Disusun Oleh :
Ravli Noviar
DOSEN PENGAMPU :
Mirtha Antoni, M.Pd.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul Bursa Saham, Bursa
Valuta Asing, Bank dan Koperasi dapat selesai sesuai waktu yang telah
ditentukan.
Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak selaku dosen mata kuliah
yang telah membimbing dan memberikan kami masukan demi terselesaikannya
tugas makalah ini. Penyusun menyadari bahwa selesainya makalah ini berkat
bantuan berbagai pihak. Penyusun juga menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih jauh sempurna.
Untuk kebaikan dan sempurnanya makalah ini, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat
dan mempunyai berkah bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Ganti Kelamin
2.1.1Pengertian
Masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga
sebagai transeksualisme ataupun transgender,merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang
karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan alat kelamin dengan kejiwaan
ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam
bentuk dandan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi pergantian
kelamin (sex reassignment surgery). Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe,
meliputi transeksual,aseksual,homoseksual, dan heteroseksual.
Tanda-tanda transeksual yang bisa dilacak melalui DSM (diagnostic and statistical manual of
mental disorder) antara lain: perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi
seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami
guncangan yang terus-menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika
datang stress. Juga adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat
ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin semacam
reaksi psikotis dicirikan diantaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan
emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme.
Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor
lingkungan diantaranya pendidikan yang salah pada masa kecil degan membiarkan lelaki
berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa puberitas dengan homoseksual yang
kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar,suami,atau istri. Perlu dibedakan
penyebab transeksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transeksual karena keseimbangan
hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan
kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal, karena
tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memikiki kecenderungan
berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah
sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan.
ِ ارفُوا ِإنَّ َأ ْك َر َم ُك ْم عِ ْندَ هَّللا ُ اس ِإ َّنا َخ َل ْق َنا ُك ْم مِنْ َذ َك ٍر َوُأ ْن َثى َو َج َع ْل َنا ُك ْم
َ ش ُعو ًبا َو َق َباِئل َ لِ َت َع ُ َيا َأ ُّي َها ال َّن
)13( َأ ْت َقا ُك ْم ِإنَّ هَّللا َ َعلِي ٌم َخ ِبي ٌر
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ayat ini mengajarkan prinsip equality before God and law. Artinya manusia di hadapan Tuhan
dan hukum itu sama kedudukanya, dan yang menyebabkan tinggi atau rendahnya kedudukan
manusia itu bukan karena perbedaan jenis kelamin, ras, bahasa, kekayaan, kedudukan dan
sebagainya, melainkan karena ketakwaannya kepada Allah. Karena itu, jenis kelamin yang
normal yang diberikan kepada seseorang harus disyukuri dengan jalan menerima kodratnya dan
menjalankan semua kewajibannya sebagai makhluk terhadap Khaliqnya sesuai dengan kodrat
tanpa mengubah jenis kelaminnya.
Kedua hadits diatas dapat menunjukan bahwa seorang pria atau wanita yang normal jenis
kelaminnya, dilarang oleh islam mengubah jenis kelaminnya, karena mengubah ciptaan Allah
tanpa alasan yang dibenarkan.
Demikian pula seorang pria ataupun wanita yang terlahir normal jenis kelaminnya, tetapi karena
lingkungannya menderita kelainan semacam kecenderungan seksnya yang mendorongnya
lahiriah “banci” dengan berpakaian dan bertingkah laku yang berlawanan dengan jenis
kelaminnya yang sebenarnya. Maka dalam hal ini ia juga diharamkan oleh agama mengubah
jenis kelaminnya, sekalipun ia mengalami kelainan seks, sebab pada hakikatnya jenis/organ
kelaminnya normal, tetapi psikisnya tidak normal. Kerena itu, upaya kesehatan mentalnya
ditempuh melalui pendekatan keagamaan dan kejiwaan.
8) Kaidah Fiqhiyyah
Menurut Muhammad Shiddiq al-Jawi operasi ganti kelamin juga merupakan dosa besar (kaba`ir),
sebab salah satu kriteria dosa besar adalah adanya laknat (kutukan) dari Allah dan Rasul-Nya.
Yang berdosa bukan hanya orang yang dioperasi, tapi juga semua pihak yang terlibat di dalam
operasi itu, baik langsung atau tidak, seperti dokter, para medis, psikiater, atau ahli hukum yang
mengesahkan operasi tersebut. Semuanya turut berdosa dan akan dimintai pertanggungjawaban
oleh Allah pada Hari Kiamat kelak, karena mereka telah bertolong menolong dalam berbuat
dosa.
Kedua: Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan)
dan bukan pergantian jenis kelamin, menurut para ulama dibolehkan secara hukum syariat. Jika
jenis kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan
mani, baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya
diperbolehkan, bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan
seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf dalam bukunya Shafwatul bayan (1987:131)
memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal
bisa mengalami kelainan psikis dan sosial, sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari
kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri
menjadi waria atau melakukan homoseksual dan lesbianisme yang sangat berbahaya bagi dirinya
dan masyarakat. Sebab perbuatan anal seks (perilaku seksual dng memasukkan zakar ke dubur
pasangan) dan oral seks (perilaku seksual dng memasukkan zakar ke oral (mulut) pasangannya)
yang biasa dilakukan oleh kaum homo bisa menyebabkan terjangkitnya penyakit AIDS yang
sangat ganas dan hingga kini belum ditemukan obatnya.
Karena itu, apabila kemajuan teknologi kedokteran bisa memperbaiki kondisi kesehatan
fisik dan psikis/mental si banci alami melalui oprasi kelamin, maka islam membolehkan, bahkan
menganjurkan/memandang baik, karena akan mencapai maslahah yang lebih besar daripada
mafsadahnya. Adapun hadits Nabi yang melarang orang mengubah ciptaan Allah apabila itu
tidak membawa maslahah yang besar, bahkan mendatangkan mafsadat. Tetapi apabila mengubah
ciptaan Allah itu membawa maslahah yang besar dan menghindari mafsadah. Misalnya khitan
anak lelaki dengan jalan menghilangkan kulup (qulfah atau preputium) dibenarkan oleh islam,
sebab jikalau kulup itu tidak dipotong, justru kulup itu menjadi sarang timbulnya penyakit.
Demikian pula operasi kelamin bagi yang lahir tidak normal jenis kelaminnya diizinkan oleh
islam, apabila secara medis bisa diharapkan terwujudnya kemaslahatan yang besar bagi yang
bersangkutan untuk kesehatan fisik dan mentalnya.
Ketiga: apabila seseorang mempunyai kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga
vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat
kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk “mematikan” dan menghilangkan salah satu alat
kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam
tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas wanita, maka ia boleh
mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian memperjelas
identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan penis yang berbeda
dengan keadaan dalamya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri, baik dari segi hukum
agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan maupun kehidupan sosialnya.
Menurut makhluf dan syalthut, islam membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk
membuang penis yang berlawanan dengan dalam alat kelaminnya. Oleh sebab itu, operasi
kelamin yang dilakukan dalam hal ini harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya.
Apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan
ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya dan memfungsikan penisnya; demikian
pula sebaliknya. Hal ini dikarnakan operasi kelamin yang berbeda dengan bagian dalam
kelaminnya, berarti melakukan pelanggaran syariat dengan mengubah ciptaan Allah.
Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi
bagian dalam kelamin orang yang memiliki kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga
merupakan keputusan Nahdlatul ulama PW jawa timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam
tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul
Jadid, Probolinggo Jawa Timur. Peranan dokter dan para medis dalam operasi pergantian
kelamin ini dalam status hukumnya sesuai dengan kondisi alat kelamin yang dioperasinya. Jika
haram maka ia ikut berdosa karena termasuk bertolong-tolong dalam dosa.
2.2.1 Pengertian
Prof.Drs.H.Masjfuk Zuhdi mendefinisikan pencangkokan (Transplantasi) ialah
pemindahan organ tubuh yang memiliki daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh
yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis
biasa, harapan penderita untuk bertahan hidup tidak ada lagi.
Sedangkan dalam wikipedia Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh
atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang
lain pada tubuh yang sama (http://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ). Transplantasi ini
ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak befungsi pada penerima dengan organ
lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan orang yang masih hidup
ataupun telah meninggal.
Dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terikat dengannya: pertama,
Donor yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk dipasangkan
pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit, atau terjadi kelainan. Kedua, resipien yaitu
orang yang menerima organ tubuh dari donor yang karena satu dan lain hal, organ tubuhnya
harus diganti. Ketiga, tim ahli yaitu para dokter yang menangani operasi transplantasi dari pihak
donor kepada resipien.
Ada 3 tipe donor organ tubuh, dan setiap tipe mempunyai permasalahannya sendiri:
a. Donor dalam keadaan hidup sehat. Tipe omo memerlukan seleksi yang cermat dan pemeriksaan
kesehatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun terhadap resipien, demi menghindari
kegagalan terhadap transplantasiyang disebabkan karena penolakan tubuh resipien, dan sekaligus
untuk mencegah resiko bagi donor. Sebab menurut data statistik, 1 dari 1000 donor meninggal
dan si donor juga merasa was-was dan tidak aman, karena menyadari bahwa dengan
menyumbangkan sebuah ginjalnya misalkan, ia tidak akan memperoleh ginjalnya seperti sedia
kala.
b. Donor dalam keadaan hidup koma atau diduga kuat akan meninggal dengan segera. Untuk tipe
ini, pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan,
misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus. Kemudian alat-alat penunjang tersebut dicabut,
setelah selesai proses pengambilan organ tubuhnya. Hanya, kriteria mati secara medis/klinis dan
yuridis perlu ditentukan dengan tegas dan tuntas. Apakah kriteria mati itu ditandai dengan
berhentinya denyut jantung (Rumusan PPNa 18/1981) ataukah ditandai denan berhentinya fungsi
otak (Rumusan IDI tahun 1985). Penegasan kriteria mati secara klinis dan yuridis itu sangat
penting bagi dokter sebagai pegangan dalam menjalankan tugasnya, sehingga ia tidak khawatir
dituntut melakukan pembunuhan berencana oleh keluarga yang bersangkutan sehubungan
dengan praktek transplantasi itu.
c. Donor dalam keadaan wafat. Dalam tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan diambil
ketika donor sudah meninggal berdasarkan ketentuan medis dan yuridis. Disamping itu, juga
harus diperhatikan daya tahan organ yang akan dicangkokkan, apakah masih ada kemungkinan
untuk bisa berfungsi bagi resipien, atau apakah sel-sel dan jaringannya sudah mati, sehingga
tidak bermanfaat lagi bagi resipien.
Sampai saat ini, transplantasi organ tubuh yang banyak dibicarakan dikalangan ilmuan dan
agamawan adalah mengenai tiga macam organ tubuh, yaitu mata, ginjal, dan jantung. Hal ini
dapat dimaklumi, karena dari segi struktur anatomis manusia, ketiga organ tubuh tersebut
sangatlah vital bagi kehidupan manusia. Namun, sebagai akibat perkembangan pengetahuan
modern dan teknologi yang makin canggih, maka di masa yang akan datang, transplantasi
mungkin juga berhasil dilakukan untuk organ-organ tubuh lainnya, mulai dari kaki dan
telapaknya, sampai kepala; termasuk pula organ tubuh bagian dalam seperti rahim wanita.
Namun apa yang bisa dicapai dengan tekhnologi, belum tentu bisa diterima oleh agama, dan
hukum dimasyarakat. Karena itu, mengingat transplantasi organ tubuh itu termasuk masalah
ijtihadi, karena tidak terdapat hukumnya secara eksplisit di dalam al-quran dan sunnah, dan
mengingat pula masalah itu cukup kompleks, menyangkut berbagai bidang studi, maka
seharusnya masalah ini dianalisis dengan memakai pendekatan multidisipliner (berkaitan dng
berbagai ilmu pengetahuan),misalnya kedokteran, biologi, hukum, etika, dan agama; agar bisa
diperoleh kesimpulan berupa hukum ijtihadi yang proposional dan mendasar.
Adapun dalil syar’i yang dapat dijadikan dasar untuk membolehkan pencangkokan antara lain
sebagai berikut:
1) Al-quran surat albaqarah ayat 195 diatas, secara logis dapat dipahami bahwa islam tidak
membenarkan orang yang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya maut atau tidak
berfungsinya organ tubuh yang sangat vital bagi dirinya, tanpa usaha penyembuhan organ tubuh,
yang secara medis memberi harapan kepada yang bersangkutan untuk dapat bertahan hidup lebih
baik.
2) Al-Quran surat al-Maidah ayat 32:
َ ََّو َمنْ َأ ْحيَاهَا فَ َكَأنَّ َما َأ ْحيَا الن
ً اس َج ِميعا
Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia telah
memelihara kehidupan manusia seluruhnya.
Ayat ini menunjukkan bahwa islam sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat
menyelamatkan jiwa manusia. Misalnya seorang yang menemukan bayi yang tidak berdosa
dibuang disampah, mengambilnya untuk menyelamatkan jiwanya. Demikian pula seorang yang
dengan ikhlas hati mau menyumbangkan organ tubuhnya setelah ia meninggal, maka islam
membolehkannya, bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi
nilainya, karena menolong jiwa sesama manusia atau membantu berfungsinya kembali organ
tubuh sesamanya yang tidak berfungsi.
3) Al-Quran surat al-Maidah ayat 2
اونُو ْا َعلَى البر والتقوى َوالَ تَ َعا َونُو ْا َعلَى اإلثم والعدوان
َ َوتَ َع
Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa
Ayat tersebut menyuruh berbuat baik kepada sesama manusia dan saling tolong menolong dalam
hal kebaikan. Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan tolong
menolong dalam kebaikan, karena memberi manfaat bagi orang lain yang sangat
memerlukannya.
4) Hadits Nabi saw:
قَا َل « تَدَا َو ْوا ِعبَا َد هَّللا ِ فَِإنَّ هَّللا َ َع َّز-صلى هللا عليه وسلم- ِ سو َل هَّللا ُ يك َأنَّ َر َ عَنْ ُأ
َ سا َمةَ ْب ِن
ٍ ش ِر
شفَا ًء ِإالَّ ا ْل َم ْوتَ َوا ْل َه َر َم » مسند أحمد ِ ُل دَا ًء ِإالَّ َأ ْن َز َل َم َعهsْ َو َج َّل لَ ْم يُنَ ِّز
Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan suatu
penyakit, kecuali Dia juga menurunkan obat penyembuhannya, selain penyakit mati dan tua
(Musnad Ahmad)
Hadits ini menunjukkan bahwa umat islam wajib berobat jika menderita sakit, apapun macam
penyakitnya, sebab setiap penyakit berkah kasih sayang Allah, pasti ada obat penyembuhnya,
kecuali penyakit mati dan tua.
5) Kaidah hukum islam:
ض َر ُر يُ َزا ُل
َّ ال
Bahaya itu dihilangkan.
Seorang yang menderita sakit ginjal yang sudah mencapai stadium yang gawat, maka ia
menghadapi bahaya maut sewaktu-waktu. Maka menurut kaidah hukum diatas, bahaya maut
tersebut harus ditanggulangi dengan usaha pengobatan. Dan jika pengobatan secara medis biasa
tidak bisa menolong, maka demi menyelamatkan jiwanya, pencangkokan ginjal diperbolehkan
karena dalam keadaan darurat.dan ini berarti kalau penyembuhan penyakitnya bisa dilakukan
tanpa pencangkokan, maka pencangkokan tubuh tidak perlu dilakukan.
Menurut hukum wasiat, keluarga orang meninggal wajib melaksanakan wasiat orang yang
meninggal mengenai hartanya dan apa yang bisa bermanfaat, baik untuk kepentingan si mayit itu
sendiri, kepentingan ahli waris, non ahli waris, maupun kepentingan agama dan umum.
Berhubung si donor telah membuat wasiat untuk menyumbangkan organ tubuhnya untuk
kepentingan kemanusiaan, maka keluarga/ahli waris wajib membantu pelaksanaan wasiat si
mayit itu.
Sebaliknya, apabila seseorang pada waktu hidupnya tidak mendaftarkan dirinya sebagai donor
organ tubuh dan ia tidak pula memberi wasiat kepada ahliwaris/keluarganya untuk
menyumbangkan organ tubuhnya; apabila ia meninggal, maka keluarga/ahliwarisnya tidak
berhak mengizinkan pengambilan organ tubuh si mayit untuk pencangkokan atau untuk
penelitian ilmiah dan sebagainya.
Bagaimana menurut islam, apakah donor tubuh itu bisa mendapat pahala jika resipien orang yang
saleh, dan apakah si donor menanggung dosa, jika resipiennya orang yang suka berbuat
maksiat ? pertanyaan ini dapat dijawab dengan tegas “Tidak” berdasarkan dalil sebagai berikut:
1) Surat An-Najm ayat 39-40:
س ْوف يُ َرى َ َّس َعى َوَأن
َ س ْعيه َ سا ِن إاَّل َما َ َوَأنْ لَ ْي
َ س لِِإْل ْن
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya Dan
bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan.
Dalam tafsir jalalain disebutkan:
"" َوَأ َّن َسعْيه َسوْ ف يُ َرى ْس لَهُ ِم ْن َسعْي َغيْره ْالخَ يْر َش ْيء َ " َوَأ ْن" َأيْ َأنَّهُ "لَي
َ ْس لِِإْل ْن َسا ِن إاَّل َما َس َعى" ِم ْن َخيْر فَلَي
صر فِي اآْل ِخ َرة َ يُ ْب
bahwasanya perkara yang sesungguhnya itu ialah (seorang manusia tiada )Dan bahwasanya(
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya) yaitu memperoleh kebaikan dari usahanya
yang baik, maka dia tidak akan memperoleh kebaikan sedikit pun dari apa yang diusahakan oleh
.orang lain. (Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan) kepadanya di akhirat
Karena itu, menurut Prof.Drs.H.Masjfuk Zuhdi, donor organ tubuh tidak bertanggung jawab atas
perbuatan resipien, sebagaimana ia (donor) tidak berhak atas pahala dari amalan-amalan yang
.baik dari resipien
Selanjutnya bertalian dengan transplantasi, bagaimana dengan transplantasi dengan organ tubuh
hewan yang diharamkan, yang dicangkok kepada manusia, seperti katub jantung babi, atau
ginjalnya ? menurut Dr.H.Abdul Wahab Abd.Muhaimin,Lc,MA. Hal tersebut diperbolehkan,
karena darurat dan tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh kecuali dengan transplantasi organ
tubuh hewan yang diharamkan tersebut. Dalam keadaan darurat, maka dibolehkan melakukan hal
.yang terlarang
3.1 Kesimpulan
A. Penggantian alat kelamin
1. Mengubah alat kelamin dari lelaki menjadi perempuan atau sebaliknya uang dilakukan dengan sengaja,
misalnya dengan operasi ganti kelamin, hukumnya haram.
2. Membantu melakukan ganti kelamin hukumnya haram.
3. Penetapan Keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penggantian alat kelamin tidak memiliki
implikasi hukum syar’i terkait penggantian tersebut.
4. kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi ganti kelamin adalah sama
dengan jenis kelamin semula, seperti sebelum dilakukan operasi ganti kelamin, meski telah memperoleh
penetapan pengadilan.
B. Penyempurnaan Alat Kelamin
1. Menyempurnakan alat kelamin bagi seorang Khunsta yang fungsi alat kelamin lelakinya lebih dominan
atau sebaliknya melalui operasi penyempurnaan alat kelamin hukumnya boleh.
2. Membantu melakukan penyempurnaan alat kelamin hukumnya boleh
3. Pelaksanaan operasi penyempurnaan alat kelamin harus didasarkan atas pertimbangan medis, bukan
hanya pertimbangan psikis semata.
4. Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penyempurnaan alat kelamin dibolehkan,
sehingga memiliki implikasi hukum syar’i terkait penyempurnaan tersebut.
5. Kedudukan hukum jenis kelamin akibat operasi penyempurnaan alat kelamin adalah sesuai dengan
jenis kelamin setelah penyempurnaan sekalipun belum memperoleh penetapan pengadilan terkait
perubahan status tersebut.
pencangkokan organ tubuh melalui hibah, wasiat dengan meminta atau tanpa imbalan atau melalui bank
organ tubuh. Pencangkokan atau transplantasi juga mungkin dilakukan antara muslim dengan nonmuslim
dan sebaliknya.
Meski telah dibolehkan, namun pencangkokan atau transplantasi tetap dikenakan persyaratan.
Diantaranya, lain sukarela dan tak komersil, pengambilan organnya disaksikan dua orang muslim, dan
penerima dalam keadaan darurat. Menerima cangkok organ tubuh binatang pun hukumnya boleh,
meskipun binatang najis, asal dalam keadaan darurat.
pencangkokan menjadi haram jika terjadi jual beli organ tubuh. Karena organ tubuh bukan milik individu,
tapi milik Allah yang harus dijaga sebagai amanat.Selain itu, donor organ dibolehkan setelah pendonor
meninggal. Artinya,Haram hukumnya bagi orang yang hidup mendonorkan organ tubuhnya pada orang
lain.
Seseorang yang semasa hidupnya berwasiat akan menghidupkan organ tubuhnya sesudah wafatnya
dengan diketahui dan disetujui dan disaksikan oleh ahli warisnya, wasiat itu dapat dilaksanakan, dan
harus dilakukan oleh ahli bedah.
Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram. Operasi plastik yang mubah adalah yang
bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-’uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat
yang datang kemudian (al-’uyub al-thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti
wajah yang rusak akibat kebakaran/kecelakaan.
Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah, berdasarkan
keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat (al-tadawiy). Nabi SAW bersabda,“Tidaklah Allah
menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya.” (HR Bukhari, no.5246). Nabi
SAW bersabda pula,”Wahai hamba-hamba Allah berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak
menurunkan satu penyakit, kecuali menurunkan pula obatnya.” (HR Tirmidzi, no.1961).
Adapun operasi plastik yang diharamkan, adalah yang bertujuan semata untuk mempercantik atau
memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan atau memperbaiki suatu cacat.
Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, buah dada, atau operasi untuk
menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di wajah, dan sebagainya.
Dalil keharamannya firman Allah SWT (artinya) : “dan akan aku (syaithan) suruh mereka (mengubah
ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya”. (QS An-Nisaa` : 119). Ayat ini datang sebagai
kecaman (dzamm) atas perbuatan syaitan yang selalu mengajak manusia untuk melakukan berbagai
perbuatan maksiat, di antaranya adalah mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi plastik
untuk mempercantik diri termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah, maka hukumnya haram.
3.2 Saran
Ulama dan psikiater untuk aktif melakukan pendampingan terhadap seseorang yang memiliki kelainan
psikis yang mempengaruhi perilaku seksual agar kembali normal
Mahkamah Agung untuk membuat Surat Edaran kepada hakim untuk tidak menetapkan permohonan
penggantian jenis kelamin dari hasil operasi ganti alat kelamin yang diharamkan
Organisasi profesi kedokteran untuk membuat kode etik kedokteran terkait larangan praktek operasi ganti
alat kelamin dan pengaturan bagi praktek operasi penyempurnaan alat kelamin
Kementrian Kesehatan RI untuk membuat regulasi pelarangan terhadap operasi penggantian alat kelamin
dan pengaturan pelaksaan operasi penyempurnaan alat kelamin
Daftar Pustaka
1. http://www.tempo.co/
2. http://id.wikipedia.org/
3. http://khilafah1924.org
4. Abdul haq, Formulasi Nalar Fiqh: telaah kaidah fiqh konseptual.Surabaya: Khalista.Cet.V 2009
5. Dr.H.Abdul Wahab Abd Muhaimin,Lc,MA, Kajian Islam Aktual. Jakarta: Gaung Persada.2011
6. Dr.Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual: Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema
Insani Press.2003
7. Prof.Drs.H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah: PT Toko Gunung Agung. Cet.X.1997
8. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wasiat Menghibahkan Kornea Mata, 1997
9. Fatwa Majelis Ulama Indonesia No:03/Munas-VIII/MUI/2010 tentang Penyempurnaan Alat
kelamin.