Pangeran Diponegoro
Jumat, 23 September 2011
BA PENDAHULUAN
Banyak tulisan tentang Diponegoro atau Perang Jawa telah dibuat, baik
oleh penulis asing maupun domestik. Namun demikian, ibarat mata air dia tak ada
habis-habisnya untuk ditimba. Kajian tentangnya terus mengalir dan nampaknya
tidak akan pernah tuntas. Di lahirkan pada 11 November 1785 Masehi, sosok
Pangeran Diponegoro sangat berarti bagi bangsa Indonesia, beliau merupakan
salah satu dari banyak pejuang yang dahulu ikut memperjuangkan dan berusaha
merebut serta mengembalikan kembali martabat bangsa Indonesia dari genggaman
penjajah tepatnya pada masa kolonial Belanda. Pangeran Diponegoro memiliki
peran yang sangat penting pada masa perjuangannya bagi bangsa Indonesia, Tidak
heran apabila ideologi politik dan sejarahnya menjadi sumber atas dasar dan
martabat dari bangsa Indonesia.
Nama asli Diponegoro adalah Raden Mas Mustahar. Dia lahir di keraton
Jogyakarta pada hari Jum’at Wage, tanggal 7 Muharram Tahun Be atau 11
Nopember 1785 Masehi sebagai putera sulung Sultan HB III (Carey, 1991). Pada
tahun 1805 Sultan HB II mengganti namanya menjadi Raden Mas Ontowiryo.
Adapun nama Diponegoro dan gelar pangeran baru disandangnya sejak tahun
1812 ketika ayahnya naik takhta.
Nama Diponegoro mengingatkan orang pada seorang tokoh dalam Babad
Tanah Jawi. yakni Raden Mas Sungkawa, putra Sunan Paku Buwono I (1704-1719)
dari Surakarta, yang juga bergelar Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1718 dia
ditugaskan untuk menumpas pemberontakan di Jawa Timur bersama Tumenggung
Jayapuspita. Setelah berhasil menguasai daerah di sebelah timur Gunung Lawu
sampai Blambangan, dia lalu mengangkat dirinya menjadi Panembahan Herucokro
Senopati ing Ngalogo Ngabdur-Rakhman Sahidin Panatagama. Di masa Sunan
Amangkurat I (1719-1727) istananya pindah dari Madiun ke Padonan, dekat
Sukowati. Ketika ditinggalkan saudara-saudaranya, yakni Pangeran Purbaya dan
Pangeran Blitar, istananya pindah ke Semanggi, sampai akhirnya pada tahun 1723
dia ditangkap Belanda dan dibuang ke Tanjung Harapan (Olthof, 1941;Yamin, 1952).
Walaupun Pangeran Diponegoro putra raja, namun dia dibesarkan di luar tembok
kraton, di lingkungan pedesaan Tegalrejo, dibawah asuhan nenek buyutnya,
Kanjeng Ratu Ageng (janda mendiang Sultan HB I). Dalam naskah babad
dikisahkan : beberapa hari setelah Diponegoro lahir, Sultan HB I minta pada
isterinya untuk melihat cicitnya tersebut. Sambil mengamati bayi di pangkuannya
Sultan HB I berkata : bahwa kelak anak tersebut akan menjadi tokoh yang jauh
lebih besar dari dirinya, dan akan menimbulkan kerusakan besar pada
Belanda Selanjutnya Sultan minta agar isterinya merawat sendiri bayi tersebut
(Carey, 1991).
b) Masa Penangkapan
Perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda menjadi dasar dan latar
belakang dari perjuangan rakyat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan,
persatuan dan martabat bangsa. Penangkapanan Diponegoro yang diakibatkan oleh
pengkhiatan (walaupun sebelumnya dijanjikan keselamatan atas dirinya),
merupakan momen bersejarah bagi bangsa Jawa/Indonesia. Tidak mengherankan
apabila ideologi politik dan sejarahnya menjadi sumber atas dasar dan martabat dari
bangsa Indonesia. Berikut ada beberapa peristiwa penangkapan dan pengasingan
Pangeran Diponegoro dalam masa perjuangannya :
Diperoleh dari “http://id.wikipedia.org/wiki/Pangeran_Diponegoro”
16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel Cleerens bertemu di Remo
Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens mengusulkan agar
Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil menunggu
kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia.
28 Maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock
memaksa mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan
perang. Permintaan itu ditolak Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan
penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke
Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan Semarang, dan langsung ke
Batavia menggunakan kapal Pollux pada 5 April.
11 April 1830 sampai di Batavia dan ditawan di Stadhuis (sekarang gedung
Museum Fatahillah). Sambil menunggu keputusan penyelesaian dari Gubernur
Jenderal Van den Bosch.
30 April 1830 keputusan pun keluar. Pangeran Diponegoro, Raden Ayu
Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti
Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno akan dibuang ke Manado.
3 Mei 1830 Diponegoro dan rombongan diberangkatkan dengan kapal Pollux ke
Manado dan ditawan di benteng Amsterdam.
1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan.
8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar.
c) Masa Pembuangan
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga
Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian
Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830,
Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia
menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke
Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855. Berakhirnya Perang Jawa
yang merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak
8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk
Yogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, sehingga
konon anak cucunya tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri Sultan HB IX memberi amnesti bagi keturunan
Diponegoro, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat
bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus Silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.
PERMASALAHAN
Bagaimana Nilai-Nilai Perjuangan Pangeran Diponegoro dapat di Internalisasikan
Pada Saat Ini dan Akan Datang.
Nilai-nilai perjuangan Pangeran Diponegoro dianggap penting untuk diteruskan
sebagai semangat pembangunan dan pendidikan karakter bangsa. Dilahirkan dari
keluarga Kesultanan Yogyakarta, memiliki jiwa kepemimpinan dan kepahlawanan.
Hatinya yang bersih dan sebagai seorang pangeran akhirnya menuntunnya menjadi
seorang yang harus tampil di depan guna membela kehormatan keluarga, kerajaan,
rakyat dan bangsanya dari penjajahan Belanda.
Kejujuran, kesederhanaan, kerendahan hati, kebersihan hati, kepemimpinan,
kepahlawanan, itulah barangkali sedikit sifat yang tertangkap bila menelusuri
perjalanan perjuangan Pahlawan kita yang lahir di Yogyakarta tanggal 11 November
1785, ini.
Namun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, era globalisasi, serta
kemajuan teknologi di berbagai bidang, nilai-nilai nasionalisme seakan terkikis dan
luntur. "Saat ini masyarakat lebih mementingkan pribadinya dan kelompoknya" sebut
Prof. Sudharto Rektor Universitas Diponegoro Semarang.
“http://mediaindonesia.com/”. Nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme bangsa ini
telah menurun.
PEMBAHASAN
Seperti yang sudah di sebutkan di atas, Nilai-nilai perjuangan Pangeran
Diponegoro dianggap penting untuk diteruskan sebagai semangat pembangunan
dan pendidikan karakter bangsa baik untuk masa kini maupun untuk masa yang
akan datang. Bangsa ini memerlukan seseorang seperti Pangeran Diponegoro
dengan keberanian, kesabaran, dan pengorbanannya menghadapi penjajah yang
menyengsarakan rakyat. Maka di era saat ini kita juga memerlukan sosok-sosok
yang memberikan harapan di tengah krisis. Mengubah hambatan menjadi peluang
untuk meningkatkan kapasitas diri maupun memberikan pengaruh yang positif pada
masyarakat. Lalu, langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan dan
menginternalisasikan nilai-nilai perjuangan Pangeran Diponegoro tersebut ?