Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

LGBT DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN HAM

Oleh:
Kelompok 2

Zainah Yasmin 04031281823043


Fio Rizky Oksa 04031281823045
Aliffia Haybah 04031281823046
Mohamad Jihad M. 04031381823061

Dosen Pengampu:
Nurhasan, S. Ag, M. Ag.

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) merupakan fenomena yang


merebak di era modern sebagai bentuk penyimpangan seks yang sangat dipengaruhi oleh pola
asuh yang salah, kurangnya peran seorang ayah, pendidikan agama Islam yang kurang
memadai, dan pornografi yang sangat mudah terakses semua kalangan.

Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender merupakan bentuk penyimpangan seks


yang lebih dari perzinahan dan pencabulan. LGBT dalam pandangan Islam merupakan
bentuk penyimpangan seks yang pernah dilakukan oleh kaum Luth di kota Sodom. Allah Swt
telah melarang seluruh perilaku yang menyimpang karena menyimpan beberapa hikmah
yang apabila direnungkan sangat banyak manfaatnya bagi manusia.

Keberadaan kaum LGBT di Indonesia semakin meningkat kuantitasnya meskipun


tidak diketahui persis jumlahnya. Laporan diskusi dialog komunitas LGBT Nasional
Indonesia menyatakan bahwa perilaku seksual dan identitas gender telah dikenal di
wilayah nusantara sejak dahulu, identitas homoseksual baru muncul di kota-kota besar
pada awal abad XX. Pada akhir tahun 1960 gerakan LGBT mulai berkembang melalui
kegiatan pengorgansasian yang dilakukan oleh kelompok wanita transgender, atau waria.

Setelah peristiwa dramatis tahun 1998 yang membawa perubahan mendasar pada
sistem politik dan pemerintahan Indonesia, gerakan LGBT berkembang lebih besar dan
luas dengan pengorganisasian yang lebih kuat di tingkat nasional, program yang
mendapatkan pendanaan secara formal, serta penggunaan wacana HAM untuk
melakukan advokasi perubahan kebijakan di tingkat nasional (Laporan LGBT Nasional
Indonesia - Hidup Sebagai LGBT di Asia, 2013).

Tujuan penulisan makalah ini yaitu agar dapat memperkaya pemahaman tentang
LGBT dalam perspektif Islam dan dalam perspektif HAM serta bahaya yang ditimbulkan.
1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

a. Bagiamana konsep LGBT dalam Islam?

b. Bagaimana konsep LGBT dalam perspektif HAM?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 LGBT dan Penyimpangan Orientasi Seksual dalam Islam

Orientasi seksual menurut Musdah Mulia, adalah kapasitas yang dimiliki setiap
manusia berkaitan dengan ketertarikan emosi, rasa sayang, dan hubungan seksual. Disebut
hetero jika orientasi seksualnya tertuju pada lain jenis kelamin. Berikutnya, dinamai
homo jika orientasi seksualnya sesama jenis kelamin; sesama laki-laki dinamakan gay,
sesama perempuan disebut lesbian, dan sesama waria. Biseksual, jika orientasi seksualnya
ganda, yaitu seseorang yang tertarik pada sesama jenis sekaligus juga pada lawan jenis.
Sebaliknya, aseksual tidak tertarik pada keduanya, baik sesama maupun lawan jenis.

Adapun perilaku seksual, sangat dipengaruhi oleh konstruksi sosial, tidak bersifat
kodrati, dan tentu saja dapat dipelajari. Perilaku seksual adalah cara seseorang
mengekspresikan hubungan seksualnya. Terdapat banyak varian, diantaranya oral seks
dan anal seks (disebut juga sodomi atau liwāṭ dalam bahasa Arab). Sodomi atau liwāṭ
adalah memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam dubur, baik dubur sesama lelaki maupun
dubur perempuan.

Islam telah mengatur bagaimanan tatacara menyalurkan atau mengekspresikan


orientasi seksual dengan perilaku seksual yang benar. Dalam Al-Qur'an ditemukan banyak
perintah agar manusia menjaga kemaluannya serta menyalurkan hasrat seksual hanya
dengan cara yang dibenarkan syar’i, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah antara
lain:
“Katakanlah kepada para lelaki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
Katakanlah kepada para wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya”. (Q.S. An-Nur:30-31)

“Dan orang orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka
atau budak-budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
tercela”. (Q.S. Al-Mu’minun:5-6)

Dari beberapa ayat di atas menjelaskan betapa Islam telah mengatur penyaluran
orientasi seksualitas hamba-Nya sesuai dengan ketentuan Allah yaitu hanya terhadap
suami istri dalam sebuah ikatan perkawinan yang sah. Terkait dengan LGBT, pernikahan atau
hubungan seks sesama jenis tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.

Penyimpangan seks adalah hubungan seks yang tidak semestinya, melanggar


larangan Allah Swt., dan dilakukan karena hanya memperturutkan nafsu syahwat tanpa
mengenal etika kehidupan sosial dan bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Penyimpangan seks bisa dilakukan dengan orang lain ataupun sendirian.


Penyimpangan perilaku reproduksi yang dilakukan sendirian adalah masturbasi dan onani
atau rancap, baik dengan alat maupun tanpa alat. Penyimpangan seks yang dilakukan dengan
melibatkan orang lain adalah homoseksual, lesbian, zina, menggauli istri ketika haid,
menggauli istri melalui anusnya, dan lain sebagainya.

Berikut ini beberapa penyimpangan perilaku reproduksi yang umum dilakukan oleh
orang beserta pengertiannya menurut KBBI.

1) Lesbian, yaitu pasangan perempuan dengan perempuan. Wanita yang mencintai atau
merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya, atau disebut sebagai wanita
homoseks.
2) Gay, yaitu pasangan laki-laki dengan laki-laki. Laki-laki yang mencintai atau
merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya.

3) Biseksual, yaitu orang yang mempunyai sifat kedua jenis kelamin (laki-laki dan
perempuan); tertarik kepada kedua jenis kelamin baik kepada laki-laki maupun
kepada perempuan.

4) Transgender merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang


melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan
saat mereka lahir. "Transgender" tidak menunjukkan bentuk spesifik apapun dari
orientasi seksual orangnya. Orang-orang transgender dapat saja mengidentifikasikan
dirinya sebagai heteroseksual, homoseksual, biseksual, panseksual, poliseksual, atau
aseksual. (Juwilda, 2010: 3)

Dalam pandangan Islam, pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini dalam dua
jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan Allah Swt berfirman:

“Dan bahwasanya Dialah (Allah) yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan


wanita.” (Q.S. An-Najm:45)

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat:13)

Kedua ayat di atas telah menunjukkan bahwa manusia di dunia ini hanya terdiri dari
dua jenis saja, laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis lainnya. Tetapi di dalam
kenyataannya, kita dapatkan seseorang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki
dan bukan perempuan.

Istilah LGBT tidak terlepas dari istilah lainnya yaitu waria. Waria atau dalam bahasa
Arabnya disebut al-Mukhannats adalah laki-laki yang menyerupai perempuan dalam
kelembutan, cara bicara, melihat, dan gerakannya. Al-Khuntsa, dari kata khanitsa yang
secara bahasa berarti lemah lembut. Al-Khuntsa secara istilah bermakna seseorang yang
mempunyai dua kelamin, yaitu kelamin laki-laki dan kelamin perempuan, atau orang yang
tidak mempunyai salah satu dari dua alat vital tersebut, tetapi ada lubang untuk keluar air
kencing. (Fatimah Halim, 2011: 300).

Transgender tidak lepas dari upaya operasi ganti kelamin, karena mereka yang
transgender ada orientasi untuk merubah atau mengganti jenis organ kelamin. Alasan apa pun
yang dilakukan oleh seseorang untuk tujuan mengubah ciptaan Allah maka hal tersebut
dilarang sebagaimana firman Allah Swt:

“Dan Aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-
angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga
binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan Aku suruh
mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya, barang
siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya
ia menderita kerugian yang nyata.” (Q.S. AnNisa’, 4: 119)

Istilah waria, transgender, homoseksual (liwath), menyerupai lawan jenis, lesbian, dan
sebagainya telah digolongkan oleh Allah Swt sebagai kaum yang melampaui batas
sebagaimana dalam Q.S. Al-A’raaf, 7: 80-81,
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia
berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang
belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" (80)
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka),
bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (Q.S. Al-
A’raf:80-81).

Pada ayat di atas dijelaskan bahwa Nabi Luth mempertanyakan kepada kaumnya
ketika melakukan kedurhakaan yang besar, apakah kamu melakukan fahisyah, yaitu
melakukan pekerjaan yang buruk (homoseksual) yang belum pernah dilakukan oleh
seseorangpun di alam ini. Perbuatan demikian merupakan bentuk kedurhakaan mereka
terhadap Allah Swt.

Nabi Luth dalam ayat ini sedikit berbeda dengan Nabi-nabi sebelumnya. Beliau
tidak berpesan tentang tauhid, hal ini tidak berarti beliau tidak mengajak kepada tauhid,
namun satu masalah yang sangat jelek harus beliau selesaikan bersama pelurusan akidah.
Orang yang melakukan homoseksual hanya mengharapkan kenikmatan jasmani yang
menjijikkan.

Dalam tafsir al-Manar dijelaskan bahwa Nabi Luth diutus Allah untuk
memperbaiki akidah serta akhlak kaumnya yang tinggal di negeri Sadum, Adma’,
Sabubim dan Bala’ di Tepi Laut Mati. Nabi Luth menetap di kota yang paling besar
dari lima kota tersebut, yaitu Sadum. Sadum mengalami kehancuran moral, kaum laki-laki
lebih senang bersyahwat kepada sesama jenisnya yang lebih muda dan tidak bersyahwat
kepada wanita.

Perbuatan homoseksual tidak pernah dibenarkan dalam keadaan apapun. Dalam


surat an-Naml: 54 Allah Swt menjelaskan:
Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?" (Q.S. An-
Naml:54)

“Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan


(mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat
perbuatanmu).” (Q.S. An-Naml:55)

Dari ayat di atas Nabi Muhammad Saw diingatkan dengan perilaku umat Nabi
Luth bahwa apakah kamu tidak berakal atau tidak malu mengerjakan perbuatan
fahisyah, yaitu sikap yang sangat buruk dalam pandangan akal dan adat kebiasaan
manusia. Kamu menyaksikan manusia bahkan hewan melampiaskan hawa nafsu kepada
lawan jenisnya, laki-laki dengan perempuan dan jantan dengan betina. Dampak yang
dihasilkan dari perbuatan ini adalah penyakit yang belum ditemukan obatnya.

Islam mengakui bahwa manusia memiliki hasrat untuk melangsungkan hubungan


seks, terutama terhadap lawan jenis. Islam mengatur hal ini dalam sebuah lembaga yang
dinamakan dengan perkawinan. Melalui perkawinan, fitrah manusia dapat terpelihara
dengan baik, sebab perkawinan mengatur hubungan seks antara pria dan wanita.
Dengan adanya perkawinan yang disyariatkan, maka Islam melarang segala bentuk
hubungan seks di luar perkawinan. Sebab akan berdampak kepada kekacauan hubungan
biologis dan bisa merusak garis keturunan dan menyebabkan permusuhan dan
pembunuhan.
Pembicaraan mengenai homoseksual selama ini selalu berujung pada hukuman bagi
para pelakunya, karena dalil keharamannya menurut ahli fiqh telah ditetapkan oleh
Alquran seperti yang ditetapkan pada umat Nabi Luth. Oleh karena itu para imam
mazhab kecuali Hanafi menetapkan hukuman rajam hingga mati bagi pelaku
homoseksual. Sedangkan Hanafi berpandangan hal ini termasuk maksiat yang tidak
ditetapkan secara pasti oleh Allah, maka dihukum ta’zir (pemberian pelajaran), karena
bukan bagian dari zina (Ibn al-Qayyim alJauziyah, 1996: 168).

Menurut Sayid Sabiq liwat atau homoseks merupakan perbuatan yang dilarang
oleh syara’ dan merupakan jarimah yang lebih keji daripada zina. Liwat merupakan
perbuatan yang bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia dan berbahaya bagi
manusia yang melakukannya (Sayyid Sabiq, 1981: 361). Para ulama fiqh berbeda
pendapat tentang hukuman homoseks, di antaranya adalah:

1. Dibunuh secara mutlak.

2. Di had seperti had zina. Bila pelakunya jejaka maka didera dan rajam apabila di
telah menikah.

3. Dikenakan hukum ta’zir. (Sayyid Sabiq, 1981: 432).

Mengenai larangan perilaku homoseksual, Rasulullah Saw bersabda:

Dari Ikrimah, dari Ibn Abbas, Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang kamu
dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (homoseksual) maka bunuhlah si
pelaku dan yang dikerjainya (objeknya)”. (HR. Lima ahli Hadis kecuali an-
Nasa’i)
2.2 LGBT dalam Perspektif HAM

Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada
diri manusia, bersifat universal dan lan ggeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh
siapapun. Dalam Mukaddimah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
dinyatakan bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum, supaya orang
tidak akan terpaksa memilih jalan pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang
kelaliman dan penjajahan.

Dalam sistem hukum di Indonesia, sebagaimana terdapat dalam UUD 1945


dinyatakan “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam situasi apa pun”, hal ini sesuai dengan
ketentuan dalam DUHAM Pasal 2, 7 dan 22.

Pasal 2: Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang
tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti
pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan
lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun
kedudukan lain.

Pasal 7; Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum
yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama
terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan
terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi sema cam ini.

Pasal 22; Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan
berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat
diperlukan untuk mart abat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-
usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan pengaturan serta
sumber daya setiap negara.

Komnas HAM, Natalius Pigai (dalam diskusi Indonesian Lawyer's Club (ILC) di
TV.ONE, Selasa16 Februari, 2016) mengatakan bahwa negara mempunyai kewajiban
melindungi rakyat warga negara Indonesia apapun jenisnya, suku, agama, ras, etnik, atau
kaum minoritas dan kelompok rentan (maksudnya rentan dari kekerasan). Negara
mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hak asasi semua warga negara
Indonesia tanpa membedakan suku, agama, termasuk kaum minoritas dan kelompok
rentan termasuk LGBT.

Adapun perlindungan, yang harus dijamin dan diberikan dalam kenteks LGBT
ini dari perspektif HAM adalah perlindungan hak asasi mereka dalam bentuk jaminan
kesehatan untuk bisa sembuh dari penyakitnya, sebagaimana termaktub dalam Pasal 25
DUHAM, yaitu:

Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan
dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas
jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai
usia lan jut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang
berada di luar kekuasaannya.

Dengan demikian dapat ditarik benang merah, sudah menjadi keniscayaan bagi
kelompok LGBT untuk mendapatkan hak-hak asasi mereka berupa jaminan perawatan atau
pengobatan terhadap penyakit LGBT tersebut. Bukan HAM dalam pengakuan atau
melegalkan terhadap orientasi seksual mereka yang menyimpang.

Dari sisi lain, disamping HAM yang dimiliki oleh kelompok LGBT,
sesungguhnya ada juga Kewajiban Asasi Manusia (KAM) yang harus dipatuhi oleh setiap
orang sebagai termakub dalam Pasal 29, ayat (1 dan 2) DUHAM yaitu:

(1) Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satu-satunya


di mana dia dapat mengembangkan kepribadiannya dengan bebas dan penuh.

(2) Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus


tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang
yang tujuannya semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
yang tepat terhadap hak-hak dan kebebasan- kebebasan orang lain, dan untuk
memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan
kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
Kewajiban dasar yang dimiliki seseorang (termasuk kelompok LGBT) sebagai
bentuk penghormatan terhadap hak asasi orang lain yang dapat pula diartikan sebagai
pembatasan terhadap hak asasi seseorang harus ditetapkan berdasarkan undang-undang
sebagaimana diatur pada Pasal 70 dan 73 UU. No. 39 Tahun 1999.

Pasal 70. (1) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan Undang-undang dengan maksud untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Pasal 73 (1) Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat
dibatasi oleh dan berdasarkan undang- undang, semata-mata untuk menjamin
pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar
orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa.

Berangkat dari ketentuan tersebut, pemerintah sangat berperan dalam menentukan


regulasi dan aturan hukum untuk membatasi kebebasan HAM LGBT, untuk menjamin
pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang
lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa. Dalam konteks LGBT ini
pemerintah dapat mengeluarkan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah, tentang
pelarangan terhadap gerakan atau aktivitas penyimpangan seksual yang dilakukan oleh
kelompok atau komunitas LGBT di Indonesia.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

LGBT itu adalah sebuah penyakit yang terjadi di masa masa sekarang dan sedang
menjangkit di kaum kaum muda namun LGBT sesungguhnya bisa disembuhkan dengan
dukungan penuh

LGBT merupakan penyimpangan orientasi seksual yang dilarang oleh semua agama
terlebih lagi Islam. Selain karena perbuatan keji ini akan merusak kelestarian manusia, yang
lebih penting Allah SWT dan Rasulullah melaknat perbuatan ini. Oleh karena itu, sudah
menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk melawan segala jenis opini yang seolah atas nama
HAM membela kaum LGBT akan tetapi sesungguhnya mereka membawa manusia menuju
kerusakan yang lebih parah.

Pandangan Islam terhadap LGBT adalah haram, karena Islam telah mengharamkan
zina, gay, lesbian dan penyimpangan seks lainnya serta Islam mengharuskan dijatuhkannya
sanksi bagi pelakunya.

Hukumannya adalah dengan dibunuh, baik pelaku (fa’il) maupun obyek (maf’ul
bih) bila keduanya telah baligh. Hukumannya dirajam, hal ini sebagaimana diriwayatkan
oleh Al-Baihaqy dari Ali bahwa dia pernah merajam orang yang
berbuat liwath. Hukumannya sama dengan hukuman berzina. Hukumannya dengan
ta’zir, sebagaimana telah berkata Abu Hanifah: Hukuman bagi yang melakukan liwath
adalah di-ta’zir, bukan dijilid (cambuk) dan bukan pula dirajam.

3.2 Saran

Maka dari itu untuk menghindarkn dari perilaku penyimpangan seksualitas LGBT
ini, kita harus menjauhi hal-hal yang berhubugan dengan LGBT. Yang utama adalah dengan
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Serta begaul dengan orang-orang yang shaleh
DAFTAR PUSTAKA

ERMAYANI, Tri. 2017. LGBT dalam Perspektif Islam. Jurnal Humanika. 17(2): 147-168.

ZAINI, Hasan. 2017. LGBT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Jurnal Ilmiah
Syariah. 15(1): 65-73.

SA’DAN, Masthuriyah. 2016. LGBT DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN HAM.


Nizham Journal of Islamic Studies.4(1): 17-22.

HARAHAP, Rustam DKA. 2016. LGBT DI INDONESIA: Perspektif Hukum Islam, HAM,
Psikologi dan Pendekatan Maṣlaḥah. Jurnal Al-Ahkam. 26(2): 223-248.

Anda mungkin juga menyukai