Anda di halaman 1dari 4

Judul Buku : Hak Kebebasan Beragama dalam Islam ditinjau dari perspektif

perlindungan negara dan Hak Asasi Manusia Universal


Penulis : Dr. Frans Sayogie
Penerbit : Trans Pustaka
Tahun : 2013
Kota Penerbit : Tangerang
Jumlah Halaman : 221 halaman

Hak Asasi Manusia Universal


Hak asasi manusia adalah hak manusia yang paling mendasar dan melekat padanya dimanapun
dia berada. Tanpa adanya hak ini berarti berkuranglah harkatnya sebagai manusia yang wajar, suatu
tuntutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan dan mendapat perlindungan hukum. Dalam
muqaddimah deklarasi universal hak-hak asasi manusia (universal declaration of human rights)
dijelaskan mengenai hak asasi manusia sebagai: pengakuan atas keseluruhan martabat alami manusia
dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain dari semua anggota keluarga
kemanusiaan adalah dasar kemerdekaan dan keadilan di dunia. Dan perlu kita ketahui hak asasi
manusia pertama muncul dengan lahirnya dokumen Magna Charta (undang-undang yang membatasi
kekuatan absolut para penguasa atau raja-raja. Dengan demikian maka raja yang melanggar aturan
atau kekuasaan akan diadili dan mempertanggungjawabkan kebijakan pemerintahannya di hadapan
parlemen. Dan lahirnya ini secara politis sebagai cikal bakal lahirnya monarki konstitusional) di
Inggris pada juni 1215 dan lahirnya the bill of rights (undang-undang hak asasi manusia) pada tahun
1689. Dilanjut dengan munculnya deklarasi-deklarasi mengenai hak-hak kebebasan manusia lainnya.
Secara umum, hak asasi manusia terdiri dari tiga cabang: hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi,
sosial dan budaya dan hak untuk membangun.
meski hak asasi.

Piagam Madinah
Piagam Madinah (Bahasa Arab: ‫صحیفةالمدینه‬, shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan
Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang
merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting
di Yathrib (kemudian bernama Madinah) pada tahun 622 Masehi.

Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan


pertentangan sengit antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut
menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan
komunitas penyembah berhala di Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan
komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah. Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal yang
terdiri dari hal Mukaddimah,dilanjutkan oleh hal-hal seputar Pembentukan umat, Persatuan seagama,
Persatuan segenap warga negara, Golongan minoritas, Tugas Warga Negara, Perlindungan Negara,
Pimpinan Negara, Politik Perdamaian dan penutup.

Dalam perspektif Piagam Madinah


Perlindungan negara terhadap hak kebebasan dalam islam dapat mengacu pada konsep politik
islam yang secara historis pernah dipraktikan pada masa awal pemerintahan islam di bawah kendali
Nabi Muhammad SAW, ada pun dikatakan dalam buku ini menurut cendekiawan muslim nurcholis
madjid realitas politik di masa awal islam memiliki bangunan politik yang demokratis dan
partisipatoris yang menghormati dan menghargai ruang publik, seperti kebebasan hak asasi,
partisipasi, keadilan sosial dan lain sebagainya. Nabi mengajarkan nilai-nilai demokratis kepada
seluruh umat Islam saat itu, dilarang untuk memaksakan kehendak terhadap orang lain, menjunjung
tinggi kaum perempuan dan anak-anak.

Pada periode madinah tersebut telah terjadi hubungan baik antara kaum muslim dengan kaum non
muslim. Tradisi saling bertoleransi berjalan dengan baik sehingga kaum minoritas tidak merasa
terganggu oleh kaum mayoritas, bahkan mendapat perlindungan baik dari pemerintahan untuk
menjalankan aktivitasnya.

Pasal 25 piagam madinah merupakan perwujudan jaminan kebebasan beragama dan beribadat
menurut ajaran agama masing-masing. Pada pasal ini juga dinyatakan bahwa kaum Yahudi adalah
satu umat bersama kaum mukminin. Penyebutan demikian, mengandung arti bahwa dilihat dari
kesatuan dasar agama orang-orang yahudi merupakan satu komunitas yang paralel dengan komunitas
kaum muslimin. Mereka bebas menjalankan perintah agamanya.

Banyak pakar dan cendekiawan memberi ulasan tentang piagam madinah, akan tetapi substansi
semuanya sama yaitu keberadaan piagam tersebut telah memperastukan warga madinah yang
heterogen menjadi satu kesatuan masyarakat dalam pemenuhan hak dan penuaian kewajiban, saling
menghormati antar suku dan agama.
Deklarasi Kairo

Adapun deklarasi kairo adalah The Cairo Declaration on Human Rights in Islam (Deklarasi Kairo
tentang HAM Menurut Islam) disampaikan dalam suatu Konferensi Internasional HAM di Wina,
Austria, tahun 1993, oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi yang menegaskan bahwa Piagam itu
merupakan konsensus dunia Islam tentang HAM.

Deklarasi Kairo atau lengkapnya Deklarasi Kairo tentang HAM dalam Islam memuat asas-asas
dasar HAM dan komponen HAM yang meliputi:
(1) Hak untuk hidup;
(2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
(3) Hak atas kekayaan intelektual;
(4) Hak kebebasan berpendapat dan memperoleh informasi;
(5) Hak memperoleh keadilan;
(6) Hak kebebasan beragama;
(7) Hak atas kemerdekaan diri;
(8) Hak kebebasan berdomisili dan memperoleh suaka negara lain;
(9) Hak atas rasa aman,
(10) Hak atas kesejahteraan;
(11) Hak kepemilikan;
(12) Hak turut serta dalam pemerintahan;
(13) Hak perempuan; dan
(14) Hak anak

Dalam Perspektif Deklarasi Kairo


Prinsip-prinsipnya dijabarkan dalam 25 pasal menegaskan bahwa hak-hak asasi dan kemerdekaan
universal dalam islam merupakan bagian integral agama islam dan bahwa tak seorang pun pada
dasarnya berhak untuk menggoyahkan baik keseluruhan maupun sebagian atau melanggar atau
mengabaikannya karena hak-hak asasi dan kemedekaan itu merupakan perintah suci mengikat yang
termaktub dalam wahyu Allah SWT dan diturunkan melalui nabinya yang terakhir.

Deklarasi ini mempunyai tujuan untuk melindungi hak asasi manusia sesuai dengan syariat islam.
Islam menerima hak-hak asasi manusia, tetapi memiliki batasan tertentu salah satunya tentang
kebebasan beragama khususnya dalam perpindahan agama.
Sementara itu, pada pasal 10 deklarasi kairo (islam is the religioun of Unspoiled nature. It is
prohibited to exercise any form of compulsion on man or to exploit his poverty or ignorance in order
to convert him to another religioun or to atheism) juga memberikan pembatasan tentang kebesasan
beragama. Pasal ini memisahkan diri dari deklarasi universal 1948 khususnya pasal 18, bahwa setiap
orang memiliki hak berfikir, berkeyakinan, dan beragama, hak yang mencakup kebebasan mengganti
agama atau keyakinannya, dan kebebasan sendiri atau dalam masyarakat, publik dan pribadi untuk
melaksanakan agamanya atau kepercayaannya dalam pengajaran, praktek ibadah dan pengamalan.

Perlindungan agama dalam deklarasi kairo menjadi sangat terbatas bila diimplementasikan di
negara-negara islam yang ikut menandatanganinya, karena adanya konsep syariah yang dimasukkan
dalam deklarasi kairo, dan banyak diformalisasikan pada negara-negara timur tengah. Lebih jauh lagi,
deklarasi kairo menegaskan bahwa hak-hak dasar fundamental dan kebebasan universal di Islam
adalah integral yang harus dipatuhi dalam agama islam. Oleh karena itu tidak ada seorang pun yang
berhak mengingkari atau bahkan menghentikan untuk sementara waktu perintah tuhan. Hal ini
dikarenakan semua ajaran agama di dalam islam bersifat mengikat seperti termaktub di dalam kitab
suci al-quran yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.

Secara umum bisa dikatakan, deklarasi kairo mencerminkan pandangan dunia Islam terhadap
deklarasi umum hak asasi manusia. Dengan kata lain, deklarasi kairo menolak universalisme deklarasi
umum hak asasi manusia yang hendak diterapkan juga bagi negara Islam, dan menekankan adanya
partikularisme hak asasi manusia. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam pasal 24 deklarasi kairo yang
menyebutkan, “all the right and freedoms stipulated in this declaration are subject to the Islamic
shari’ah”. Demikian juga pasal 25 menegaskan bahwa “the islamic Shari’ah is the only source of
reference for the explanation or clarification of any the articles of this declaration”. Melalui deklarasi
ini, syariah seolah diletakkan di atas hak asasi manusia universal. Dengan demikian, bisa dikatakan
bahwa dua pasal dalam deklarasi kairo pasal 24 dan 25 merupakan indikator penting untuk
melindungi sejumlah doktrin islam seperti melarang pindah agama, dan membagi dunia muslim dan
non muslim.

Anda mungkin juga menyukai