Anda di halaman 1dari 4

FALSAFAH TUHAN

Oleh :

Adelia Intan Fernanda 53020210084

adeliafernanda352@gmail.com

Pendahuluan

Sebelum Islam datang ditemukan bahwa hampir semua umat manusia mempercayai
adanya Tuhan yang mengatur alam raya ini. Mereka mempercayai dan mengakui bahwa
Tuhan ada banyak.1 Keyakinan yang masuk ke masyarakat Arab jika ditanya siapa Penguasa
dan Pencipta langit dan bumi mereka menjawab “Allah” tetapi pada saat bersamaan mereka
sedang menyembah berhala. Oleh karena itu, mereka tidak dapat dikatakan orang yang
beriman melainkan orang yang menyekutukan Tuhan. 2 Kemudian Islam datang untuk
meluruskan keyakinan itu serta membawa ajaran tauhid. Islam menampilkan dan
menggambarkan kepada manusia tentang ajaran keseluruhan Tuhan yang memungkinkan
manusia memahaminya. Islam adalah agama penghambaan kepada Allah swt. Realitas
tertinggi, asal muasal seluruh realitas dan kepada siapa semua kembali, karena Allah swt
adalah asal, pencipta, pengatur, pemelihara seluruh kontingen di langit dan bumi.

Pembahasan

A. Pengertian Tuhan
Dalam Konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi yang
nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan
Hakim bagi semesta alam.
Kata Tuhan berasal dari kata ilaahun yang terdiri dari tiga huruf: hamzah, lam, ha,
sebagai pecahan dari kata laha-yalihu-laihan yang berarti Tuhan . Ilaahun jamaknya
aalihatun, bentuk kata kerjanya adalah alaha yang artinya sama dengan ‘abada, yaitu
mengabdi. Dengan demikian ilaahun artinya sama dengan ma’budun yaitu yang diabdi.
Lawannya adalah ‘abdun artinya yang mengabdi atau biasanya disebut hamba.3
Dalam kamus besar bahasa Arab Lisan Al-‘Arab karya Ibn Manzhur, kata Ilaahun itu
masih termasuk kata umum, ketika ditambah dengan lam ma’rifah maka menjadi Alilaahun
yang artinya Allah swt, yaitu Dzat yang disembah oleh selain-Nya, jamaknya aalihatun.
Quraish Shihab berpendapat kata Ilaah disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk
mufrad, kata ilaahaini dalam bentuk tasniyah disebut 2 kali, dan aalihah dalam bentuk jamak
disebut ulang sebanyak 34 kali. 4
1
Seperti orang Yunani Kuno yang menganut paham politeisme ( keyakinan banyak tuhan), orang-orang Hindu
masa lampau juga mempunyai banyak dewa, yang diyakini sebagai tuhan-tuhan. Demikian juga pada
masyarakat Mesir dan Persia. Lihat M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Berbagai
Persoalan Umat, (Bandung: Mizan,1996), hal.14.
2
Firdaus, Konsep Al-Rububiyah (Ketuhanan) dalam Al-Qur’an, Jurnal Diskursus Islam, vol. 3, No. 1, 2015, hal.
102.
3
Syafieh, Tuhan dalam Perspektif Al-Qur’an, Jurnal At-Tibyan, Vol. 1, No. 1, th. 2016, hal. 153.
4
Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 75.
Perbedaan kata Tuhan dan Allah yaitu dimana ada suatu pengakuan bahwa Allah-lah yang
menjadi sesmbahan kita satu-satunya dalam peribadatan dan tidak ada tuhan selain-Nya.
B. Konsep Ketuhanan
Allah merupakan Tuhan yang paling agung yang menunjukkan kepada kemuliaan dan
keagungan Tuhan. Kata “Allah” merupakan ekspresi ketuhanan yang paling tinggi dalam
Agama Islam serta mensyaratkan arti kata “Allah” itu mewajibkan seluruh bentuk kemuliaan
dan menegasikan kekurangan. Arti dari kata “Allah’ merupakan nama bagi zat yang wajib
wujud yang berhak untuk mendapatkan segala bentuk pujian. Sedangkan kata Ahad
melambangkan ketunggalan yang senantiasa abadi dalam keesaan.
Razi, dalam tafsirnya berpendapat bahwa kata Allah dan Ahad melahirkan dua bentuk
makna simetris satu sama lain. Kata “Allah” berarti penetapan sifat kesempurnaan,
keagungan dan kebesaran kepada zat Tuhan. 5 Dengan menambahkan kata Ahad
menambahkan kesempurnaan Tuhan dan menambah kemutlakan terhadap otoritas Tuhan.
Dia adalah satu-satunya yang berhak mendapatkan atribut ketuhanan di semesta alam.
Eksistensi yang hakiki hanya dimiliki oleh Tuhan, sedangkan keberadaan sesuatu yang lain
hanyalah merupakan pancaran dari keberadaan Tuhan. Segala sesuatu membutuhkan Tuhan
untuk eksistensinya, namun Tuhan tidak membutuhkan segala sesuatu dalam mewujudkan
eksistensiNya.
Ibnu Sina berpendapat makna kata Allahu Ahad yaitu Tuhan Esa dalam segala aspek
dan tak pernah sekalipun mengandung pluralitas. Keesaan ini juga menegasikan dan
mensucikan Tuhan dari hal-hal yang mengindikasikan bahwa Tuhan memiliki bentuk,
kualitas, kuantitas, dan segala jenis gambaran akal yang mampu merusak keberhajaan yang
satu. Demikian kata Ahad bermakna tak ada sesuatu yang menyamai-Nya. 6
C. Tuhan dalam Al-Qur’an
Kata Rabb (‫ )رب‬dalam Al-Qur’an seringkali menggambarkan sifat Tuhan. Dia
Rabbun artinya Dia yang mendidik dan memelihara. Pendidikan dan pemeliharaan yang
dimaksud yakni seperti memberikan rezeki, mencurahkan rahmat, mengampuni dosa, dll.
Kata Rabbuka dan Rabbika di dalam Al-Qur’an disebutkan 242 kali di dalam Al-Qur’an.
Kata tersebut terdapat dalam QS. Al-Isra’ [17]: 30 dalam pembahasan rezeki dan QS. Al-
Mu’minun [23]: 72. QS. Maryam[19]: 9 dan QS. Al-Hijr [15]: 28 mengenai penciptaan
manusia.

https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/diskursus_islam/article/view/197/144

D. Bukti Ke-Esaan Tuhan


Ada orang yang menuntut bukti wujud dan keesaan Tuhan dengan pembuktian
material. Mereka ingin melihat secara dhohir wujud Tuhan di dunia ini. Nabi Musa as. Suatu
ketika pernah berdoa memohon agar Tuhan menampakkan diri-Nya. Lalu Tuhan berfirman
sebagai jawaban atas permohonan Nabi Musa, Qs. Al-A’raf[7]:143
Menurut Quraish Shihab ada dua faktor makhluk tidak dapat melihat sesuatu.
Pertama, karena sesuatu yang dilihat terlalu kecil apalagi dalam kegelapan. Sebutir pasir di
malam yang kelam tidak mungkin ditemukan oleh seseorang. Namun kegagalan itu bukan

5
Fakhrudin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,1981), juz. 1, h. 152.
6
Syafieh, Tuhan dalam Perspektif Al-Qur’an, Jurnal At-Tibyan, Vol. 1, No. 1, th. 2016, hal. 159.
berarti pasir yang dicari tidak ada wujudnya. Kedua, karena sesuatu itu sangat terang.
Bukankah kelelawar tidak dapat melihat di siang hari karena sedemikian terangnya cahaya
matahari dibandingkan dengan kemampuan matanya untuk melihat? Tetapi bila malam tiba,
dengan mudah ia dapat melihat. Demikian juga manusia, tidak sanggup menatap matahari
dalam beberapa saat saja, bahkan sesaat setelah menatapnya ia akan menemukan kegelapan.
Kalau demekian, wajar jika mata kepalanya tak mampu melihat Tuhan Pencipta matahari itu. 7
Sayyidina Ali Ra. Pernah ditanya oleh seorang sahabatnya yang bernama Zi’lib al-
Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” Beliau menjawab, “Bagaimana saya
menyembah yang tidak pernah saya lihat?” lalu sahabat bertanya lagi, “Bagaimana Anda
melihat-Nya?”. Imam Ali menjawab, “Dia tidak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan
yang kasat, tetapi dapat dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan....”. Pada intinya mata hati
jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada pandangan mata. Bukankah mata
sering menipu kita? Kayu yang lurus akan terlihat bengkok ketika ia berada dalam Sungai
ataupun kolam dan juga bintang yang besar terlihat kecil oleh mata kita.
Bukti keesaan Tuhan dapat dibagi menjadi tiga pokok pembahasan; kenyataan wujud
yang tampak, rasa yang terdapat dalam jiwa manusia, dan dalil logika.
1. Kenyataan wujud yang tampak
Dalam konteks ini Al-Qur’an menggunakan seluruh wujud sebagai bukti, khususnya
keberadaan alam raya ini dengan segala isinya. Berkali-kali manusia diperintahkan untuk
melakukan nadzor, fikri, serta berjalan di permukaan bumi guna untuk melihat betapa alam
raya ini tidak mungkin terwujud tanpa ada yang mewujudkan, dikemukakan keindahan dan
keserasian alam raya, QS. Qaf[50]:6-7 adapun keserasiannya maka dinyatakannya dalam Qs.
Al-Mulk[67]:3-4
2. Rasa yang terdapat dalam jiwa manusia
Dalam konteks ini misalnya Al-Qur’an mengingatkan manusia dalam QS. Al-An’am
[6]:40-41
Demikian Al-Qur’an menggambarkan hati manusia. Karena itu sungguh tepat
pandangan sementara para filosof yang menyatakan bahwa manusia dapat dipastikan akan
terus mengenal Tuhan dari berhubungan komunikasi kepada Tuhan sampai akhir zaman.
Walaupun ilmu pengetahuan membuktikan lawan dari hal tersebut. selama tabiat manusia ini
masih sama seperti sediakala, yakni naluri mengharap,cemas, dan takut sebab karena kepada
siapa lagi jiwanya akan mengarah sedangkan rasa takut dan juga harapannya kepad manusia
tidak lagi dapat terpenuhi, sedangkan harapan dan rasa takut manusia tidak akan pernah
terputus.
3. Dalil logika
Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menguraikan dalil-dalil aqliyyah tentang keesaan
Tuhan. Misalnya: QS. Al-An’am[6]:101, Qs. Al-Anbiya’[21]:22
Maksud ayat ini adalah seandainya ada dua pencipta, maka akan kacau ciptaan, karena
jika masing-masing pencipta menghendaki sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang lain,
maka kalau keduanya itu berkuasa ciptaanpun akan kacau atau tidak akan mewujud: kalau
salah satu mengalahkan yang lain maka otomatis yang kalah akan dicap bukan Tuhan; dan
apabila mereka berdua bersepakat malah itu menjadi bukti kebutuhan dan kelemahan mereka.

7
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, h. 15.
Sehingga tuhan tidak mungkn dua karena Tuhan tidak membutuhkan sesuatu dan tidak lemah
atas sesuatu.
Fazlur Rahman dalam menanggapi ayat diatas mengatakan secara logis hanya ada satu
Tuhan. Apabila Tuhan lebih dari satu maka hanya satu saja yang tampil sebagai yang
pertama. QS[16:51]; QS [3:18]; QS [17:42]8
Al-Qur’an juga mengemukakan dalil selain diatas yaitu QS Al-Ahqaf ayat 46
E. Kesimpulan
Dalam Al-Qur’an kata “Tuhan” dipakai untuk sebutan tuhan selain Allah, seperti
menyebut berhala, hawa nafsu dan dewa. Namun kata “Allah” adalah sebutan khusus dan
tidak dimiliki oleh kata lain selain-Nya, karena hanya Tuhan yang wajib wujud-Nya itu yang
berhak menyandang nama tersebut. Dia juga yang berhak memperoleh keagungan dan
kesempurnaan mutlak, sebagaimana tidak ada nama yang lebih agung dari nama-Nya. Karena
kesempurnaan Allah itulah maka Makhluk-Nya termasuk manusia tidak mampu melihat
wajah Allah. Namun bukan berarti wujud Allah itu tidak ada, justru Al-Qur’an
mengisyaratkan kehadiran Tuhan ada dalam setiap insan dan hal tersebut merupakan fitrah
manusia sejak awal kejadiannya, bukti wujud Tuhan juga dapat dibuktikan lewat ciptaan-
Nya, dan bukti wujud Tuhan juga dapat dibuktikan bahwa Allah swt sebagai sebab dasar dari
segala sebab.

8
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, h. 6.

Anda mungkin juga menyukai