Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan dewasa ini banyak masalah-masalah islam kontemporer yang
disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah faktor sosial yang mana faktor ini biasanya
diperbincangkan dan menjadi berita terhangat dalam kehidupan bermasyarakat. Ada sebagain
individu yang merasakan adanya ketidaksamaan dalam pemberian sikap masyarakat terhadap
dirinya sendiri. Inilah yang terjadi pada transgender dan operasi kelamin. Mereka yang
memiliki dan melakukan hal itu merasa tersudutkan karena masyarakat menganggap
tindakan-tindakan yang dilakukan menurut asumsi mereka telah melanggar.
Transgender adalah orang yang cara berperilaku atau penampilannya tidak sesuai dengan
peran gender pada umumnya. Transgender adalah orang yang dalam berbagai level
“melanggar” norma kultural mengenai bagaimana seharusnya pria dan wanita itu. Seorang
wanita, misalnya, secara kultural dituntut untuk lemah lembut. Kalau pria yang berkarakter
demikian, itu namanya transgender. Transgender ada pula yang mengenakan pakaian lawan
jenisnya, baik sesekali maupun rutin. Perilaku transgenderlah, yang mungkin membuat
beberapa orang mengganti jenis kelaminnya, seperti pria berganti jenis kelamin menjadi
wanita, begitu pula sebaliknya.
Banyak hal-hal tersembunyi dari kedua hal tersebut yang belum dipaparkan secara jelas
mengapa dan bagaimana mereka melakukan hal yang melanggar tersebut. Dari sinilah akar
permasalahan mulai timbul dan bagaimana solusi yang tepat untuk bisa menjadikan semua
kehidupan masyarakat berjalan seperti biasa tanpa adanya diskriminasi kepada mereka.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Islam memandang transgender dan operasi kelamin?
2. Bagaimana Islam memandang hubungan antara penyakit HIV/AIDS dengan transgender?
3. Bagaimana pandangan Islam mengenai gay dan lesbian?

C. Tujuan
 Mengetahui pengertian transgender dan operasi kelamin
 Mengetahui hukum-hukum transgender dan operasi kelamin
 Mengetahui hal-hal yang diperbolehkan dalam operasi kelamin
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Transgender dan Operasi kelamin.


Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga
sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan
seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan
kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya
bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi
penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia
syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-
seksual, homoseksual, dan heteroseksual.
Tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain: perasaan tidak
nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin
dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk
sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika dating stress; adanya penampilan fisik
interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental
semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981)
semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan
pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme.
Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor
lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan
membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas
dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami
atau istri. Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus
transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan
kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan.
Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal
dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan
dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan
menurut syariat Islam (politikislam123.wordpress.com)
Sedangkan operasi kelamin adalah pergantian jenis kelamin, bias berupa perbaikan
atau penyempurnaan kelamin terhadap orang yang cacat kelami, pembuangan salah satu
kelamin (kelamin ganda) atau operasi pergantian jenis kelamin yang dilakukan terhadap
orang yang memiliki kelamin normal.

B. Pendapat-pendapat yang mengharamkan operasi pergantian kelamin


Melakukan operasi pergantian kelamin yang dilakukan oleh orang yang normal dan
sempurna organ kelaminnya yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi
perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan.
Berikut dalil yang mengaharamkan operasi pergantian kelamin Q.S. Al-Hujurat:

yang artinya “hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakn kamu dari seorang pria
dan wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal, sesungguhnya oaring yang paling mulia diantara kamu disisi Allah, ialah orang
yang paling bertaqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan lagi Maha
Mengenal”.
Dari ayat diatas mengartikan bahwa manusia itu hadapan Tuhan dan hukum sama
kedudukannaya. Dan yang menyebabkan tinggi atau rendah kedudukan manusia itu bukan
karena perbedaan jenis kelamin, ras, bahasa, kekayaan, kedudukan, dan sebagainya,
melainkan karena ketaqwaannya kepada Allah Swt (Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqh hal 164)
Q.S. An-Nisa: 119,

yang artinya “Dan Saya (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka (memotong telinga-telinga hewan
ternak),lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan saya suruh mereka (mengubah
ciptaan Allah), maka mereka sungguh mengubahnya. Barang siapa ayng menjadikan setan
menjadi pelindung selain dari Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang
nyata”.
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa “mengubah ciptaaan Allah” itu sangat
diharamkan, contohnya mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut
dengan sopak, pangur, membuat tato, mencukur bulu muka (alis) dan takhannuts artinya prira
berpakaian dan beritngkah laku seperti wanita atau sebaliknya (menurut Kitab tafsir Al-
Thabari, Al-Shawi dan Al-Khazin) (Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqh hal 165)
Hadist Nabi riwayat Bukhari dan enam ahli hadis lainya dari Ibnu Mas’ud.
yang artinya: Allah mengutuk para wanita tukang tato, yang meminta ditato, yang
menghilangkan bulu muka, yang meminta dihilangkan bulu mukanya, dan para wanta yang
memotong (pengur) giginya, yang semua itu dilakukan untuk kecantikan dengan mengubah
ciptaan (Allah Ibid, hal 166)
Makna dari hadis itu bahwa seorang pria atau wanita yang normal jenis kelaminnya
dilarang oleh Islam mengubah jenis kelaminnya, karena mengubah ciptaan Allah tanpa alasan
yang hak yang dibenarkan oleh Islam.
Demikian pula dengan pria atau wanita yang lahir normal jenis kelaminnya, tetapi
karena pengaruh lingkungan menjadikan lahiriyah “banci” berpakaian dan bertingkah laku
berlawanan dengan jenis kelamin yang sebenarnya, maka tetap saja diharamkan oleh agama
mengubah jenis kelaminnya, sebab pada hakikatnya jenis atau organ kelaminnya normal,
tetapi psikisnya tidak normal, karena itu, upaya kesehatan mentalnya ditempuh melalui
pendekatan keagamaan dan kejiwaan (religious and psychology therapy).
Menurut MUI dalam musyawarah Nasional II tahun 1980 memutuskan fatwa
mengharamkan operasi perubahan atau penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini
sekalipun diubah jenis kelaminnya hukumnya sama dengan jenis kelamin sebelumnya.
Para ulama Fiqh juga mendasarkan ketetapan hukum tersebut paa dalil Q.S. Al-Hujurat 13
yang menurut tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap
manusia dihadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelamin dan
ketentuan Allah tidak boleh diubah dan harus dijalani sesuai kodratnya. Yang kedua juga
sama QS. An-Nisa’ 119 yang berisi tidak boleh mengubah ciptaan Allah yang sudah
ditetapkan, yang ke-3 hadis Nabi yang berisi pengutukan kepada para tukang tato, yang mnta
ditato yang mencukur alis, memotong giginya dengan tujuan mempercantik diri dengan
mengubah ciptaan Allah, yang keempat hadist Nabi (HR Ahmad) menyatakan Allah
mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan sebaliknya. (Setiawan Budi Utomo, Fiqih
Aktual hal 173)
Operasi yang boleh dilakukan atau hukum melakukan operasi kelamin tergantung
kepada keadaan kelamin luar dan dalam:
1. Apabila seseorang punya organ kelamin dua atau ganda: penis dan vagina, maka untuk
memperjelas identitas kelaminnya, ia boleh melakukan operasi mematikan salah satu organ
kelaminnya dan menghidupkan organ kelamin yang lain yang sesuai dengan organ kelamin
bagian dalam.
Contohnya: seseorang mempunyai dua kelamin penis dan vagina, dan disamping itu ia juga
mempunyai rahim dan ovarium yang merupakan ciri khas dan utama jenis kelamin wanita,
maka ia boleh dan disarankan untuk mengangkat penisnya demi mempertegas identitas jenis
kelamin wanitanya, dan ia tidak boleh mematikan vaginanya dan membiarkan penisnya
karena berlawanan dengan organ bagian dalam kelaminnya yakni rahim dan ovarium.
(Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqh hal 167)
2. Apabila seseorang punya organ kelamin satu yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia
memiliki vagina yang tidak berlubang dan ia mempunyai rahim dan ovarium, maka ia boleh
bahkan dianjurkan oleh agama untuk operasi memberi lubangpada vaginanya, begitu juga
sebaliknya.
Operasi kelamin yang bersifat tashih dan takmil (perbaikan atau penyempurnaan)
dan bukan pergantian jenis kelamin, menurut para ulamadibolehkan menuurut syariat.
Bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan yang seperti ini
merupakan suatu penyakit yang harus diobati. Para ulama seperti Hasanain Muhammad
Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberiakn
argumentasi bahwa seseorang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal menyebabkan
kelamin psikis dan social, sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan
masyarakat normal serta kadang mencari jalanya sendiri, seperti menjadi waria, melacurkan
diri, melakukan homoseksual dan lesbianisme. Padahal semua itu dikutuk oleh Islam
berdasarkan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Al-Bukhari “Allah dan Rasulnya mengutuk
kaum homoseksualisme”, maka untuk menghindarinya, operasi atau penyempurnaan kelamin
boleh dilakukan berdasarkan prinsip “Mushalih Mursalah” karena kaidah Fiqih menyatakan
“bahaya harus dihilangkan” yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi
SAW. “bertobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak
mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu
penyakit ketuaan” (H.R. Ahmad)

Masalah HIV/AIDS sebenarnya bukan sekadar masalah kesehatan (medis), namun


juga masalah perilaku. Sebab telah terbukti penyebab terbesar penularan HIV/AIDS adalah
perilaku seks bebas, yaitu zina dan homoseksual. (Ali As-Salus, Mausu‘ah Al-Qadhaya al-
Fiqhiyah al-Muashirah, hal. 705).
Terlebih jika ditelusuri sejarahnya, HIV / AIDS pertama kalinya memang ditemukan
di kalangan gay San Fransisco pada tahun 1978. Selanjutnya HIV/AIDS menular hingga ke
seluruh penjuru dunia terutama lewat perilaku seks bebas seperti lesbianisme, gay, biseksual,
dan transgender. Inilah bukti bahwa HIV/AIDS tidak dapat dianggap semata-mata hanya
masalah kesehatan, melainkan juga masalah perilaku.
Dengan perumusan masalah seperti ini, maka solusinya menjadi jelas dan terarah. Jadi
HIV/AIDS harus ditanggulangi bukan hanya dengan mencegah dan mengobati HIV/AIDS
sebagai masalah kesehatan, melainkan harus disertai pula dengan upaya menghapuskan
segala perilaku menyimpang, seperti lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Inilah solusi yang diserukan Islam dan solusi yang memang sesuai dengan kenyataan
yang ada. Islam memang memandang HIV/AIDS sebagai masalah kesehatan, karena penyakit
AIDS memang berbahaya (dharar) lantaran menyebabkan lumpuhnya sistem kekebalan
tubuh. Berbagai penyakit akan mudah menjangkiti penderitanya yang ujung-ujungnya adalah
kematian. Padahal Islam adalah agama yang melarang terjadinya bahaya (dharar) pada umat
manusia. Rasulullah SAW bersabda,"Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan
juga bahaya bagi orang lain dalam Islam (laa dharara wa laa dhiraara fi al-islam)." (HR Ibnu
Majah no 2340, Ahmad 1/133; hadits sahih). Namun Islam juga memandang HIV/AIDS
sebagai masalah perilaku, karena HIV/AIDS pada sebagian besar kasusnya berawal dan
tersebar melalui perilaku seks bebas yang menyimpang, seperti lesbianisme, gay, biseksual,
dan transgender. Semua perilaku ini adalah perbuatan kotor dan tercela dalam pandangan
Islam. Semuanya adalah tindakan kriminal yang layak mendapat hukuman yang tegas. (Imam
Al-Ajiri, Dzamm Al-Liwath, Kairo: Maktabah Al-Qur`an, 1990, hal. 22; Mahran Nuri,
Fahisyah al-Liwath, hal. 2; Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 18-20).
Solusi Islam ini jelas berbeda berbeda dengan solusi model sekular-liberal selama ini. Solusi
ini hanya memandang HIV/AIDS sebagai masalah kesehatan, bukan masalah perilaku. Maka
solusinya hanya terkait dengan persoalan kesehatan semata, misalnya kondomisasi,
pembagian jarum suntik steril, kampanye bahaya AIDS, dan yang semisalnya. Sedang
perilaku seks bebas seperti lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender dianggap tidak ada
masalah, tidak perlu dihukum, dan dianggap tak ada hubungannya dengan penanggulangan
HIV/AIDS. Jelas solusi ini adalah solusi yang dangkal dan bodoh.
Dikatakan "dangkal" karena solusi yang ada berarti hanya menyentuh fenomena
permukaan yang nampak secara empiris. Tidak menyentuh persoalan yang lebih mendalam
dan hakiki, yaitu persoalan nilai-nilai kehidupan (morality) dan gaya hidup (life style) yang
terekspresikan lewat seks bebas.

Menyoal LGBT
Islam memang berbeda dengan gaya hidup liar yang diajarkan sekularisme-
liberalisme. Menurut mereka perilaku seks bebas seperti lesbianisme, gay, biseksual, dan
transgender adalah boleh karena merupakan hak asasi manusia (HAM) dan bagian dari
kebebasan individu yang harus dihormati dan dijaga oleh negara.
Namun Islam tak menyetujui selera rendahan ala binatang seperti itu. Perilaku
lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender hukumnya haram dalam Islam. Tak hanya itu,
semua perbuatan haram itu sekaligus dinilai sebagai tindak kejahatan/kriminal (al-jarimah)
yang harus dihukum. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 8-10).
Lesbianisme dalam kitab-kitab fiqih disebut dengan istilah as-sahaaq atau al-
musahaqah. Definisinya adalah hubungan seksual yang terjadi di antara sesama wanita. Tak
ada khilafiyah di kalangan fuqaha bahwa lesbianisme hukumnya haram. Keharamannya
antara lain berdasarkan sabda Rasulullah SAW : "Lesbianisme adalah [bagaikan] zina di
antara wanita" (as-sahaq zina an-nisaa` bainahunna). (HR Thabani, dalam al-Mu’jam al-
Kabir, 22/63). (Sa’ud al-Utaibi, Al-Mausu’ah Al-Jina`iyah al-Islamiyah, hal. 452).
Lesbianisme menurut Imam Dzahabi merupakan dosa besar (al-kaba`ir). (Dzahabi,
Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba`ir, 2/235). Namun hukuman untuk lesbianisme tidak seperti
hukuman zina, melainkan hukuman ta’zir, yaitu hukuman yang tidak dijelaskan oleh sebuah
nash khusus. Jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada qadhi (hakim). Ta’zir ini
bentuknya bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi (tasyhir), dan sebagainya. (Sa’ud
al-Utaibi, Al-Mausu’ah Al-Jina`iyah al-Islamiyah, hal. 452; Abdurrahman Al-Maliki,
Nizham Al-Uqubat, hal. 9).
Homoseksual dikenal dengan istilah liwath. Imam Ibnu Qudamah mengatakan bahwa
telah sepakat (ijma’) seluruh ulama mengenai haramnya homoseksual (ajma’a ahlul ‘ilmi ‘ala
tahrim al-liwaath). (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 12/348). Sabda Nabi SAW,"Allah telah
mengutuk siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk
siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth Allah telah mengutuk siapa saja
yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth." (HR Ahmad, no 3908). Hukuman untuk
homoseks adalah hukuman mati, tak ada khilafiyah di antara para fuqoha khususnya para
shahabat Nabi SAW seperti dinyatakan oleh Qadhi Iyadh dalam kitabnya Al-Syifa`. Sabda
Nabi SAW,"Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka
bunuhlah keduanya." (HR Al Khamsah, kecuali an-Nasa`i).
Hanya saja para sahabat Nabi SAW berbeda pendapat mengenai teknis hukuman mati
untuk gay. Menurut Ali bin Thalib RA, kaum gay harus dibakar dengan api. Menurut Ibnu
Abbas RA, harus dicari dulu bangunan tertinggi di suatu tempat, lalu jatuhkan gay dengan
kepala di bawah, dan setelah sampai di tanah lempari dia dengan batu. Menurut Umar bin
Khaththab RA dan Utsman bin Affan RA, gay dihukum mati dengan cara ditimpakan dinding
tembok padanya sampai mati. Memang para shahabat Nabi SAW berbeda pendapat tentang
caranya, namun semuanya sepakat gay wajib dihukum mati. (Abdurrahman Al-Maliki,
Nizham Al-Uqubat, hal. 21).
Biseksual adalah perbuatan zina jika dilakukan dengan lain jenis. Jika dilakukan
dengan sesama jenis, tergolong homoseksual jika dilakukan di antara sesama laki-laki, dan
tergolong lesbianisme jika dilakukan di antara sesama wanita. Semuanya perbuatan maksiat
dan haram, tak ada satu pun yang dihalalkan dalam Islam.
Hukumannya disesuaikan dengan faktanya. Jika tergolong zina, hukumnya rajam
(dilempar batu sampai mati) jika pelakunya muhshan (sudah menikah) dan dicambuk seratus
kali jika pelakunya bukan muhshan. Jika tergolong homoseksual, hukumannya hukuman
mati. Jika tergolong lesbianisne, hukumannya ta’zir.
Transgender adalah perbuatan menyerupai lain jenis. Baik dalam berbicara,
berbusana, maupun dalam berbuat, termasuk dalam aktivitas seksual. Islam mengharamkan
perbuatan menyerupai lain jenis sesuai hadits bahwa Nabi SAW mengutuk laki-laki yang
menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki (HR Ahmad, 1/227 &
339).
Hukumannya, jika sekedar berbicara atau berbusana menyerupai lawan jenis, adalah
diusir dari pemukiman atau perkampungan. Nabi SAW telah mengutuk orang-orang waria
(mukhannats) dari kalangan laki-laki dan orang-orang tomboy (mutarajjilat) dari kalangan
perempuan. Nabi SAW berkata,"Usirlah mereka dari rumah-rumah kalian." (akhrijuuhum
min buyutikum). Maka Nabi SAW pernah mengusir Fulan dan Umar RA juga pernah
mengusir Fulan (HR Bukhari no 5886 dan 6834). (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar,
hal. 1306).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari pembahasan ini adalah:
Memang dalam Islam dikenal istilah khuntsa, atau hermaphrodit, yakni orang yang
mempunyai kelamin ganda. Mereka memang diakui dalam fiqih Islam. Namun ini sama
sekali berbeda dengan transgender, karena kaum transgender mempunyai kelamin yang
sempurna, bukan kelamin ganda, hanya saja mereka berperilaku menyerupai lawan
jenisnya.
Pergantian atau operasi pergantian yang dilakukan terhadap orang yang normal organ
kelaminnya maka hukumnya adalah HARAM atau sangat tidak dibolehkan oleh syariat
Islam, karena mengubah ciptaan Allah tanpa alasan yang hak. Karena telah dijelaskan
didalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13, An-Nisa ayat 119, dan juga hadits-hadits Nabi
Muhammad SAW. Dan yang diperbolehkan dalam syariat Islam adalah operasi perbaikan
atau penyempurnaan organ kelamin terhadap orang yang cacat kelamin demi terciptanya
kemaslahatan, dan juga untuk menghilangkan bahaya yang ditimbulkan. Serta perbaikan atau
penyempurnaan terhadap orang memiliki organ kelamin ganda, maka diwajibkan untuk
mematikan salah satu organ kelamin sesuai organ kelamin didalamnya, karena bermanfaat
untuk memperjelas status dan menghilangkan kelainan psikis dan social agar tidak
terjerumus kedalam hal yang menyesatkan dan dosa.

Anda mungkin juga menyukai