Anda di halaman 1dari 9

Sejarah Pangeran Diponegoro

a)

Masa Remaja
Diponegoro adalah putra sulung Sultan Jogya, Sultan HB III atau Sultan Raja dari
seorang selir. Dengan demikian dia adalah cucu Sultan HB II (Sultan Sepuh) dan cicit
Sultan HB I (Sultan Swargi). Ibunya disebut-sebut bernama R.A. Mangkarawati yang
menurut Peter Carey asal-usulnya masih kabur. Dikatakan putri itu berasal dari Majasta
di daerah Pajang, dekat makam keramat Tembayat. Dalam naskah lain Carey
mengatakan dia adalah keturunan Ki Ageng Prampelan dari Pajang.
Sagimun MD (1986). memberitakan bahwa dia berasal dari Pacitan, putri seorang
Bupati yang konon masih berdarah Madura. R. Tanojo dalam Sadjarah Pangeran
Dipanagara Darah Madura mengatakan bahwa darah Madura yang mengalir pada
Diponegoro bukan berasal dari pihak ibu tetapi justeru dari pihak ayah. Menurut
silsilah, nenek Diponegoro, yakni Ratu Kedaton (permaisuri HB II) adalah generasi ke
enam keturunan Pangeran Cakraningrat dari Tunjung Madura (Tanojo).

Nama asli Diponegoro adalah Raden Mas Mustahar. Dia lahir di keraton Jogyakarta
pada hari Jumat Wage, tanggal 7 Muharram Tahun Be atau 11 Nopember 1785 Masehi
sebagai putera sulung Sultan HB III (Carey, 1991). Pada tahun 1805 Sultan HB II
mengganti namanya menjadi Raden Mas Ontowiryo. Adapun nama Diponegoro dan
gelar pangeran baru disandangnya sejak tahun 1812 ketika ayahnya naik takhta.
Nama Diponegoro mengingatkan orang pada seorang tokoh dalam Babad Tanah
Jawi. yakni Raden Mas Sungkawa, putra Sunan Paku Buwono I (1704-1719) dari
Surakarta, yang juga bergelar Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1718 dia ditugaskan

untuk menumpas pemberontakan di Jawa Timur bersama Tumenggung Jayapuspita.


Setelah berhasil menguasai daerah di sebelah timur Gunung Lawu sampai
Blambangan, dia lalu mengangkat dirinya menjadi Panembahan Herucokro Senopati
ing Ngalogo Ngabdur-Rakhman Sahidin Panatagama. Di masa Sunan Amangkurat I
(1719-1727) istananya pindah dari Madiun ke Padonan, dekat Sukowati. Ketika
ditinggalkan saudara-saudaranya, yakni Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar,
istananya pindah ke Semanggi, sampai akhirnya pada tahun 1723 dia ditangkap
Belanda dan dibuang ke Tanjung Harapan (Olthof, 1941;Yamin, 1952).
Walaupun Pangeran Diponegoro putra raja, namun dia dibesarkan di luar tembok
kraton, di lingkungan pedesaan Tegalrejo, dibawah asuhan nenek buyutnya, Kanjeng
Ratu Ageng (janda mendiang Sultan HB I). Dalam naskah babad dikisahkan : beberapa
hari setelah Diponegoro lahir, Sultan HB I minta pada isterinya untuk melihat cicitnya
tersebut. Sambil mengamati bayi di pangkuannya Sultan HB I berkata : bahwa kelak
anak tersebut akan menjadi tokoh yang jauh lebih besar dari dirinya, dan akan
menimbulkan kerusakan besar pada Belanda Selanjutnya Sultan minta agar isterinya
merawat sendiri bayi tersebut (Carey, 1991).

Sepeninggal suaminya, Ratu Ageng membawa cicitnya ke kediamannya di


Tegalrejo, sebuah desa terpencil beberapa kilometer di arah barat daya istana
Jogyakarta. Di sanalah Diponegoro dibesarkan dan dididik sebagai layaknya
bangsawan Jawa, sekaligus seorang santri yang taat beragama. Banyak penulis
mengatakan bahwa kehidupan sehari-hari Diponegoro banyak mencontoh dan
mengikuti sifat serta perilaku Nabi. Hidupnya amat bersahaja, baik dalam cara

berpakaian, makan maupun pergaulannya dengan orang kecil. Dikisahkan dia sering
menyamar sebagai orang kebanyakan, mengenakan ikat kepala dan kain wulung dan
berbaju hitam. Dia sering bergabung dengan santri di pondok-pondok pesantren di
pedesaan dengan nama samaran Ngabdurakhim. Di saat samarannya hampir
terbongkar, dia segera pindah ke pondok pesantren yang lain. Selain itu dia juga suka
mengembara, masuk ke luar hutan dan tinggal di gua-gua untuk bertapa (Chalwat).
Cara hidup demikian ini nampaknya menjadi pola umum yang berlaku di kalangan
pemuda di masa itu. Dikarenakan sampai dengan masa pemerintahan Sultan HB II
masyarakat Jogyakarta masih diliputi oleh eforia kemenangan perang Mangukubumi.
maka upaya memperdalam ilmu kanuragan, ketrampilan bermain senjata, menunggang
kuda, juga landasan laku batin, seperti tirakat, puasa, bertapa di gua keramat mendapat
tempat khusus di kalangan anak muda. Sesuai dengan situasi dan kondisi jamannya,
Diponegoro muda tentunya juga tidak terlepas dari kebiasaan yang berlaku saat itu.

b)

Masa Penangkapan
Perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda menjadi dasar dan latar

belakang dari perjuangan rakyat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan,


persatuan dan martabat bangsa. Penangkapanan Diponegoro yang diakibatkan oleh
pengkhiatan (walaupun sebelumnya dijanjikan keselamatan atas dirinya), merupakan
momen bersejarah bagi bangsa Jawa/Indonesia. Tidak mengherankan apabila ideologi
politik dan sejarahnya menjadi sumber atas dasar dan martabat dari bangsa Indonesia.
Berikut ada beberapa peristiwa penangkapan dan pengasingan Pangeran Diponegoro
dalam masa perjuangannya :

Diperoleh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pangeran_Diponegoro

16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo


Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar
Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu
kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.

28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock


memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan
perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan
penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke
Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke
Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.

11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung Museum
Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur Jenderal Van den
Bosch.

30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu Retnaningsih,
Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertoleksono,
Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado.

3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke


Manado dan ditawan di benteng Amsterdam.

c)

1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan.

8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar.

Masa Pembuangan

Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro


dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada
tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul
kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah
kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil
menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro
menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya
dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado,
kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8
Januari 1855. Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan
Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak
8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa.
Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya.
Mengingat bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak,
sehingga konon anak cucunya tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai
kemudian Sri Sultan HB IX memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro, dengan
mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini
anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus Silsilah
bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.
PERMASALAHAN
Bagaimana Nilai-Nilai Perjuangan Pangeran Diponegoro dapat di Internalisasikan Pada
Saat Ini dan Akan Datang.

Nilai-nilai perjuangan Pangeran Diponegoro dianggap penting untuk diteruskan


sebagai semangat pembangunan dan pendidikan karakter bangsa. Dilahirkan dari
keluarga Kesultanan Yogyakarta, memiliki jiwa kepemimpinan dan kepahlawanan.
Hatinya yang bersih dan sebagai seorang pangeran akhirnya menuntunnya menjadi
seorang yang harus tampil di depan guna membela kehormatan keluarga, kerajaan,
rakyat dan bangsanya dari penjajahan Belanda.
Kejujuran, kesederhanaan, kerendahan hati, kebersihan hati, kepemimpinan,
kepahlawanan, itulah barangkali sedikit sifat yang tertangkap bila menelusuri perjalanan
perjuangan Pahlawan kita yang lahir di Yogyakarta tanggal 11 November 1785, ini.
Namun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, era globalisasi, serta
kemajuan teknologi di berbagai bidang, nilai-nilai nasionalisme seakan terkikis dan
luntur. "Saat ini masyarakat lebih mementingkan pribadinya dan kelompoknya" sebut
Prof. Sudharto Rektor Universitas Diponegoro Semarang. http://mediaindonesia.com/.
Nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme bangsa ini telah menurun.

PEMBAHASAN
Seperti yang sudah di sebutkan di atas, Nilai-nilai perjuangan Pangeran Diponegoro
dianggap penting untuk diteruskan sebagai semangat pembangunan dan pendidikan
karakter bangsa baik untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang. Bangsa
ini memerlukan seseorang seperti Pangeran Diponegoro dengan keberanian,
kesabaran, dan pengorbanannya menghadapi penjajah yang menyengsarakan rakyat.
Maka di era saat ini kita juga memerlukan sosok-sosok yang memberikan harapan di
tengah krisis. Mengubah hambatan menjadi peluang untuk meningkatkan kapasitas diri

maupun memberikan pengaruh yang positif pada masyarakat. Lalu, langkah apa saja
yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan dan menginternalisasikan nilai-nilai
perjuangan Pangeran Diponegoro tersebut ?

Salah satunya adalah dengan cara pemberian materi pembekalan soal


kepahlawanan Diponegoro baik di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun di lembagalembaga pendidikan lainnya. Universitas Diponegoro Semarang salah satunya, di kutip
dari situs Media Indonesia, di beritakan bahwa undip akan segera mendirikan Pusat
Dokumentasi dan Informasi Diponegoro. Pendirian wadah ini untuk mengkaji nilai-nilai
luhur dan perjuangan pahlawan Pangeran Diponegoro. Menurut Rektor, pusat kajian ini
akan berdiri pada 2012. Namun pembekalan kepada mahasiswa mengenai nilai-nilai
perjuangan tersebut akan dilakukan mulai tahun ajaran baru 2011. Selain itu, diperlukan
adanya sebuah manajemen nilai dalam diri individu agar bisa membentuk pola berfikir
yang lebih moderat dalam memposisikan nilai-nilai perjuangan, sehingga modernisasi
negatif dan egoisme kultural bisa ditekan dan diminimalisir dalam diri seorang individu.

Dengan manajemen nilai, berarti segala nilai-nilai perjuangan yang masuk, proses
internalisasinya bisa diatur pergerakannya agar bisa fleksibel, dalam arti ketika nilainilai itu mulai mendarah daging, individu harus mengatrolnya agar tidak masuk lebih
dalam lagi. Sebaliknya ketika, nilai-nilai perjuangan mulai hilang karena pengaruh
budaya lain/asing yang masuk ke dalam diri seorang individu, proses internalisasi mulai
ditumbuhkan kembali agar seorang individu tidak menjadi kacang yang lupa dengan

kulitnya. Selanjutnya, usaha yang perlu di lakukan dalam rangka menanamkan kembali
nilai-nilai perjuangan pahlawan untuk meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
bangsa juga dapat di lakukan dengan penyadaran. .

Penyadaran, pengenalan dan

penafsiran kembali Ideologi terbuka Pancasila sebagai nilai-nilai yang harus


diperjuangkan dan Landasan Konstitusional UUD.45 sebagai garis perjuangan, pada
seluruh lapisan masyarakat.

KESIMPULAN & SARAN


Dari paparan di atas dapat di simpulkan bahwa sosok Pangeran Diponegoro
merupakan tokoh sentral dalam sejarah perang jawa 1825-1830 sekaligus merupakan dasar
perjuangan Bangsa Indonesia untuk membentuk karakter bangsa yang bermartabat. Sifat yang di
tunjukkan Pangeran Diponegoro, yang memiliki Kejujuran, kesederhanaan, kerendahan
hati, kebersihan hati, kepemimpinan, kepahlawanan sungguh di perlukan oleh bangsa
Indonesia, sosok seperti inilah yang akan membawa perubahan positif terhadap sendisendi kehidupan suatu negara, berani dan rela berkorban.
Di zaman globalisasi sekarang, perlu di tanamkan kembali nilai-nilai nasinalisme
dan patriotisme guna membangun karakter bangsa yang setiap masyarakatnya bisa
memberikan kontribusi dan mampu mengubah hambatan menjadi sebuah peluang.
Dengan demikian internalisasi nilai-nilai perjuangan Pangeran Diponegoro sangat perlu
di tekankan. Cara-cara yang dapat di tempuh antara lain :

pemberian materi pembekalan soal kepahlawanan Diponegoro baik di Perguruan


Tinggi Negeri (PTN) maupun di lembaga-lembaga pendidikan lainnya.

Menumbuhkan manajemen nilai dalam diri setiap individu

Penyadaran

pengenalan dan penafsiran kembali Ideologi terbuka Pancasila sebagai nilai-nilai yang
harus diperjuangkan, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai