Anda di halaman 1dari 10

STUDI KASUS

MARAKNYA FENOMENA LGBT YANG DINORMALISASIKAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampu : Dr. Ibnu Samsul Huda, S.S., M.A.

Oleh :
Shefyra Putri Islami ( 220611604248 )

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
MARET 2023
BAB I
PENDAHULUAN

Fenomena yang sedang ramai diperbincangkan yaitu mengenai Lesbian, Gay, Bisexual
dan Transgender atau lebih dikenal dengan LGBT. Hal ini menjadikan rasa khawatir dan
cemas pada masyarakat. Dulu, kaum ini tidak berani mengakui diri sebagai homoseksual
karena takut dikucilkan. Dimulai dari suatu kecenderungan homoseksual, kemudian menjadi
perbuatan homo seksual yang akhirnya menjadi melekat dengan bentuk perjuangan agar
diterima sebagai sesuatu yang dinormalisasikan dalam kehidupan. Fenomena ini banyak
terjadi di Indonesia karena kebebasan yang semakin terbuka, sehingga komunitas LGBT
melakukan kampanye atau promosi yang mengaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dengan melakukan hal tersebut kaum LGBT dapat mempengaruhi generai muda yang belum
paham mengenai homoseksual terlebih para aktivis ini dianggap pahlawan karena
memperjuangkan eskistensi LGBT.
Marak kampanye atau promosi kaum LGBT di media sosial bahkan menjalar melalui
kampus, sekolah dan tempat umum lainnya. Kekhawatiran masyarakat mengenai fenomena
ini bukan tanpa alasan, salah satunya apabila gerakan ini dibiarkan di Indonesia adalah
pelegalan perkawinan sejenis. Oleh karena penolakan dilakukan oleh jajaran ormas, LSM,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah. Gerakan ini tidak mungkin ada tanpa
alasan, target dan tujuan akhir dari perjuangannya. Pandangan seluruh masyarakat mengenai
hal ini ada yang pro dan kontra. Mereka yang berpihak berpendapat bahwa fenomena LGBT
ini adalah hak asasi manusia, siapapun tidak mendiskriminasikan meskipun mereka kaum
minoritas. Sebaliknya, masyarakat yang kontra menyatakan bahwa hal ini merupakan
penyakit atau gangguan seksualitas yang kemungkinan bisa disembuhkan dan secara agama
hukumnya haram.
Keberadaan kaum ini telah muncul sebagai sejarah manusia. Perilaku ini pada akhirnya
akan mendorong pemahaman yang menyimpang mengenai seksualitas, karena perilaku
LGBT tidak bisa menyatukan antara keinginan dan prinsip – prinsip dasar kehidupan,
sehingga hal ini akan menyebabkan gangguan terhadap keberfungsian sosial. Tiap manusia
mempunyai kebebasan untuk menjalani hidupnya masing – masing, akan tetapi jika dipahami
lebih dalam jika kebebasan yang dimiliki berbanding lurus dengan batasan yang harus
dipenuhi. Komunitas ini tidak memikirkan apakah hal tersebut melanggar agama, kesusilaan
dan kepentingan umum bahkan keutuhan negara. LGBT bukanlah fenomena yang baru
muncul, sudah ada di masa Nabi Luth as. Kaumnya terkenal sebagai homoseksual dilaknat
oleh Allah SWT dengan adzab membalikkan bumi terhadap kaum Nabi Luth as dan Allah
menghujani mereka dengan batu yang terbakar api atas perbuatan mereka yang menjijikan
itu.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keberadaan LGBT menurut Hukum Islam


Homoseksual (gay) dalam agama Islam disebut dengan “al-liwath” (‫ )الل>>واط‬yang
artinya orang yang melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Nabi Luth, yang
pelakunya disebut “al-luthiyyu” (‫)الل>>>وطي‬, yang artinya laki-laki yang melakukan
hubungan seksual dengan laki-laki. Sedangkan, istilah lesbian di dalam agama Islam
disebut “al-sihaq” (‫ )السحاق‬yang berarti perempuan yang melakukan hubungan seksual
dengan sesama perempuan. Dari 2 pengertian tersebut disimpulkan, homoseksual adalah
hubungan seksual antara laki - laki dengan laki - laki, sedangkan untuk berhubungan seks
antara wanita, disebut dengan lesbian (female homosex). Lawan homosex dan lesbian
yaitu heterosex, yang diartikan sebagai hubungan seksual antara orang - orang yang
berbeda jenis kelaminnya (seorang pria dengan seorang wanita).
Di dalam hukum Islam, homoseks disebut liwath yang akar katanya sama seperti akar
kata Luth. Disebut sebagai liwath karena hal tersebut dilakukan oleh kaum yang durhaka
dengan seruan Nabi Luth as. Kaum itu tinggal di negeri Sodom (sekarang Yordania). Di
berbagai referensi mengatakan bahwa homoseks merupakan kebiasaan laki – laki
melampiaskan nafsu seksualnya ke sejenisnya begitu pula yang lesbian.
Pasangan homoseks bentuk liwath termasuk dalam tindak pidana berat (dosa besar),
karena merupakan perbuatan keji yang merusak kepribadian, moral dan agama. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Q.S al-A’ raf ayat (7) : 80 dan 81 :

َArtinya: “Dan (kami juga telah mengutus) Luth ketika dia berkata kepada mereka :
“mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji, yang belum pernah dikerjakan oleh
seorangpun (di dunia ini)”. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan
nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang
melampaui batas”.
Senada dengan ayat - ayat tersebut, disebutkan juga dalam Q.S al-Syu‟ara‟ (26) : ayat
165 dan 166 :
Artinya : “Luth berkata kepada kaumnya): Mengapa kamu mendatangi (menggauli jenis
laki-laki) di antara manusia” (QS. al-Syuara‟:165)

Artinya: “Dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu,
bahkan kamu adalah orang - orang yang melampaui batas”. (QS. al-Syuara‟:166)
Ayat - ayat tersebut menerangkan bahwa perbuatan kaum Nabi Luth yang melakukan
hubungan seksual kepada sesama laki – laki melepaskan syahwatnya hanya kepada
sesama laki - laki dan tidak berminat kepada perempuan sebagaimana ditawarkan oleh
Nabi Luth, tetapi mereka tetap melakukan perbuatan homoseksual, akhirnya Allah SWT
memberikan hukuman kepada mereka dan memutarbalikan negeri mereka, sehingga
penduduk Sodom, termasuk isteri Nabi Luth ia merupakan kaum lesbi, terkena adzab
dengan terbaliknya negeri itu. Yang tidak kena azab hanya Nabi Luth dan pengikutnya
yang taat dan terjauh dari perbuatan homoseks
Ulama fiqih bersepakat mengharamkan homoseksual berdasarkan Al-Qur’an dan
hadis, juga berdasarkan kaidah fiqhiyah mengatakan :

Artinya : “Hubungan seks pada dasarnya adalah haram, sehingga ada dalil (sebab-sebab
yang jelas dan yakin tanpa keraguan) yang menghalalkannya, yakni adanya akad nikah”.
Begitu pula ulama fikih sepakat mengharamkan perbuatan lesbian, berdasarkan Hadis
Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Said.

Artinya: “Janganlah pria melihat aurat pria lain dan janganlah wanita melihat aurat wanita
lain dan janganlah bersentuhan pria dengan pria lain di bawah sehelai selimut/kain, dan
janganlah pula wanita bersentuhan dengan wanita lain di bawah sehelai selimut/kain”.
Uraian tersebut dapat disimpulkan, jika perbuatan homo maupun lesbi haram
hukumnya, apakah berbentuk pasangan menikah atau tidak. Jika terdapat ungkapan
maupun pernyataan yang mengatakan bahwa homo dan lesbi dibolehkan, itu bukanlah
ajaran Al-Qur’ an, hadis, dan bukan pula hasil ijtihad ulama yang mumpuni di bidangnya.
Mungkin hal itu ungkapan dan pernyataan dari kalangan yang hanya berbekal sedikit
pengetahuan agama, juga belum mengkaji dengan baik ayat - ayat Al-Qur’an maupun
Hadis, yang menyebabkan mereka memberi fatwa yang menyesatkan, yaitu
memperbolehkan perilaku homoseksual dan lesbian.
Larangan homoseksual dan lesbian tidak hanya merusak kemuliaan dan martabat
kemanusiaan, tetapi resikonya juga lebih besar, seperti dapat menimbulkan penyakit
kanker kelamin HIV/AIDS, spilis, dan lain-lain. Demikian juga perkawinan waria setelah
melakukan operasi penggantian kelamin dengan laki - laki, disebut dengan kategori
praktek homoseksual, karena tabiat kelaki - lakiannya tetap tidak bisa diubah oleh dokter,
meskipun ia sudah mempunyai kelamin perempuan.
Laki - laki juga tidak boleh menyerupai perempuan begitu pula sebaliknya. Tidak
dikutuk oleh Allah karena perbuatannya tetapi karena perbuatan itu dilarang. Jika dilarang
mengerjakannya, maka hukum dari perbuatan tersebut haram. Berkenaan juga laki - laki
yang mempunyai sifat keperempuanan begitu pula sebaliknya dianggap kalangan liberal
sebagai “given” atau pemberian Tuhan. Memang benar adanya, segala sesuatu adalah dari
Allah, tetapi perbuatan Allah ada yang sifatnya karena ikhtiar dari manusia itu sendiri.
Laki - laki yang mempunyai sifat keperempuanan dan sebaliknya, hal itu bisa terbentuk
dari lingkungannya sejak kecil. Jika lingkungan keluarga membiarkan anak laki - laki
bergaul dengan anak perempuan terus - menerus, bahkan mengikuti dari gaya berpakaian
maupun aktivitasnya, maka anak laki – laki itu akan terbiasa mengikuti sifat anak
perempuan begitupun sebaliknya. Walaupun ada anak laki - laki seperti tingkah laku dan
memiliki sifat perempuan atau sebaliknya, tetapi orang tuanya dapat mengarahkannya
menjadi seorang laki - laki atau seorang perempuan sesuai dengan jenis kelamin anak.

B. Yang melatarbelakangi terjadinya perilaku LGBT


Pada dasarnya, ada empat hal penting sebagai penyebab homoseksual. Pertama,
faktor biologis, terdapat kelainan genetik. Kedua, faktor psiko-dinamik, mengenai
adanya masa lalu kelam yang menjadi gangguan bagi perkembangan psikoseksual saat
masa anak-anak. Ketiga, faktor sosiokultural, adanya adat istiadat yang sengaja
memberlakukan homoseksual sebagai salah satu aktivitas sakral yang menjadi karakter
budaya masyarakat tersebut. Keempat, faktor lingkungan, situasi maupun kondisi
lingkungan sekitar yang mendorong ke arah tindakan homoseksual.
Faktor yang lain itu disebabkan oleh coba-coba, lingkungan yang mengitarinya dan
adanya akses ke dunia gay. Dalam konteks objek, sebuah kisah seseorang menjadi gay
akibat imbas perlakuan pamannya (disodomi) pada tahun ‘98 ketika ia duduk dibangku
SLTA dan dalam perjalanan hidup selanjutnya korban berhadapan dengan lingkungan
yang mendukung untuk menjadi gay karena dua aspek, pertama aspek genetik yakni
factor biologis seperti hormon yang ketertarikan seksualnya terhadap sesama laki - laki
dan yang kedua, aspek psikoanalisis bahwasanya bayi adalah makhluk yang arah
seksualitasnya sama antara laki - laki dan perempuan, bayi mengarahkan seksualitasnya
menuju objek yang ‘pantas’ dan dianggap ‘tidak pantas’.
C. LGBT dalam pandangan Hak Asasi Manusia ( HAM )

Dalam sistem hukum di Indonesia, yang terdapat dalam UUD 1945 dinyatakan “hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku adalah HAM yang
tidak dapat dikurangi dalam situasi apa pun”, hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam
DUHAM Pasal 2, 7 dan 22. (Rustam, 2016)

Komnas HAM, Natalius Pigai menyatakan negara mempunyai kewajiban melindungi


rakyat warga negara Indonesia apapun jenisnya, suku, agama, ras, etnik, atau kaum
minoritas dan kelompok rentan (maksudnya rentan dari kekerasan). Negara juga
memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hak asasi semua warga negara Indonesia
tanpa membedakan suku, agama,termasuk kaum minoritas dan kelompok rentan
termasuk LGBT. (Rustam,2016)

Adapun perlindungan, yang harus dijamin maupun diberikan dalam konteks LGBT ini
dari perspektif HAM adalah perlindungan hak asasi mereka dalam bentuk jaminan
kesehatan untuk bisa sembuh dari penyakitnya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 25
DUHAM. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, sudah menjadi keniscayaan bagi komunitas
atau kaum LGBT untuk mendapat hak - hak asasi mereka berupa jaminan perawatan atau
pengobatan terhadap penyakit LGBT tersebut. Bukan HAM dalam pengakuan ataupun
melegalkan terhadap orientasi seksual mereka yang menyimpang.

Di sisi lain, disamping HAM yang dimiliki oleh komunitas LGBT, ada juga
Kewajiban Asasi Manusia (KAM) yang wajib dipatuhi oleh setiap orang sebagai yang
tercantum dalam Pasal 29, ayat (1 dan 2) DUHAM yaitu:

1. Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satu - satunya di


mana ia dapat mengembangkan kepribadiannya dengan bebas dan penuh.
2. Dalam menjalankan hak - hak dan kebebasannya, tiap orang harus tunduk hanya pada
pembatasan - pembatasan yang ditetapkan oleh undang - undang yang tujuannya
semata - mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang tepat terhadap
hak - hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat – syarat yang adil
dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat
yang demokratis.

Kewajiban dasar yang dimiliki seseorang (termasuk kelompok LGBT) sebagai bentuk
penghormatan terhadap hak asasi orang lain juga dapat diartikan sebagai pembatasan
terhadap hak asasi seseorang harus ditetapkan berdasarkan UU yang ditetapkan pada
Pasal 70 dan 73 UU. No. 39 Tahun 1999. Dari ketentuan tersebut, pemerintah berperan
dalam menentukan regulasi dan aturan hukum untuk membatasi kebebasan HAM LGBT,
untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta
kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa. Dalam
konteks LGBT, pemerintah dapat mengeluarkan UU atau Perpu, mengenai pelarangan
terhadap gerakan atau aktivitas penyimpangan seksual yang dilakukan oleh komunitas
LGBT di Indonesia.
BAB III
ANALISIS DAN PENGEMBANGAN ALTERNATIF SOLUSI

Ada Strategi Pencegahan Perilaku LGBT beberapa cara yang dapat digunakan
untuk mencegah perilaku LGBT maupun seks menyimpang antara lain:
1. Menjaga pergaulan
2. Remaja harus memiliki ketrampilan hidup (life skill)
3. Tutup segala celah pornografi
4. Adakan kajian atau seminar tentang bahaya LGBT
5. Peran media massa

Pemerintah juga berperan dalam penanganan maraknya LGBT, antara lain :


a. Dikeluarkannya Perda Tentang Penyakit Masyarakat

Penyakit LGBT dalam masyarakat merupakan penyakit yang sangat meresahkan,


karena merupakan perilaku yang tidak bermoral. Penyakit ini harus diatasi dengan
peraturan hukum yang tegas. Pemerintah harus bijak dalam menangani hal ini
mengingat LGBT bukanlah perilaku terpuji juga dengan adanya aturan hukum yang
tegas maka lingkungan masyarakat semakin bersih dan bebas dari maksiat.

b. Dibentuknya Komisi Penanggulangan AIDS

Adanya pembentukan komisi ini diharapkan dapat menyadarkan masyarakat


mengenai betapa bahayanya penyakit AIDS ini karena dapat menimbulkan kematian
bagi penderitanya. Terlebih juga penyakit ini yakni sebuah penyakit yang dapat
menular ke orang lain. Maka dengan adanya Komisi Penanggulangan AIDS ini
diharapkan agar masyarakat lebih menjaga diri dan berhati-hati agar LGBT juga dapat
diminimalisir.

c. Melakukan Sosialisasi di Masyarakat dan Sekolah

Peran seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam mencapai sesuatu memiliki


strategi dalam menanggulangi permasalahan yang berkembang. Sosialisasi adalah
proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang nilai
dan norma agar dapat berpartisipasi sebagai anggota kelompok masyarakat.
Pemerintah sebaiknya melakukan sosialisasi kepada masyarakat maupun di sekolah
mengenai LGBT dan hubungannya dengan penyakit AIDS supaya mereka memiliki
pengetahuan tentang penyakit ini sehingga ada manfaat yang dapat dipetik
didalamnya. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan berdasarkan kelurahan atau
kecamatan masing - masing

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Liwat atau homoseks merupakan perbuatan yang dilarang dan merupakan jarimah
yang lebih keji daripada zina. Liwat adalah perbuatan yang bertentangan dengan akhlak
dan fitrah manusia berbahaya bagi manusia yang melakukannya. Penyimpangan seksual
terjadi pada siapa saja tanpa memandang bulu. Salah satu nya adalah LGBT. LGBT
disebabkan karena pengaruh lingkungan pertemanan, perlakuan orang tua terhadap anak,
tayangan pornografi, dan problem hidup seperti himpitan ekonomi dan kejiwaan. Ha
tersebut menjadi penyumbang terbesar dari terjadinya perilaku seks menyimpang maupun
LGBT. LGBT bisa dihindari maupun dicegah, bahkan dapat disembuhkan. Jangan beralih
ke orientasi seksual. Jalur yang digunakan oleh para ahli untuk menyembuhkan perilaku
LGBT yakni kejiwaan dan pendidikan agama Islam. Karena sudah dijelaskan dalam
berbagai dalil tentang larangan perilaku LGBT.
DAFTAR PUSTAKA

Ermayani, T. (2017). LGBT dalam perspektif islam. Humanika, Kajian Ilmiah Mata Kuliah
Umum, 17(2), 147-168.

Nori Bahar, S. (2020). PROBLEMATIKA LGBT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM


DAN HAM.
Yanggo, H. T. (2019). Penyimpangan seksual (LGBT) dalam pandangan hukum Islam.
MISYKAT: Jurnal Ilmu-ilmu Al-Quran, Hadist, Syari'ah dan Tarbiyah, 3(2), 1-28.

Anda mungkin juga menyukai