Anda di halaman 1dari 6

Nama : Renisa Aldian [A1C122074]

Kelas : Reguler C
Matkul : UTS Agama Islam

1. SEBUTKAN RUKUN IMAN, ISLAM DAN IHSAN?


Jawab :
6 Rukun Iman :
1.  Iman kepada Allah SWT.
2. Iman kepada para Malaikat.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah SWT.
4. Iman kepada Nabi dan Rasul.
5. Iman kepada hari akhir (kiamat)
6. Iman kepada Qada dan Qadar.

5 Rukun Islam :
1. Syahadat.
2.Shalat.
3.Zakat.
4.Puasa.
5.Haji.

3 Rukun Ihsan :
1. Takwa.
2.Tawakkal.
3. Ikhlas.

2. TULISKAN SIFAT WAJIB DAN MUSTAHIL BAGI ALLAH DAN NABI?


Jawab :
20 Sifat Wajib Bagi Allah :
1. Wujud, artinya ada.
2. Qidam, artinya awal.
3. Baqa’, artinya kekal.
4. Mukholafatu Lilhawaditsi, arti nya berbeda dengan ciptaan-Nya.
5. Qiyamuhu Binafsihi, artinya dapat berdiri sendiri dan tidak bergantung pada siapapun.
6. Wahdaniyah, artinya esa atau tunggal.
7. Qudrat, artinya berkuasa atas segala sesuatu.
8. Iradat, artinya berkehendak.
9. ‘Ilmu, artinya maha mengetahui.
10. Hayat, artinya maha hidup.
11. Sama’, artinya maha mendengar.
12. Basar, artinya maha melihat.
13. Kalam, artinya berfirman.
14. Qadiran, artinya berkuasa.
15. Muridan, artinya berkehendak.
16. ‘Aliman, artinya mengetahui.
17. Hayyan, artinya hidup.
18. Sami’an, artinya mendengar.
19. Bashiran, artinya melihat.
20. Mutakalliman, artinya berkata atau berfirman.

20 Sifat Mustahil Bagi Allah :


1. Adam, artinya tiada.
2. Huduts, artinya baru.
3. Fana’, artinya binasa.
4. Mumatsalatu lil hawaditsi, artinya menyerupai makhluknya.
5. Qiyamuhu bighairihi, artinya berdiri dengan yang lain.
6. Ta’addud, artinya lebih dari satu.
7. Ajzun, artinya lemah.
8. Karahah, artinya terpaksa.
9. Jahlun, artinya bodoh.
10. Mautun, artinya mati.
11. Shamamun, artinya tuli.
12. ‘Umyun, artinya buta.
13. Bukmun, artinya bisu.
14. Kaunuhu ‘Ajizan, artinya zat yang lemah.
15. Kaunuhu Karihan, artinya zat yang terpaksa.
16. Kaunuhu Jahilan, artinya zat yang bodoh.
17. Kaunuhu Mayyitan, zat yang mati.
18. Kaunuhu Ashamma, artinya dzat yang tuli.
19. Kaunuhu ‘A'ma, artinya zat yang buta.
20. Kaunuhu Abkama, artinya zat yang bisu.

Sifat wajib dan mustahil bagi nabi. Untuk sifat wajib Diantaranya siddiq, amanah, tabligh, dan
fathanah
dan kidzib, khianat, kitman, dan baladah untuk sifat mustahilnya.

3. JELASKAN FITRAH MANUSIA SEBELUM ADANYA AGAMA ISLAM?


Jawab :
Istilah “Fitrah” merupakan kesucian jiwa dan rohani, yang memiliki arti bahwa manusia sejak
lahir dalam keadaan suci tidak memiliki dosa. Fitrah secara etimologi,  disebut Al-khilqah (naluri,
pembawaan) dan althabȋ’ah (tabiat, watak, karakter) yang diciptakan Allah SWT pada manusia.
Fitrah merupakan potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah.
Dalam al-Maraghi, disebutkan “Fitrah” merupakan kecenderungan untuk menerima kebenaran.
Sebab kebenaran fitri manusia cenderung dan berusaha mencari serta menerima kebenaran
walaupun hanya bersemayam dalam hati kecilnya.

‫ فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه‬،‫كل مولود يولد على الفطرة‬

Hadits tersebut di atas menunjukkan bahwa manusia itu ketika lahir dalam keadaan fitrah
(suci/agama Islam). Orang tuanyalah yang memiliki pengaruh yang penuh dalam membentuk
kepercayaan pada anaknya. Pada hadits tersebut tidak disebutkan kata “untuk
mengislamkannya mengandung arti bahwa memang sebelumnya seorang anak memiliki
potensi untuk beragama Islam, menjadi orang Yahudi, Nasrani ataupun majusi adalah pengaruh
dari keyakinan orang tua mereka.
4. JELASKAN SECARA RINCI KONSEP KETUHANAN MENURUT ISLAM?
Jawab :
Konsep Ketuhanan dalam Islam
Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi
penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang
mematuhinya disebut abdun (hamba). Kata ilah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua
kemungkinan, yaitu  Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan).
Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah.
Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

ِ ‫ون هَّللا ِ َأ ْندَ ا ًدا ُي ِحبُّو َن ُه ْم َكحُبِّ هَّللا‬


ِ ‫اس َمنْ َي َّتخ ُِذ مِنْ ُد‬
ِ ‫َوم َِن ال َّن‬

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah.
Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang
mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan
khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran)
ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah
(hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran.
Keyakinan akan adanya Allah, kemahabesaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah
mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan
Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan
konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan
yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak
demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran
surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

َ ‫مْس َو ْال َق َم َر َل َيقُولُنَّ هَّللا ُ َفَأ َّنى يُْؤ َف ُك‬


‫ون‬ َ ْ‫ت َواَأْلر‬
َ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّش‬ ِ ‫َو َلِئنْ َسَأ ْل َت ُه ْم َمنْ َخ َل َق ال َّس َم َوا‬

Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan
matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu
beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan kepada Allah jika
ia telah memenuhi segala yang dimau oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang
Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan
sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan
dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah
yang dijauhkan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang
dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga
Al-Quran sebagai ajaran serta Rasulullah sebagai Uswah hasanah.
5. BAGAIMANA HAKIKAT MANUSIA DALAM ISLAM DAN
HUBUNGANNYA DENGAN SEMUA MAKHLUK TUHAN?
Jawab :
Dijelaskan di dalam Al-quran bahwa manusia juga disebut dengan Al Nas. Kata Al Nas
mengacu pada hakikat manusia dalam menjalin hubungan dengan manusia lain. Ilmu
pengetahuan mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa
bantuan manusia lainnya. Hal ini juga tertera dalam salah satu surat yang berbunyi:

“Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi Allah adalah yang
paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS: Al Hujurat :13).

6. JELASKANKAN PENDAPAT ANDA PENTINGNYA SEORANG MUSLIM MEMPELAJARI


AKHLAK DAN TASAWUF?
Jawab :
Secara historis akhlak tasawuf adalah pemandu perjalanan hidup umat manusia agar selamat
dunia dan akhirat, itu dikarenakan Akhlak Tasawuf merupakan salah satu khazanah intelektual
Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Tasawuf mengajarkan manusia
agar jadi pribadi yang berakhlak mulia dan menghilangkan segala akhlak dari perbuatan tercela.
Manusia yang dapat mengamalkan ilmu tasawuf dengan baik, akan selalu memiliki hati bersih,
suci, dan disinari oleh ajaran-ajaran Allah SWT dan Rasul.

7. JELASKAN SECARA RINCI SUMBER AJARAN HUKUM DALAM ISLAM SERTAKAN


CONTOHNYA?
Jawab :
1. Al-Qur'an
Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Tulisannya
berbahasa Arab dengan perantara Al-Qur'an. Al-Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW. Tulisannya berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril.
Al-Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan ketidaksanggupan atau
kelemahan yang dimiliki oleh manusia untuk membuatnya sebagai tandingan, walaupun
manusia itu adalah orang pintar.

Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:

ٓ
‫ض َظ ِهيْرً ا‬
ٍ ْ‫ض ُه ْم لِ َبع‬ َ ‫ت ااْل ِ ْنسُ َو ْال ِجنُّ َع ٰلى اَنْ َّيْأ ُت ْوا ِبم ِْث ِل ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن اَل َيْأ ُت ْو َن ِبم ِْثلِهٖ َو َل ْو َك‬
ُ ْ‫ان َبع‬ ِ ‫قُ ْل لَّ ِٕى ِن اجْ َت َم َع‬

Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
(dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun
mereka saling membantu satu sama lain."

2. Hadits
Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda, perbuatan
dan persetujuan Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang kedua
sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang memerintahkan untuk mentaati
Rasulullah SAW seperti firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:
٣٢ - ‫قُ ْل اَطِ ْيعُوا هّٰللا َ َوالرَّ س ُْو َل ۚ َفاِنْ َت َولَّ ْوا َفاِنَّ هّٰللا َ اَل ُيحِبُّ ْال ٰكف ِِري َْن‬

Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa
Allah tidak menyukai orang-orang kafir."

Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi
keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya
tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW
ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.

3. Ijma
Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan sunnah Rasul.
Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i
tentang Ijma sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan
perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini karya Siti Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu
metode dalam menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam
Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul di era
globalisasi dan teknologi modern.

Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf, merumuskan ijma
dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa
setelah wafatnya Rasulullah SAW terhadap suatu hukum syara' mengenai suatu kasus atau
peristiwa.

Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti. Ijma sharih atau lafzhi
adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat maupun perbuatan terhadap hukum
masalah tertentu. Ijma sharih ini juga sangat langka terjadi, bahkan jangankan yang dilakukan
dalam suatu majelis, pertemuan tidak dalam forum pun sulit dilakukan.

Bentuk ijma yang kedua adalah ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang
mujtahid atau lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukum satu masalah dalam masa
tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak ada
seorangpun di antara mujtahid lain yang mengungkapkan perbedaan pendapat atau
menyanggah pendapat itu setelah meneliti pendapat itu.

4. Qiyas
Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah bentuk sistematis dan
yang telah berkembang dari ra'yu yang memainkan peran yang amat penting. Sebelumnya
dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia
memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma. Contoh Hukum Islam Sebenarnya ada banyak
hal yang sering kita temukan tentang contoh hukum islam. Bahkan, kita juga mengalaminya.
Contoh hukum islam yang nyaris kita tidak pernah memikirkan sampai kesana adalah masalah
pencatatan pernikahan.
Jika dilihat di Al-Quran ataupun di hadits, perintah yang mewajibkan atau menyuruh pencatatan
pernikahan tidak ada. Ternyata di masa Rasulullah SAW pun katanya juga tidak pencatatan
nikah. Namun, setelah sepeninggalan beliau juga tidak mewajibkan untuk mencatat pernikahan.
Menariknya, dari semua itu, tidak ada yang melarang melakukan pencatatan. Kemudian di era
saat ini, pencatatan nikah dilakukan. Hal ini karena pencatatan nikah dianggap memberi banyak
manfaat besar bagi masyarakat. Misalnya, meminimalisir terjadinya kemudharatan,
perselingkuhan dsb. Karena melihat manfaat inilah, maka pencatatan nikah kini menjadi hukum
islam modern yang didasarkan pada maslahah mursalah.

Anda mungkin juga menyukai