Anda di halaman 1dari 10

Pangeran Diponegoro : Biografi

dan Sejarah Singkat

iapakah Pangeran Diponegoro? Mengapa namanya begitu dikenang sebagai pahlawan


bangsa Indonesia? Sampai-sampai, Pangdip mendapatkan julukan sebagai Satria Piningit
di masanya. Memang julukan ini bukan tanpa sebab karena di masa lalu, beliau berhasil
menggerakkan rakyat untuk melawan penjajah dan kolonialisasi. Sejarah perjuangan
Pangeran Diponegoro tidak akan terlupakan hingga kelak, namanya pun dipakai sebagai
nama-nama jalan, bahkan salah satu universitas negeri di kota Semarang.

Biografi
Nama Bendara Raden Mas Antawirya

Lahir Yogyakarta, 17-November-1785

Meninggal Makassar, 8-Januari-1855 (Usia 69)

Orang Tua Sultan Hamengkubuwono III & R.A Mangkarawati

Pahlawan Perang Jawa, 1825-1830

Pangeran Diponegoro memiliki nama asli B.R.M Antawirya, lahir di lingkungan keraton
Ngayogyakarta pada tanggal 17 November 1785. Kontribusinya dalam pegerakan
melawan penjajah di era Hindia-Belanda, membuatnya dianugerahi gelar pahlawan
nasional Indonesia. Banyak orang yang tidak tahu bahwa ternyata ia adalah anak tertua
dari raja Jogja, Sultan Hamengkubuwono ke-3. Mungkin ini terjadi karena Pangdip adalah
anak dari selir, bukan sang ratu. Ibunya bernama R.A Mangkarawati yang berdarah
Pacitan, Jawa Timur.

Bendara Raden Mas Antawirya atau Pangeran Diponegoro juga dikenal dengan nama


Bendara Raden Mas Antawirya, ketika ia masih kecil hingga remaja. Masa kecilnya
dihabiskan di Yogyakarta, hingga sebelum akhirnya memulai ikut perjuangan melawan
penjajah. Kemuliaan dan ketinggian akhlak Pangeran Diponegoro membuat ayahnya sang
raja jadi kagum dan berniat menyerahkan takhtanya padanya. Namun pangeran menolak
karena ia menyadari bahwa keputusan raja ini tidak tepat, sebab ia hanyalah anak selir,
bukan permaisuri ratu. Jika ia naik takhta, tentu akan menciptakan iklim
kontestasi politik yang panas di lingkungan keraton, di antara anak-anak dan keluarga
besar.
Pangeran Diponegoro setidaknya pernah menikah hingga 9 kali disemasa hidupnya. Dari
sembilan istri ini, ia memperoleh 12 putra dan 10 putri. Sejarah menyatakan bahwa
meskipun ia adalah pangeran, namun selalu menolak tinggal di dalam kompleks keraton
maupun perumahan bangsawan. Ia malah memilih tinggal di kampung halaman eyang
buyut putrinya, sang permaisuri dari Sultan Hamengkubuwono ke-1. Kampung halaman
ini dinamakan Tegalrejo, namun konsepsi mengenai Tegalrejo sangat filosofis, bahwa
yang dimaksud dengan Tegalrejo adalah kawasan pedesaan. Jadi tidak spesifik
menyebutkan lokasinya di mana. Namun di masa lalu, desa Tegalrejo lokasinya di Jawa
Tengah.

Sepanjang gerilyanya sebagai pahlawan perang,


Diponegoro dianggap telah membangkitkan semangat kebangkitan perlawanan orang-
orang di desa. Karena ia memang tinggalnya selalu di desa. Perang Diponegoro tercetus
pada tahun 1825-1830. Penyebab tercetusnya Perang Diponegoro adalah karena ia
menolak Belanda melakukan kaplingisasi alias pematokan tanah di desa Tegalrejo secara
paksa. Selain itu juga diberlakukannya pajak yang sangat besar, padahal tanah yang
dipijak adalah tanah nenek moyangnya sendiri.

Tidak hanya berjuang sendirian, sejarah Pangeran Diponegoro juga menyebutkan bahwa
langkahnya didukung di tingkat grassroot (akar rumput) serta elite politik (lingkungan
kerajaan). Setidaknya ia mendapatkan dukungan besar dari Mangkubumi, pamannya.
Tapi tragedi Perang Diponegoro yang berdara-darah ini seakan-akan menjadi tragedi
genosida, sebab perang ini menimbulkan korban jiwa lebih dari 200.000 orang Jawa mati,
beberapa ribu pasukan di pihak lawan yaitu tentara Belanda berdarah Eropa.

Bisa dibilang memang pihak dari Kasunanan Surakarta yang mendukung langkahnya,
sedangkan pihak monarki Jogja sebagai keluarga intinya sendiri malah terkesan
mengecap pangdip sebagai pemberontak. Labelling pemberontak ini melekat tidak hanya
pada diri Pangeran Diponegoro, tapi juga seluruh trah keturunannya. Pangdip dan
keturunannya, semenjak perang ini tercetus, dilarang masuk lagi ke lingkungan keraton.
Bahkan perang usai pun, seluruh trahnya tidak diperkenankan masuk ke keraton, tidak
dianggap lagi.

Baru pada era Sri Sultan Hamengkubuwono IX, status pemberontak ini dicabut, sehingga
seluruh cucu-cicitnya kembali dianggap sebagai bagian dari keraton Yogyakarta. Mereka
bisa mengurus berkas-berkas silsilah keluarga yang mungkin saja akan memberikan
kebanggaan dan kedamaian tersendiri di hati mereka.
Sejarah Singkat Jenderal Soedirman

Soedirman Kecil

Soedirman dilahirkan pada tanggal 24 Januari 1916 di Desa Bodaskarangjati, Kecamatan Rembang, Kabupaten
Purbalingga, Jawa Tengah. Ayahnya bernama Karsid Kartawiradji, seorang mandor tebu pada pabrik gula di
Purwokerto. Ibunya bernama Siyem, berasal dari Rawalo, Purwokerto. Mereka adalah keluarga petani. Sejak masih
bayi, Soedirman telah diangkat sebagai anak oleh R.Tjokrosunaryo, Asisten Wedana (Camat) di Rembang, Distrik
Cahyana, Kabupaten Purbalingga, yang kimpoi dengan bibi Soedirman. Setelah pensiun, keluarga Tjokrosunaryo
kemudian menetap di Cilacap. Dalam usia tujuh tahun Soedirman memasuki Hollandsche Inlandsche School (HIS)
setingkat Sekolah Dasar di Cilacap. Dalam kehidupan yang sederhana, R. Tjokrosunaryo mendidik Soedirman dengan
penuh disiplin. Soedirman dididik cara-cara menepati waktu dan belajar menggunakan uang saku sebaik-baiknya. Ia
harus bisa membagi waktu antara belajar, bermain, dan mengaji. Soedirman juga dididik dalam hal sopan santun
priyayi yang tradisional oleh Ibu Tjokrosunaryo.
Sejarah singkat Sang Jenderal

Jenderal Besar Sudirman merupakan pahlawan yang pernah untuk merebut kemerdekaan Republik Indonesia dari
tangan pejajahan. Saat usianya masih yang masih relatif muda yaitu saat berumur 31 tahun sudah menjadi seorang
jenderal. Walaupun menderita sakit paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda.

Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh pada prinsip dan
keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya. Ia
selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat
ketika Agresi Militer II Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya
walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya untuk
melakukan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia disebutkan merupakan salah satu tokoh besar
yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini.

Kepribadian Sang Jenderal Besar

Berprinsip.

" … perjuangan kita harus didasarkan pada kesucian," demikian yang disampaikan Pak Dirman dalam pidato
pelantikan beliau menjadi Panglima Besar. Prinsip yang mencerminkan sikap jujur, adil, dan dapat dipercaya tersebut
beliau pegang teguh dalam setiap tindakan yang beliau ambil. Misalnya saja, setelah menandatangani persetujuan
gencatan senjata dengan Belanda, Jendral Sudirman menghormati semua aspek yang telah disetujui kedua belah
pihak, walaupun perjanjian tersebut ternyata banyak merugikan negara Indonesia. Dengan prinsipnya tersebut, beliau
juga menenangkan pasukannya untuk mengambil sikap bijaksana. Ternyata, pihak musuhlah yang lebih dulu
melanggar gencatan senjata yang telah disepakati, dengan melaksanakan Agresi II.

Mencintai rakyat.

Kecintaan Pak Dirman pada Rakyat telah terbentuk jauh sebelum beliau menjadi pemimpin bangsa. Dengan
pengetahuan, tenaga, kemampuan yang dimiliki, Soedirman muda yang waktu itu sudah menjadi tokoh masyarakat
setempat berupaya membantu rakyat tidak hanya dalam bidang pendidikan (mengajar di sekolah rakyat), tapi juga
dalam hal kepemimpinan (melalui organisasi pandu yang beliau pimpin), dan ekonomi (melalui kegiatan koperasi yang
beliau rintis). Kecintaan pada rakyat terus berlanjut ketika beliau memasuki masa dinas ketentaraan. Jendral
Soedirman sadar bahwa rakyat pada awal berdirinya Republik Indonesia banyak mengalami tekanan baik secara
ekonomi, politik, maupun sosial. Beliau juga paham bahwa Tentara Republik Indonesia tidak bisa berjuang sendirian
untuk membangun bangsa. Untuk itu Pak Dirman dan pasukan berjuang untuk dan bersama rakyat. Perjuangan
rakyat yang pada awalnya cenderung terkotak-kotak berdasarkan idealisme dan kedaerahan dihimbau untuk bersatu
melawan musuh yang ingin kembali bertakhta, sambil berupaya terus membangun bangsa walaupun dengan sarana
yang terbatas.

 Bijak.

Seperti layaknya seorang pemimpin besar, Pak Dirman terkenal sebagai sosok pemimpin yang bijak, baik dalam
berkata-kata maupun dalam bertindak. Ketika Presiden Soekarno memerintahkan Jenderal Soedirman dan Pasukan
untuk "mundur" sebagai tindak lanjut dari Perjanjian Renville, sang jendral tidak langsung protes. Dengan saksama
Jendral Soedirman memikirkan cara terbaik untuk menjalankan perintah tersebut tanpa mematahkan semangat anak
buah yang mungkin saja merasa harga diri mereka terinjak-injak karena harus mundur. Kemudian, sang pemimpin
besar memerintahkan anak buahnya dengan kata-kata yang bijak namun tegas untuk "hijrah" dari garis belakang
pasukan Van Mook. Masa "hijrah" ini digunakan Jendral Besar Soedirman dan pasukannya untuk membangun strategi
dan menyusun kekuatan yang lebih besar.
 Teguh.

Keteguhan hati Pak Dirman sudah terlihat sejak masa beliau aktif di kepanduan. Pada suat kegiatan kepanduan di
padang terbuka di daerah pegunungan, banyak peserta yang menyerah pada hawa dingin dan bergegas pulang.
Tidak demikian dengan Soedirman muda yang teguh bertahan di medan yang dingin untuk menyelesaikan tugas yang
telah dibebankan kepadanya. Keteguhan ini juga diperlihatkan beliau pada masa bergerilya. Walaupun kondisi fisik
lemah, Jenderal Soedirman tetap teguh mendampingi pasukannya di lapangan untuk menyusun kekuatan mengusir
musuh. Keteguhan ini merupakan salah satu kualitas yang membuat berbagai pihak hormat dan percaya kepada
pemimpin bangsa yang satu ini. Perjuangan Jenderal Soedirman menunjukkan bahwa prinsip, kecintaan pada rakyat,
sikap bijak, dan keteguhan hati yang senantiasa dilandaskan pada niat yang suci merupakan landasan penting dalam
bertindak.

 Kata-kata mutiara dari Sang Jenderal Besar


Tentara hanya memiliki kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatannya,
sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini, lagi pula sebagai tentara, disiplin harus dipegang teguh.
Tunduk kepada pimpinan atasannya dengan ikhlas mengerjakan kewajibannya, tunduk kepada perintah pimpinannya
itulah yang merupakan kekuatan dari suatu tentara. Bahwa negara Indonesia tidak cukup dipertahankan oleh tentara
saja, maka perlu sekali mengadakan kerjasama yang seerat-eratnya dengan golongan serta badan-badan di luar
tentara. Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau siapapun juga.
Diucapkan dihadapan konferensi TKR dan merupakan amanat pertama kali sejak menjabat sebagai Pangsar
TKR.  Yogyakarta , 1Januari 1946

Tentara bukan merupakan suatu golongan di luar masyarakat, bukan suatu "kasta" yang berdiri di atas masyarakat.
Tentara tidak lain dan tidak lebih dari salah satu bagian masyarakat yang mempunyai kewajiban tertentu.
Amanat yang tertuang dalam maklumat TKR. Yogyakarta 17 Pebruari 1946

Kami tentara Republik Indonesia akan timbul dan tenggelam bersama negara.
Amanat dalam rangka memperingati setengah tahun kemerdekaan RI. Yogyakarta 9 April 1946

Jangan sekali-kali diantara tentara kita ada yang menyalahi janji, menjadi pengkhianat nusa, bangsa dan agama,
harus kamu sekalian senantiasa ingat, bahwa tiap-tiap perjuangan tertentu memakan korban, tetapi kamu sekalian
telah bersumpah ikhlas mati untuk membela temanmu yang telah gugur sebagi ratna, lagi pula untuk membela nusa,
bangsa dan agamamu, sumpah wajib kamu tepati, sekali berjanji kamu tepati.

 Percaya kepada kekuatan sendiri


 Teruskan perjuangan kamu.
 Pertahankan rumah dan pekarangan kita sekalian.
 Tentara kita jangan sekali-kali mengenal sifat dan perbuatan menyerah kepada siapapun juga yang akan
menjajah dan menindas kita kembali.
 Pegang teguh disiplin tentara lahir dan batin jasa pahlawan kita telah tertulis dalam buku sejarah Indonesia,
kamu sekalian sebagai putera Indonesia wajib turut mengisi buku sejarah itu.

Amanat dalam rangka peresmian status kedudukan TRI bagian udara sejajar dengan TRI lainnya.  Yogyakarta 25 Mei
1946.

Sanggup mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Republik Indonesia, yang telah diproklamirkan pada tanggal
17 Agustus 1945, sampai titik darah yang penghabisan. Sanggup taat dan tunduk pada Pemerintah Negara Republik,
yang menjalankan kewajibannya, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan mempertahankan
kemerdekaannya sebulat-bulatnya. Sejengkal tanahpun tidak akan kita serahkan kepada lawan, tetapi akan kita
pertahankan habis-habisan...................... Meskipun kita tidak gentar akan gertakan lawan itu, tetapi kitapun harus
selalu siap sedia.
Amanat dihadapan presiden/panglima tertinggi APRI untuk mengikrarkan sumpah anggota pimpinan
tentara.Yogyakarta 27 Mei 1945
Menengok Sejarah, Mengenal Sosok K.H Agus Salim
dari Panitia Sembilan

Pada masa SMA dulu, apakah Anda menyukai mata pelajaran sejarah? Saya sih suka sekali, rasanya sampai ingin
kembali ke masa-masa leluhur kita terdahulu supaya bisa lebih merasakan kehidupan di masa itu. Well, langsung
saja, Anda pernah dengar atau ingat dengan Panitia Sembilan yang bertugas menampung saran, usulan, dari
berbagai pemikiran dari tiap-tiap anggota tentang dasar Negara Indonesia merdeka? Jika ya, pasti Anda tidak
asing dengan salah satu anggota dari mereka, K.H. Agus Salim.

Saya pribadi menyukai karakter beliau, karena beliau sosok yang ‘nyentrik’, berwibawa, dan pasti seru deh
membahas salah satu tokoh penting yang pernah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dalam rangka
mendapat pengakuan kemerdekaan dari negara-negara lain. Nah, tidak ada salahnya ya kalau kita sekarang
membahas lebih dalam tentang beliau. Ayo simak di sini!

1. Nama lahir
Sebelum kita mengenalnya dengan nama Agus Salim, beliau dilahirkan dengan nama Mashudul Haq yang berarti
“pembela kebenaran”. Kedua orang tuanya bernama Soetan Mohamad Salim dan Siti Zainab. Kalau dipikir,
nama pemberian dari orang tua memang sebuah doa dan cerminan diri kita sendiri akan jadi seperti apa ke
depannya, ya. Anda setuju?

2. Lahir di Sumatera Barat


K.H. Agus Salim adalah seorang pria asli Sumatera Barat yang lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat pada
tanggal 8 Oktober 1884, 61 tahun sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaan.

3. Latar belakang pendidikan yang baik


K.H. Agus Salim menempuh pendidikan dasar di, Europeesche Lagere School (ELS). Awalnya sekolah ini
diperuntukan khusus untuk yang berketurunan Eropa saja, tapi di tahun 1903, akhirnya sekolah ini dibuka juga
untuk kaum pribumi dan Tionghoa yang mampu. Setelah lulus, beliau melanjutkan menimba ilmu di Hoogere
Burgerschool (HBS) di Batavia (Jakarta) dan mendapat predikat sebagai lulusan terbaik di HBS.

4. Terjun ke dunia politik melalui Serikat Islam


K.H. Agus Salim pernah menjadi anggota dan pemimpin organisasi Serikat Islam. Organisasi ini terbilang berani
karena sangat lantang menyuarakan pendapat dan mengkritik pemerintah.

5. Aktif dalam lembaga-lembaga kelengkapan negara dan menteri


Setelah Indonesia merdeka, beliau pernah menjadi anggota di Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan
bergabung di Kabinet Sjahrir II dan III sebagai menteri. Beliau juga pernah menorehkan satu kiprah yang sangat
berarti bagi bangsa Indonesia, yaitu melakukan sebuah misi diplomasi ke Mesir yang terjadi pada tahun 1947
demi memperoleh pengakuan atas kemerdekaan Indonesia. Beliau tidak sendirian dalam menjalankan misi ini,
tapi ditemani oleh Abdul Rahman Baswedan, Mohammad Rasjidi, dan Sutan Nazir Pamoentjak sebagai diplomat
Indonesia. Berkat kerja keras keempat sekawan ini, Mesir berhasil jadi negara pertama yang mengakui
kemerdekaan Indonesia.

6. Menjadi anggota Panitia Sembilan


Beranggotakan sembilan orang yang bertugas untuk merumuskan dasar Negara Indonesia yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945, maka disebutlah Panitia Sembilan. Panitia Sembilan dibentuk pada tanggal 1 Juni
1945. Terbentuknya panitia sembilan bermula ketika Jepang telah berjanji untuk memberikan kemerdekaan
kepada bangsa Indonesia. Kemudian dibentuklah Badan Penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) pada tanggal 29 April 1945. Kemudian anggota-anggota BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945
dan persidangan pertama dilakukan keesokan harinya sampai dengan 1 Juni 1945. Setelah itu dibentuk panitia
kecil yang berjumlah 9 orang yang bertujuan untuk merumuskan gagasan-gagasan tentang dasar-dasar negara.

Dari sedikit ulasan di atas tentang K.H. Agus Salim, apakah sudah membawa Anda kembali ke masa-masa
sejarah? Biarpun bagi sebagian orang mempelajari sejarah itu membosankan, tapi ilmu tersebut penting bagi
kita untuk lebih menghargai jasa pejuang negara kita dan menyontoh semangat mereka.
Jika Anda tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang perjuangan K.H Agus Salim, Anda bisa menonton
film Moonrise Over Egypt yang akan menceritakan tentang usaha beliau dalam memperoleh pengakuan
kedaulatan dari Mesir. Saya jamin, Anda tidak akan merasa bosan apalagi menyesal menonton film karya anak
bangsa ini.
Sejarah Singkat Teuku Umar

Sejarah Singkat:
Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh 11 Februari 1899)  adalah pahlawan kemerdekaan Indonesia yang
berjuang dengan cara berpura-pura bekerjasama dengan Belanda. Ia melawan Belanda ketika telah mengumpulkan
senjata dan uang yang cukup banyak.
Auto Biografi:
Ia merupakan salah seorang pahlawan nasional yang pernah memimpin perang gerilya di Aceh sejak tahun
1873 hingga tahun 1899. Kakek Teuku Umar adalah keturunan Minangkabau, yaitu Datuk Makdum Sati yang pernah
berjasa terhadap Sultan Aceh. Datuk Makdum Sati mempunyai dua orang putra, yaitu Nantan Setia dan Achmad
Mahmud. Teuku Achmad Mahmud merupakan bapak Teuku Umar.

Ketika perang aceh meletus pada 1873 Teuku Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh
lainnya, padahal umurnya baru menginjak19 tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri yang kemudian
dilanjukan ke Aceh Barat. Pada umur ini, Teuku Umar juga sudah diangkat sebagai keuchik (kepala desa) di daerah
Daya Meulaboh.

Kepribadiaan Teuku Umar sejak kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka
berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam
menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu
menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.

Pernikahan Teuku Umar tidak sekali dilakukan. Ketika umurnya sudah menginjak usia 20 tahun, Teuku
Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar
kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim. Sejak saat itu, ia mulai
menggunakan gelar Teuku. Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dien, puteri pamannya.
Sebenarnya Cut Nyak Dien sudah mempunyai suami (Teuku Ibrahim Lamnga) tapi telah meninggal dunia pada Juni
1978 dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Setelah itu, Cut Nyak Dien bertemu dan jatuh cinta dengan
Teuku Umar. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos Belanda di Krueng.
Hasil perkawinan keduanya adalah anak perempuan bernama Cut Gambang yang lahir di tempat pengungsian
karena orang tuanya tengah berjuang dalam medan tempur.
Belanda sempat berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Satu tahun kemudian (tahun
1884) pecah kembali perang di antara keduanya. Pada tahun 1893, Teuku Umar kemudian mencari strategi
bagaimana dirinya dapat memperoleh senjata dari pihak musuh (Belanda). Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura
menjadi antek (kaki tangan) Belanda. Istrinya, Cut Nyak Dien pernah sempat bingung, malu, dan marah atas
keputusan suaminya itu. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara
untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer. Atas keterlibatan tersebut, pada 1
Januari 1894, Teuku Umar sempat dianugerahi gelar Johan Pahlawan dan diizinkan untuk membentuk legium
pasukan sendiri yang berjumlah 250 tentara dengan senjata lengkap.
Saat bergabung dengan Belanda, Teuku Umar sebenarnya pernah menundukkan pos-pos pertahanan Aceh.
Peperangan tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura. Sebab, sebelumnya Teuku Umar telah
memberitahukan terlebih dahulu kepada para pejuang Aceh. Sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu,
pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk  seorang Pangleot
sebagai tangan kanannya akhirnya dikabulkan oleh Gubernur Deykerhorf yang menggantikan Gubernur Ban Teijn.

Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar kemudian keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa
pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar. Dengan
kekuatan yang semakin bertambah, Teuku Umar bersama 15 orang berbalik kembali membela rakyat Aceh. Siasat
dan strategi perang yang amat lihai tersebut dimaksudkan untuk mengelabuhi kekuatan Belanda pada saat itu yang
amat kuat dan sangat sukar ditaklukkan. Pada saat itu, perjuangan Teuku Umar mendapat dukungan dari Teuku
Panglima Polem Muhammad Daud yang bersama 400 orang ikut menghadapi serangan Belanda. Dalam pertempuran
tersebut, sebanyak 25 orang tewas dan 190 orang luka-luka di pihak Belanda.

Gubernur Deykerhorf merasa tersakiti dengan siasat yang dilakukan Teuku Umar. Van Heutsz diperintahkan
agar mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menangkap Teuku Umar. Serangan secara mendadak ke
daerah Melaboh menyebabkan Teuku Umar tertembak dan gugur dalam medan perang, yaitu di Kampung Mugo,
pedalaman Meulaboh pada tanggal10 Februari 1899.

2. Pemikiran
Sejak kecil, Teuku Umar sebenarnya memiliki pemikiran yang kerap sulit dipahami oleh teman-temannya.
Ketika beranjak dewasa pun pemikirannya juga masih sulit dipahami. Sebagaimana telah diulas di atas bahwa taktik
Teuku Umar yang berpura-pura menjadi antek Belanda adalah sebagai bentuk “kerumitan” pemikiran dalam dirinya.
Beragam tafsir muncul dalam memahami pemikiran Teuku Umar tentang taktik kepura-puraan tersebut. Meski
demikian, yang pasti bahwa taktik dan strategi tersebut dinilai sangat jitu dalam menghadapi gempuran kolonial
Belanda yang memiliki pasukan serta senjata sangat lengkap. Teuku Umar memandang bahwa “cara yang negatif”
boleh-boleh saja dilakukan asalkan untuk mencapai “tujuan yang positif”. Jika dirunut pada konteks pemikiran
kontemporer, pemikiran seperti itu kedengarannya lebih dekat dengan komunisme yang juga menghalalkan segala
cara. Semangat perjuangan Teuku Umar dalam menghadapi kolonialisme Belanda yang pada akhirnya mendorong
pemikiran semacam itu.

3. Karya
Karya Teuku Umar dapat berupa keberhasilan dirinya dalam menghadapi musuh. Sebagai contoh, pada
tanggal 14 Juni 1886, Teuku Umar pernah menyerang kapal Hok Centon, milik Belanda. Kapal tersebut berhasil
dikuasai pasukan Teuku Umar. Nahkoda kapalnya, Hans (asal Denmark) tewas dan kapal diserahkan kepada
Belanda dengan meminta tebusan sebesar 25.000 ringgit. Keberanian tersebut sangat dikagumi oleh rakyat Aceh.
Karya yang lain adalah berupa keberhasilan Teuku Umar ketika mendapatkan banyak senjata sebagai hasil dari
pengkhianatan dirinya terhadap Belanda.

4. Penghargaan
Berdasarkan SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973, Teuku Umar dianugerahi gelar
Pahlawan Nasional. Nama Teuku Umar juga diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah daerah di tanah air, salah
satunya yang terkenal adalah terletak di Menteng, Jakarta Pusat. Selain itu, namanya juga diabadikan sebagai nama
sebuah lapangan di Meulaboh, Aceh Barat.

Anda mungkin juga menyukai