Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tafsir al qur’an merupakan bagian penting dalam menjelaskan isi kandungan al-
qur’an. Dinamakan tahsir karena tugas utamanya adalah menjelaskan pesan-pesan al-qur’an
yang di turunkan kepada manusia.

Pendidikan adalah hal yang terpenting bagi manusia. Pendidikan akan menghasilkan
pengetahuan. Tidak dapat dipungkiri , pengetahuan inilah yang akan membuat orang semakin
benar tutur, langkah dan prilakunya. Allah swt., melalui sabda-sabda nabi-nya banyak sekali
mengapresiasi orang yang berilmu. Dalam dunia pendidikan, tidak bisa dilepaskan dari peran
beberapa pihak, diman satu dan yang lainnya saling berkaitan. Islam adalah agama yang
sangat memperhatikan pendidikan dan ilmu pengetahuan (scientific).

Salah satu surat dan ayat Alqur’an yang membahas tentang pendidikan yakni
surat al-‘Alaq ayat 1-5, yang menunjuk pada ilmu pengetahuan, yaitu dengan
memerintahkan membaca sebagai kunci ilmu pengetahuan. Perintah untuk ‘membaca’
dalam ayat itu disebut dua kali perintah kepada Rasulullah SAW, dan selanjutnya
perintah kepada seluruh umatnya. Membaca merupakan salah satu kunci ilmu
pengetahuan, baik secara etimologis berupa membaca literatur yang tertulis di dalam buku-
buku, maupun secara terminologis, yakni membaca dalam arti yang lebih luas, maksudnya
membaca alam semesta (ayat al-kauniyah). Sekian banyak surah dan ayat dalam Alqur’an
yang mengkaji pendidikan, salah satu di antaranya yaitu surah al-‘Alaq ayat 1 sampai 5.
PEMBAHANSAN

A. Pengertian Tafsir

Tafsir al qur’an merupakan bagian penting dalam menjelaskan isi kandungan al-
qur’an. Dinamakan tahsir karena tugas utamanya adalah menjelaskan pesan-pesan al-qur’an
yang di turunkan kepada manusia. Secara etimologi tafsir berasal dari kata “al fasr” kemudian
diubah menjadi bentuk taf’il yaitu menjadi “al-tafsir” yang berarti penjelasan atau
keterangan. Dalam kamus “lisanul ara” ibnu manzur menjelaskan bahwa kata “ al-fasr”
berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan kata”at-tafsir” berati menyingkapkan
sesuatau maksud lafaz yang musykil dan pelik.

Beberapa definisi tafsir yang dikemukakan para ulama tafsir, pada prinsipnya
menjelaskan hakikat, cara dan tujuan yang akan dicapai. Atas hal ini, al-zarkasyi
mendefinisikan tafsir adalah suatu ilmu yang berguna untuk memahami kitab allah yang
diturunkan kepada nabi muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya, serta mengungkap
hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.

Adapun secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap kalmullah atau


menjelaskan lafadz-lafadz al-qur’an dan pemahamannya, atau ilmu yang mempelajari
kandungan kitab allah yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW. sumber tafsir
menunjukan arah datangnya otoritas penjelas al-qur’an. Dengan demikian, secara personal,
sumber tafsir adalah allah, rasulullah SAW dan ijtihad pra ulama, mulai dari kalangan para
sahabat dan generasi berikutnya. Singkatnya sumber tafsir ada dua, yaitu wahyu(allah dan
rasul SAW atau al-qur’an dan al-hadist) dan ijtihad dengan beberapa persyaratan

Penafsiran al-qur’an pada intinya berbicara bagaimana aspek al-qur’an (ayat-


ayatnya)dapat dijelaskan sedetail mungkin sehingga pesan-pesan dan maksudnya dapat
diketahui. Tahsir al-qur’an merupakan kebutuhan vital, sebab ia sebagai kitab petunjuk
kehidupan (hidayah) bagi manusia yang mesti dapat dipahami pesan-pesannya.1

B. Ayat Yang Membahas Tentang Perintah Belajar


Istilah belajar adalah upaya mengubah perilaku dengan berbagai kegiatan, seperti
membaca, mendengarkan, mengamati, meniru dan sebagainya. Atau dengan kata lain, belajar
sebagai aktivitas psikofisik yang mengarah pada pengembangan pribadi yang lengkap. Yang
1
Abdul Muhyi, Etika Pendidikan Islam Perspektif Tafsir Manajemen Pendidikan, (Cipta Media Nusantara,
Surabaya, 2021), hlm 3-4
dimaksud dengan belajar adalah upaya yang menguntungkan untuk mengambil tempat
kegiatan pembelajaran dan melibatkan transfer pengetahuan dan pendidikan. Oleh karena itu,
belajar dan pembelajaran adalah dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan, keduanya
interaksi pendidikan memiliki norma.
Istilah belajar dan pembelajaran dapat diartikan sebagai konsep ta’lim dalam Islam.
Taklim berasal dari kata 'allama – yu'allimu – ta'līman. Istilah taklim pada umumnya
berkonotasi dengan tarbiyyah, tadrīs dan ta'dīb, meskipun bila ditelusuri secara
mendalam maka istilah tersebut akan terjadi perbedaan makna. Perintah untuk taklim
sangat banyak dalil yang menerangkan, baik dari sumber Alquran maupun hadis
Rasulullah saw.
Menurut Ibnu Katsir bahwa surat Al-Alaq ayat 1-5 merupakan surat yang berbicara
tentang permulaan rahmat Allah yang diberikan kepada hambanya, awal dari nikmat yang
diberikan kepada hambanya dan sebagai tanbib (peringatan) tentang proses awal penciptaan
manusia dari alaqah. Ayat ini juga menjelaskan kemuliaan Allah SWT yang telah
mengajarkan manusia sesuatu hal (pengetahuan) yang belum diketahaui.2
Al-Quran untuk pendidikan Islam menjadi sumber normatifnya, oleh karena itu
konsep belajar dan pembelajaran akan ditemukan dalam topik Al-Qur'an itu sendiri.
Berikut ini adalah ayat-ayat dari Al-Qur’an yang terkait dengan instruksi Al-Qur’an tentang
pentingnya belajar dan pembelajaran.
1. Qu’an surah al-alaq ayat 1 sampai 5

            
           3

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,


2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.


Surah Al-Alaq merupakan surat urutan ke-96 dalam al-qur’an dan sekaligus wahyu
pertama yang diturunkan kepada nabi muhammad saw ketika bermukim di gua hira yang
2
Abu Fida Al-Hafiz Ibn Katsir Al-Dimisqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Jilid 4, (Beirut: Dar Al-Fikr, T.Th),
hlm. 645
3
Al-Qur’an Dan Terjemahnya Surah Al-Alaq, hlm. 597
dikelompokkan surat Makkiyah, surah ini dinamakan surah Al-Alaq terdiri dari 19 ayat
secara keseluruhan. Sedangkan yang yang turun pertama kali terdiri dari ayat 1-5. 4 Surah Al-
Alaq ini diambil dari al-alaq (yang melekat), diambil dari perkataan al-alaq (ziqot yang
menempel) yang terdapat pada kedua surah ini. Surah ini juga dinamai dengan surah Iqra’
Bismirobbika atau Al-Qalam.5
Para ulama’ sepakat surat ini diturunkan di Mekkah sebelum Nabi Muhammad SAW
hijrah. Pemulaan surah ini merupakan ayat-ayat pertama dari Al-Qur’an yang diturunkan oleh
Allah SWT. Sisa ayat-ayat dari surah ini diturunkan belakangan setelah tersebarnya dakwah
Rasulullah saw. Di kalangan kaum Quraisy dan berbagai macam gangguan mereka kepada
beliau.
Ahmad, Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah RA. dia bekata, “Wahyu
pertama yang turun kepada Rasulullah saw, adalah mimpi yang benar. Beliau tidak bermimpi
melainkan mimpi tersebut datang seperti Fajar Shubuh. Kemudian belian senang menyendiri.
Beliau sering mendatangi Gua Hira’ untuk beribadah dalam beberapa malam. Beliau
membawa perbekalan untuk melakukan hal itu. Kemudian beliau kembali ke Khadijah dan
berbekal lagi seperti semula. Sampai pada akhirnya, beliau di datangi wahyu ketika sedang
berada di Gua Hira’.”
Seorang malaikat mendatangi beliau dan berkata, “Bacalah!”. Beliau menjawab, “Aku
tidak bisa membaca”. Rasulullah saw, bersabda “Kemudian malaikat tersebut mendekapku
hingga aku merasa sesak, lantas melepasku kembali dan berkata, “Bacalah!” Rasulullah
menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Lantas dia mendekapku ketiga kalinya hingga terasa
sesak, lantas melepasku kembali. Lantas dia berkata,

            
           6

Kemudian dia berkata, Rasulullah saw kembali dengan membawa wahyu tesebut
dengan gemetar hingga sampai di rumah Khadijah, beliau bersabda, “Selimuti aku selimuti
aku!” Khadijah menyelimuti beliau hingga ketakutan beliau hilang. Kemudian beliau
bersabda, “ Wahai Khadijah, ada apa denganku?” kemudian beliau memberitahu Khadijah
mengenai apa yang telah terjadi dan bersabda, “Aku mengkhawatikan diriku”.

4
Ahmad Lahmi, Islam Dan Pendidikan Yang Mencerahkan (Telaah Surah Al-Alaq Dan Sejarah Pra Nubuwah),
Jurnal Ilmiah Pendidikan Studi Didaktika, Tahun 2016, hlm. 10
5
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsir. (Jakarta : Lentera Abadi, 2010). Jilid X. Hlm.718
6
Al-Qur’an Dan Terjemahnya Surah Al-Alaq, hlm. 597
Lantas Khadijah berkata, “Tidak, bergembiralah. Demi Allah, Allah tidak akan
merugikanmu selamanya. Karena sesungguhnya kamu senantiasa bersilatuhrahim, senantiasa
berkata benar, membantu oang lemah, menjamu tamu dan membantu orang-orang yang tegak
di atas kebenaran.” Kemudian Khadijah pergi bersama beliau untuk menemani Waraqah Bin
Naufal Bin Asad Bin Abdul Uzza Bin Qusyai, dia adalah anak paman Khadijah dai ayah. Di
masa Jahiliyyah Waraqah besama Nasrani. Dia menulis kitab Injil dengan menggunakan
bahasa arab. Dan dia merupakan sosok yang tua dan buta.7

Para ulam juga menyepakati bahwa surat yang pertama kali turun adalah lima ayat
pertama surat Al-Alaq. Atas dasar inilah, maka Thabathaba’i berpendapat, dari konteks
uraian ayat-ayatnya, maka tidak mustahil bahwa keseluruhan ayat-ayatnya surat ini turun
sekaligus.8Akan tetapi berbeda dengan pendapat di atas, ibnu asyur sebagaimana dikutip oleh
quraish shihab, berpendapat bahwa lima ayat dari surat al-alaq turun pada tanggal 17
ramadhan.9 Dari dua pendapat tersebut, pendapat kedualah yang banyak diikuti oleh
kebanyakan ulama. Nama yang populer pada masa sahabat nabi SAW adalah surat Iqra’
Bismi Rabbik. Namun surat ini, sebagaimana telah tercantum dalam sekian banyak mushaf
adalah surah al-alaq, namun ada juga yanag menamainya dengan nama surat iqra’.10

C. Tahsir Surat Al-Alaq Ayat 1-5

            
           11

“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah


menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmulah yang Mahamulia. Yang
mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (QS. Al-Alaq 1:5)

1) “Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan.” (Q.S. Al-Alaq : 1)

Bacalah seraya memulai dengan menyebut nama Tuhanmu atau meminta bantuan
dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan segala sesuatu. Allah telah menyifati dirinya
7
Wahbah Az-Zuhaiki. Tafsir Al-Munir (Aqidah, Syari’ah Manhaj) Jilid 15. Jakarta : Gema Insani, 2004. Hlm.
594-595
8
Muhammad Husain, At-Tabataba’i, Al-Mizan Fii Tafsir Al-Qur’an Juz 10, (Beirut: Lebanon, T.Th.), hlm. 369
9
Quraish Sihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an Jilid 15. (Jakarta: Lentera Hati,
2004), hlm. 391
10
Ibid.
11
Al-Qur’an Dan Terjemahnya Surah Al-Alaq, hlm. 597
bahwa dia adalah Dzat yang maha menciptakan. Itu untuk mengingatkan kita atas kenikmatan
pertama yang paling agung. Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan
Nabi agar membaca, dengan kekuasaan Allah yang telah menciptakan beliau dan dengan
kehendaknya, meskipun sebelumnya beliau tidak bisa membaca dan menulis. Dzat yang
menciptakan alam semesta ini pastilah mampu untuk membuat beliau dapat membaca,
meskipun sebelumnya beliau belum pernah belajar membaca.12 Allah menjadikan kalam
sebagai alat mengembangkan pengetahuan.13
Dan bahwasanya diantara kemurahan allah SWT adalah dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya. Oleh karena itu, allah swt berfirman :

            

“Bacalah,dan Rabb-Nulah yang paling pemurah, yang mengajar manusia sengan
perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Di dalam
atsar disebutkan “ikatlah ilmu dengan tulisa.” Selain itu, di dalam atsar juga disebutkan:
“barang siapa mengamalkan apa yang diketahuinya, maka allah akan mewariskan kepadanya
apa yang tidak diketahui sebelumnya.”14

Kata ‫ إقرأ‬adalah bentuk fi‟il amar (perintah),dari kata, ‫قرأ‬- ‫ يقرأ‬artinya membaca. Jadi
kata iqra artinya: bacalah! Kata qara-a dalam pengertian seperti ini berarti menerangkan
beberapa huruf menjadi kata-kata, kemudian menyuarakannya dengan mulut (lidah) atau
sekedar di dalam hati, selanjutnya memahami artinya.

Apakah yang harus beliau baca, akan dibicarakan kemudian. Perintah itu adalah
mulailah membaca dengan menyebut nama tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang
menciptakan manusia dari materi pertama yang begitu lemah. Jangan berkata tidak bias
membaca, karena Tuhan Yang Pemurah bisa saja membalik keadaan buta huruf serta merta
menjadi bisa membaca dan menulis. Jadi mestinya ada sesuatu yang tertulis dan harus dibaca.
Di sini yang dimaksud yang dimaksud adalah membaca ayat-ayat Al-qur‟an yang mulai
disampaikan lebih lanjut dan yang akhirnya akan ditulis oleh para penulis wahyu seperti yang

12
Wahbah Az-Zuhaiki. Tafsir Al-Munir (Aqidah, Syari’ah Manhaj) Jilid 15. Jakarta : Gema Insani, 2004. Hlm.
596
13
Tafsir Al-Usyr Al-Akhur, Al-Qur’an Al-Karim Juz 28,29,30.hlm. 67
14
Dr. ‘Abdullah Bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10. (Jakarta :Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2008). Hlm 387-388
dapat disaksikan pada perkembangan selanjutnya, itulah Al-qur‟an.Jadi maksudnya bacalah
Al-qur‟an dengan menyebut nama Tuhan.15

Ayat tersebut, mengisyaratkan perintah belajar dan pembelajaran. Rasulullah saw bagi
umatnya diperintahkan untuk belajar membaca. Yang dibaca itu obyeknya bermacam-
macam, ada ayat-ayat yang tertulis ‫( ةينارقال ةيأ‬ayat al-Qur’āniyyah), dan ada pula pula
ayat-ayat yang tidak tertulis ‫( ةين]]وكال ةيأ‬ayat al-Kawniyyah). Hasil dari upaya belajar
membaca ayat-ayat Al-Qur'an dapat menghasilkan pengetahuan agama, seperti serat,
kesepian, moralitas, dan sebagainya. Meskipun mereka adalah hasil dari upaya membaca
ayat-ayat al-Kawniyyah, mereka dapat menghasilkan ilmu seperti fisika, biologi, kimia,
astronomi, dan sebagainya. Berbagai jenis pengetahuan yang muncul dari angka-angka ini
tersedia melalui proses belajar dan membaca.

Kata iqra’ atau perintah untuk dibaca dalam serangkaian ayat di atas, diulang dua kali,
yaitu dalam ayat 1 dan 3. Menurut Quraish Shihab, perintah pertama dimaksudkan sebagai
perintah untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui. sedangkan perintah kedua
adalah mengajarkan pengetahuan kepada orang lain. Hal ini menunjukkan dalam proses
belajar dan pembelajaran diperlukan upaya yang maksimal dari berfungsinya semua
komponen dalam bentuk alat-alat potensial yang ada pada manusia.

Pentingnya belajar dan mengejar pengetahuan dijelaskan dengan sangat jelas dalam
berbagai proposisi untuk mempelajari kedua ayat suci Al-Quran dan hadis Nabi. Tentu saja
ini menjadikan posisi belajar dalam Islam sangat penting. Kenapa, nabi Muhammad. juga
mendorong umatnya untuk terus belajar, terutama mengenai ilmu agama atau ilmu tauhid
yang pada akhirnya akan membawa kita pada kebaikan.16

2) “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” (Q.S. Al-Alaq : 2)


    

Menurut Quraish Shihab, bahwa Nabi SAW di sini diperintahkan untuk


membaca guna lebih memantapkan lagi hati beliau. Ayat di atas bagaikan mengatakan:
"Bacalah wahyu-wahyu Ilahi yang sebentar lagi akan banyak engkau terima, dan baca juga
alam dan masyarakatmu. Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan

15
Mahsan Dan Vurniah, Tafsir Tarbawi Teori Kependidikan Islam, (Bandar Lampung : Fakultas Tarbiyah IAIN
Raden Intan Lampung, 2005). Hlm. 52-59
16
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur-an,
1992), Hlm 413
pengetahuan. Bacalah semua itu, tetapi dengan syarat hal tersebut engkau lakukan
"dengan" atau "demi" nama Tuhanmu yang selalu memelihara dan membimbingmu, dan
yang menciptakan semua makhluk kapan dan di manapun".17

Pada surat Al-'Alaq ayat 2 (dua), ini bahwa manusia diciptakan dari segumpal
darah serta dalam bentuk yang paling sempurna (paling baik dibandingkan dengan
bentuk makhluk lainnya). Dia telah menciptakan anak adam dari segumpal darah beku yang
disebut dengan alaqah, yang merupakan salah satu tahapan dalam pembentukan janin. Janin
pertama kali berupa nuthfah (sperma), kemduian dengan kuasa allah ia berubah menjadi
alaqah (segumpal darah), kemudian menjadi mudhghoh (segumpal daging), dan kemudian
terbentuklah tulang-belulang, daging dan akhirnya menjadi manusia seutuhnya.

Perlu dipehatikan bahwasannya Allah lah petama kali yang menyebutkan secara
mutlak ciptaan untuk mencakup seluruh makhluk. Kemudian, menyebutkan manusia secara
khusus karena kemulian atau keunggulan fitrahnya. Atau karena ayat tersebut berbicara
mengenainya.

Dalam ayat tersebut Allah SWT berfirman ( ‫ ) بك ر بسم‬bukan (‫ )ﷲ] بسم‬sebagaimana


nama yang telah makruf (bismillahhirrohmannirrohiim), karena lafal Rabbtermasuk sifat fi’il
(pebuatan), sedangkan lafal Allah termasuk Dzat, karenanya dalam konteks ayat tersebut
Allah SWT memerintahkan Nabinya untuk beribadah. Oleh karena itu, sifat Dzat tidak
relevan dan itu hanya relevan dengan penyebutan sifat Fi’il. Ungkapan tersebut akan lebih
kuat dalam mengajurkan untuk beribadah. Kesimpulannya adalah tidak digunakan lafal
jalalah (Allah) karena lafal Rabbmempunyai makna dzat yang merawatmu dan peduli
terhadap kemaslahatanmu. Perkataan tersebut menunjukkan sebuah kekhususan yang berarti
tiada Tuhan bagimu selain dia.

Allah SWT menyadarkan dzatnya kepada rasulnya ( ‫ ) ـ ّكب ر بسم‬untuk menunjukkan


bahwasannya Allah SWT selalu ada bagi beliau. Segala kemanfaatannya akan senantiasa
tercurah kepada beliau. Adapun ketaatan seorang hamba sama sekali tidak akan memberikan
kemanfaatan bagi Allah. Jika Nabi saw, menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah
SWT beupa ibadah atau tobat, Allah menyandarkan beliau kepada Dzatnya dengan sifat
Ubudiyyah. Allah SWT berfirman ( ‫ )الـذي خلق‬setelah ( ‫ ) ـ ّكرب‬untuk menunjukkan
bahwasannya Allah SWT adalah Tuhan beliau. Dialah yang telah menciptakan beliau

17
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Dan Kesan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2004).
Hlm. 392
sehingga wujud beliau ada setelah sebelumnya tidak ada. Kata al-khalq dan al-ijad memiliki
makna tarbiyah (memilahara). Demikian juga Allah SWT memiliki sifat khaaliq (pencipta)
bagi alam semesta ini yang tidak mungkin dimiliki oleh para berhala. Hal itu merupakan
bantahan terhadap orang-orang arab yang telah menamakan berhala-hala mereka sebagai
Rabb.

3) “bacalah, dan tuhanmulah yang maha mulia.” (Q.S. Al-Alaq : 3)


Kerjakanlah perintah untuk membaca, dan Tuhanmulah yang memerintahkanmu
untuk membaca. Dia adalah dzat yang maha dermawan. Di antara wujud kedermawaannya
adalah membuatmu bisa membaca sekalipun kamu buta huruf. Kata iqra’ (baccalah)
senantiasa di ulang-ulang untuk tujuan ta’kid (menguatkan) karena sejatinya bacaan itu tidak
akan terealisasi melainkan dengan teus mengulang. Firman Allah SWT ( ‫) ورب]]ك االك]]رام‬
bertujuan untuk menghilangkan halangan dan uzur yang dibuat alasan oleh Nabi saw. Kepada
malaikat Jibril ketika dia (Jibril) meminta beliau untuk membaca.
Pendapat yang lebih utama adalah bahwa makna kata ( ‫ ) اق]]رأ‬adalah ciptakanlah
bacaan dan makna kalimat “bismirobbika” adalah minta pertolongan dengan nama tuhanmu.
Kemudian, Allah SWT menyandingkan membaca dengan menulis, Allah berfirman,
4) “yang mengajar (manusia) dengan pena.” (Q.S. Al-Alaq : 4)
Allah mengajarkan manusia menulis dengan pena. Itu merupakan nikmat yang besar
bagi Allah SWT dan perantara untuk saling memahami antara manusia sebagaimana halnya
berkomunikasi dengan lisan. Seandainya tidak ada tulisan, pastilah ilmu-ilmu itu akan punah,
agama tidak akan berbekas, kehidupan tidak akan baik, dan aturan tidak akan stabil. Tulisan
merupakan pengikat ilmu pengetahuan dan instrumen untuk mencatat cerita dan perkataan
orang-orang terdahulu. Demikian juga, tulisan merupakan instrumen peralihan ilmu antara
suatu kaun dan bangsa. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat melestarikan dan
berkembang sesuai yang dikehendaki oleh Allah SWT. Peradapan suatu bangsa akan
berkembang. Pemikiran akan semakin canggih, agama dapat terjaga dan agama Allah akan
semakin tersebar luas. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw, bersabda,
“Ikatlah ilmu dengan tulisan.”
Oleh karena itu, dakwah Islam dimulai dengan menganjurkan membacadan menulis
serta menjelaskan bahwa keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah pada
makhluknya dan rahmatnya atas mereka. Mukjizat kekal Nabi Muhammad saw, beliau
merupakan orang Arab yang buta huruf adalah Al-Qur’an yang dapat dibaca dan kitab yang
ditulis. Dengan demikian, Nabi saw telah memindahkan umat Islam dari kondisi buta huruf
dan bodoh menuju terangnya cahaya dan ilmu. Itu sebagaimana firman Allah SWT.
“Dialah ang mengutus seoang rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangann
mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatnya, menyucikan (jiwa)
merekadan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (sunnah) meskipun sebelumnya,
mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-jumu’ah : 2)

Kemudian Allah Swt menjelaskan keutamaannya ang meliputi seluruh makhluk serta
kenikmatannya yang melimpah. Allah SWT berfiman,

5) “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-Alaq : 5)


Allah SWT mengajari manusia banyak hal yang belum diketahui dengan pena. Wahai
Nabi, tidaklah mengherankan Allah SWT mengajarimu membaca dan berbagai ilmu
pengetahuan agar bermanfaat bagi umatmu. Dalam sebuah Hadits, Nabi Muhammad saw,
pernah bersabda,
“barang siapa yang mengamalkan ilmunya, maka Allah akan memberinya ilmu
mengenai apa yang belum ia ketahui.”18

D. Mafhum Ketauhidan Ayat QS. Al- Alaq 1-5

Dari penafsiran ringkas di atas dan memperhatikan komposisi kalimat yang terdapat
pada ayat ini, nampak bahwa ada beberapa petunjuk yang terkandung di dalamnya. Di antara
mafhum itu ada yang menyangkut bidang ketauhidan di samping ketarbiyahan.
Mafhum tauhidi (ketauhidan) yang dapat dipetik dari ayat ini adalah :
1. Bahwa Tuhan yang patut disembah itu adalah Al-khaliq, Dia disembah karena
Dia-lah yang menciptakan kita dan alam semesta ini. Adapun tuhan selain Dia
tidak patut disembah.
2. Tuhan adalah Al-karim; Yang Maha Pemurah yang memberikan begitu
banyak nikmat sejak dari yang ada pada setiap manusia sampai kepada alam
semesta yang semuanya diciptakan untuk keperluan umat manusia.
3. Tuhan adalah Al-alim; Yang Maha Mengetahui. Alam semesta ini diketahui-
Nya secara mendetail karena Dia-lah penciptanya.
Segi lain dari sisi ketauhidan yang dapat ditarik (mafhum tauhidi) dari ayat ini adalah
tentang pengangkatan Muhammad bin Abdullah sebagai Rasul. Sering kita mendengar bahwa
ayat-ayat ini menunjukan bahwa Allah SWT berkenan mengangkat beliau sebagai Rasul-
Nya. Sering pula timbul pertanyaan di manakah letak rahasia pengangkatan itu? Sebenarnya
bukan sebuah rahasia lagi jika kita ingat bahwa :
18
Jurnal, Tahsir Surah Al-Alaq Ayat 1-5 Menurut Tafsir Al-Munir Dan Para Muffasir. Hlm. 51-55
1. Muhammad SAW sudah lama merasakan adanya dorongan yang kuat untuk
menemukan cara mengobati penyakit masyarakat jahiliah yang menggejala
waktu itu, masalah bertuhan dan ketuhanan dan banyak masalah
kemasyarakatan. Resep yang diberikan pada beliau adalah membaca dan
menerapkan kebijakan Al-qur‟an.
2. Bahwa wahyu tidak diberikan kepada sembarang orang, kecuali pada para
Rasul dan Nabi. Para walipun tidak pernah menerima wahyu, apalagi orang
awam. Apa yang beliau dengar dan alami di Gua Hira‟ itu adalah wahyu yang
dibawa oleh Jibril,demikian penyaksian Waraqah bin Naufal.

E. Mafhum Tarbawi Ayat QS. Al- Alaq 1-5

Mafhum tarbawi (kependidikan) yang dapat dipetik dari ayat-ayat ini adalah tentang
menuntut ilmu. Rumusannya adalah 1) Menuntut Ilmu itu wajib hukumnya. 2) Usaha tang
dapat dilakukan untuk menuntut ilmu adalah membaca, meneliti dan menulis.
Ilmu pengetahuan itu ada dua macam: pertama, ilmu yang sudah siap pakai di
sampaikan oleh Al‟alim (Tuhan) kepada manusia dan telah terumus rapih dalam ayat-ayat
Al-qur‟an atau melalui Al-hadis. Kedua, ilmu yang masih berupa potensi yang tersimpan
pada setiap bagian benda di alam ini, yang kedua ini baru berwujud jika bagian-bagian benda
alam itu diteliti dan dirumuskan secara teratur. Bagian kedua inilah yang sering kita sebut
Iptek. Kedua macam ilmu inilah yang harus dituntut oleh umat Islam dan hukumnya wajib
tidak bisa ditawar lagi.
Dalam ayat 1-5 surat Al‟alaq yang sedang kita bicarakan ini, oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW dan kita semua sebagai pengikutnya, dituntut untuk membaca atau
mempelajari ayat-ayat Al-qur‟an yang disampaikan mulai saat itu. Materi ilmu atau bagian
dari ilmu yang dapat menunjang langsung pelaksanaan ibadah wajib atau kebutuhan pokok
hidup sehari-hari baik ilmu agama maupun ilmu umum, hukum mempelajarinya fardu „ain.
Sedangkan cabang-cabang dari ilmu-ilmu tersebut hukum mempelajarinya fardu kifayah.
Demikian kita dapat rumuskan dalam hadis:
“Menuntut ilmu adalah wajib bagi kaum muslimin” (HR. Ibnu Majah dari Anas)
Menuntut ilmu atau membaca dan meneliti dengan tujuan menyerap ilmu, diharapkan
dapat berjalan seumur hidup melalui pendidikan formal, non-formal, dan in-formal. Secara
formal diharapkan sepanjang memungkinkan ditempuh seorng muslim melalui sekolah-
sekolah atau di perguruan tinggi‟ sampai batas paling tinggi yang mungkin mereka tempuh.
Secara non-formal mereka dapat melakukannya dengan membaca atau mengikuti berbagai
usaha pendidikan, majelis ta‟lim, kursus-kursus keterampilan, dan lain sebagainya. Secara
informal mereka dapat melakukannya dengan menilik, meniru, atau menagmbil hikmah dari
penyaksian dan pengalaman hidup diri pribadi atau orang lain. Jadi, secara in-formal
sepanjang hayatnya diisi dengan kegiatan belajar, memperhatikan, dan meneliti.
Secara fardu kifayah ilmu yang harus dipelajari tidak ada batasnya. Semua disiplin
dan bidang ilmu harus dipelajari oleh umat islam, baik yang langsung menunjang
terlaksananya ibadah wajib atau secara tidak langsung, sampai ilmu fisika dan teknologi pada
disiplin ilmu-ilmu eksakta. Belajarlah di bumi mana saja dan dari siapa saja‟ sekalipun dari
orang non-muslim, sebab ilmu itu akan berguna untuk kepentingan umat Islam sekalipun
ilmu membuat kertas, mesiu, dan keramik dari orang Cina. Bahkan umat Islam dituntut
menuntut ilmu dari bangsa manapun yang menguasai suatu ilmu.
“Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Tuntutlah ilmu sekalipun
dinegeri China” ( HR. Al-Baihaqi)
Allah SWT mengingatkan kita tentang mempertahankan eksistensi Islam di muka
bumi ini. Umat Islam dituntut untuk menyiapkan segala upaya akal dan kekuatan fisik
teknologi guna sewaktu-waktu dapat dipergunakan untuk menghadapi musuh-musuh Islam
yang senantiasa berusaha menghancurkannya. Upaya ini tanpa menuntut ilmu dan teknologi
mustahil dapat di kuasai. Peringatan tegas tentang hal itu dapat ditemukan pada ayat-ayat
berikut :
           
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d : 11)
Maksudnya, keadaan kita akan tetap seperti apa adanya. Kebodohan misalnya, akan
tetap seperti itu kecuali jika kita menginginkan dan berusaha untuk menjadi lebih pandai.
Saat itu Allah SWT segera melakukan perubahan sekedar apa yang telah kita usahakan sesuai
hukum sebab akibat. Umat Islam tetap menjadi umat yang dilecehkan jika mereka tidak
berusaha mengangkat derajatnya. Perhatikan firman Alah SWT berikut:
          
           
“dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak

mengetahuinya” (QS, Al-anfal: 60)


Mafhum tarbawi lainnya yang dapat di petik dari surat Al’alaq 1-5 ini adalah perihal
meneliti atau riset, riset hukumnya wajib. Alam ini harus dipelajari bukan hanya dengan
membaca dan tetapi juga dengan mengadakan penelitian dan penekunan peristiwanya,
menemukan sesuatu yang baru, mencatatnya dengan qalam, dan menentukan langkah
pengembangan lebih lanjut. Kaum muslimin tidak boleh mengambil keputusan begitu saja
setelah melihat adanya suatu gejala, apalagi yang luar biasa, tanpa meneliti, menekuni, dan
menemukan secara meyakinkan sesuatu yang menjadi latar belakang sebenarnya terlebih
dahulu. Allah SWT dalam ayatnya telah mengajarkan kita untuk meneliti terlebih dahulu,
Allah berfirman :
           
     
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada
suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat : 6)
Hal di atas jika menyangkut kemasyarakatan. Adapun yang menyangkut gejala alam
kita pun dianjurkan banyak memperhatikan dan mengkajinya berulang-ulang sampai
mendapat suatu keyakinan. Seperti kita ketahui dari ilmu penelitian bahwa hanya hasil riset
yang benar dan kuat (reliable dan valid) yang akan menghasilkan suatu hipotesis. Hipotesis
harus diuji lagi kebenarannya, kali ini dengan “membaca” sekali lagi kenyataan sambil
diusahakan membaca nas Al-qur‟an guna menentukan usaha selanjutnya baik untuk tindakan
pencegahan maupun untuk usaha penyembuhan. Dengan cara meneliti dan menguji ulang
diharapkan dari kalangan umat Islam akan muncul pemikir, pemimpin, dan konseptor yang
mantap dan mandiri. Umat islam selalu dituntut membaca, meneliti, dan terakhir menulis
hasil “bacaan” nya.

F. Asbabun Nuzul QS. Al- Alaq 1-5

Permulaan turunnya Al-Quranul Karim adalah pada tanggal 17 Ramadhan tahun ke-
40 kenabian SAW, ketika beliau sedang bertahannus di Gua Hira. Nabi SAW bertahannus
(beribadah) di Gua Hira karena beliau merasa bosan terhadap sifat-sifat dan perilaku
kaumnya yang berakhlak buruk. Pada saat itu turunlah wahyu dengan perantara Malaikat
Jibril Al-Amin dengan membawa beberapa ayat Al-Quranul Hakim. Malaikat Jibril
mendekap Nabi ke dadanya lalu melepaskannya dan melakukan hal yang sama sampai tiga
kali, sambil berkata “iqra” yang artinya “bacalah” pada setiap kalinya, dan Rasul SAW
menjawabnya “ma ana bi qo ri” (saya tidak bisa membaca)

Hingga pada dekapan yang ketiga kalinya Malaikat Jibril membacakan surat Al-Alaq
1-5. Itulah permulaan wahyu dan diturunkannya Al-Quran. Namun sebelumnya telah turun
sebagian irhas (tanda dan dalil) yang menunjukan akan datangnya wahyu dan bukti
nubuwwah bagi Rasul SAW, diantara tanda-tanda tersebut adalah mimpi yang benar disaat
beliau tidur dan kecintaan beliau untuk menyendiri dan berkhalawat di Gua Hira untuk
beribadah kepada Allah SWT.

G. Ayat-ayat Al-Quran yang Mendukung tentang Perintah Belajar


1. Allah SWT berfirman kepada Nabi Muhammad SAW :

     

“dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."


(QS.Thaha : 114).

2. Firman Allah SWT, lagi :

             
     

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS.Ali “imran : 18)

Di sini, Allah SWT memulai penyaksian dengan diri-Nya, kemudian dengan para malaikat
dan dengan ahli ilmu. Hal ini merupakan tanda penghormatan, pengamatan, dan
pengagungan (kepada orang yang berilmu).

3. Firman Allah SWT, lagi :

            
      
“kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu
akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS.
Al-Hasyr : 21).

Artinya, tidak ada yang mengerti, kecuali orang-orang terpelajar. Dalam banyak
tempat, Al-qur’an mengingatkan (umat muslim) tentang para ulama dan sarjana dan
menjelaskan posisi mereka yang cukup tinggi serta kedudukan mereka yang cukup mulia.

4. Firman Allah SWT, lagi :

          

“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang


yang tidak mengetahui (tidak berilmu)” (QS. Az-Zumar : 9)

5. Firman Allah SWT, lagi :

             
 

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang


yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (QS. Al-Mujadalah : 11)

H. Hadist-hadist yang Mendukung tentang Perintah Belajar

Anda mungkin juga menyukai