Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PAHLAWAN INDONESIA
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
RASMA.R.S
XI IPS 2
SMAN 2 PINRANG TAHUN 2021/2022
Kata pengantar

Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau
seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela
bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau
menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa
dan negara Republik Indonesia. Pahlawan Kemerdekaan Nasional adalah Pahlawan yang ikut
serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia baik secara langsung dengan perang
maupun secara tidak langsung dengan memberikan informasi kepada para pejuang, melalui
perundingan sampai merumuskan teks proklamasi. Pahlawan Proklamator adalah Pahlawan
yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pahlawan Kebangkitan Nasional adalah
Masa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta
kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak
pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Masa ini di tandai dengan dua
peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo ( 20 Mei 1908 ) dan ikrar Sumpah Pemuda (
28 Oktober 1928). I-2 Pahlawan Revolusi adalah gelar yang diberikan kepada sejumlah
perwira militer yang gugur dalam tragedi Gerakan 30 September yang terjadi di Jakarta dan
Yogyakarta pada tanggal 30 September 1965. Seiring dengan berkembangnya teknologi
informasi, saat ini sudah banyak device yang diciptakan untuk mempermudah dalam
mengakses informasi. Sistem informasi tentang sejarah para pahlawan indonesia saat ini
masih banyak di dominasi buku. Pada edisi kali ini saya akan menyajikan penjelasan tentang
pahlawan Indonesia yang ada di pinrang

Daftar isi:

Bab 1 pendahuluan

 Latar belakang pahlawan pinrang

Bab 2 pembahasan

 Perjuangan pahlawan pinrang

Bab 3 penutup

 Kesimpulan
Bab 1

 Latar belakang pahlawan pinrang

LA SINRANG

Sosok Pahlawan di tanah Sulawesi jarang dikenal oleh masyarakat luas di Indonesia,
mungkin hanya nama Sultan Hasanuddin dari kerajaan Gowa saja. Namun ada beberapa
pahlawan dari tanah Bugis yang seharusnya dikenal oleh masyarakat, khususnya
masyarakat Sulawesi Selatan.

Adalah Petta Lolo La Sinrang dari Kerajaan Sawitto, Pinrang. Disebut La Sinrang yang lahir
dari keluarga kerajaan Sawitto pada tahun 1856. Putra dari La Tamma Addatuang Sawitto
dan I Raima ini dikenal sebagai pemuda yang kuat dan tangguh. Dalam perjalanan
hidupnya, La Sinrang banyak mendapatkan dididikan dari sanak saudara dari pembesar
kerajaan Sawitto.

Pamannya, saudara dari (I Raima), yang dikenal sebagai tokoh yang disegani dan
berpengaruh di tanah Sawitto banyak memberikan didikan yang keras kepala keponakannya
Lolo La Sinrang. Sehingga La Sinrang tumbuh menjadi pemuda yang jujur dan berwibawa,
dan menjadi ciri bahwa Petta Lolo La Sinrang adalah sosok pemimpin yang baik.

Sejak remaja, La Sinrang memiliki hobi yang unik, yaitu sabung ayam yang dalam bahasa
Bugis disebut dengan “Massaung manu”. Ayam atau “manu” nya pun adalah ayam yang
jarang orang miliki, dengan bulu putih berbibtik merah pada bagian dada menjadi ciri khas
dari ayam tersebut. Kegemaran inilah yang dianggap oleh orang banyak bahwa La Sinrang
adalah sosok yang sangat pemberani.

Julukan itu dibuktikan dengan keberanian Petta Lolo La Sinrang untuk melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Ada beberapa senjata khusus yang dimiliki oleh La Sinrang
untuk melakukan perlawanan, seperti tombak dan keris.

Tombaknya besar seperti dayung yang diberi nama “La Salaga’, sedangkan kerisnya diberi
nama “JalloE”. Dan dalam sejarah, Belanda mengaku kesulitan untuk mengalahkan La
Sinrang yang saat itu menjadi panglima perang dari kerajaan Sawitto, Pinrang. Namun trik
keji Belanda mampu membuat La Sinrang mengalah, dikarenakan Belanda menculik Ayah
dan Istrinya, dan diancam akan menyiksa mereka.

Dengan akal licik Belanda, akhirnya Petta Lolo La Sinrang menyerahkan diri, dan La Sinrang
menjalani pengasingan oleh Belanda di Banyumas, dan dipulangkan dalam keadaan sakit-
sakitan. La Sinrang akhirnya wafat pada tanggal 29 Oktober 1938 dan dimakamkan di
Amassangeng.
Untuk mengenang Sosok Petta Lolo La Sinrang, Warga Pinrang mengabadikan nama
Lasinrang di setiap sudut kota sebagai nama jalan, gedung olahraga, rumah sakit dan lain-
lain. Bahkan patung Lasinrang berbulu emas berdiri tegak di pusat Kota Pinrang yang
berjarak sekitar 185 kilometer dari Kota Makassar.

Tak hanya itu nama jalan Lasinrang juga ada di Kota Makassar, jika kita ingin membeli
kuliner khas Makassar seperti jalankote, pasti mengingat jalan Lasinrang di sudut kota
Makassar

Ayah La Sinrang bernama La Tamma. Sedangkan ibunya bernama I Rahima. Sejak lahir La
sinrang telah memiliki keistimewaan , yakni dadanya di tumbuhi bulu-bulu yang arahnya
berlawanan keatas ( bulu sussang), yang menurut kepercayaan orang tua dahulu suatu
bertanda bahwa anak tersebut mempunyai ciri-ciri tabiat pemberani dan suka membela
kebenaran jika kelak sudah dewasa.
Sejak masih kanak-kanak La Sinrang sudah di berikan pendidikan moral dan etika oleh
orang tuannya. Yang dilandasi dengan siri dan pesse, yang merupakan konsep kebudayaan
masyarakat bugis Makassar yang selalu menjadi penekanan dan pembinaan La Sinrang.
Hal yang tidak kurang menariknya untuk di sajikan disini adalah pengalaman masa kecil
La Sinrang yang gemar pada permainan rakyat, seperti mallogo, maggasing, massaung
manu, dan lain- lain.
Namun kegemaran utama La Sinrang yang berlanjut hingga dewasa adalah massaung
manu (menyabung ayam). Kegemaran La Sinrang ini selalu menjodohkan manu bakka yaitu
ayam yang buluhnya berwarna putih berbatik-batik merah pada bagian dada melingkar
sampai ke belakang.
Ayam tersebut jarang dimiliki oleh orang lain, sehingga kegemaran menyabung ayam
dengan menjagokan manu bakka terkenal keluar daerah. Itu pulahlah sebabnya La Sinrang
mendapat julukan bakka lolona Sawitto, yang berarti pemuda pemberani dari Sawitto, dan
gelaran ini semakin popular ketika La Sinrang memimpin perlawanan terhadap kolonial
Belanda.

Setelah memasuki usia remaja/dewasa, salah satu kegemaran La Sinrang adalah kesenian
tradisional “pajoge” yaitu salah satu jenis tari-tarian dari daerah Bone. Itulah sebabnya pada
saat pajoge dari pammana (Wajo) mengadakan pertunjukan di Sawitto.
Maka La Sinrang semakin tertarik dengan jenis tearian tersebut. Oleh karena itu maka
La Sinrang pergi ke pammana dan tinggal disana. Setelah tinggal di pammana La Sinrang
kembali ke Sawitto, . Pada saat itu beliau telah memiliki dua orang putra masing-masing La
Koro dan La Mappangaro dari perkawinanya dengan Indo Jamarro dan Indo Intan.
Sesampainya di Sawitto La Sinrang memulai rencananya dengan menaklukkan perang
dengan kerajaaan di sekitarnya seperti suppa, alitta, binanga karraeng, rubai, madalle,
cempa, jampue dan kerajaan kecil di Sawitto.
Tetapi ternyata kerajaan tersebut tidak bersedia berperan. Sehingga kerajaan tersebut tidak
takluk di bawah kekuasaan kerajaan Sawitto di bawah pemerintahan adattung La Tamma.
Diasingkan ke Bone, Lalu Wajo
Oleh karena La Sinrang berada di Sawitto semakin menjadi nakal, maka addatuang Sawitto
megasingkannya ke Bon. Akan tetapi setahun tinggal diBone, La Sinrang terpaksa
menyingkir ke Wajo karena membunuh salah seorang di istana di Bone, yaitu Pakkalawing
epu’na arung Bone.
Selama di Wajo ia mendapatkan didikan dari La Jalanti putra arung matoa Wajo yaitu la koro
arung padali yang bergelar watara Wajo. Sedankang kedudukan La Jalanti pada waktu itu
adalah menjadi komandan pasukan Wajo di tempe dengan pankat jendral.

Bab 2
 Perjuangan pahlawan pinrang
Lawan Belanda, Jadi Panglima Sawitto
Dalam perkembaganya kemudian ketika seragan Belanda terhadap kerajaan Sawitto tahun
1903 semakin hebat maka La Sinrang di panggil pulang ayahnya dan selanjutnya di angkat
menjadi panglima di kerajaan Sawitto.
Dalam perlawanannya La sinrang menggunakan beberapa sistem perlawanan yaitu sistem
penggalangan massa, sistem gerilya, dan kerjama sama dengan raja-raja.
Ketiga sistem ini digunakan La Sinrang untuk melawan tentara Belanda. Sistem
pengalangan massa dengan cara pembentukan pasukan yang di beri nama “ passiuno
lappung” yaitu berupa pasukan berani mati tak kenal menyerah dan mundur walaupun
setapak.
La sinrang dalam peperaganya mengunakan taktik perang gerilya yaitu menyerang di saat
musuh sedang lenggah atau istirahat dan mundur di saat musuh menyerang.
Dalam melaksanakan perang gerilya terhadap pasukan Belanda, La Sinrang mengadakan
taktik berpindah-pindah tempat dan setiap tempat yang di datangi segera menyusun
kekuatan baru di tempat tersebut.
Taktik yang demikian tersebut cukup memusingkan pihak Belanda sehingga tidak dapat
memusatkan segala kekuatanya untuk menghadapi serangan-serangan La Sinrang yang di
lakukan secara tiba-tiba kemudian menghilang lagi.
sistem kerja sama dengan raja-raja di Sulawesi selatan usaha bersama menyusun strategi
untuk mengusir Belanda dari tanah air. Sebagaimana kita ketahui bahwa raja di Sulawesi
tidak ada senang pada Belanda.
Dibantu Raja Gowa
Pada tahun 1905 raja Gowa Sultan Husain bersama putranya I Panguriseng Arung Alitta
dan I Mappanyukki Datu Suppa serta Mangimangi Karaeng Bontonompo,bersama dengan
dengan pasukanya melanjutkan perjuanganya di Sawitto dengan jalan bekerjasama dengan
Addatuang Sawitto (LATAMMA) bersama dengan panglima perang kerajaan Sawitto
La Sinrang untuk menhadapi Belanda.
Maka di bidang pertahanan juga di bentuk sekitarnya seperti: alitta, suppa tiroang, talabangi,
lepangan tassa, langga, jampue dll dengan bekerja sama dengan para bangsawan yang
ada di sekitar kerajaan Sawitto. Perlawan rakyat Sawitto yang dipimpin La Sinrang berhasil
mengoyahkan sendi-sendi pemerintahan india Belanda di Sulawesi selatan.
Konsep hidup La Sinrang dalam melawan Belanda, bahwa ia adalah seorang pemimpin
(panlima perang) yang berjiwa nasionalis, patriotik sejati orang yang taat pada agamanya
yaitu islam.
Untuk mendapatkan bukti sehubungan dengan argument tersebut di atas dapat di lihat
bagaimana La Sinrang melawan Belanda pada tahun 1905 di kerajaan Bone yang rajanya
pada waktu itu adalah LA PAWAWOI KARAENG SIGERI dengan bunyinya sebagai berikut:
Walaupun aku terdampar di luar bumi sekalipun, asalkan tak goya juga keyakinanku pada
kitab yang di bawah nabiku, karena itu adalah pendirianku, biar tubuhku menhadap atau
tertawan tetapi pantang bersua dengan komponi. Sikap raja Bone itu, menjadi sikap raja-raja
di Sulawesi selatan, termasuk semboyang yang di pedomani dan menjadi prinsip hiddup di
pegan oleh la sinrang yang mengandung nilai jihat.
Semboyan ain dari La Sinrang yaitu:
PAJJAGURU MALLEMALLEBU ARRO WELLEBA, DARA TEA MITTI, OLLI TEA TILLALA,
BUKU TEA POLA UPE TEA PETTU.
Artinya: tinju bundar, dada lebar, darah tidak menetes, kulit tidak mau terkelupas, tulat tidak
mau patah, dan urat tidak mau putus. Maksud dari semboyang tersebut menunyukan suatu
sikap keberanian dan pantang menyerah oleh La Sinrang dalam menghadapi musuh dalam
hal ini pemerintah penjajahan Belanda.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh tentara Belanda untuk menanamkan kekuasaanya di
daerah Sulawesi Selatan telah di tempuh berbagai cara, sampai kepada cara yang paling
tidak manusiawi pun telah dilakukan.
Termaksud di kerajaan Sawitto di bawah kekuasaan addatuang Sawitto La Tamma. Selain
itu, pemerintahan Belanda melancarkan politik pecah belah atau adu domba di kalangan
aristokrat kerajaan Sawitto dan komandan-komandan La sinrang di samping terus menerus
melancarkan operasi-operasi militer dan perang urat syaraf untuk mendudukan perlawanan
rakyat Sawitto yang dipimpin oleh La Sinrang.
Sasaran utama bukan hanya ditujukan kepada addatuang Sawitto bersama kelompok
aristokratnya, tetapi juga ditujukan kepada komandan-komandan tempur pasukan dan buah
La Sinrang sedangkan mereka yang tidak berhasil ditangkap, tetap melanjutkan perlawanan
terhadap pasukan militer Belanda.
Namun sebelum kunci utamanya yaitu La Sinrang, Api pemberontakan rakyat Sawitto yang
dipimpin oleh La Sinrang dianggap belum berhasil oleh karena itu, setelah berbagai cara
untuk melumpuhkan perlawanan rakyat Sawitto di bawah pimpinan La Sinrang selalu
mengalami kegagalan maka pada tanggal 25 juli 1906, adattuang Sawitto latammayang
sudah berusia lanjut ditangkap oleh Belanda.
Ketika pemerintahan kolonial Belanda menangkap kesayangan La Sinrang tersebut, dan
disiksa serta diancam diasingkan ke daerah pembuangan yang menyensarahkan.
Oleh karena itu, maka pada akhir bulan juli 1906, La Sinrang bersama sisa-sisa pasukannya
yang berjumlah sekitar 100 orang masuk kota Pinrang untuk membebaskan Addatuang
Sawitto La Tamma dan isteri La sinrang I Makkanyuma.
Pada saat itulah La Sinrang di kepung ketat dan kedua orang kesayangannya, yang
disandera dan di tahan dijadikan perisai oleh Belanda, dengan isyarat bahwa jika La Sinrang
melakukan perlawanan, maka kedua orang kesayangannya akan dibunuh.

Ditawan Belanda, Dibuang ke Jawa


Demi kelangsungan kerajaan Sawitto dan keselamatan rakyat banyak serta keselamatan
jiwa kedua orang kesayangannya tersebut akhirnya La Sinrang berhasil ditangkap oleh
Belanda.
La Sinrang akhirnya ditawan Belanda, praktis perlawanan pasukan La Sinrang dengan
mudah dapat di patahkan oleh tentara Belanda, apalagi setelah tertangkapnya pula teman
La Sinrang sebagai salah seorang pasukannya yaitu Uwa Dadi pada tanggal 31 juli 1906.
La Sinrang ditawan oleh tentara Belanda atas permintaan ayahnya sendiri. Oleh ayah
andanya dan beberapa temannya, bukan karena La Sinrang kalah perang ataupun di
tangkap oleh tentara Belanda.
Tetapi sebelum La Sinrang menyerahkan diri, dia berpesan bahwa aku ( La Sinrang ) mau
menyerahkan diri kepada Belanda jika peluruhku sudah habis semuannya. Demikianlah
pesan dan sekaligus janji kepada dirinya sendiri, janji ini memang di tepati oleh La Sinrang,
tepat pada peluru yang penghabisan, La Sinrang datang menyerahkan diri.
Penyerahan dirinya tidak langsug kepada tentara Belanda, akan tetapi ia datang hanya
kepada ayahnya sebagai orang yang di tempati mengikrarkan janjinya dulu.
Setelah menghadap addatuang Sawitto La Temma (ayahhandanya sendiri), maka barulah
kemuadian Belanda menahannya dan mengasingkannya ke daerah tempat pembuangan.
Setelah ditahan beberapa hari lamanya La Sinrang di kunjungi “Tuan Petoro” (controluer).
Meskipun La Sinrang dalam tawanan keberanian La Sinrang tidak kendor sedikit pun. Suatu
adegan yang mengagumkan ketika Tuan Petoro mengulurkan tangan kepada La Sinrang
dengan maksud berjabat tangan dengan tagan kiri, karena tangan kanan tetap memengang
gagang kerisnya.
Peristiwa tersebut membuat orang yang menyaksikannya merasa kagum di ikuti dengan
rasa keragu-raguan dan hati yang berdebar-debar. Pada pertemuannya antara Tuan Petoro
dengan La Sinrang tersebut Tuan Petoro mengajak La Sianrang ke Makassar dengan
alasan untuk berkenalan dengan pembesar-pembesar Belanda di Makassar.
Ajakan tersebut di terimah oleh La Sinrang dengan syarat seluruh pasukannya turut serta
pula. Untuk itu berangkatlah La Sinrang di antar menghadap ke pare-pare dengan hanya
mengendarai kuda turut pula dalam rombongan itu adalah Arung Lepangeng, Arung
padakkalawa, Arung Talabangi, Ajudannya sendiri yaitu La Salatang.
Di Pare-pare dia diterimah oleh Tuan Obas (overste) Belanda dan semuanya di perlakukan
sebagai tawanan untuk selanjutnya di bawah ke Makassar untuk di masukkan ke dalam
penjara.
Beberapa hari lamanya La sinrang dan ajudannya La Salatang berada di Makassar dalam
penjara Belanda.
Dengan pertimbangan demi keamanan khususnya kerajaan Sawitto, maka La Sinrang dan
ajudannya harus dibuang ke pulau luar sulawesi. La Sinrang kemudian di buang ke pulau
jawa bersama dengan istrinya I Makkanyuma, juga ikut di buang ajudannya sendiri (La
Salatang), La Mattoliang, I Daruma dari langnga.
Mereka di tempatkan di tiga tempat yaitu Bogor, Bandung, dan Banyumas.
Dibebaskan 1937, Meninggal 1938
Setelah La Sinrang menjalani pahit getirnya kehidupan seorang tawanan dalam
pengasingan di daerah tempat pembuanganselama tiga puluh satu tahun (31 tahun), karena
sudah lanjut usia dan dalam keadaan sakit-sakitan serta dianggap tidak berbahaya lagi bagi
kedudukan pemeritahan Belanda, maka akhirnya La Sinrang di bebaskan dari tawanan dan
dikembalikan ke Sawitto pada tahun 1937.
Dalam sumber lain di sebutkan bahwa sekitar tahun 1938 La Sinrang di pulangkan ke
Sawitto ( pinrang), setelah bertahun-tahun menekan dalam tahanan di tempat
pembungannya, dengan menderita penyakit yang cukup parah.
Konon selama ditahanan La Sinrang di beri suntikan khusus yang mampuh melumpuhkan
syaraf. Kesehatan beliau sudah semakin parah. Di samping sebahagian anggota badannya
lumpuh tak berdaya, juga beliau hanya mampu berbicara dengan bahasa isyarat atau bisu.
Belanda mengembalikan La Sinrang dari daerah pembuangan, mungkin kesempatan
terakhir di negeri yang sejak semula dibela dan di pertahankanya. Pada tanggal 29 oktober
1938, jenaza baginda di makamkan di Amassangang (terletak dipinggir kota Pinrang
sekarang).

Bab 3

 Kesimpulan
Negara Indonesia menghargai setiap jasa dan pengorbanan para pejuangnya baik yang
gugur di medan pertempuran maupun saat ini masih hidup, pengorbanan dan jasa para
pejuang tidak bisa digantikan dengan harta benda maupun hal-hal berharga lainnya. Untuk
itu pemerintah Indonesia mengabadikan setiap moment pengorbanan para pejuang dengan
cara setiap tangggal 10 November di peringati sebagai hari pahlawan. Pengertian pejuang
itu sendiri mnurut H.R. Irna adalah orang yang ikut dan berpatisipasi secara langsung
terhadap suatu usaha dalam perang melawan dan mengusir para penjajah atau bangsa
asing yang ingin melakukan kolonialisme di suatu daerah atau wilayah.

Anda mungkin juga menyukai