Dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi sekuler, sebagaimana di negeri
ini, atas nama HAM tindakan amoral pun bisa dilegalkan. Tidak aneh jika kasus penyimpangan
seksual, semisal perzinaan dan LGBT, semakin meningkat dari hari ke hari. Akibatnya, penyakit
yang disebabkan oleh penyimpangan perilaku LGBT dan perzinaan ini pun semakin menyebar
luas ke seantero Indonesia.
Pegiat LGBT dewasa ini tak hanya sebagai pelaku. Mereka mencoba eksis. Mereka
mempromosikan kaumnya, berlindung atas nama HAM, agar mendapat dukungan dari dunia
internasional. Gerakan mereka terorganisir dan masif. Terbukti pada awal bulan Desember 2022
lalu, tepatnya tanggal 7-9, sedianya utusan Amerika Serikat untuk urusan HAM LGBTQI+,
Jessica Stern, akan berkunjung ke Indonesia. Namun, kunjungan tersebut batal karena ditentang
banyak pihak.
Puncak arah Gerakan Kaum LGBT adalah 'pelegalan pernikahan sejenis'. Setelah
Belanda melegalkan pernikahan sesama jenis tahun 2001, menyusul puluhan negara lainnya,
termasuk Taiwan dan Australia. Akhirnya, sekarang mereka pun hendak merambah ke negeri-
negeri Muslim, termasuk di negeri kita, Indonesia.
Tampak jelas LGBT adalah agenda besar Barat untuk menghancurkan kaum Muslim.
Kapitalisme dengan sekularismenya jelas mengusung gaya hidup liberal. Bebas berperilaku
apapun. Asal suka sama suka. Mengikis rasa empati sesama. Melahirkan manusia-manusia
individualis. Tak ayal LGBT semakin merebak dan akan terus meningkat. Bahkan mereka
menggunakan berbagai alasan agar keberadaan mereka diakui dan dinilai sebagai hal yang
lumrah.