Anda di halaman 1dari 17

KEPEMIMPINAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

Makalah mata kuliah Manajemen dan Kebijakan Pendidikan Islam

Dosen Pengampu: DR. RAZALI MAHMUD, M. M

Disusun Oleh:
NURHADIANA : 5032022051
IRMAWATI : 5032022028

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LANGSA
TA. 2022 /2023
A. Pendahuluan

Alquran adalah kitab suci dan bagian penting dalam hidup umat Islam.
Bagi kaum muslimin, Alquran adalah hukum dan perintah, pedoman untuk
berperilaku dan moral, serta berisi filosofi agama. Ini adalah kompilasi wahyu
yang diberikan kepada Nabi Muhammad dari Allah SWT melalui malaikat Jibril.
Alquran berisi petunjuk lengkap bagi umat manusia. Sebagian besar kandungan
Alquran adalah tentang keesaan Tuhan (ketauhidan), sifat-sifat-Nya dan
hubungan manusia dengan-Nya. Selain itu, Alquran juga berisi petunjuk bagi
pengikutnya, catatan sejarah dari nabi dan orang terdahulu, serta pembawa kabar
baik bagi orang-orang beriman dan peringatan bagi orang-orang kafir.

Al-Qur’an datang membawa ajaran tauhid. Sebagaimana yang telah


dikatakan oleh Fazlurrahman,1 bahwa Al-qur’an adalah sebuah dokumen untuk
umat manusia, bahkan kitab ini sendiri menamakan dirinya “petunjuk bagi
manusia” (hudan linnas) (Q.s. :185); dan berbagai julukan lain yang senada di
dalam ayat-ayat yang lain.

Tauhid adalah sikap dasar orang Islam yang menjadikan Allah sebagai
satu-satu Nya Dzat yang berhak untuk disembah dan dipatuhi semua perintahNya
dan dijauhi semua laranganNya. Dengan Tauhid juga maka seorang muslim akan
menjadikan Alloh swt sebagai satu-satunya tujuan.

Menurut bahasa, kata “Tauhid” artinya satu, yang artinya Tuhan Yang
satu/ tiada Tuhan selain Dia ( Allah). Tauhid menjadi inti ajaran para nabi dan
rosul sejak zaman nabi Adam hingga nabi nabi Muhammad saw. Tauhid adalah
sebagai penopang utama yang bisa memberikan semangat bagi seorang muslim
dalam melaksanakan ketaatan kepada Alloh swt. Oleh karena itu orang yang
bertauhid akan beramal hanya untuk Allah swt semata.

1
Fazlurrahman, tema pokok Al-qur’an. Terj. Anas Mahyuddin. Cet. I. (Bandung : Pustaka, 1983),
h. 1.
1
Oleh karena itu, maka makalah sederhana ini berusaha untuk memaparkan
wawasan al-Qur’an tentang ketauhidan (keesaan) Allah khususnya yang
terungkap dalam Al-qur’an pada surat Al Ikhlas ayat 1-4.

B. Keesaan Allah (Tafsir Surat Al ikhlas)

Surah Alikhlas menempati urutan ke 112 dalam Al Quran. Al-Ikhlas


memiliki empat ayat dan diturunkan di kota Mekkah (Makiyah), setelah surah An-
Naas. Isi surah tersebut murni membicarakan mengenai Allah 'Azza wa Jalla,
sehingga hal tersebut menjadi salah satu alasan penamaannya memakai kata "al
ikhlas" yang bermakna "murni". Sebagian ulama menyatakannya surat Al-Ikhlas
jumlah ayat-ayatnya sebanyak 4 ayat menurut cara perhitungan ulama Madinah,
Kufah, dan Bashrah, sedangkan menurut cara perhitungan ulama Mekkah dan
Syam, sebanyak 5 ayat. Mereka menilai   merupakan satu ayat dan 
  ayat yang lain.2
Telah diriwayatkan dalam hadis bahwa surat ini sebanding dengan
sepertiga al- Qur’an, karena barang siapa menyelami artinya dengan bertafakur
yang mendalam, akan menjadi jelas baginya bahwa semua penjelasan dan
keterangan yang terdapat dalam Islam tentang tauhid dan kesucian Allah dari
segala macam kekurangan merupakan perincian dari surat ini.3

1. Surat Al Ikhlas dan terjemahannya

Adapun bunyi dan terjemahan surat Alikhlas tersebut secara lengkap


sebagaimana yang tercantum berikut ini:

              
.    

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

2
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur’an (Jakarta: Lentera
Hati,2005), 605.
3
Widya Cahaya, al- Qur’an Dan Tafsirnya : Edisi yang Disempurnakan (Jakarta: Ikrar
Mandiriabadi,2011), 816.
2
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

2. Beberapa Istilah Penting dalam Surat Al ikhlas

 : suatu perintah untuk menyampaikan sesuatu yang telah diterima


 : satu, tidak banyak. Zat-Nya satu. Allah tidak terdiri dari unsur-
unsur kebendaan yang beraneka ragam, dan bukan terdiri dari
bahan pokoklainnya. Mahatunggal
 : yang selalu menjadi tempat bergantung ketika dalam
keadaan yang penting (tempat meminta).
 : sesuatu apapun yang sama atau setara dengan Nya dan pula
tidak berdampingan atau bersitri.

3. Asbabun Nuzul

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum musyrikin meminta


penjelasan tentang sifat-sifat Allah kepada Rasulullah Saw. dengan
berkata: “Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu”. Surat ini turun
berkenaan dengan peristiwa itu sebagai tuntunan untuk menjawab
permintaan kaum musyrikin.4

Ad-Dahaq meriwayatkan bahwa kaum musyrikin pernah


mengutusAmir Ibnu Tufail menghadap Rasulullah Saw. Amir
mengatakan kepada Nabi atas nama mereka, “Engkau telah
memecahkan tongkat (persatuan) kami, danengkau telah mencaci
Tuhan-tuhan kami. Engkau juga telah menentang agamanenek
moyangmu sendiri. Jika engkau merasa miskin, maka kami akan
jadikanengkau seorang kaya raya. Dan jika engkau gila, kami akan
4
H.M.D. Dahlan, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat al-Qur’an,
625.
3
mengobati. Dan jika engkau mencintai seorang wanita, maka kami
akan nikahkan dengannya”.

Kemudian Nabi SAW. menjawab, “Aku tidak miskin, tidak gila dan
tidak mencintai wanita. Aku adalah Rasulullah. Aku mengajak kalian
dari penyembahan berhala kepada menyembah Allah”. Kemudian
mereka mengutusAmir sekali lagi. Mereka berpesan kepadanya,
“Katakanlah kepada Muhammad: ‘jelaskanlah Tuhan yang
disembahnya! Apakah terbuat dari emas atau perak?” kemudian Allah
menurunkan surat ini.5

4. Tafsiran Surat Al-ikhlas


Sebelum memasuki pembahasan ayat, adakalanya saya menjelaskan terlebih
dahulu apa yang dimaksud kata Al-Ikhlas dalam surat ini. kata ‘al-ikhlas’
berasal dari kata khalasha atau akhlasha ( ‫ َاْخ َلَص‬- ‫ ) َخ َلَص‬yang berarti bersih,
jernih, murni, selamat, bebas, jujur, tulus, dan tidak bercampur dengan
sesuatu yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kata al-ikhlas mengacu pada
makna “kesempurnaan sifat-sifat Allah, dan sifat-sifat Allah terlepas dari
segala kekurangan dan kecatatan.”6
AYAT 1
   
“Katakanlah! Dia Allah yang Maha Esa”.
Tujuan utama kehadiran Alquran adalah memperkenalkan Allah danmengajak
manusia untuk mengesakan Nya. Surat ini memperkenalkan Allahdengan
memerintahkan Nabi Muhammad, untuk meyempaikan sekaligusmenjawab
pertanyaan sementara orang tentang tuhan yang beliau sembah. Ayatdi atas
menyatakan : katakanlah wahai Muhammad kepada yang bertanyakepadamu
bahkan kepada siapa pun bahwa Dia Yang Wajib Wujud Nya danyang berhak
disembah adalah Allah Tuhan Yang Maha Esa.7

5
HR. Bukhari
6
Tafsir Pase Paradigma Baru. Jakarta: Bale Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase, 2001
7
Halimatus Sa’diyah, Skripsi:” Analisis Pemahaman Tafsīr Surat Al - Ikhlāṣ (Studi Kasus
emahaman
4
Lafadz  (katakanlah) membukttikan bahwa Nabi Muhammad
Saw.menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat al-Qur’an
yang disampaikan oleh Malaikat Jibril as.8
Lafadz  biasa diterjemahkan Dia. Lafadz ini bila digunakan dalam redaksi
semacam bunyi ayat pertama ini, maka ia berfungsi untuk menunjukkan
betapa penting kandungan redaksi berikutnya, yakni . Lafadz 
disini, dinamakan dhamir asy- sya’n atau al-qishash atau hal-hal.
Menurut Mutawali asy-Sya’rawi, Allah adalah ghaib, tetapi keghaiban-Nya
itu mencapai tingkat syahadat /nyata melalui ciptaan-Nya. Asy-Sya’rawi
menyatakan bahwa  menunjuk sesuatu yang tidak hadir di depan mata
dengan kata lain ghaib tetapi keghaiban-Nya itu mencapai tingkat
syahadat/nyata melalui ciptaan- Nya.9
Pakar tafsir al-Qasimi memahami kata  sebagai fungsi
menekankankebenaran dan kepentingan berita itu yakni apa yang
disampaikan itumerupakan berita yang benar yang haq dan didukung oleh
bukti-bukti yangtidak diragukan. Sedang Abu as-Su’ud, salah seorang pakar
tafsīr dan tasawuf menulis dalam tafsīrnya: menempatkan kata  untuk
menunjuk kepada Allah, padahal sebelumnya tidak pernah disebut dalam
susunan redaksi ayat ini katayang menunjuk kepada-Nya, adalah untuk
memberikan kesan bahwa Dia YangMaha Kuasa itu, sedemikian terkenal dan
nyata, sehingga hadir dalam benaksemua orang dan bahwa kepada-Nya selalu
tertuju segala isyarat.10
Lafadz  adalah namabagi suatu Wujud mutlak, yang berhakdisembah,
Pencipta, Pemelihara, Pengatur seluruh jagat raya. Dialah Tuhan yang Maha
Esa, yang disembah dan diikuti segala perintah-Nya. Para pakar bahasa
berbeda pendapat tentag kata ini. Ada yang menyatakan bahwa adalahnama
yang tidak terambil dari satu akar kata tertentu, dan juga yang menyatakan

Tafsīr Surat Al- Ikhlāṣ Jamā„Ah Jam„Iyyah At -Taqo Di Desa Bunder Kecamatan Susukan
abupatenCirebon)”(Semarang:UIN Walisongo, 2015), 34-35.
8
Ibid ,. 37.
9
M. Quraish Shihab,Tafsir al-Misbah.......,714
10
Halimatus Sa’diyah, Skripsi:” Analisis Pemahaman Tafsīr Surat Al Ikhlā s....., 37-38.
5
bahwa ia terambil dari kata aliha yang berarti mengherankan,
menakjubkankarena setiap perbuatan-Nya menakjubkan, sedang Dzat-Nya
sendiri, bila akandibahas hakikat-Nya akan mengherankan pembahasnya.
Lafadz terambil dari kata wahidah (kesatuan), yang berarti satu.
Lafadz  bisa berfungsi sebagai nama dan bisa juga berfungsi sebagai
sifat bagi sesuatu. Apabila ia berkedudukan sebagai sifat, maka ia hanya
digunakanuntuk Allah Swt. semata.
Dalam ayat ini, lafadz  berfungsi sebagai sifatAllah Swt. dalam arti
bahwa Allah memiliki sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selain-
Nya.Dari segi bahasa, walaupun kata  berakar sama dengan wahid,
tetapi masing-masing memiliki makna dan penggunaan tersendiri. Kata 
hanyadigunakan untuk sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan baik
dalam benak apalagi dalam kenyataan, karena itu kata ini ketika berfungsi
sebagai sifattidak termasuk dalam rentetan bilangan, bebeda halnya dengan
wahid.11
   adalah lafal yang lebih halus dan lebih lembut dari pada
kata  karena ia menyadarkan kepada makna wahid bahwa tidak ada
sesuatu pun selain Dia, bersama Dia dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang
samadengan-Nya.Ini adalah ahadiyyatul wujud,keesaan wujud. Karena itu,
tidak ada hakikat kecuali hakikat-Nya dan tidak ada wujud yang hakiki
kecuali wujud- Nya. Segala maujud yang lain hanyalah berkembang atau
muncul dari wujudyang hakiki dan berkembang dari wujud dzatiyah.
Oleh karena itu, ia adalah keesaan pelaku. Tidak ada selain Dia sebagai
pelaku yang hakiki terhadap sesuatu, di alam wujud ini.12
Maha Esa pada zat-Nya berarti zat-Nya tidak tersusun dari beberapa zat atau
bagian. Maha Esa pada sifat-Nya berarti tidak ada satu sifat makhluk pun
yangmenyamai-Nya dan maha Esa pada perbuatan-Nya.

AYAT 2

11
M. Quraish Shihab,Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an…,607
12
Sayyid Quthb,Tafsir fi Zhilalil-Qur’an,Terj. As’ad Yasin (Beirut: Darusy Syuruq, 2005), 375.
6
  
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada- Nya segala sesuatu.”

Allah yang Maha Esa adalah tumpuan harapan yang dituju oleh
semuamakhluk guna memenuhi segala kebutuhan, permintaan mereka, serta
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Lafadz  terambil dari kata
kerja  shamada yang berarti menuju.  adalah kata jadian yang
berarti yang dituju.13 Menurut bahasa berarti tuan yang dituju, yang suatu
perkara tidak akan terlaksana kecualidengan izinnya. 14 Bahasa menggunakan
kata ini dalam berbagai arti, namun adadua di antaranya yang sangat populer
yaitu:

a. Sesuatu yang tidak memiliki rongga.


b. Sesuatu (tokoh terpuncak) yang menjadi tumpuan harapan
Satu riwayat yang disandarkan kepada Ibn ‘Abbas ra. menyatakan
Bahwa  berarti,“tokoh yang telah sempurna ketokohannya,
mulia dan mencapai puncak kemuliaan, yang agung dan mencapai
puncak keagungan,yang penyantun dan tiada melebihi santunannya,
yang mengetahui lagisempurna pengetahuannya, yang bijaksana dan
tiada cacat dalam kebijaksanaannya”. Ada juga yang mengartikan
sebagai menunjuk kepada Allah yang Dzat- Nya tidak dapat terbagi.
Menurut mereka, kata ahad menunjuk kepada DzatAllah yang tidak
tersusun oleh bagian atau unsur apapun, sedangkan kata ash- shamad
mengandung arti bahwa dalam keesaan-Nya itu, Dzat tersebut
tidakdapat diibagi-bagi. Lafadz  berbentuk ma’rifah (definit)
yakni dihiasi oleh alif dan lam, berbeda dengan ahad yang berbentuk
nakirah (indefinit). Menurut IbnTaimiyah karena kata ahad tidak
digunakan dalam kedudukannya sebagai sifatkecuali terhadap Allah,
sehingga di sini tidak perlu dihiasi dengan alif dan lam, berbeda

13
M. Quraish Shihab,Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an…,613-614.
14
Sayyid Quthb,Tafsir fi Zhilalil-Qur’an..,377.
7
dengan kata ash-shomad yang digunakan terhadap Allah, manusia
atauapapun.15
Allah Swt adalah Tuan (majikan) yang tidak ada tuan yang
sebenarnyakecuali Dia. Allah adalah maha Esa di dalam uluhiyyah-
Nya dan segala sesuatuadalah hamba bagi-Nya. Hanya Dia satu-
satunya yang dapat mengabulkankebutuhan orang-orang yang
berkebutuhan. Dialah yang memutuskan segalasesuatu dengan izin-
Nya, dan tidak ada seorang pun yang memutuskan bersamaDia. Sifat
ini aktualisasi dari keberadaan-Nya yang Maha Tunggal dan
MahaEsa.16
Memang, makhluk dapat menjadi tumpuan harapan, tetapi
harusdisadari bahwa makhluk tersebut juga membutuhkan tumpuan
harapan yangdapat menanggulangi kesulitannya. Ini berarti substansi
dari ash-shomadiyah (tumpuan harapan) tidak dimiliki makhluk
secara penuh, berbeda dengan AllahSwt. yang menjadi harapan semua
mahluk secara penuh, sedang Dia sendiritidak membutuhkan siapa
dan apapun. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa alif dan
Lam pada kata ini untuk menunjukkan kesempurnaan
danketergantungan pada makhluk terhadap-Nya.Dalam ayat kedua ini,
kata Allah diulang sekali lagi, setelah sebelumnya pada ayat pertama
telah disebut. Ini untuk memberi isyarat bahwa siapa yangtidak
memiliki sifat ash-shomadiyah atau dengan kata lain tidak
menjaditumpuan harapan secara penuh, maka ia tidak wajar
dipertuhankan.17

AYAT 3

  


“Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan”
15
Ibid, 614
16
Sayyid Quthb,Tafsir fi Zhilalil-Qur’an..,37
17
M. Quraish Shihab,Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an…,613-614.
8
Setelah ayat-ayat yang lalu menjelaskan bahwa semua makhluk
bergantung kepada-Nya, ayat di atas membantah kepercayaan
sementara orangtentang Tuhan dengan menyatakan bahwa Allah Yang
Maha Esa itu tidak beranak dan Dia tidak diperanakkan yakni tidak
lahir dari bapak atau ibu.Dia tidak menciptakan anak dan juga tidak
dilahirkan dari bapak atauibu. Tidak ada seorangpun yang setara
dengan-Nya dan tidak ada sesuatu punyang menyerupai-Nya. Beranak
atau diperanakkan menjadikan adanya sesuatuyang keluar darinya,
dan ini mengantar kepada terbaginya zat Tuhan, bertentangan dengan
arti Ahad serta bertentangan dengan sifat-sifat Allah. Disisi lain anak
dan ayah merupakan jenis yang sama, sedangkan Allah tiada sesuatu
pun yang seperti- Nya (laisa kamislihi syai’) baik dalam benak
maupundalam kenyataan, sehingga pasti Dia tidak melahirkan atau
dilahirkan.18
Kata  digunakan untuk menafikan sesuatu yang telah lalu,
katatersebut digunakan karena selama ini telah beredar kepercayaan
bahwa Tuhan beranak dan diperanakkan. Nah untuk meluruskan
kekeliruan itu, maka yang paling tepat digunakan adalah redaksi yang
menafikan sesuatu yang lalu.Seakan-akan ayat ini menyatakan:
“Kepercayaan kalian keliru, Allah tidak pernah beranak atau
diperanakkan.”19
Ayat ini merupakan jawaban terhadap kaum musyrik Arab
yangmempunyai dugaan bahwa malaikat itu adalah anak perempuan
Allah. Jugamerupakan bantahan untuk orang-orang Nasrani yang
mengatakan bahwa Isaal-Masih itu anak Allah.

AYAT 4
  
“ Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan-Nya.”
18
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an , Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:PT.
BumiRestu, 1997), 722
19
Ibid., 723.
9
Setelah menjelaskan bahwa Allah tidak beranak dan tidak
diperanakkan,ayat ini menafikan sekali lagi segala sesuatu yang
menyamai-Nya baik sebagaianak atau bapak, dengan menyatakan:
Tidak ada satu pun baik dalam imajinasiapalagi dalam kenyataan yang
setara dengan-Nya dan tidak juga ada sesuatu pun yang menyerupai-
Nya.20
Tidak ada yang sebanding dan setara dengan Dia, baik dalam
hakikatevektivitas Nya, dan tidak ada juga dalam sifat dzatiyah
manapun, ini merupakan Aktualisasi bahwa Allah adalah “Ahad Maha
Esa”, akan tetapi, inimerupakan penegasan dan penjabaran. Sifat ini
meniadakan akidah dualismeyang mengatakan bahwa Allah Tuhan
kebaikan, sedang bagi kejahatan terdapatTuhan yang lain lagi sebagai
lawan Allah. Dengan tindakan-tindakanya menentang perbuatan-
perbuatan yang baik dan menyebarkan kerusakan dimuka bumi.21
Tidak ada yang menyamai Allah. Ayat ini merupakan jawaban
terhadapkeyakinan orang-orang yang beranggapan bahwa Allah itu
ada yang menyamai- Nya dalam seluruh perbuatan-Nya. Keyakinan
seperti ini juga dianut oleh kaummusyrik Arab yang mengatakan
bahwa para malaikat itu adalah sekutu Allah.22
Demikian surat al-ikhlas menetapkan keesaan Allah secara murni
danmenafikan segala macam kemusyrikan terhadap-Nya.

5. Pelajaran yang dapat dipetik dari Surat Al ikhlas


a. Memproklamirkan keesaan Allah

Hal tersebut bukanlah hal yang aneh, karena misi dari


diutusnya Rasulullah adalah untuk memplokamirkan keesaan
20
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an , Al-Qur’an dan Terjemahnya,…723
21
Sayyid Quthb,Tafsir fi Zhilalil-Qur’an.., 378.
22
Bahrun Abubakar, Lc.Terjemahan Tafsir Al-Maraghy 30 (Semarang: PT Karya Toha Putra,
1993)
10
Allah di muka bumi. Ayat-ayat dalam surah ini menegaskan
keesaan Allah berulang-ulang, dikarenakan hal tersebut
merupakan pokok-pokok yang sanga luas mengenai hakikat
Islam yang besar. Lafal pertama dari surah ini merupakan
penegasan bahwa tidak adan sesuatu apapun selain Dia
bersama Dia dan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang sama
denganNya. Ini merupakan pengesaan yang sesungguhnya
yakni ahadiyyatul-wujud, keesaan wujud. Karena tidak ada
hakekat lain selain dirinya dan tidak ada wujud lain selain
wujudnya. Karena pada dasarnya segala yang maujud yang
lain hanyalah perwujudan dan wujud dari adanya
perkembangan dari Wujud Dzatiyah.

b. Bila lebih dalam lagi, ayat ini mengaskan bahwa tidak ada
sesuatu yang lain, selain diriNya yang mampu untuk menjadi
tempat bergantung atas segala sesuatu. Karena tidak ada wujud
yang hakiki selain wujudnya, serta tidak ada suatu yang hahiki
selainn hakikatnya. Ketiha hati telah mampu untuk
membersihkan diri dari prasangka adanya hakikat lain selain
hakikatNya maka hati tersebut akan menyatu denganNya, dan
jiwanya akan terlepas dari kebutuhan serta belenggu dari
ambisi maupun ikatan-ikatan lainnya yang membelenggu
jiwanya.
c. Sedangkan menurut Quraisy Shihab dalam tafsirnya,
menyatakan bahwa ayat ini merupakan perkenalan diri Allah
sendiri dengan orang-orang kafir, yang pada waktu itu
menanyakan siapa Tuhan yang disembah oleh Nabi
Muhammad. Kata Huwa / Dia, merupakan penegasan bahwa
Allah itu Esa lafal ini di tegaskan kembali dengan lafal
selanjutnya yaitu Ahad/ Esa. Menurut HAMKA, ayat ini
merupakan pangkal akidah dan puncak dari kepercayaan.

11
Mengakui akan hanya ada satu Tuhan yang pantas untuk
disembah dan hanya Allah-lah nama satu-satunya Tuhan yang
tiada sekutu maupun semisal diriNya. Makna bahwa Allah
Maha Esa adalah Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepadaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan
Dia. Akan tetapi, al-Qur‟an menyebutkan rincian ini adalah
untuk menambah kemantapan maupun kejelasan.
d. Allah tempat meminta segala sesuatu.
Makna al-Samad menurut bahasa berarti tuan yang dituju suatu
perkara yang tidak akn terlaksana kecuali karena izinnya. Allah
SWT adalah tuan yang tidak ada tuan yang sebenarnya selain
diriNya. Kata al-Samad berasal dari kata kerja samada yang
berarti menuju. Sedangkan kata al-Samad merupakan kata
kejadian yang bermakna yang dituju. Terdapat pendapat yang
berbeda dalam memaknai kata al-Samad. Terdapat golongan
ulama yang maknainya dengan “tidak memiliki rongga,”
kemudian mereka mengembangkan makna tersebut agar sesuai
dengan keagungan yang dimiliki oleh dzat Allah. Mereka
perbendapat bahwa, “sesuatu yang tidak memiliki rongga
mengandung arti bahwa ia sedemikian padat dan tidak
membutuhkan sesuatu untuk dimasukkan kedalam dirinya.”
Maksud dari ayat ini adalah segala sesuatu yang terdapat di
dunia ini merupakan ciptaan Allah dan hanya kepadaNya
sebaik-baiknya tempat bersandar/bergantung.
e. tidak beranak dan tidak pula diperanakkan,
Makna hakikat Allah itu tetap, abadi dan azali. Ia tidak akan
berubah-ubah untuk menyesuaikan diri dengan situasi maupun
kondisi. Sifatnya yang mutlak dan sempurna dalam segala
keadaan. Kelahiran merupakan suatu kemunculan dan
pengembangan, wujud tambahan setelah kekurangan atau
12
ketiadaan. Hal tersebut mustahil bagi Allah yang membutuhkan
kelahiran serta perkawinan yang sejenis dengannya untuk
kemunculannya.

Sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Sayyid Qutb, Quraisy Shihab
juga menyatakan bahwa Allah tidak membutuhkan Dzat lain yang
semisal Dia untuk mewujudkan dirinya, karena ini akan bertentangan
dengan sifat ahad yang dimiliki oleh Allah. Serta Allah juga tidak
membutuhkan dzat lain selain diriNya guna meneruskan eksistensiNya.

Kebutuhan akan seorang anak hanya diharapkan bagi makhluk yang


menyadari bahwa dirinya tidaklah abadi, dan dengan hadirnya seorang
anak di harapkan bahwa sejarah akan dirinya (eksistensinya) akan tetap
terus ada dengan adanya keturunan-keturunannya. Begitu juga dalam
hal diperanakan, Allah merupakan dzat yang hadir tanpa adanya unsur-
unsur semisal dirinya untuk menghadiran wujudNya. Karena hal itu
hanyalah mustahil dan bertentangan dengan sifat ke-Esa-an Allah.

f. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia


Makna dari pernyataan ini adalah, tidak ada yang sebanding
dan setara denganNya, baik dalam perkara hakikat wujudnya
maupun hakikat efektivitasnya, apalagi dalam sifat dzatiyah
mana pun.ini juga merupakan aktualisasi bahwa DIA adalah
“Ahad, Maha Esa”. Sifat ini meniadakan akidah tsunaiyah
“dualisme” yang mengatakan Allah adalah Tuhan kebaikan
sedangkan bagi kejahatan terdapat Tuha lagi yang sebandung
dengannya, yang menyebar kerusakan dimuka bumi. Akidah
tsunaiyah yang paling popular adalah akidah kaum Persia
mengenai Tuhan Cahaya dan Tuhan Kegelapan.

Sedangkan menurut Quraisy Shihab, setelah Allah menjelaskan bahwa


diriNya tidak beranak serta diperanakkan, ayat terakhir ini juga
menafikan sekali lagi tentang segala sesuatu yang menyamai diriNya

13
baik orang tua, anak dan sejenis denganNya. Keberandaan Allah yang
tidak beranak maupun diperanakan merupakan perwujudan dari
kekuasaaNya, bahwa waktu tidak mempunyai pengaruh apapun terhada
diriNya. Begitu pula, bila Tuhan mempunyai bilangan atau sesuatu yang
setara denganNya, seperti adanya bapaNya ataupun saudaraNya
bukankah itu akan menunjukkan bahwa dia bukanlah Tuhan karena ada
sesuatu yang setara taraf kemampuannya dengan diriNya dan juga
mempunyai kehendak yang sama kuasanya dengan Tuhan. Hal ini justru
akan menunjukkan bahwa kekuasaan Allah tidaklah Mutlak, karena ada
kekuatan lain yang semisal dirinya dengan taraf kemampuan yang sama.

C. Penutup

1. Kesimpulan
Surat al-Ikhlas merupakan surat yang ke-112. Jumlah ayatnya
sebanyak 4 ayat. Surat al-Ikhlas merupakan pilar terpenting yang berisikan
dakwah Nabi, yakni penjelasan tentang prinsip tauhid dan mensucikan
Allah. Surah ini merupakan puncak dari dasar akidah, karena di dalamnya
menjelaskan hakikat wujud dan sifat Allah. Penjelasan tersebut sebagai
berikut:
a. Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Esa, Yang Tunggal satu-
satunya, tanpa pembantu, tanpa sekutu, Yang Maha Suci dari bilangan
dan susunan, karena hal tersebut merupakan sifat yang mutlak bagi
Allah. Dan Allah memiliki sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh
selain-Nya.
b. Allah adalah tempat yang dituju untuk bernaung dari segala sesuatu.
Tuan bagi hamba-hambanya yang dapat mengabulkan segala
permintaan hamba-hamba-Nya tanpa perantara.
c. Allah Maha Suci dari apa yang disangkakan oleh makhluk terhadap-
Nya. Allah bukanlah makhluk yang dapat melahirkan (mempunyai
14
anak) atau dilahirkan oleh ibu atau ayah. Allah adalah Dzat Yang
Maha Esa, Pencipta seluruh alam semesta.
d. Tiada sesuatu pun yang dapat menyerupai atau menyamai Allah dalam
hakikat wujud. Dan tidak ada sesuatu pun yang dapat menandingi-Nya
dalam perbuatan dan kemampuan.

2. Saran
a. Setiap pribadi muslim hendaknya memahami sifat yang mutlak bagi
Allah SWT yaitu Tuhan yang Maha Esa.Tidak sekali-kali
mempersekutukan Allah dengan apapun.
b. Selalu meminta pertolongan hanya kepada Allah karena Allah lah
satu-satunya yang maha menolong.

Referensi

Fazlurrahman, tema pokok Al-qur’an. Terj. Anas Mahyuddin. Cet. I. (Bandung :


Pustaka, 1983),h. 1.

15
H.M.D. Dahlan, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat al-
Qur’an, 625.

Halimatus Sa’diyah, Skripsi:” Analisis Pemahaman Tafsīr Surat Al - Ikhlāṣ (Studi


Kasus pemahaman Tafsīr Surat Al- Ikhlāṣ Jamā„Ah Jam„Iyyah At -Taqo
Di Desa Bunder Kecamatan Susukan abupatenCirebon)”(Semarang:UIN
Walisongo, 2015), 34-35.

Penerjemah, Yayasan Penyelenggara. "penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an dan


Terjemahannya." Lembaga Percetakan Raja Fahd, tt.

Quthb, S. Tafsir fi zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani. (2004).

Quthb, Sayyid. "Fi Zhilalil Qur’an, terj, As‟ ad Yasin dkk." Tafsir Fi Zilalil
Qur’an Di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 9 (2003).

Quthb, Sayyid. "Tafsir fi zhilalil Qur’an." Jakarta: Gema Insani (2004).

Ri, Departemen Agama. "al-Qur’an dan Tafsirnya." Jakarta: Lentera Abadi


(2010).

Shihab, M. "Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, Pesan, kesan, dan keserasian Al


Qur’an, Vol. 7, cet." Ke-4, Jakarta: Lentera Hati (2004).

Siti, Mutiah. Perbandingan antara muslim dengan kafir dalam beribadah: Kajian
tafsir al-Qur'an surat al-Kafirun 1-6 dan relevansinya dengan materi Qur'an
hadis kelas VII Madrasah Tsanawiyah (MTs). Diss. IAIN Ponorogo, 2015.

Sukri. Penanggulangan Kebodohan Dalam Al-Qur ‘An (Kajian Tematik). Diss.


Institut Agama Islam Negeri Palopo, 2015.

16

Anda mungkin juga menyukai