Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Pengertian
Berangkat dan merujuk pada Kamus besar bahasa Indonesia kata
Ketuhanan : berasal dari kata dasar “Tuhan” dengan ejaan
ke.tu.han.an Ketuhanan sendiiri bermakna Sifat keadaan Tuhan dan
Segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan “hal-hal ketuhanan” ,
yang berhubungan dengan Tuhan serta kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa1.
b. Konsep ketuhanan menurut Imam Abu Hanifah
1. Esensi dan Eksistensi Tuhan
Pandangan Abu Hanifah tentang konsep Tuhan tidak jauh berbeda
dengan pandangan Mutakallim yang berfaham Ahlussunnah, meskipun
dalam masalah fiqh beliau banyak berpegang pada penalaran. Para
ulama Ahlussunnah ini banyak berpegang kepada Al-Qur’an dan
Sunnah di dalam menyelesaikan masalah-masalah teologi yang
dihadapi, kemudian membawa argumen-argumen rasional
kedalamnya.2 Dan Abu Hanifah, sebagai salah ulama Ahlussunnah,
dalam menjelaskan konsep ketuhanannya banyak menggunakan dalil
dari Al-Qur’an dan Sunnah, dan beliau sangat sedikit dalam
menggunakan dalil rasional. Hal ini tidak lepas dari kesadaran dan
pengakuan akan batas-batas kemampuan kerja akal manusia dalam
bidang metafisika.3
Di dalam menjelaskan esensi dari Tuhan, Abu Hanifah
menitikberatkan pada pemahaman akan makna Tauhid (keesaan
Tuhan). Dan Abu Hanifah Di dalam penjelasannya tentang konsep
keesaan Tuhan menyatakan, bahwasanya Tuhan itu esa. Hakikat

1
kbbi.web.id/Tuhan
2
Nata, Abuddin, hlm. 62
3
Hanafi, Ahmad, Pengantar Theology Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), hlm.141

1
keesaan Tuhan itu tidak hanya terbatas pada keesaan jumlah saja. Akan
tetapi, keesaan Tuhan itu juga meliputi keesaan pada dzat dan sifatnya.
Esensi dari Tuhan berbeda dari makhluk, dan tidak mungkin bagi
makhluk untuk menyamai Tuhan di dalam esensi-Nya. Hal ini
dikarenakan Tuhan itu bersifat absolut (qadim) baik pada esensi dan
Eksistensi-Nya. Sedangkan makhluk itu bersifat temporal (Muhdats),
dan segala sesuatu bersifat temporal senantiasa memiliki jism (bentuk),
jauhar (Substansi) dan ‘ardl (Aksidensi). Maka, apabila esensi dari
Tuhan itu seperti makhluk, niscaya Ia bersifat temporal dan
membutuhkan jism, jauhar dan ‘ardl untuk menopang keberadaan-
Nya. Dan sebagaimana yang telah kita ketahui bahwasanya keberadaan
ketiga materi tersebut senatiasa membutuhkan ruang dan waktu untuk
menopangnya. Maka, mustahil bagi Tuhan untuk terikat dengan ruang
dan waktu, karena keduanya adalah ciptaan.
Sementara itu, di dalam menjelaskan tentang eksistensi Tuhan Abu
Hanifah menggunakan istilah Wajibul wujud dan Mumkinul Wujud.
Wajibul Wujud merujuk pada dzat Tuhan yang mana keberadaanya
adalah absolute dan tidak membutuhkan yang lain untuk menopang
keberadaan-Nya. Akan tetapi, keberadaan-Nya dibutuhkan oleh yang
lainnya. Jadi, eksistensi dari Tuhan itu absolut, artinya jika Tuhan itu
tidak ada, maka segala yang ada di alam ini juga tidak ada. Sedangkan
istilah Mumkinul Wujud merujuk kepada segala sesuatu yang dibentuk
oleh sesuatu yang lain. Sesuatu dikatakan mumkinul wujud
menandakan bahwasanya eksistensinya itu dalam keadaan antara ada
dan tiada. Jadi, ia dikatakan ada ketika diadakan oleh sesuatu yang
lain.
Dan dari sini kita bisa melihat bahwasanya sesuatu apabila
dikatakan keberadaanya itu karena diadakan sesuatu yang lain maka,
keberadaanya adalah tergantung yang mengadakannya, dengan kata
lain ia senantiasa mengalami perubahan, perubahan ini secara tidak
langsung akan mempengaruhi substansinya, perubahan substansi inilah

2
yang menyebabkan keadaan mumkinul wujud tidak kekal. Oleh karena
itu, tidak mungkin bagi makhluk untuk menyamai Tuhan dalam
esesnsi dan eksistensi, sebagaimana yang dikatakan oleh imam Abu
Hanifah:“Laa Yasybihu syaian minal asyyaa min kholqihi wa laa
yusbihuhu syaiun min kholqihi”.
Kekaffahan dalam memahami makna tuhan itu sendiri memberikan
manifestasi yang benar dalam menelaah agama dan kehidupan, tuhan
yang maha esa adalah tentang penungalan atau pengakuan atas tuhan
yang satu dengan menakfikan tuhan lain dengan persepsi apapun yang
tidak sesuai dengan nash.
c. Konsep Tuhan Menurut Al Kindi
Tuhan menurut Al-Kindi adalah pencipta alam, bukan penggerak
pertama. Tuhan itu Esa, Azali, ia unik. Ia tidak tersusun dari materi
dan bentuk, tidak bertubuh. Ia hanyalah keEsaan belaka, selain Tuhan
semuanya mengandung arti banyak. Allah adalah Kebenaran Pertama
(al-Haqq al-Awwal), Yang Benar Tunggal (al-Haqq al-Wāhid) dan
penyebab semua kebenaran.4 Bagi al-Kindī, Allah adalah Penyebab
segalanya dan penyebab kebenaran. Untuk mengatakan bahwa Allah
adalah penyebab segala kebenaran adalah sama saja dengan
mengatakan bahwa Allah adalah penyebab dari semua ini. Sebab dari
segala sebab itu adalah Allah. Sebab itu hanya satu, tidak mungkin
banyak. Alam semesta berjalan secara teratur atas dasar sebab Dzat
yang Satu. al-Kindī memiliki dua aspek utama; pertama, membuktikan
harus ada yang Satu yang Benar (the true one), yang merupakan
penyebab dari segala sesuatu dan mendiskusikan kebenaran the True
One ini.5 al-Kindī  menjelaskan bahwa tidak ada yang bisa menjadi
penyebabnya sendiri. Ia mengungkapkan, benda-benda di alam ini
merupakan juz’iyyāt (particular). Tiap-tiap benda memiliki dua

4
Seyyed Hossein Nasr&Oliver Leamen,Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam (ed), (Bangung: Mizan,2003),
hlm.210
5
Ibid

3
hakikat, hakikat sebagai juz’i yang disebut al-aniyah dan hakikat kulli
yang disebut māhiyah yakni hakikat yang bersifat universal dalam
bentuk genus dan spesies.6 Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam arti
aniyah atau mahiyah, karena Ia bukan termasuk dalam benda-benda
yang ada dalam alam. Tuhan juga tidak mempunyai bentuk mahiyah
karena Tuhan tidak termasuk genus atau spesies. Tuhan hanya satu dan
tidak ada yang srupa dengan Tuhan. Ia Dzat yang unik, yang lain bisa
mengandung arti banyak. Wujud Tuhan itu adalah eksklusif, yang
berbeda dengan yang lain. Sifat, Wujud, eksistensi dan keberadaan
sama sekali tidak bisa dipahami secara penuh oleh akal manusia.
Maka, baginya, untuk memahami itu semua, maka diturunkanlah Nabi,
sebagai utusan Allah, yang akan menjelaskan hal-hal yang tidak
mampu disingkap oleh akal manusia. Penjelasan Allah yang dibawa
oleh Nabi melalui media yang dinamakan wahyu. Al-Kindī, secara
jelas meyakini bahwa rasio manusia memiliki sisi kelemahan. Karena
kelemahan itulah, tidak semua pengetahuan tidak bisa ditangkap oleh
akal. Maka untuk membantu pemahaman yang tidak bisa dijelaskan
akal maka, manusia perlu dibimbing oleh wahyu.

Dalam perjalananya pendapat tentang konsep ketuhanan adalah


Merujuk pada kekafahan manusia dalam memahami dan mentelaah
esensi dan eksistensi Allah SWT, dan memberikan manifestasi dalam
kehidupan beragama dan muamalah.

d. Ketuhanan yang maha esa Tafsir sila ke 1 (satu)


Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa Sila pertama dari Pancasila
Dasar Negara NKRI adalah Ketahuan Yang Maha Esa. Kalimat pada
sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa
Sansekerta ataupun bahasa Pali. Banyak diantara kita yang salah
paham mengartikan makna dari sila pertama ini kita diajarkan bahwa
6
Dedi Supriyadi,Pengantar Filsafat Islam Konsep, Filsuf dan Ajarannya,(Bandung:Pustaka Setia,2009),
hlm.56

4
arti dari Ketahuan Yang Maha Esa dalam bahasa Sansekerta ataupun
Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah Tuhan yang bermakna satu.
1) Menurut Notonogoro sila - sila Pancasila merupakan satu
kesatuan yang susunannya adalah hirarkhis dan mempunyai
bentuk piramidal. Sila pada Pancasila saling menjiwai dan
dijiwai. Sila yang di atasnya menjiwai sila yang di bawahnya,
tetapi sila yang di atasnya tidak dijiwai oleh sila yang di
bawahnya. Sebagai contoh nilai-nilai Ketuhanan menjiwai nilai-
nilai Kemanusiaan Persatuan Kerakyatan dan Keadilan,
sebaliknya nilai Ketuhanan tidak dijiwai oleh nilai-nilai
Kemanusiaan Persatuan Kerakyatan dan Keadilan, begitulah
seterusnya.
Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”
bermakna bahwa bangsa Indonesia berdasarkan Tuhan Yang
Maha Esa. Warga negara Indonesia diberikan kebebasan untuk
memilih satu kepercayaan, dari beberapa kepercayaan yang
diakui oleh negara. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan
istilah hablun min Allah, yang merupakan sendi tauhid dan
pengejawantahan hubungan antara manusia dengan Allah SWT.
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu
mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mengesakan Tuhan.
Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah ayat 163.

         




Artinya : dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. ( QS. 2 : 163 ). Dalam kacamata Islam, Tuhan
adalah Allah semata, namun dalam pandangan agama lain

5
Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia, yang
disembah.
2) Buya hamka dalam bukunya berkata, “jadi ketuhanan yang
maha esa pada pasal 29 itu ( undang-undang dasar ) tidaklah
tuhan yang lain, melainkan ALLAH!7. Segala aspek dalam
bernegara dan berkehidupan terilhami dan terjiwai oleh
Pandangan ini yang selaras dengan perumus kemerdekaan
bangsa indonesia.
3) Menurut Ketetapan MPR no. I/MPR/2003
Dalam Ketetapan MPR no. I/MPR/2003 Pancasila secara
keseluruhan dijabarkan kedalam 45 butir dengan Isi butirsila ke
satu yaitu : Ketuhanan Yang Maha Esa
 Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan
ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
 Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing -
masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
 Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama
antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang
berbeda - beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
 Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
 Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah
masalah yang menyangkut pribadi manusia dengan Tuhan Yang
Maha Esa.
 Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing - masing. Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

7
H. Rusydi Hamka, Peribadi dan martabat Buya Hamka, Mizan Publika 2016, hlm 152

6
Secara gelobal Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa
adalah kesatuan universal antara aspek teologi dan sosiologi
bangsa indonesia, yang menjadi ceriminan dan manifestasi
harapan dan pola tindak bangsa indonesia dalam beragama,
berkehidupan dan bernegara.

B. Sistem Kenegaraan
a. Pengertian Sistem dan Negara
1. Sistem
Melalui pendekatan etimologi sistem lebih menekan pada
prosedurnya, dengan mendefinisikan sistem sebagai suatu jaringan
kerja dari prosedur - prosedur yang saling berhubungan, berkumpul
bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk
menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu. Sistem adalah sistem /
sis·tem/ sistém /perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas / susunan yang teratur dari
pandangan, teori, asas, dan sebagainya
Menurut terminologi yaitu pendekatan sistem yang lebih menekan
pada elemen atau komponennya, dengan mendefinisikan sistem
sebagai berikut : sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang
berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Jadi sistem itu sendiri adalah kesatuan dari keseluruhan unsur-
unsur yang berkerja sesuai fungsinya dan saling membutuhkan serta
berkaitan satu sama lain dalam sebuah tujuan, bentuk dan sifat tertentu
untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Negara
Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah
tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang
umumnya memiliki kedaulatan. Negara juga merupakan suatu
wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi
semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent.

7
Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki
wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan
syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain.8
Menurut Plato, negara adalah suatu tubuh yang senantiasa
maju, berevolusi dan terdiri dari orang-orang (individu-individu)
yang timbul atau ada karena masing-masing dari orang itu secara
sendiri-sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan dan
keinginannya yang beraneka ragam, yang menyebabkan mereka
harus bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama.
Kesatuan inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara 9.
Dari pengerian yang disampaikan sarjana ini dapat diketahui
bahwa suatu negara ada karena hungan manusia dengan sesamanya
karena manusia menyadari tidak dapat hidup secara sendiri-sendiri
dalam pemenuhan kebutuhannya, atau berdasarkan doktrin yang
diajarkan oleh Aristoteles biasa kita kenal dengan istilah zoon
political.
Menurut George Jellinek yang juga disebut sebagai Bapak
Negara memberikan pengertian tentang Negara yang merupakan
organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di
suatu wilayah tertentu.
Menurut Thomas Hobbes bahwa negara adalah suatu tubuh
yang dibuat oleh orang banyak beramai - ramai, yang masing-
masing berjanji akan memakainya menjadi alat untuk keamanan
dan pelindungan mereka.10
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pada dasarnya negara adalah suatu wilayah di permukaan
bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial
maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di

8
https://id.wikipedia.org/wiki/Negara
9
Samidjo, Op.cit., hlm. 31
10
Samidjo, Op.Cit., hlm. 29

8
wilayah tersebut. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang
mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah
orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain
keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat
negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut dengan
kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah
tempat negara itu berada.11
Menurut Ibnu Taymiyah, tujuan negara adalah berlakunya
syari’ah dan menjadikan syari’ah kekuasaan tertinggi di negara
tersebut (mewujudkan kepatuhan hanya kepada Allah). Maka
kewajiban seorang imam ditentukan oleh fungsi dan tujuan
syari’ah. Selain itu juga mengubah bangunan dan fondasi serta
kaitan-kaitan masyarakat, bahkan membangun akidah, akhlak,
kebudayaan dan tradisi sosial. Negara timbul karena perlunya
menegakkan doktrin amar ma’ruf nahî munkar. Baginya, Amar
ma’ruf nahi mungkar tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya
negara. Negara adalah amanah, dan negara bertujuan untuk
menegakkan syariah.12
3. Sistem Kenegaraan
Berdasarkan hal diatas dapat kita mengerti sistem
kenegaraan adalah kesatuan dari keseluruhan unsur-unsur yang
berkerja sesuai fungsinya dan berkaitan satu sama lain dalam
sebuah tujuan, bentuk dan sifat tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu dalam suatu wilayah di permukaan bumi yang
kekuasaannya baik politik, hukum, militer, ekonomi, sosial
maupun budayanya diatur oleh pemerintahan.

11
http://www.wikipedia.com,-tentang NEGARA.-html, tanggal 13 April 2017.
12
Rais, Muhammad Dhiauddin, Teori Politik Islam, Cetakan ke-1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm
235

9
Senada dengan definisi para filusuf barat pada ulama timur
juga mengamini hal yang demikian namun meraka tidak terjebak
dan berputat pada bahasan yang berkaitan dengan materialisme
melainkan menyandarkan negara kepada konsep teologi.
b. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah suatu tatanan utuh yang terdiri atas
berbagai komponen yang bekerja saling bergantung dan
mempengaruhi dalam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan.
Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan
menjadi:
Sistem Presidensial ( Presidensiil ), atau disebut juga dengan
sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik
di mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah
dengan kekuasan legislatif. Untuk disebut sebagai sistem presidensial,
bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga unsur yaitu :
 Presiden yang dipilih rakyat.
 Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara
dan kepala pemerintahan dan dalam jabatannya ini
mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
 Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh
UUD atau konstitusi.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif
kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti
rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk
mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi,
pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi
presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-
pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan
menggantikan posisinya. Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan
tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Secara luas berarti
sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga

10
tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi
pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi,
keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan
demokrasi di mana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam
pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya
sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu
secara menyeluruh. Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai
sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga
kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya
perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
c. Sistem Politik
Sistem Politik Indonesia adalah sebuah sistem politik yang berlaku
di Indonesia. Faktor yang mempunyai nilai abadi sebagai fundamen
dan merupakan konsekuensi pendirian Negara Indonesia, seperti
falsafah Negara dan lain sebagainya, dalam banyak hal, walaupun
bersifat transcendental tetapi sudah nyata diterima sebagai suatu
kenyataan kiranya perlu dipertimbangkan pengaruhnya terhadap sistem
politik Indonesia, walaupun dipergunakan pendekatan yang
menyisihkan pengaruh falsafah sebagai hasil aktivitas merenun-
renung. Kemudian dapat diuraikan lebih lanjut bahwa pada sistem
politik Indonesia akan ditemui faktor lingkungan yang
mempengaruhinya.13
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau
keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan
dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-
upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan
penyusunan skala prioritasnya.
Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik
demokrasi pancasila yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-

13
Rusadi Kantprawira. 2004. Sistem Politik Indonesia: suatu Model. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Hal
10,11

11
nilai luhur, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang demokratis.
Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di Indonesia antara
lain:
 pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada
pada badan yang berbeda
 Negara berdasarkan atas hukum
 Pemerintah berdasarkan konstitusi
 jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas
tertentu
 pemilu yang bebas
 parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya

Sebagai suatu sistem, prinsip-prinsip ini saling berhubungan satu


sama lain. Sistem politik demokrasi akan rusak jika salah satu
komponen tidak berjalan atau ditiadakan.
Secara luas kita dapat memaknai sistem kenegaraan adalah segalah
sesuatu yang berkaitan dengan nilai-nilai dan aturan-aturan bernegara.
Secara sempit sistem kenegaraan adalah aturan pelaksanaan hukum,
ekonomi, politik, hukum dan budaya. Jadi sistem negara indonesia
membahas tentang aturan-aturan yang ada dalam bangsa indonesia
yang bersumber pada nilai-nilai yang dicita-citakan bangsa indonesia,
yang secara legal bersumber pada pancasila.

C. Implikasi Ketuhanan Yang Maha Esa Terhadap Sistem Kenegaraan


a. Ketuhanan Yang Maha Esa terhadapa Hukum
Khusus mengenai cita Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan
Pancasila, ide kenegaraan kita tidak dapat dilepaskan pula dari nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan sila pertama dan utama
Pancasila. Karena itu, di samping ke-12 ciri atau unsur yang
terkandung dalam gagasan Negara Hukum Modern seperti tersebut di

12
atas, unsur ciri yang ketigabelas adalah bahwa Negara Hukum
Indonesia itu menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Maha Esaan dan ke-
Maha Kuasa-an Tuhan. Artinya, diakuinya prinsip supremasi hukum
tidak mengabaikan keyakinan mengenai ke-Maha Kuasa-an Tuhan
Yang Maha Esa yang diyakini sebagai sila pertama dan utama dalam
Pancasila. Karena itu, pengakuan segenap bangsa Indonesia mengenai
kekuasaan tertinggi yang terdapat dalam hukum konstitusi di satu segi
tidak boleh bertentangan dengan keyakinan segenap warga bangsa
mengenai prinsip dan nilai-nilai ke Maha-Kuasa-an Tuhan Yang Maha
Esa itu, dan di pihak lain pengakuan akan prinsip supremasi hukum itu
juga merupakan pengejawantahan atau ekspresi kesadaran rasional
kenegaraan atas keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa yang
menyebabkan setiap manusia Indonesia hanya memutlakkan Yang Esa
dan menisbikan kehidupan antar sesama warga yang bersifat egaliter
dan menjamin persamaan dan penghormatan atas kemajemukan dalam
kehidupan bersama dalam wadah Negara Pancasila.
b. Ketuhanan Yang Maha Esa terhadap Demokrasi
Berbicara mengenai demokrasi berdasarkan ketuhanan Yang Maha
Esa berarti berbicara mengenai “Keadilan”, maksud dari keadilan
disini adalah bahwa Indonesia memberi kebebasan kepada rakyat
dalam hal memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing.
Terkait tentang keadilan tersebut juga membuktikan bahwa Indonesia
adalah negara yang berhukum, salah satu pilar untuk bisa dikatakan
negara hukum adalah adanya pengadilan yang merdeka, bebas,
independen dan melahirkan putusan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa tersebut. Dikuatkan dalam : Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman jelas diterangkan bahwa “Peradilan dilakukan “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” mempunyai
makna bahwa segala putusan yang diambil harus mampu memberikan
rasa keadilan yang berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa pada

13
masyarakat. Makna Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa ini sangat luas dan penting, karena tidak hanya berkaitan
dengan para pencari keadilan saja, namun juga erat kaitannya dengan
Tuhan Yang Maha Esa sang pencipta hidup. Tidak saja melingkupi
tanggung jawab seseorang kepada pencari keadilan dan masyarakat
namun secara spiritual juga melingkupi tanggung jawab seseorang
tersebut kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan ditambah prinsip Demokrasi yang menyebutkan bahwa
Negara berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat tersebut
mampu menjadi dorongan yang begitu besar untuk pemerintah dalam
menanggapi segala perbedaan yang ada pada rakyatnya dan
menampung segala aspirasi yang berbeda-beda dari rakyatnya pula
dalam ringkasan satu ideology.
Dari rujukan tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa
Demokrasi Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai arti
bahwa seluk-beluk sistem serta perilaku penyelenggaraan kenegaraan
RI ini haruslah taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan
kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai pedoman
yang dinyatakan di dalam Kitab Suci atau ajaran dari kepercayaannya
masing-masing. Sedangkan dengan adanya demokrasi yang
berketuhanan Yang Maha Esa berarti Indonesia sangat memberikan
toleransinya kepada masyarakat Indonesia untuk memeluk agama dan
kepercayaannya masing-masing.
c. Ketuhanan Yang Maha Esa terhadap Ekonomi
Kegiatan ekonomi didasarkan atas sila pertama Pancasila sehingga
konsep-konsep serta praktik ekonomi sekaras dengan nilai luhur
agama. Ekonomi harus bertuhan, sehingga pada prakteknya tidak ada
orang yang terus melakukan aksi ambil untung dengan cara
menghalalkan sebaga cara. Atas dasar itu maka Ekonomi Pancasila
tidak semata-mata bersifat materialistis, karena berlandaskan pada
keimanan dan ketakwaan yang timbul dari pengakuan kita pada

14
Ketuhanan Yang Maha Esa (sila 1). Keimanan dan ketakwaan menjadi
landasan spiritual, moral dan etik bagi penyelenggaraan ekonomi dan
pembangunan. Dengan demikian sistem ekonomi Pancasila
dikendalikan oleh kaidah-kaidah moral dan etika, sehingga
pembangunan nasional kita adalah pembangunan yang berakhlak.
Praktik ekonomi tidak sepatutnya dilakukan menghalalkan segala cara
guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Praktek-
praktek ekonomi harus tetap mendasarkan dirinya kepada keadilan,
transparansi sehingga satu sama lain saling menguntungkan.

Dewasa ini bangsa indonesia telah cukup matang menelurkan values


dalam berbangsa dan bernegara. Setiap aspek yang ada dalam kehidupan
rakyat indonesia senantiasa bersuber pada nilai-nilai tersebut baik pada
idielogi maupun pada konstitusi tertinggi bangsa indonesia yaitu undang-
undang dasar negara kesatuan republik indonesia tahun 1945.
Hal tersebut dapat dilihat pada pengejawtahan nilai-nilai ketuhanan
yang maha esa pada produk hukum, politik maupun ekonomi. Ketuhanan
yang maha esa menjadi haluan utama bangsa indonesia dalam menentukan
pola sikap dan pola tindak yang menjadi manifesatasi cita-cita dan ciri
bangsa indonesia.
Aspek sosiologi yang paling utama mendapat kontaminasi paling kuat
karena dalam bidang ini menjadi lapisan yang paling mendasar dalam
membantu absolutsitas ketuhanan yang maha esa dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Mimbar kasih antara negara dan agama menjadi ternisbihkan korelasi
yang kuat antara idieologi pancasila dan agama sangat jelas terlihat, nilai-
nilai yang terdapat dalam undang-undang dasar negara kesatuan republik
indonesia juga memberikan kontribusi yang banyak terhadap terciptanya
regulasi-regulasi dan kebijakan-kebijakan yang bernuansa islami dan
mengarah kepada Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa.

15
Beberapa aspek hukum juga telah mengalami proses islamisasi
meskipun belum masif terjadi, hal ini mencerminkan kontribusi yang kuat
dari sila ke satu dalam pancasila dalam bidang hukum. Kitap undang-
undang pidana dan perdata yang berkiblat pada sisttem hukum belanda
dalam beberapa aspek juga mencerminkan dari kearifan dan cirikhas
budaya bangsa indonesia.
Dari hal diatas sudah dapat kita pahami bersama bahwa tidak ada hal
yang sekecil apapun yang luput dari perhatian dan manifestasi idieologi
ketuhanan yang maha esa dalam perjalanan bangsa indonesia. Segalah
aspek fundamental bangsa ini telah tersistematis untuk merujuk kepada
nilai-nilai ketuhanan yang maha esa. Dalam hal implikasi Konsep
Ketuhanan Yang Maha Esa terhadap sitem kenegaraan dirasa sudah
menyeluruh dan masif, namu jika kita menoleh pada tataran implementasi
hal ini cukup merisaukan bahkan lebih dekat kepada rasa miris. Jika kita
lihat pada bidang-bidang berikut bisa kita peroleh data-data yang
gamblang seperti apakah realita dalam implementasi Konsep Ketuhanan
Yang Maha Esa terhadap sistem kenegaraan.
 Hukum :
Supremasi hukum yang masif ternyata hanya sampai pada
produk-produk hukum sementara dalam tataran aplikasinya
masi banyak terjadi penyelewengan dalam penegakanya, nilai
ketuhanan terkesampingkan dengan kepentingan-kepentingan
golongan atau kelompok. Keadilan yang dicita-citakan bergeser
jau dari yang semestinya.
 Ekonomi :
Kebijakan akan ekonomi cenderung tidak berpihak dan
berkiblat pada keadilan, dalam tataran values memang begitu
arif, namu realita lapangan ketimpalan pada aspek ekonomi
menjadi rahasia umum, terbukti dengan keadaan ekonomi
bangsa saat ini, kita menengong amnesty pajak “pengampunan
pajak” hal yang semestinya yang dilakukan oleh negara

16
terhadap orang-orang yang menjadi penyumput pajak ini
adalah tindakan hukum yang tegas, namun mengingat
kepentingan negara yang mengalami krisis ekonomi dosa-dosa
penyumput pajak diampuni dengan kosekuensi kembali
membayar pajak kepada negeri. Hal ini bertolak belakang
dengan prinsip supremasi hukum dan keadilan dalam konsep
ketuhanan.
 Politk :
Demokrasi yang menjadi panduan luhur arif dan bijak sana
dalam tataran implementasi lapangan kerap jauh dari konsep
ideologi bangsa indonesia mengesampingkan konsep
ketuhanan dan keadilan tuhan “Allah Swt”. Pembodohan-
pembodohan serta tindakan-tindakan yang tidak terpuji yang
mengarah kepada black campnye menjadi realita yang nyata
dan tak terbantahkan.
 Pendidikan :
Dalam Ketetapan MPR no. I/MPR/2003 terjabarkan 36
butir-butir tafsir pancasila yang dalam perjalananya menjadi 45
butir. Dalam dunia pendidikan kita mengenal istilah P4 :
(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Namun
ralitanya kerisauan pada dunia pendidikan masi terjadi, tidak
terbantakan apabilah kita menengok kebelakang tentang kasus-
kasus yang terjadi dalam lembaga pendidikan, pembulian,
perpeloncoan dan asusila yang tejadi oleh pelajar yang dalam
bebrapa kasus hingga berujung pada maut.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dewasa ini bangsa indonesia telah mencapai reformasi dan
supremasi hukum dengan penegakan nilai-nilai ideologi bangsa terkhusu
pada Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa. Keterkaitan dan hubungan
ketuhanan yang maha esa dengan sistem kenegaraan jelas dapat kita lihat
secara nyata karna telah termaktup dalam bentuk nilai-nilai yang tertulis
seperti pada undang-undang dasar 1945 dan pancasila dan regulasi-
regulasi lain yang serupa.
Namun hal ini kerap kali berbanding terbalik dengan tataran
implementasi, seperti bahasan kita diatas bahwasanya korelasi Konsep
Ketuhanan Yang Maha Esa terhadap sistem polik memang benar terasa
dari segi values namu tidak demikian dalam implementasinya.
Kepentingan-kepentinga kelompok dan golongan kerap kali memanipulasi
hal yang seharusnya berjalan sesuai dengan keadilan justru bergeser lebih
kepada pembelaan kepentingan tertentu.
Kearifan bangsa indonesia kerap kali ternodai oleh perseorangan
yang lebih mengedepankan kepentingan dibandingkan keadilan yang
seadil-adilnya, bukan rahasia umum jika saya berkata telah terjadi ratusan
maklarisasi kasus-kasus hukum yang seharusnya ditegakan sebagaimana
mestinya yang bercermin pada ketuhanan.

B. Saran
Karya tulis ini yang disusun untuk memnuhi uji keilmuan
persyaratan kelulusan Intermediate Training Himpunan Mahasiswa Islam
Cabang Kerinci, jika didalami dan ditelaah secara mendalam sangat
menarik dan membawa kita masuk serta mempelajari apa yang terjadi
disekitar kita akibat fenomena-fenomena tentang implikasi Konsep
Ketuhanan Yang Maha Esa terhadap sistem kenegaraan, sehinga dapat

18
membuat kita memahami korelasi, realita dan fakta dilapangan tentang hal
diatas.
Dalam makalah ini tidak terpapar secara menyeluruh tentang
aspek-aspek yang terkontaminasi dengan konsep-Konsep Ketuhanan Yang
Maha Esa terhadap sistem kenegaraan maka dari itu pembaca perlu
mengutip beberapa literatur agar dapat lebih paham tentang dampak atau
pengaruh Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa terhadap sistem kenegaraan.

19
DAFTAR PUSTAKA

 Hanafi, Ahmad, Pengantar Theology Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,


1992),
 Seyyed Hossein Nasr&Oliver Leamen,Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam
(ed), (Bangung: Mizan,2003),
 Dedi Supriyadi,Pengantar Filsafat Islam Konsep, Filsuf dan Ajarannya,
(Bandung:Pustaka Setia,2009)
 Rusydi Hamka, Peribadi dan martabat Buya Hamka, Mizan Publika 2016
 Samidjo, Op.Cit., (Bangung: Mizan,2001)
 Rais, Muhammad Dhiauddin, Teori Politik Islam, Cetakan ke-1, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2001)
 Rusadi Kantprawira. 2004. Sistem Politik Indonesia: suatu Model.
Bandung: Sinar Baru Algesindo.

20

Anda mungkin juga menyukai