Anda di halaman 1dari 21

40

BAB IV

ANALISIS GENDER PRESPEKTIF Q.S AL-FURQAN [25]: 2

A. Bahasa dan Istilah

Bahasa adalah sistem kata atau simbol yang memungkinkan untuk

berkomunikasi. Sedangkan istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan

cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas

dalam bidang tertentu. Secara bahasa, kata gender digunakan untuk menunjukkan

dan mengklasifikasikan jenis, ras, dan kelas. Dari pengertian bahasa, gender

bermakna umum, tidak sepesifik kepada kaum tertentu. Namun secara istilah kata

gender digunakan untuk membedakan sifat, peran, kedudukan, tugas, hak, dan

tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan (feminin dan maskulin) yang

dapat berubah dan subjektif. Perkembangan istilah gender menjelaskan bahwa

gender dapat berubah tergantung budaya masyarakat, serta merupakan bentukan

manusia.

Gender berasal dari bahasa Inggris, dan tidak ditemukan kata gender

dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur’an ketika membahas istilah gender,

menetapkan bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan

ukuran-ukurannya dengan tepat. Objek penafsiran Q.s Al-Furqan [25]: 2

bermakna umum bagi setiap makhluk Allah. Kata qaddara di mana da bertasyid

sebagai penekanan bahwa Allah telah menetapkan, dan ini merupakan mutlak bagi

Allah. Keumuman maknaa qaddara taqdiiran berlaku termasuk dalam aspek

makna gender, bahwa gender dalam Al-Qur’an merupakan takdir Allah atas

manusia.
41

Term laki-laki dan perempuan sebagai bentuk penggambaran gender

dalam Al-Qur’an ditemukan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an tidak membedakan peran

sex dan gender, sebab keduanya adalah takdir (ketetapan) Allah. Sebagaimana

dalam Q.S An-Nisa [4]: 11;

َ‫ر ۖك‬8 َ 8َ‫ا ت‬88‫ا َم‬88َ‫ق ۡٱثنَت َۡي ِن فَلَه َُّن ثُلُث‬
َ ‫و‬8ۡ 8َ‫ٓاءٗ ف‬8‫ِإن ُك َّن نِ َس‬8َ‫لذ َك ِر ِم ۡث ُل َحظِّ ٱُأۡلنثَيَ ۡي ۚ ِن ف‬ َّ ِ‫م ٱهَّلل ُ فِ ٓي َأ ۡو ٰلَ ِد ُكمۡۖ ل‬8ُ ‫ُوصي ُك‬
ِ ‫ي‬
ۡ‫ِإن لَّم‬8 َ‫د ف‬8ۚٞ 8َ‫فُ َوَأِلبَ َو ۡي ِه لِ ُكلِّ ٰ َو ِح ٖد ِّم ۡنهُ َما ٱل ُّس ُدسُ ِم َّما ت ََركَ ِإن َكانَ لَ ۥهُ َول‬ ۚ ‫ص‬ ۡ ِّ‫َوِإن َكان َۡت ٰ َو ِحد َٗة فَلَهَا ٱلن‬
‫ُوصي بِهَٓا‬ ِ ‫صي َّٖة ي‬ ِ ‫سُ ِم ۢن بَ ۡع ِد َو‬ ُ ۚ ُ‫د َو َو ِرثَ ٓۥهُ َأبَ َواهُ فَُأِل ِّم ِه ٱلثُّل‬ٞ َ‫يَ ُكن لَّهۥُ َول‬
ۚ ‫ة فَُأِل ِّم ِه ٱل ُّس ُد‬ٞ ‫ث فَِإن َكانَ لَ ٓۥهُ ِإ ۡخ َو‬

‫يض ٗة ِّمنَ ٱهَّلل ۗ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َعلِي ًما َح ِك ٗيما‬ َ ‫م اَل ت َۡدرُونَ َأيُّهُمۡ َأ ۡق َربُ لَ ُكمۡ ن َۡفعٗ ۚا فَ ِر‬8ۡ‫َأ ۡو د َۡي ۗ ٍن َءابَٓاُؤ ُكمۡ َوَأ ۡبنَٓاُؤ ُك‬

Terjemahan:
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian
warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama
dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya
perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang
saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk
kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang
meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-
bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang
meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi)
wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang)
orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana”.

Menurut Nazaruddin Umar, kedua kata adz-dzakar dan al-untsa dalam

ayat tersebut menunjukkan jenis kelamin secara biologis.1 Disebabkan adanya

nasab (faktor biologis), maka seorang anak memiliki hak atas pembagian warisan.

Hak Allah atas kekuasaan-Nya di langit dan bumi menegaskan bahwa tidak ada

sekutu atas kekuasaan-Nya. Allah tidak memiliki anak sebagai gambaran atas hak

1
Nazaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Prespektif Al-Qur’an, (Jakarta:
Pramadina, 2001), hlm 164
42

manusia membuat sesuatu tanpa terikat atas ketetapan Allah, adalah kesalahan

besar.

Penegasan hak mutlak Allah atas apa yang telah diciptakan-Nya dengan

seperangkat aturan berlaku umum, termasuk dalam lingkungan sosial.

Sebagaimana firman-Nya dalam Q.s Al-Ahzab [33]: 59, perempuan diperintahkan

untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuhnya, khusus kepada perempuan bukan

laki-laki.

َ ِ‫ين َعلَ ۡي ِه َّن ِمن َج ٰلَبِيبِ ِه ۚ َّن ٰ َذل‬


‫ك َأ ۡدن ٰ َٓى َأن ي ُۡع َر ۡف َن‬ َ ِ‫ك َونِ َسٓا ِء ۡٱل ُم ۡؤ ِمن‬
َ ِ‫ين ي ُۡدن‬ َ ِ‫ك َوبَنَات‬َ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّبِ ُّي قُل َأِّل ۡز ٰ َو ِج‬
8‫ورا َّر ِح ٗيما‬ ٗ ُ‫فَاَل ي ُۡؤ َذ ۡي ۗنَ َو َكانَ ٱهَّلل ُ َغف‬
Terjemahan:

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu


dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya
ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Ketetapan Allah atas perempuan untuk wajib menggunakan jilbab adalah

mutlak. Menurut Rokmat S. Labib dalam kitab tafsirnya Tafsir Ayat Pilihan Al-

Wa’ie, faktanya memang terdapat perbedaan mencolok antara tubuh perempuan

dengan tubuh laki-laki. Fakta menunjukkan bahwa kehadiran perempuan yang

tidak menutup aurat, ditambah dengan gerakan erotis, dapat membangkitkan

birahi lawan jenisnya.2

Ketentuan tersebut sejalan dengan penciptaan manusia, manusia diberikan

naluri, diantaranya naluri seksual yang akan muncul dari rangsangan luar. Dengan

aurat yang terbuka, sensual, dan erotis, penilaian terhadap perempuan lebih pada

2
Rokhmat S. Labib, Tafsir Ayat Pilihan Al-Wa’ie, (Bogor: Al Azhar Freshzone
Publishing, 2013), hlm 22.
43

sifat-sifat fisiknya. Perempuan hanya dipandang sebagai onggokan daging yang

memenuhi hawa nafsu saja. Bukan kepada kepribadian, kecerdasan, dan

profesionalisme serta ketakwaannya.3

Ketetapan Allah Swt kepada laki-laki dan perempuan tidak dilihat dari

konsep kesetaraan, namun keseimbangan dan keadilan berdasarkan sifat-sifat

manusia yang telah Allah ciptakan. Baik aspek biologis maupun sosial, semuanya

telah diatur Allah Swt. Seperti persoalan waris, (Yaitu) bagian seorang anak laki-

laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.

Ayat-ayat tersebut dan serupa lainnya menjelaskan bahwa konsep gender

dalam dunia barat berbeda dengan Islam. Di dalam ayat-ayat Al-Qur’an peran

gender dan sex tidak dibedakan asasnya, yakni sama-sama merupakan kodrat dari

Allah Subhanahu Wata’ala atas manusia. Sementara dalam peradaban barat, yang

merupakan kodrat Tuhan hanyalah peran sex bukan gender.

Istilah gender lahir dan berkembang dari kebudayaan barat, yang

merupakan konsep pemikiran barat. Konsep pemikiran barat berasas pada

kebabasan berpikir tanpa terikat pada aturan agama. Setelah pergolakan dengan

gereja, akal Barat sampai kepada hasil yang membentuk dasar pemikiran dan

akidahnya, yaitu sekularisme (laicite). Yang berarti pembebasan dari belenggu

Gereja dan meninggalkan agama (Tuhan), serta bersandar pada akal manusia,

yang dipersenjatai dengan Barat secara individu dan kolektif untuk menjalankan

urusan kehidupannya.4

3
Ibid, hlm22.
44

Hal tersebut berbeda dengan pemikiran Islam yang dibangun dari akidah

Islam sebagai kaidah dasar (al-qa’idah al-asasiyah) bagi bangunan pemikirannya.

Baik dinukil oleh orang Arab maupun non-Arab, selama menjadikan akidah Islam

sebagai landasan pemikirannya. Karena pemikiran Islam bukan dinisbatkan

kepada bangsa yang pertama kali mengadopsi dan menyebarluaskannya,

sebagaimana bangsa Arab jahiliyyah sebelum Islam datang, yang tidak dapat

disebut sebagai pemikiran Islam.5

Ayat-ayat Al-Qur’an ketika berbicara tentang gender sangat berbeda

dengan konsep gender yang dikemukakan oleh para feminisme barat. Dengan

term laki-laki dan perempuan dalam bahasa arab, Al-Qur’an menjelaskan bahwa

baik gender dan sex merupakan kodrat dari Allah SWT.

Dalam memandang istilah gender, secara umum bahasa merupakan

pengetahuan yang berasal dari tsaqofah. Sementara tsaqofah ialah kumpulan

pengetahuan tentang hukum dan aturan yang berkaitan dengan keyakinan (akidah,

iman), pandangan hidup, penyelesaian masalah, sistem kehidupan masyarakat,

bahasa, dan segala ilmu pengetahuan yang berlandaskan pada keimanan dan

perjalanan sejarah bangsa. Di atas tsaqofah tersebut suatu bangsa akan

membangun peradabannya, menentukan target dan tujuannya, serta menentukan

model kehidupannya. Sebab tsaqofah berupa warisan pemikiran tertentu yang

menjadi tumpuan keberadaan suatu bangsa.

4
Publikasi Hizb, Kritik Terhadap Pemikiran Kapitalis Barat: Ideologi, Peradaban, dan
Tsawofah, (Jakarta: Fikrul Islam, 2022), hlm 25.
5
Fika M Komara, dkk, Empowering Muslimah, (Bekasi: ImuNe Press, 2018), hal 17.
45

Demikian pula konsep gender adalah produk pemikiran yang lahir dari

akidah sekularisme liberalisme barat, di mana akidah Islam bertentangan dengan

akidah para sekularisme liberal yang bebas dari aturan agama, dan

memprioritaskan akal yang bebas. Konsep gender menjelaskan bahwa

maskulinitas dan feminitas bisa berubah tergantung tempat dan kondisi.

Sementara sex adalah kodrat dari tuhan sejak ia diciptakan, dan tidak bisa di

ganggu-gugat.

Kedudukan bahasa sebagai pengetahuan bisa bermakna umum, seperti

angka 1 atau seperti kata mengapa. Namun berbeda halnya jika kata tersebut

mengandung unsur akidah, seperti gender yang dikatakan oleh barat, di mana

barat sebagai pencetus kata gender. Gender prespektif budaya barat adalah sesuatu

yang bisa berubah dan bukan merupakan kodrat. Sedangkan dalam Islam, sesuatu

yang berupa kodrat adalah ketetapan Allah dan tidak bisa diganggu-gugat.

B. Prinsip Kesetaraan dan Perbedaan Gender

Dalam membahas kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, ayat-ayat Al-

Qur’an menjelaskan dengan berbagai konteks. Pada intinya adalah laki-laki dan

perempuan sebagai manusia yang diciptakan Allah di muka bumi adalah sama.

Sebagaimana dalam Q.s Adz-Dzariyat [51] ayat 56;

َ ‫ت ْال ِجنِّ َوااْل ِ ْن‬


‫س اِالَّ لِيَ ْعبُ ُدوْ ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
Terjemahan:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahku.”
Dalam Tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa, Allah menggunakan kata Aku,

setelah sebelumnya menggunakan kata Dia/Allah. Ayat ini menekankan tujuan


46

diciptakan manusia dan jin untuk ibadah kepada kepada-Nya semata-mata, adalah

tunggal.6 Akan tetapi, ketundukkan kepada Allah, terdapat ciri khas tertentu antara

laki-laki dan perempuan. Sebagaimana dalam Q.s Al-Ahzab [33]: 59, perempuan

diperintahkan untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuhnya. Sementara

kewajiban ini hanya berlaku untuk perempuan mukmin saja, bukan kepada laki-

laki mukmin.

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa, maksudnya, Aku ciptakan

mereka itu dengan tujuan untuk beribadah kepada-Ku, bukan karena Aku

membutuhkan mereka. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas

ra: melainkan supaya mereka menyembahku. Yakni agar mereka mengetahui

kehambaan mereka kepada-Ku, baik dengan sukarela maupun terpaksa. 7 Ibadah

berarti tunduk, patuh, terhadap segala ketentuan Allah Swt. Manusia

diperintahkan untuk beribadah dan mengikuti segala ketentuan yang telah

ditetapkan Allah sebagai bentuk ketundukannya kepada Allah Swt.

Keumuman penafsiran Q.S Al-Furqan [25]: 2 bahwa untuk manusia

berlaku umum. Allah menciptakan manusia sebagai sasaran khithab (seruan)

dengan berbagai taklif (beban hukum). Ayat-ayat Al-Qur’an menjelaskan bahwa

terdapat persamaan dan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dari aspek

kemanusiaan, manusia adalah makhluk yang satu, hidup berdampingan. Q.s An-

Nisa [4]: 1;

6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Jilid
13, (Tanggerang: Lentera Hati, 2005), hlm 355.
7
Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu katsir, Jilid 7, (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i,
2004), hlm 546.
47

َّ َ‫ َوب‬8‫ق ِم ْنهَا زَ وْ َجهَا‬


‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجااًل َكثِ ْيرًا‬ َ َ‫اح َد ٍة َّو َخل‬ ٍ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْ ا َربَّ ُك ُم الَّ ِذيْ َخلَقَ ُك ْم ِّم ْن نَّ ْف‬
ِ ‫س َّو‬

8‫م ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِ ْيبًا‬8َ ‫َّونِ َس ۤا ًء ۚ َواتَّقُوا هّٰللا َ الَّ ِذيْ تَ َس ۤا َءلُوْ نَ بِ ٖه َوااْل َرْ َحا‬

Terjemahan:
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya
(Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang
dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan
kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”.

Seruan Allah ditujukkan umum bagi manusia sebagai bentuk persatuan

dan kesatuan, saling tolong-menolong, serta melengkapi. Tidak ada perbedaan

manusia, baik laki-laki maupun perempuan, diperintahkan untuk bertakwa. Kata

nafsi waahida oleh mayoritas ulama diartikan sebagai Adam. Dan Allah

menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya.

Kewajiban untuk selalu menjaga ketakwaan, berarti menjalankan perintah

dan menjauhi larangan. Dorongan kata takwa disertai dengan nama rabb sebagai

bentuk at-Targhiib (dorongan), menunjukkan arti tarbiyah, inayah, memberi

nikmat, dan kebaikan. Penggunaan nama Allah di dalam meninta kepada sesama

menunjukkan sebuah keimanan dan pengagungan kepada-Nya.8

Baik laki-laki maupun perempuan dari segi penciptaannya tidak ada

perbedaan. Laki-laki dan perempuan hidup berdampingan dalam suatu

masyarakat. Allah juga telah menetapkan bahwa kelestarian jenis manusia

bergantung pada interaksi dan keberadaan keduanya pada setiap masyarakat. 9

8
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir: Akidah, Syariah, Manhaj, Jilid 2, (Jakarta: Gema
Insani, 2013), hlm 263.
9
Taqiyudddin An-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam, (Jakarta: HT Press, 2003),
hlm 21.
48

Maka tidak ada perbedaan keduanya, meskipun dalam Al-Qur’an terdapat taklif

hukum yang berbeda antar keduanya.

Dalam sebuah kisah yang diceritakan dalam Al-Qur’an tentang Siti

Maryam a.s sebagai perempuan kala itu untuk beribadah kepada Allah, dijelaskan

bahwasanya;

‫ ااْل ُ ْن ٰثى ۚ َواِنِّ ْي‬8‫ذ َك ُر َك‬8


َّ 8‫ْس ال‬ ْ ۗ ‫ َع‬8‫ض‬
َ ‫ت َولَي‬
‫هّٰللا‬
َ ‫ض ْعتُهَٓا اُ ْن ٰثىۗ َو ُ اَ ْعلَ ُم بِ َما َو‬ ْ َ‫ قَال‬8‫ض َع ْتهَا‬
َ ‫ت َربِّ اِنِّ ْي َو‬ َ ‫فَلَ َّما َو‬

ِ ‫ ِمنَ ال َّشي ْٰط ِن الر‬8‫م َواِنِّ ْٓي اُ ِع ْي ُذهَا بِكَ َو ُذرِّ يَّتَهَا‬8َ َ‫َس َّم ْيتُهَا َمرْ ي‬
‫َّجي ِْم‬

Terjemahan:
“Maka ketika melahirkannya, dia berkata, “Ya Tuhanku, aku telah
melahirkan anak perempuan.” Padahal Allah lebih tahu apa yang dia
lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan. ”Dan aku
memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya
dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk.” (Q.s Ali-Imran
[3]: 36)
Pada kalimat dan laki-laki tidak sama dengan perempuan, menurut Tafsir

Al-Munir adalah perkataan istri Imran a.s, yakni ibunya Sitti Maryam.

Sebelumnya Istri Imran telah meminta maaf atas perkataannya, sebab bayi dan ia

lahirkan adalah perempuan, dan tentu saja tidak bisa berkhidmah di Masjid al-

Aqsa. Karena anak perempuan adalah aurat untuk dijaga.10

Ayat tersebut turun berkenaan dengan kisah kelahiran Sitti Maryam a.s.

sebelumnya, ibunya telah bernadzar akan anak yang dikandungnya untuk kelak

berkhidmah di kuil Nabi Sulaiman a.s sebagai hamba Allah yang senantiasa

beribadah kepada-Nya. Akan tetapi anak yang dikandungnya ketika lahir adalah

perempuan, sementara pada waktu itu, perempuan tidak diperbolehkan untuk

10
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir: Aqidah, Syariah, Manhaj, Jilid 2, (Jakarta: Gema
Insani, 2013), hlm 249.
49

mengabdi di kuil Nabi Sulaiman a.s (Masjidil Aqsa). Maka laki-laki dan

perempuan berbeda. Namun diriwayatkan bahwa Allah telah mendengar nadzar

ibunda Siti Maryam tesebut, dan selang beberapa saat ketika Siti Maryam telah

remaja, ia pun diantarkan oleh Nabi Zakariyah a.s untuk berangkat ke kuil dan

mengabdi kepada Allah di sana.

Laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan untuk beribadah, namun

perintah untuk tunduk antar keduanya di lain sisi terdapat hak dan kewajiban yang

berbeda-beda. Seperti terhadap ketentuan waris, aurat, poligami, dan masalah

kepemimpinan. Sebagaimana dalam Q.s Al-Ahzab [33]: 59, perempuan

diperintahkan untuk menggunakan jilbab.

Kisah Siti Maryam as. seperti dikisahkan dalam Q.s Ali-Imran [3]: 36,

pada dasarnya laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Namun, mereka

sama-sama wajib untuk beribadah dan taat kepada aturan Allah Swt. Siti Maryam

akhirnya dapat berkhidmah di kuil Nabi Sulaiman as (Masjidil Aqsa), dan sholat

disana, meskipun ia menunggu turunnya wahyu untuk sholat bersama para

pemuka Bani Israil.

Disebutkan dalam Q.S An-Nisa [4]: 124;


ٰۤ ُ
ْ ‫ول ِٕىكَ يَ ْد ُخلُوْ نَ ْال َجنَّةَ َواَل ي‬
‫ُظلَ ُموْ نَ نَقِ ْيرًا‬ ‫ت ِم ْن َذ َك ٍر اَوْ اُ ْن ٰثى َوه َُو ُمْؤ ِم ٌن فَا‬ ّ ٰ ‫َويَّ ْع َملْ ِمنَ ال‬
ِ ‫صلِ ٰح‬
Terjemahan:
“Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun
perempuan, sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam
surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun”.

Diantara persamaan laki-laki dan perempuan adalah bahwa Allah telah

menciptakan potensi kehidupan (thaqah hayawiyyah. Keduanya diberikan hajatul

udhwiyyah (kebutuhan jasmani) seperti rasa lapar, gharizah (naluri) diantaranya


50

gharizah baqa’ (naluri mempertahankan diri), gharizah nau’ (naluri melestarikan

kehidupan), dan gharizah tadayyun (naluri beragama). Serta Allah

menjadikan/menciptakan kepada keduanya akal/daya pikir untuk memahami,

membedakan, memilah, merenungi, dan mempertimbangkan segala sesuatu.

Ketiga potensi tersebut memiliki potensi kepada yang baik maupun yang buruk.11

Adanya penciptaan gharizah, hajatul ‘udhwiyyah, dan aql, merupakan

takdir yang Allah tetapkan atas manusia. Ini merupakan fitrah penciptaan yang

tidak bisa ditolak manusia, sebagai makhluk yang diciptakan Allah.

‫ ِّديْنُ ْالقَيِّ ۙ ُم‬8‫كَ ال‬88ِ‫ق هّٰللا ِ ٰۗذل‬8 ۗ


ِ 8‫ ِدي َْل لِخَ ْل‬8‫اس َعلَ ْيهَا اَل تَ ْب‬
‫ك لل ِّد ْين حن ْيفً ۗا ف ْ هّٰللا‬
َ َّ‫ط َرتَ ِ الَّتِ ْي فَطَ َر الن‬ ِ ِ َ ِ ِ َ َ‫م َوجْ ه‬8ْ ِ‫فَاَق‬

ِ َّ‫َو ٰل ِك َّن اَ ْكثَ َر الن‬


َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُموْ ۙن‬

Terjemahan:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai)


fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah)
itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Secara bahasa, fitrah berarti al-khilqah (naluri, pembawaan) dan al-

thabi’ah (tabiat, karakter) yang diciptakan Allah kepada manusia. Menurut

sebagian mufassir, kata fitratallah berarti kecenderungan dan kesediaan manusia

terhadap agama yang haq. Sebab fitrah manusia diciptakan Allah Swt untuk

cenderung kepada tauhid dan din al-Islam, sehingga manusia tidak bisa menolak

dan mengingkarinya.12

Sebagian mufassir memaknai fithrah dengan Islam dan tauhid.

Sebagimana pendapat Mujahid, Qatadah, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Syihab.
11
Ibid, hlm21.
12
Rokhmat S. Labib, op,cit hlm 571.
51

Sebab karena itulah manusia diciptakan. Dalam Q.s Adz-Dzariyat [56] ditegaskan

bahwa jin dan manusia diciptakan Allah Swt semata-mata untuk beribadah

kepada-Nya.13

Tujuan diciptakan naluri, kebutuhan jasmani, dan akal adalah untuk

menjalankan perintah Allah sebagai fitrahnya manusia diciptakan. Ketiganya

memiliki khasiat (sifat dan ciri khas), serta potensi (qabiliyah) yang dapat

digunakan manusia sesuai aturan Allah ataupun tidak. Manusia diberikan

kebebasan memilih, dan tidak dipkasa untuk mempergunakan ketiga (naluri,

kebutuhan jasmani, dan akal) sesuai aturan yang Allah Swt telah tetapkan. Sebab

fitrah diciptakan ketiganya tersebut bersifat baku, dan manusia berhak memilih

aturan yang digunakan.

Secara rinci, Islam mengakui manusia adalah makhluk yang merdeka.

Meskipun demikian, manusia tidak bisa lepas dari apa yang telah menjadi

ketetapan Allah atas penciptaannya. Dia telah menciptakan segala sesuatu, lalu

menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat. Ketetapan Allah telah dirincikan

dalam Islam, sebagai risalah yang telah tersampaikan kepada umat manusia, maka

manusia dimintai pertanggung jawaban atas potensi yang Allah berikan tersebut.

Laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk melkasakan perintah Allah dan

Rasul-Nya. Sebagaimana dalam Q.s Al-Anfal [8]: 24;

‫رْ ِء‬88‫وْ ُل بَ ْينَ ْال َم‬88‫ ْم َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن هّٰللا َ يَ ُح‬8ۚ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا ا ْستَ ِج ْيبُوْ ا هّٰلِل ِ َولِل َّرسُوْ ِل اِ َذا َدعَا ُك ْم لِ َما يُحْ يِ ْي ُك‬

َ‫َوقَ ْلبِ ٖه َواَنَّهٗ ٓ اِلَ ْي ِه تُحْ َشرُوْ ن‬

Terjemahan:

13
Ibid, hlm 571.
52

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul,


apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan
kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara
manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan”.
Allah swt menurunkan kitab suci Al-Qur’an dan diserukan oleh Rasul-Nya

kepada umat manusia. Kata ‫وا‬88ُ‫ الَّ ِذ ْينَ ٰا َمن‬menjadi isyarat bahwa sifat iman itu

menuntut kepatuhan, pemenuhan seruan, dan menyimak secara saksama apa

perintah dan larangan yang akan dijelaskan dalam seruan tersebut. Imam al-

Bukhari mengatakan bahwa pengertian “penuhilah” dan pengertian ‫ا يُحْ يِ ْي ُك ْم‬88‫لِ َم‬

adalah sesuatu yang memperbaikimu.14

Seruan dari Allah Swt adalah wajib dilaksanakan oleh makhluknya,

berbeda dengan seruan makhluk kepada sesama makhluk. Al-Qur’an sebagai

pembeda (Al-Furqan) merincikan jelas bahwa ada perbedaan besar dan Allah

tidak memiliki sekutu, sehingga seruan-Nya ketika tidak dilaksanakan maka akan

mengundang bahaya yang besar. Di balik seruan tersebut, ada kebaikan yang

besar kepada manusia ketika seruan Allah dilakukan. Sebagaimana derajat

manusia dihadapan Allah adalah sama, sedangkan ketakwaannya terhadap

perintah Allah lah yang menjadikan manusia berbeda antara satu dan lainnya.

Diantara seruan untuk melaksanakan perintah Allah, laki-laki dan

perempuan memiliki perbedaan tertentu. Seperti dalam bidang sosial, perempuan

diwajibkan menutup aurat dengan menggunakan jilbab dan kerudung, (Q.s Al-

Ahzab [33]: 59, Q.s An-Nur [24]: 31). Sementara laki-laki tidak wajib kecuali

14
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al Munir: Aqidah, Syari’ah, Manhaj, Jilid 5, (Depok: Gema
Insani), hlm 270.
53

batasan pusar dan mata kaki. Dalam ranah keluarga, Al-Qur’an menetapkan

bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan (Q.s An-Nisa [4] 34).

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan diakui dalam Al-Qur’an,

meskipun dalam ranah sosial budaya. Firman Allah Swt dalam Q.s Al-Baqarah

[2]: 228;

‫ا ِم ِه َّن‬88‫ق هّٰللا ُ فِ ۡ ٓى اَ ۡر َح‬


َ 8َ‫ا َخل‬88‫ لُّ لَه َُّن اَ ۡن ي َّۡكتُمۡ نَ َم‬8‫َّصنَ بِا َ ۡنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُر ۡ ُٓو ٍء ‌ؕ َواَل يَ ِح‬ ُ ‫َو ۡال ُمطَلَّ ٰق‬
ۡ ‫ت يَتَ َر ب‬

ُّ ‫اِ ۡن ُك َّن ي ُۡؤ ِم َّن بِاهّٰلل ِ َو ۡاليَ ۡو ِم ااۡل ٰ ِخ ِر‌ؕ َوبُع ُۡولَتُه َُّن اَ َح‬
ۡ ِ‫كَ اِ ۡن اَ َراد ۡ ُٓوا ا‬88ِ‫ َر ِّد ِه َّن فِ ۡى ٰذ ل‬8 ِ‫ق ب‬
‫ َولَه َُّن‬ ؕ‌ ‫اَل حًا‬8 ‫ص‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ال َعلَ ۡي ِه َّن َد َر َجةٌ ‌ ؕ َو ُ ع‬
‫َز ۡي ٌز َح ِك ۡي ٌم‬ ِ ‫ِّج‬ ِ ‫ِم ۡث ُل الَّ ِذ ۡى َعلَ ۡي ِه َّن بِ ۡال َم ۡعر ُۡو‬
َ ‫ف‌ ۖ َولِلر‬

Terjemahan:
“Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu)
tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah
dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada
mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan
mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas
mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana”.
Kewajiban talak dalam Al-Qur’an hanya diberikan kepada laki-laki

(suami). Akan tetapi dalam ayat tersebut dijelaskan dan mereka (para perempuan)

mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.

Sebelum menegaskan kewajiban perempuan, terlebih dahulu dijelaskan tentang

hak yang seimbang kepada perempuan. Sebagaimana laki-laki mempunyai hak

untuk rujuk kepada istri yang diceraikannya, istri pun mempunyai hak untuk

diperlakukan secra makruf. Yakni sesuai dengan tuntutan agama, sejalan dengan

akal sehat, serta sesuai dengan sikap orang berbudi.15

15
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Vol
1, (Tanggerang: Lentera Hati, Al-Mishbah, ) hlm 490.
54

Menurut Quraish Shihab, dalam konteks hubungan suami istri, ayat ini

menegaskan bahwa suami dan istri antar keduanya sama-sama meiliki hak dan

kewajiban yang seimbang, bukan sama. Tuntutan ini menuntut kerjasama yang

baik dan adil.16 Adapun kelebihan yang Allah berikan kepada suami, tidak lain

karena laki-laki (suami) adalah pemimpin, dan memiliki tugas dan tanggung

jawab yang lebih berat.

Prinsip kesetaraan dan perbedaan gender pada hakikatnya dalam Al-

Qur’an merupakan ketetapan Allah. Dirincikan bahwa adanya perbedaan yang

telah ditetapkan Allah atas manusia, semata-mata adalah bentuk keseimbangan

dalam hidup. Sebab sama, bukan berarti seimbang. Seruan-seruan perintah dalam

Al-Qur’an adalah mulak, sebab Al-Qur’an merupakan kalam Allah sebagai kabar

gembiran dan peringatan untuk seluruh alam semesta.

Dengan demikian, Allah Swt telah menetapkan dan memberi ukuran-

ukurannya dengan tepat terhadap segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Kesetaraan

dan perbedaan dalam aspek sosial-budaya antara laki-laki dan perempuan

merupakan ketetapan (kodrat) manusia dari Allah Swt. Adanya perbedaan peran

antar jenis kelamindalam lingkungan sosial budaya, adalah tolak ukur yang

seimbang.

Segala ketetapan Allah atas manusia diserukan oleh para Rasul, dan

ditujukkan bagi seluruh umat manusia. Akan tetapi manusia adalah makhluk yang

merdeka, maka Allah menguji apakah hamba-Nya menjalankan haknya sebagai

hamba yang merdeka berdasarkan syari’atnya ataukah mereka telah berpaling.

16
Ibid, hlm 491.
55

Untuk itu, kesetaraan dan perbedaan hanya semata-mata adalah bentuk

keseimbangan hidup. Maka Allah melihat diantara makhluk-Nya, siapakah yang

ridho dan menjalankan aturan-Nya, merekalah orang-orang yang bertakwa, yang

membedakannya dengan manusia lainnya.

C. Keterkaitan dan Perbedaan Gender dengan Q.S Al-Furqan [25]: 2

Dijelaskan dalam Q.s Al-Furqan [25]; 2 bahwa segala sesuatu diciptakan

Allah sesuai dengan ukurannya masing-masing. Hal senada juga telah dijelaskan

dalam Q.s Al-Qamar [54]: 49

ٍ ‫اِنَّا ُك َّل َش ْي ٍء َخلَ ْق ٰنهُ بِقَد‬


‫َر‬
Terjemahan:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu sesuai dengan qadar
(ukuran)”.

Oleh para pakar, qadar di sini diartikan sebagai “ukuran-ukuran, sifat-

sifat yang ditetapkan Allah bagi segala sesuatu”, dan itulah kodrat. Dengan

demikian, laki-laki atau perempuan, sebagai individu memiliki kodratnya masing-

masing dari Allah SWT.17

Dalam Tafsri Al-Mishbah dijelaskan bahwa salah satu contoh pengaturan

Allah dalam memelihara kesimbangan kelangsungan hidup adalah dengan

memberikan segala sesuatu sesuai kadarnya masing-masing. Segalnya berjalan

sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan Allah sebagai senjata untuk

membentengi diri. Tidak ada makhluk ciptaan Allah yang diciptakan sia-sia,

semuanya memilki tujuan hidup masing-masing. semua ciptaan Allah memiliki

17
Nazaruddin Umar, op.cit, hal xxix.
56

potensi yang sesuai dengan kadar untuk menjalankan fungsinya. Diantara potensi

tersebut, semuanya saling terkait, tunjang-menunjang dalam satu keseimbangan.18

Taqiyuddin An-Nabhani menjelaskan bahwa ketetapan Allah atas hamba-

Nya dapat dilihat dari adanya qadla dan qadar. Dilihat dari dua hal tersebut,

menurutnya manusia hidup dalam dua area, pertama dikuasai manusia, dan kedua

menguasai manusia. Area yang menguasai manusia terbagi dalam dua kejadian.

Kejadian pertama merupakan nidzomul wujud (ketetapan alam yang tidak bisa

diubah), maka manusia dipaksa dan tunduk, serta tidak bisa terlepas dari hal ini.

Sebab manusia berjalan sesuai dengan ketentuannya. Seperti manusia tidak bisa

menciptakan warna biji matanya, serta tidak bisa menentukan jenis kelamin dan

Sedangkan pada kejadian kedua adalah kejadian yang tidak ditetapkan oleh

nidzomul wujud namun tetap berada di luar kekuasaan manusia. Seperti datangnya

ajal disebabkan oleh kecelakaan pesawat atau mobil, dikarenakan terdapat

kerusakan mendadak yang tidak bisa dihindari. Pada kejadian ini meskipun tidak

terikat pada nidzomul wujud, namun tetap saja bukan berasal dari manusia.19

Pada area yang menguasai manusia, dinamakan dengan qadla (keputusan

Allah), sebab Allah yang memutuskan. Maka manusia tidak dimintai pertanggung

jawaban, baik maupun buruknya perbuatan tersebut, semuanya berasal dari Allah

dan tidak ada andil sedikitpun dengan manusia. Berbeda halnya pada area yang

dikuasai manusia, dimana segala sesuatu baik itu menimpa manusia maupun

terjadi karenanya, adalah pilihan manusia. Sebab pada area ini, Allah SWT
18
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Vol
13, (Tanggerang: Lentera Hati, 2005), hlm 483.
19
Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam, (Jakarta: HTI Press, 2017),
hlm 33.
57

memberikan andil penuh kepada manusia, sebagai representasi manusia adalah

makhluk yang Allah ciptakan merdeka.

Adapun mengenai qadar, bahwa semua perbuatan baik pada area pertama

maupun kedua, terjadi dari benda menimpa benda. Terdapat khasiat (sifat dan ciri

khas) tertentu pada benda. Sebagaimana pada manusia, Allah menciptakan akal,

gharizah (naluri), dan hajatul ‘udhwiyyah (kebutuhan jasmani), beserta

khasiatnya. Hal tersebut berada pada area yang menguasai manusia, di mana

manusia terikat pada ketiganya berserta khasiatnya. Akal diciptakan untuk

mempertimbangkan, memilih, serta memahami segala sesuatu. Pada gharizah,

terdapat kecenderungan untuk mempertahankan sesuatu (gharizah baqa’),

memilki sesuatu termasuk melestarikannya (gharizah nau’), serta mensucikan

sesuatu (gharizah tadayyun). Khasiat pada ketiga unsur tersebut memiliki

qabiliyah (potensi) yang dapat mengarahkan pada hal baik maupun buruk. Allah

SWT menciptakannya kepada manusia tidak memaksa manusia untuk

mengarahkannya pada hal baik maupun buruk, sebab itu merupakan area yang

menguasai manusia. Artinya manusia berhak mengarahkan potensi tersebut sesuai

dengan Al-Qur’an maupun tidak.

Objek kajian gender perspektif barat mengatakan bahwa manusia bebas

dan tidak terikat mengikuti aturan manapun, sebab itu bukannlah kodrat.

Sementara dalam prespektif Islam, menjelaskan bahwa segala sesuatu telah

ditetapkan oleh Allah dan manusia wajib terikat terhadapnya.

Sejalan dengan teori gender bahwa manusia adalah makhluk yang

merdeka, pembahasan qadar (ketetapan Allah) pun menjelaskan bahwa manusia


58

diciptakan merdeka. Merdeka dalam artian bebas memilih aturannya sendiri jika

hal tersebut berada di area yang dikuasai manusia. Meskipun manusia bebas

memilih dan berpendapat tidak sesuai aturan-Nya, namun hal tersebut karena

merupakan area yang dikuasai manusia, maka manusia dimintai pertanggung

jawaban. Sebagaimana firman Allah dalam Q.s Al-Mudatsir [74]: 38 dan Q.s Asy-

Syams [91]: 8;

ٌ‫ت َر ِه ْينَ ۙة‬ ٍ ۢ ‫ُكلُّ نَ ْف‬


ْ َ‫س بِ َما َك َسب‬

Terjemahan:

“Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya”. (Q.s
Al-Mudatsir [74]: 38)

‫ فُجُوْ َرهَا َوتَ ْق َوهَا‬8‫فََأ ْلهَ َمهَا‬


Terjemahan:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketaqwaannya.” (Q.s Asy-Syams [91]: 8)

Perintah untuk beribadah kepada Allah ditujukkan umum dan wajib

dijalankan, laki-laki dan perempuan. Antara laki-laki dan perempuan sama-sama

diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Maka ketika perintah ini dijalankan

keduanya dengan ikhlas semata-mata karena Allah, serta sesuai tuntutan syariah,

maka mereka akan mendapat kemuliaan. Dengan demikian itulah tingkat

kemuliaan manusia di mata Allah Swt. Firman Allah Q.s An-Nahl [16]: 97;

‫ ِن‬8‫ َرهُ ْم بِاَحْ َس‬8ْ‫ ِزيَنَّهُ ْم اَج‬8ْ‫ ۚةً َولَنَج‬8َ‫صالِحًا ِّم ْن َذ َك ٍر اَوْ اُ ْن ٰثى َوه َُو ُمْؤ ِم ٌن فَلَنُحْ يِيَنَّهٗ َح ٰيوةً طَيِّب‬ َ ‫َم ْن َع ِم َل‬
َ‫َما َكانُوْ ا يَ ْع َملُوْ ن‬
Terjemahan:

“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan


dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
59

D. Hikmah Analisis Gender Prespektif Q.s Al-Furqan [25]: 2

Sejarah gender tidak bisa terlepas dari sejarah pergerakan perempuan di

dunia barat oleh feminisme. Feminisme lahir di peradaban Barat dengan kondisi

sosial-historis yang belum tentu sama dengan kondisi perempuan di Timur,

khususnya Islam. Namun, klaim penerapan kesetaraan gender sebagai salah

satunya solusi atas ketertinggalan perempuan Timur, ternyata diyakini tanpa kritik

dan kontrol.20

Pertama: Qur’an surah Al-Furqan ayat 2 menjelaskan bahwa segala

sesuatu adalah ciptaan Allah, dan hanyalah milik Allah Swt. Allah telah

menetapkan segalanya sesuai ukuran-ukurannya masing-masing. Perempuan dan

laki-laki adalah ciptaan Allah. Allah telah menetapkan aturan-aturan-Nya kepada

keduanya dengan adil dan seimbang, bukan sama. Konsep perbedaan yang ada

hanyalah untuk bersama-sama saling membantu dan menopang keberlangsungan

hidup yang seimbang.

Kedua: Objek kajian gender sangat menarik untuk dibahas dengan

berbagai kajian dan teori lainnya, terutama dari prespektif Al-Qur’an. Namun,

Islam sebagai ajaran agama yang khas, berbeda dengan ajaran selainnya. Islam

mengajarkan pemeluknya cara berpikir yang khas, yakni dimulai dari memahami

fakta secara mendalam. Umumnya, perbedaan penafsiran gender tidak bisa

dipungkiri bermula dari pemahaman fakta dan cara berpikir sesorang dalam

melihat fakta. Untuk itu, pembahasan gender diharuskan terlebih dahulu melihat

fakta, tetang defenisi gender melihat dari posisi bahasa dan bagaimana lahirnya

20
Dinar Devi Kania, dkk, Delusi Kesetaraan Gender: Tinjauan Kritis Konsep Gender,
(Jakarta: Gema Insani, 2020), hlm 37.
60

istilah gender. Sebab istilah gender adalah tsaqofah yang terikat dengan sejarah

peradaban barat, di mana barat dalam mengatasi problem ketimpangan relasi

sosial terhadap perempuan, melihat fakta berdasarkan akhidah yang dianutnya,

yakni sekularisme. Untuk itu, makna istilah gender mengatakan bahwa gender

adalah bentukan manusia. Sementara dalam Q.s Al-Furqan ayat 2, jelas bahwa

segalanya adalah ketetapan Allah yang telah digariskan dalam syariat Islam.

Adapun jika terjadi ketimpangan relasi, hal tersebut semata-mata karena manusia

tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah yang menjadikan segalanya

seimbang dan adil sesuai kemampuan hamba-Nya masing-masing.

Ketiga: Allah Swt pemilik segalanya, termasuk manusia. Aturan yang

ditetapkan Allah kepada manusia, mengikat mereka sejauh apapun manusia

berjalan. Secara fitrahnya, potensi yang Allah berikan tidak lain semata-mata

untuk beribadah kepada Allah. Diantara ketetapan-Nya, naluri, kebutuhan

jasmani, dan akal memiliki potensi pada kebaikan dan keburukan. Allah

menetapkan manusia bebas memilih, maka adanya risalah yang tersampaikan

kepada umat manusia, dapat mengarahkan mereka untuk memilih sesuai dengan

aturan Allah, agar tidak mendapatkan konsekuensi yang besar. Sebagaimana Q.s

Al-Furqan sebagai surah Makiyyah, menegaskan jelas atas hak Allah, meski

sekuat apapun orang-orang musyrik membantah ayat-ayat-Nya, membuat

tandingan terhadap-Nya, serta memusui utusan-Nya.

Anda mungkin juga menyukai