menciptakan
teror di kalangan masyarakat sipil yang menjadi bagian dari
re­pu­blik. Sasaran mereka, selain rakyat sipil biasa, adalah
ka­langan keraton, orang-orang kaya, orang-orang China dan
tentu saja kalangan pamongpraja yang memiliki kedekatan
de­ngan pemerintah. Dalam aksinya, tentu saja para bekas pe­
ju­ang yang menjadi bandit itu menyandang senjata yang tidak
di­erahkan pada pemerintah ketika Rasionalisasi berlangsung.
Eksistensi MMC di Jawa Tengah diperkirakan muncul seki­
tar tahun 1948/1949. Aksi mereka berlangsung sangar antara
ta­hun 1950 hingga 1955. Suradi Bledeg adalah pimpinan MMC
pa­ling legendaries dalam catatan sejarah. Suradi menjadi
pimpinan MMC antara 1949 hingga 1951. Di tahun 1951, Suradi
tewas di Klaten. Pimpinan MMC berikutnya yang menonjol
ada­lah Umar Junani. Meski banyak menapung orang-orang
ko­munis, tidak semua orang-orang komunis yang melakukan
peng­gedoran tergabung dalam MMC.7
Ketika MMC merajalela, ada juga mantan pejuang yang
tidak terkena raasionalisasi melakuakn tindak kejahatan se­
per­ti MMC. Mereka kerap membawa embel-embel mantan
pe­juang dalam aksinya. Rupanya aksi penggedoran ala MMC
Ibid., hlm. 229-231.
7

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 79


bu­kan hanya dilakukan tentara, atau bekas tentara, yang ada
di Jawa Tengah. Terdapat juga mantan anggota Siliwangi.8
Kondisi Indonesia yang kacau pasca kemerdekaan sangat
me­mung­kinkan tentara untuk bertindak semena-mena ter­
ha­ dap kaum sipil seperti merampok maupun membunuh.
Selalu ada pihak yang mencari keuntungan dalam kekacauan
negara ka­rena perang. Apalagi dengan menyandang senjata dan
se­ragam militer, sangat mudah sekali untuk menjadi warlord
(pe­ngu­asa perang) yang semena-mena bagi sekelompok ten­tara.
Dimasa revolusi, para jago atau preman lebih mudah ter­
serap dalam kelaskaran. Dalam laskar, charisma adalah yang
ter­penting. Disiplin militer di laskar tidak seketat tentara. para
jago yang terbiasa hidup tanpa keteraturan lebih nyaman.
Kon­disi perang yang tidak pasti dan penuh ketegangan lebih
cocok dengan mereka.
Laskar dan para jago biasanya lebih mengandalkan kebe­
ra­nian. Sementara tentara lebih pada strategi. Tentara, ter­uta­
ma kalangan perwira lebih mengedepankan etika dan strategi
ber­­perang untuk mencapai kemenangan. Soal etika dan stra­
tegi, laskar jelas tertinggal dibanding tentara. kesamaan jago
de­ngan militer adalah kekerasan. Disiplin adalah pembedanya.
Tentara yang aktif, maupun yang sudah keluar dari dinas
mi­liter, bila masih memegang senjata dan merasa diri mereka
adalah yang berjasa dan kecewa berpotensi sekali untuk men­
jadi mafia dalam kondisi perekonomian yang buruk. Mafia di
tu­buh militer pasti sangat menakutkan kalangan sipil karena
pe­gang senjata dan terlatih membunuh. MMC di Jawa Tengah
tidak berbeda dengan Mafia yang mengatasnamakan diri me­
reka mantan pejuang yang boleh melakukan apa saja.
Ibid., hlm. 231.
8

80 ~ PAR A JAGOAN
KUSNI
SI BEKAS
PEJUANG
YANG
TERSESAT

KASDUT
Namanya adalah salahsatu legenda Indonesia.
Namun yang terlupakan dari dirinya adalah
dia bekas pejuang yang berjasa pada negara.
Dan Kusni pun tergolong pahlawan yang sejak
awal dilupakan hingga sebagian orang hanya
kenal dia sebagai penjahat.

ersebutlah seorang bernama Kusni Kasdut. Dimana,


se­ja­rah Indonesia mungkin akan mengenalnya se­ba­
gai seorang penjahat yang melegenda. Dia tidak me­
ram­pok atau menggarong rakyat miskin yang tinggal daerah
pelosok, seperti yang kerap terjadi pasca revolusi. Dia juga
ti­dak dikenal sebagai orang yang rajin mencopet dompet ibu-
ibu di pasar-pasar rakyat yang selalu ramai. Kusni Kasdut me­
rampok orang kaya macam Asa Bafaqih dan museum gajah,
yang tidak jauh dari istana negara di Medan Medeka barat,
Jakarta. Pastinya Kusni kasdut adalah orang bernyali yang
frustasi.

82 ~ PAR A JAGOAN
Dia telah menguji keberanianya sejak muda. sejak ber­ga­
bung dengan tentara republik melawan tentara Belanda yang
terlatih dan canggih. Tidak bisa disangkal, selaku pe­mu­da
zaman revolusi, Kusni Kasdut memiliki jasa pada kemer­de­
kaan RI. Sebagai bagian dari milisi republik, Kasdut juga ikut
mengusir tentara Belanda pimpinan letnan Jenderal Spoor.
Dimasa revolusi, kasdut adalah bocah pendiam namun sim­
pa­tik. Dia lebih dikenal dengan sebutan Kancil. Kawan-kawan
seperjuangannya mengenalnya sebagai orang yang berani
dan banyak akal. Dia juga memiliki kharisma pemimpin.1 SI
Puradisastra menulis:

Memang revolusi merupakan penjungkir-balikan se­


ga­la nilai. Dan Kusni? Dengan segala keramahan Usman,
Mulyadi dan Abu Bakar mengundangnya masuk, bahkan
mem­berikan posisi memimpin kepadanya. Kebetulan, ia
memang dilahirkan dengan garisah (instink) me­mim­pin.
Dan seperti buah terlarang, hal itu memang ma­nis dan
membuat ketagihan. Seperti pula seorang mor­fi­nis Kusni
tak dapat berhenti. Jeweran kuping seo­rang yang dikasihi
dan dihormatinya, Subagio pun tak mempan. Pengalaman
tertangkap Belanda semasa re­vo­lusi, membuatnya me­
man­ dang penjara sebagai lem­ ba­
ga tempat penyiksaan
yang sah. Hanya untuk meng­hin­dari penangkapanlah ia
mem­bunuh -- kalau me­nu­rut anggapannya telah terlalu
ter­paksa. Ia bukan seo­rang pembunuh pathologik seperti
Eddie Sampak dari Cianjur. 2
1
Parakirti Simbolon, Kusni Kasdut, Jakarta, Gramedia, 1979: SI Puradisastra,
Roman Kehidupan Kusni Kasdut, TEMPO, 8 Maret 1980: http://majalah.tempoin-
teraktif.com/id/arsip/1980/03/08/BK/mbm.19800308.BK51822.id.html
2
Parakirti Simbolon, loc. cit.: SI Puradisastra, Roman Kehidupan Kusni Kasdut,
TEMPO, 8 Maret 1980: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1980/03/08/
BK/mbm.19800308.BK51822.id.html

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 83


Kasdut tidak memilih bergabung lagi dalam ketentaraan
pas­ ca pengembalian kedaulatan. Kasdut memilih menjadi
orang sipil. Sebuah pilihan sulit bagi banyak pemuda-pemuda
yang sudah terbiasa dengan kehidupan perang. Sangat sulit
bagi pemerintah Republik yang baru menata kehidupan ber­
ne­gara untuk berbuat layak pada veteran peran yang berjasa.
Ke­hidupan ekonomi yang morat-marit membuat Kasdut me­
milih jalan pintas untuk bertahan hidup.
­Maka tampillah Kusni kasdut sebagai penjahat paling le­
gen­­daris di Indonesia. dia pernah tertangkap beberapa kali
sebe­lum akhirnya dibebaskan. batin kasdut yang bermimpi
soal ketenangan, dalam dirinya terus bergolak. Namun rasa­
nya kondisi ekonomi Indonesia tidak pernah mau berbaik hati

www.old.nable.com

Kusni Kasdut
yang sederhana
dan bersahaja.

84 ~ PAR A JAGOAN
pa­­da orang susah sepertinya. Masalah Ekonomi dengan cepat
me­­mancingnya untuk melakukan tindak kriminal. terlepas di­
ri­nya harus terus melepas adrenalin-nya yang terus bergolak
dan harus terus hidup dalam ketegangan.
Dia pernah hampir diampuni ketika memilih menjadi
suka­­relawan dalam sebuah operasi militer. Semacam program
cuci dosa bagi penjahat kelas berat macam dirinya. Tugas suci
akan memperbaiki diri Kasdut.
Jika ditanya pada orang yang pernah merasakan hidup era
1970, siapakah Kusni Kasdut, orang pasti akan tahu kejahatan
apa yang pernah dilakukannya. Orang-orang dimasa itu me­
nge­nalnya sebagai salah satu pejahat Legendaris, tertangkap
dan di vonis hukuman mati atas segala perbuatannya. Bisa
jadi, tidak banyak kemudian orang tahu bahwa Kusni di saat-
saat akhir hayat-nya benar-benar bertobat dan menjalani ek­
sekusi matinya dengan tegar.
Penjara membuat Kusni Kasdut tersing dari dunia luar.
Ter­ masuk pada keluarga yang sebenarnya dia menyimpan
cinta. Dalam keterasingannya di penjara dan jauh dari orang-
orang yang dicintai, ternyata sisi agamis Kusni Kasdut tumbuh
semakin dalam. Apalagi ketika dia di penjara dan sebelum
di­eksekusi mati, dia sempat berkenalan dengan seorang pe­
muka agama Katolik. Setelah berkenalan dengan pemuka aga­
ma tersebut, akhirnya Kusni Kasdut memutuskan menjadi pe­
ngikut setia. Kusni Kasdut dibaptis sebagai pemeluk Katolik
dengan nama Ignatius Kusni Kasdut.
Saat menunggu hari eksekusi, dia menuangkan rasa cin­ta­
nya terhadap agama yang telah dia anut dalam sebuah lukisan
yang terbuat dari gedebog pohon pisang. Dalam lukisan ter­
sebut, tergambar dengan rinci Gereja Katedral lengkap de­ngan
menara dan arsitektur bangunannya yang unik. Dan sam­pai

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 85


sekarang masih tersimpan rapi di Museum Gerja Katederal
Jakarta. “Setelah lukisan gedebog pisang itu jadi, se­ba­gai tanda
terima kasihnya, Kusni Kasdut memberikan lu­ kisannya itu
kepada Gereja Katedral, Jakarta. Beberapa ha­ri setelah itu,
Kusni Kasdut ditembak mati,” ujar pengurus Museum Katedral,
Jakarta, Eduardus Suwito. Saya mendapat tu­lisan mengenai
saat – saat akhir hayatnya pada saat mau meng­hadapi regu
tembak.3
Sebagai manusia, Kusni Kasdut memiliki selera seni yang
baik. dan dengan gedebog pisang dia bisa berkarya. Jiwa kese­
niannya tumbuh menjelang kematiannya.Kasdut tidak mem­
buat untuk dirinya sendiri melainkan mempersembahkannya
pada gedung katedral Jakarta—yang termegah se-Jakarta—
tem­pat sebagian Umaat katolik Jakarta beribadat. Jika masih
dipa­sang, maka orang-orang katolik yang melihatnya maka
orang-orang itu akan berpikir bahwa manusia memiliki ba­
nyak sisi. Gedebog pisang itu bukan sekedar pertobatan saja,
tapi juga menyiratkan dorongan kemanusiaan Kasdut untuk
ber­kesenian.
Keinginannya terakhir Kusni Kasdut, tidak lain hanyalah
ingin berkumpul di tengah keluarganya. Keinginan Kasdut
itu terpenuhi juga. Sembilan jam sebelum diantar pergi oleh
tim eksekutor, di ruang kebaktian Katolik di LP Kalisosok,
Surabaya Kusni. Kasdut dikelilingi keluarga besarnya. Ada
Sunarti (istri keduanya), Ninik dan Bambang (anak dari istri
per­tama), Edi (menantu, suami Ninik) dan dua cucunya, anak
Ninik. Itulah jamuannya yang terakhir-dengan capcai, mi dan

Reinhard Hutagaol, Penjahat legendaris Indonesia: Kusni Kasdut http://rein-


3

hardjambi.wordpress.com/2008/04/13/penjahat-legendaris-indonesia-kusni-
kasdut/

86 ~ PAR A JAGOAN
ayam goreng. Tapi rupanya hanya orang yang menjelang mati
itu yang dengan nikmat makan.
Pada masa jayanya, Kusni Kasdut dikenal sebagai pen­ja­hat
spesialis “barang antik” salah satunya yang paling spektakuler
ia merampok Museum Nasional Jakarta. Dengan meng­gu­nakan
jeep dan mengenakan seragam polisi (yang tentunya palsu), dia
pada tanggal 31 Mei 1961 masuk ke Museum Nasional yang
dikenal juga Gedung Gajah. ���������������������������������
Setelah melukai pen­jaga dia mem­
bawa lari 11 permata koleksi museum tersebut.
Komplotan Kusni Kasdut juga pernah membunuh dan
meram­pok seorang Arab kaya raya bernama Ali Badjened pa­
da 1960-an. Kusni Kasdut dalam aksinya ditemani oleh Bir
Ali. Ali Badjened dirampok sore hari ketika baru saja keluar
da­ri kediamannya di kawasan, Awab Alhajiri. Dia meninggal
sa­at itu juga akibat peluru yang ditembak dari jeep yang diba­
wa oleh Kusni Kasdut. Dan Bir Ali yang menembak.4.
Saat-saat terakhir Kusni Kasdut ini dijadikan ide untuk
lagu­nya God Bless—band rock besar Indonesia yang mele­gen­
da, “Selamat Pagi Indonesia” di album “Cermin”. Lirik lagu
ini ditulis oleh Theodore KS, wartawan musik Kompas yang
memang ahli menulis lirik lagu. Awalnya Kusni kasdut ada­
lah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Sudarto ada­lah
penasehat hukum Kusni Kasdut mengatakan dalam pembe­
laann­ya : ”Manusia tidak berhak mencabut nyawa orang,” dan
”Nafsu tidak bisa dibendung dengan ancaman”.
Kusni Kasdut pada saat sedang menunggu keputusan atas
per­mohonan grasinya sempat melarikan diri kemudian dapat
di­tangkap kembali dan akhirnya menjalankan pidana mati­nya.

Alwi Shihab, Kebun Sirih dan Kusni Kasdut, dalam http://alwishahab.wordpress.


4

com/2008/02/11/kebon-sirih-dan-kusni-kasdut/

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 87


Kusni Kasdut sempat dijuluki “Robin Hood” Indonesia,
ka­rena ternyata hasil rampokannya sering di bagi – bagikan
ke­pada kaum miskin. Sama seperti yang dilakukan jagoan
betawi, pitung, menjelang pergantian abad XIX ke XX.
Layaknya jagoan, Kusni Kasdut cukup jago bahkan sering
me­la­rikan diri. Dirinya terakhir kabur pada 10 September
1979. Dimana pihak kepolisian harus bekerja keras men­ca­
rinya. Apalagi setelah ada ancaman kepada Iwan Tirta, seo­
rang pengusaha batik ternama, dari orang yang mengaku diri
ber­nama Kusni kasdut. Usia Kasdut kala itu sudah 50 tahun.
Bu­kan mudah untuk orang seusianya.5
Kusni tertangkap lagi tidak lama kemudian. Alasan kabur­
nya konon adalah masalah grasi yang sulit sekali diusahakan
ke­luar­ganya. Usaha grasi gagal karena ada orang yang ber­bu­at
curang pada keluarga dan kawan lama Kusni Kasdut. Pe­nang­
kapan Kusni Kasdut tentu menjadi berita besar di televisi.6
Grasi Kusni Kasdut sendiri ditolak presiden Suharto ada
10 November 1979. Dan Kusni Kasdut telah delapan kali me­
la­rikan diri. Penolakan grasi itu tidak membuat kaget para
Kusni Kasdut. Dia bahkan berjalan seperti biasa saja ke
Sel. Keinginan terakhirnya hanya ingin berkumpul dengan
keluarganya.7
Tangan kanan Kusni Kasdut adalah Bir Ali, dia tinggal
dan besar di Cikini Kecil—sekarang ini letaknya di belakang
Hotel Sofyan. Bir Ali, yang juga menjadi pembunuh Ali
5
Kusni Kasdut, Dimana Anda?, TEMPO, 29 September 1979: http://majalah.tem-
pointeraktif.com//ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/1979/09/29/KRI/mbm.19790929.
KRI55277.id.html
6
Perjalanan Grasi Kusni Kasdut, TEMPO 27 Oktober 1979: http://majalah.tem-
pointeraktif.com/id/arsip/1979/10/27/KRI/mbm.19791027.KRI55435.id.html
7
Perjamuan Terakhir Ignatius Waluyo, TEMPO, 16 Februari 1980. http://majalah.
tempointeraktif.com/id/arsip/1980/02/16/HK/mbm.19800216.HK51744.id.html

88 ~ PAR A JAGOAN
http://reinhardjambi.wordpress.com

Kusni Kasdut yang legedaris


dikawal petugas hukum.

Bajened bersama Kusni Kasdut di Jalan KH Wahid Hasyim,


ber­nama lengkap Muhammad Ali. Dia mendapat gelar Bir Ali
karena kesukaannya menenggak bir, ia tewas dalam tembak
menembak dengan polisi.
Sementara itu Kusni Kasdut menjalani hukuman matinya
di­depan regu tembak pada 16 Februari 1980.Dengan tabah.8
Nasib Kusni Kasdut jauh lebih beruntung daripada Bir Ali.
Kasdut bisa meninggal dengan tenang, sementara Bir Ali
meninggal dalam buruan.
Eksekusi itu membebaskannya dari berbagai hal di dunia
yang membuat Kusni kasdut muak, termasuk kejahatan yang
pernah dia lakukan. Kasdut bisa menjadi tenang seelah sekian
lama tidak tenang dalam suasana kemerdekaan yang pernah
dia perjuangkan di masa revolusi. Kemerdekaan sebuah
Reinhard Hutagaol, Penjahat legendaris Indonesia: Kusni Kasdut http://rein-
8

hardjambi.wordpress.com/2008/04/13/penjahat-legendaris-indonesia-kusni-
kasdut/

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 89


negeri bukan jaminan akan bahagianya rakyat negeri yang
ber­sangkutan. Sebelum dieksekusi, tidak lupa Kusni Kasdut
mem­­buatkan puisi untuk anaknya. Puisi itu menyiratkan pe­
nye­salan Kasdut. Kasdut merasa tidak bisa menjadi ayah yang
baik untuk putrinya karena kondisi dirinya yang dilingkupi
kejahatan. 9
Menjelang hukuman matinya, di penjara Lowokmaru,
Kasdut nampak riang dan suka berbicara dengan para penjaga
pen­­jara. Terlalu lama menunggu eksekusi nampaknya juga
mem­­buat Kasdut tersiksa. Dia sudah divonis mati sejak tahun
1964.
Bambang Purnomo, seoran pengajar Hukum dan mantan
Ketua Jurusan Fakultas Hukum UGM, berpendapat, meski
Kasdut tereksekusi mati atas tindak pidana, Kasdut layak di­
kubur di Makam Pahlawan.
”Jangan panas setahun dihapus oleh hujan sehari, Wa­
lau­­pun kejahatannya harus dihukum setimpal, sebagai bekas
pe­­juang, misalnya, Kusni dapat masuk ke makam pahlawan,”
ujar Bambang Purnomo.10

Reinhard Hutagaol http://reinhardjambi.wordpress.com/2008/04/13/penjahat-


9

legendaris-indonesia-kusni-kasdut/
Kusni Kasdut, Sebelum Mati, TEMPO, 8 Desember 1979: http://majalah.tempoin-
10

teraktif.com/id/arsip/1979/12/08/HK/mbm.19791208.HK55613.id.html

90 ~ PAR A JAGOAN
INDEKS

A Batak 5, 51
AA Maramis 9, 55 Batavia 21-23, 25, 41
Abdul Muis 21, 22, 97 Betawi 27, 28, 29, 30, 31, 32,
Agerbeek 64 37, 41, 51, 76, 99, 100, 101
Alwi Shihab 31, 87 Bir Ali 87, 88, 89
Ambon 51 Bledeg 77
Amir Syarifudin 8, 78
Angkatan Perang Ratu Adil C
(APRA) 59, 60, 63, 64, 97 Centeng 30
Angkatan Perang Tentara Islam Coenen 36, 37, 38, 39
(APTI) 72 Cuke 42
Anusapati 18, 19
Asa Bafaqih 82 D
Awab Alhajiri 87 Dandang Gendis 16, 17
Darul Islam 68, 72, 97
B Dicky Zulkarnaen 27, 30, 32
Bambang 86, 90 Diponegoro 28
Bang Pie’i 48, 54 Dullah 43

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 91


E J
Eddie Sampak 83 Jawara 7, 43, 76
Edeleer More 21 Jayabaya 17
Entong Endut iii, 28, 41, 43- 46 Jenderal Spoor 83

F K
Fajar Menyingsing 12 Kaoem Moeda 10, 100
Karaeng Barombong 35, 36
G Karaeng Batupute 35, 36
Gerakan Rakyat Indonesia Karaeng Bontolangkasa 36
Karaeng Bontonompo 36, 37
(Gerindo) 8
Karaeng Kabalokang 38
Glodok 8, 51, 52
Karaeng Lengkese 36, 38
God Bless 87
Karaeng Mandalle 37
Golongan Karya (Golkar) 12 Karaeng Mappanyuki 36, 37
Kartosuwiryo 72, 73
H Kebo Ijo 15
Haderi 67 Kefler 23
Haji Amat Awab 43 Keibodan 10
Haji Naipin 29, 31 Ken Arok 10, 14-19
Hasanudin 34 Ken Dedes 15, 16, 18
Hassan Basry 71, 72 Ken Endok 14, 15, 19
Hayam Wuruk 18 Kertajaya 16-18
Kertanegara 18
Hitman 65
Kesatuan Rakyat Indonesia yang
H Naipan 29
Tertindas (KRIyT) 69
Houbelt Batavische Nieuw blad
Kompas 2, 17, 87, 98, 99
65 Koninklijk Nederlandsche
H. van der Wal 36 Indische Lager (KNIL) 4, 7,
54- 60, 64, 65, 68, 69, 73, 75
I Kontingenten 42
Ibnu Hajar iii, 67-73 Kusni Kasdut iii, 82- 100
Imam Syafei 48,-57
Istana Agama Islam Agung 72 L
I Tollo iii, 34- 39 Lady Rallinson 44
Iwan Tirta 88 landbouwsyndicaat 65

92 ~ PAR A JAGOAN
Landraad 41, 42 Ratu Adil Pemuda Islam (RAPI)
Lie Soen Bok 32 64
Lohgawe 17 Robert Cribb 8

M S
Makassar 36, 37, 51, 55, 97 Said Keramat 43
Marsose 4, 5, 7, 9 Said Muchsin bin Ahmad Alatas 43
Misbach Yusra Biran 52 Said Taba bin Ahmad Al Hadat 43
MMC 76, 77, 79, 80 Sarekat Islam 6, 46
Mpu Gandring 15, 19 Seinendan 10
Muhamad Arif 7 Selamat Pagi Indonesia 87
Senen 48, 49, 51, 54, 56, 57, 58
N Si Ronda Macan Betawi 32
Nawi Ismail 31, 32, 101 Slamet Riyadi 78
NICA 57, 58, 63, 65 Soekarno 52
Ninik 86 Subagio 83
Sunarti 86
O Suradi iii, 76-79
Oesaha Pemoeda Indonesia 49 Suud Rusli 11
Ong Hok Ham 2, 3, 4, 98 Suzzana 22

P T
Partai Persatuan Pembangunan TEMPO 12, 83, 88, 90, 100
(PPP) 12 Tentara Keamanan Rakyat
Partai Komunis Indonesia (PKI) (TKR) 58
6, 7, 8, 50, 52 Tentara Nasional Indonesia
Pembela Tanah Air (PETA) 68 (TNI) 50, 52, 65, 68, 70, 73, 76
Pitung 27- 32, 41, 101 Theodore KS 87
Preman 1-4, 9, 12, 14, 49, 54- 56 Tohjaya 19
Preman Tuluak 3 Tunggul Ametung 14, 15, 18, 19
Purbaya 23
U
R Ulil Amri 72
Raden Wijaya 18 Umar Said bin Alaydrus 43
Rapar 53, 54, 56, 57, 58, 59, 60 Untung Suropati iii, 21 -25

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 93


V
Veldpolitie 7, 9
Vereninging Oost-Indische
Compagnie (VOC) 21, 22, 23,
24, 25, 34
Vintje Sumual 54, 60
Vrije Man 1, 3

W
Westerling 59, 60, 63-65, 97,
99
Willy Pesik 57

94 ~ PAR A JAGOAN
REFERENSI

Abdul Haris Nasution (1998) Memenuhi Panggilan Tugas jlid


4 (Masa Pancaroba Kedua), Jakarta, Gunung Agung.
Abdul Muis (1965) Surapati, Jakarta, Balai Pustaka.
Anderson, Benedict RO’G (1988) Java in the Time of
Revolution, Occupation and Resistence, 1944-1946, ab.
Revolusi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan
di Jawa 1944-1946 , Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
Bert Supit & BE Matindas (1998), Ventje Sumual: Menatap
Hanya Ke Depan (Biografi Seorang Patriot, Gembong
Pemberontak), Jakarta, Bina Insani.
Dijk, Cornelis van(1995) Rebellion under the banner of Islam
(Darul Islam in Indonesia), ab. Darul Islam: Sebuah
Pemberontakan, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 95


Daska Priyadi (1965) Gerakan Operasi Militer II (Operasi
Penumpasan APRA Westerling Bandung), Bandung &
Jakarta, Mega Bokkstore dan Pusjarah Angkatan Bersenjata.
Venner, Dominique (1983) Westerling de Eenling, Amsterdam,
Uitgeverij Spoor, 1983.
Edward L. Poelinggomang (2004) Perubahan Politik
& Hubungan Kekuasaan Makassar 1906-1942,
Yogyakarta: Ombak.
Kahin, George McTurnan (1995) Refleksi Pergumulan Lahirnya
Republik: Nasionalisme dan Revolusi Indonesia, Surakarta,
UNS Press.
J.B Kristanto (2005) Katalog Film Indonesia (1926-2005),
Jakarta, Nalar & Fakultas Film dan Televisi IKJ.
Jakarta Kota Juang, Jakarta (2003), Dinas Kebudayaan dan
Permuseuman Provinsi DKI Jakarta.
Todie, Jerome (2009) Les territories de la violence a Jakarta,
ab. Wilayah Kekerasan Jakarta, Masup Jakarta.
Jozef Warouw dkk (1999) KRIS 45 Berjuang Membela
Negara: Sebuah Refleksi Perjuangan Revolusi KRIS
(Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi), Jakarta,
Pustaka Sinar Harapan.
Julianto Ibrahim (2004), Bandit dan Pejuang di Simpang
Bengawan: Kriminalitas dan Kekerasan Masa Revolusi
di Surakarta, Wonogiri, Bina Citra Pustaka.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), Jakarta, Balai Pustaka
M. Bahar Mattalioe (1994) Pemberontakan Meniti Jalur
Kanan, Jakarta, Grasindo.

96 ~ PAR A JAGOAN
Marwati Djuned Poesponegoro & Nugroho Notosusanto (1993),
Sejarah Nasional Indonesia Jilid II, Jakarta, Balai Pustaka.
Marwati Djuned Poesponegoro & Nugroho Notosusanto
(1975) Sejarah Nasional Indonesia IV, Sejarah Nasional
Indonesia IV, Jakarta, Balai Pustaka.
Nugroho Notosusanto dkk (1975) Sejarah Nasional Indonesia
VI: Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia, Jakarta,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ong Hok Ham (2002) Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong,
Jakarta, Kompas.
Parakirti Simbolon (1979) Kusni Kasdut, Jakarta, Gramedia.
Parakitri Simbolon (2006), Menjadi Indonesia, Jakarta, Kompas.
Persatuan Djaksa-djaksa Seluaruh Indonesia (1955)
Peristiwa Sultan Hamid II,Jakarta, Fasco Jakarta.
Pierre Heijboer (1998) De Politionele Actie: De Strijd
om “Indie” 1945/1949, ab. WS Karnera, Agresi
Militer Belanda Memperebutkan Pending Zambrut
Khatulistiwa 1945/1949, Jakarta, Grasindo-KITLV.
R. Pitono Hardjowardojo (1965) Pararaton, Jakarta, Bharata.
R.P. Suyono (2003) Peperaqngan Kerajaan di Nusantara,
Jakarta, Grasindo.
Rahmat Ali (1993) Cerita Rakyat Betawi 1, Jakarta, Grasindo.
Robert Bridson Cribbs (2010) Gangster and The Revolutioneries
Jakarta People’s Militia and the Indonesian Revolution
1945-1949, ab. Tim Masup Jakarta, Jakarta, Masup Jakarta.
Rosihan Anwar (1986) Perkisahan Nusa: Masa 1973-1986,
Grafitipers.

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 97


Sibarani (tt), Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja
XII, Jakarta, Ever Ready.
Supardi (1985) Westerling, Jakarta, Yayasan Badan Pelengkap
Kejuangan 45.
Ulf Sindhaussen (1985) Politik Militer Indonesia 1945-1967,
Jakarta, LP3ES.
Warsa Djajakusumah, (1976) API 45 Dari Masa Ke Masa,
Aku Akan Teruskan, Jakarta.

Koran dan Majalah:


Kaoem Moeda edisi 1 Maret 1940.
Oetoesan Hindia edisi 27 Juli 1915
Pembrita Betawi edisi 30 Juli 1915
TEMPO edisi 29 September 1979: 27 Oktober 1979: 8 Desember
1979: 16 Februari 1980.: 8 Maret 1980: 31 Maret 2008.

Website:
http://alwishahab.wordpress.com/2008/02/11/kebon-sirih-
dan-kusni-kasdut/
http://majalah.tempointeraktif.com//ip52-214.cbn.net.id/id/
arsip/1979/09/29/KRI/mbm.19790929.KRI55277.id.html
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1979/10/27/
KRI/mbm.19791027.KRI55435.id.html
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1979/12/08/
HK/mbm.19791208.HK55613.id.html
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1980/02/16/
HK/mbm.19800216.HK51744.id.html

98 ~ PAR A JAGOAN
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1980/03/08/
BK/mbm.19800308.BK51822.id.html
Reinhard Hutagaol, Penjahat legendaris Indonesia: Kusni
Kasdut http://reinhardjambi.wordpress.com/2008/04/13/
penjahat-legendaris-indonesia-kusni-kasdut/

Lain-lain:
Arsip Laporan Djawatan Kepolisian Negara Bagian PAM kepada
Presiden RI di Yogyakarta, tanggal 21 Februari 1950.No.
Polisi 278/A.R./PAM/DKN/50. (Koleksi Arsip Nasional)
Film Si Pitung (Produksi: Dewi Film, Sutradara: Nawi
Ismail, 1970) dan Banteng Betawi (Produksi: Dewi
Film, Sutradara: Nawi Ismail,1971):

DARI KEN AROK SAMPAI KUSNI K ASDUT ~ 99


SEDIKIT TENTANG TROMPET BOOK
Trompet Book adalah penerbit kecil alternatif di Jogjakarta.
Buku-buku yang kami terbitkan adalah buku-buku sejarah.
Khu­susnya sejarah Indonesia. Naskah-naskah yang Trompet
Book sajikan adalah nas­kah-nas­kah dengan tema-tema unik.
Ini semua karena nusantara ek­sotik, pu­nya sejarah panjang
dan menarik.
Buku ini bukan satu-satunya produk Trompet Book yng
ditulis oleh Petrik Matanasi. Tidak lama lagi, akan terbit buku-
buku lain seperti: Pribumi Jadi Letnan KNIL (yang selesai di­
tulis 2009); Tentara (yang) Merah di Indonesia (yang selesai
di­tulis 2010); Letkol Untung, Cakrabirawa dan G 30 S (yang se­
le­sai ditulis 2010); Para Komandan di Nusantara (yang selesai
ditulis 2011) dan Orang-orang Indonesia Versus Tentara Fasis
(yang selesai ditulis 2011).
Kedepannya, Trompet Book akan menerbitkan naskah-
nas­kah dari kawan-kawan sejarawan muda seperti Kuncoro
Hadi, Reni Nuryani dan lain­nya. Trompet Book berharap bisa
terus menjadi corong bagi seja­rawan muda Indonesia dari
ber­bagai bidang kajian untuk ber­kar­ya se­ca­ra Indie.
Kunjungi blog kami Istori van Nusantara di http://
petrikmatanasi.blogspot.com. Saran dan Kritik silahkan kirim
ke trompet2011@yahoo.com atau pitalawa@gmail.com. No
yang bisa dihubungi: 085879822184

TENTANG PENULIS
Petrik Matanasi (Kelahiran Balikpapan, 1983) kerap me­
ngaku pe­me­rhati sejarah militer Indonesia. Alumnus SMAN
2 Balikpapan. Pernah kuliah Sejarah di Universitas Negeri
Yogyakarta. Sudah menulis be­be­rapa judul buku dan artikel
ten­t­ang sejarah militer Indonesia. Buku-buku yang sudah
ter­bit: Westerling: Kudeta Yang Gagal (Media Pressindo,
2007); KNIL (Koninklijk Nederlandsche Indische Leger): Bom
Waktu Tinggalan Belanda (Media Pressindo, 2007); Pasukan
Komando: Pasukan Hantu Pengukir Sejarah Indonesia (Media
Pressindo, 2008); Peristiwa Andi Azis: Kemelut Bekas KNIL di
Sulawesi Selatan(Media Pressindo, 2009); Pemberontak Tak
Selalu Salah (Indonesia Buku, 2009). Karyanya yang ber­judul
Sejarah Tentara akan se­gera diterbitkan oleh Penerbit Narasi
te­ngah tahun 2011 ini. Saat ini masih suka berkelana untuk
me­nulis buku. CP: 085879822184. Email: pitalawa@gmail.com.

Anda mungkin juga menyukai