Anda di halaman 1dari 21

MODUL III

HAK ASASI MANUSIA

1. Pengertian
Istilah hak asasi manusia merupakan terjemahan dari
Droits de L’homme (Perancis), Human Rights (Inggris), dan
mensekelije rechten (Belanda). Di Indonesia, hak asasi lebih
dikenal dengan istilah hak-hak asasi atau juga dapat disebut
sebagai hak fundamental.
Istilah hak asasi lahir secara monumental sejak terjadinya
revolusi Perancis pada tahun 1789 dalam “Declaration des Droits
de L’hommeet du Citoyen” (hak-hak asasi manusia dan warga
negara Perancis), dengan semboyan Liberte (Kemerdekaan),
Egalite (Persamaan) dan Fraternite (Persaudaraan).
Istilah hak mempunyai banyak arti. Hak dapat dikatakan
sebagai sesuatu yang benar, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat
sesuatu, atau dapat juga diartikan sebagai kekuasaan untuk
tidak berbuat sesuatu dan lain sebagainya. Sedangkan asasi
berarti bersifat dasar atau pokok atau dapat juga diartikan
sebagai fundamental. Sehingga hak asasi manusia adalah hak
yang bersifat dasar atau hak pokok yang dimiliki oleh
manusia, seperti hak untuk berbicara, hak hidup, hak untuk
mendapatkan perlindungan dan lain sebagainya.
Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada
manusia secara kodrati. Pengakuan terhadap hak asasi manusia
lahir dari adanya keyakinan bahwa semua manusia dilahirkan
dalam keadaan bebas dan memiliki harkat dan martabat yang
sama antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.
Selain itu, manusia diciptakan dengan disertai akal dan hati
nurani, sehingga manusia dalam memperlakukan manusia yang
lainnya harus secara baik dan beradab.

16
Menurut Prof. Koentjoro Poerbapranoto, hak asasi adalah hak
yang bersifat asasi, artinya hak yang dimiliki oleh manusia
secara kodrat dan tidak dapat dipisahkan dari manusia itu
sendiri sehingga sifatnya suci. Sehingga dapat juga dikatakan
bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki
oleh seseorang sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir.
Bagi orang yang beragama dan meyakini bahwa manusia
adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa, maka hak asasi
adalah hak yang melekat pada diri manusia dan merupakan
hak yang diberikan sebagai anugerah Tuhan. Karena semua
hak asasi manusia itu diberikan oleh Tuhan, maka tidak ada
yang boleh mencabut dan mengilangkan selain Tuhan.
Sehingga hak asasi itu perlu mendapatkan perlindungan dan
jaminan oleh negara atau pemerintah, dan bagi siapa saja
yang melanggarnya maka harus mendapatkan sangsi yang tegas
tanpa kecuali.
Ada beberapa hak yang tidak dapat dicabut seperti hak
untuk memiliki kebebasan dalam berbicara dan berpendapat,
hak untuk mendapatkan kebebasan dalam memilih agama
sesuai dengan keyakinanya, hak mendapatkan kebebasan untuk
berserikat, hak untuk mendapatkan perlindungan yang sama
dihadapan hukum dan masih banyak lagi.
Hak atas hidup, hak untuk mendapatkan kebebasan dan
keamanan merupakan contoh dari beberapa hak yang diakui
secara universal di dunia. Tidak seorang pun boleh diperbudak,
diperdagangkan, disiksa, diperlakukan secara tidak
berperikemanusiaan atau merendahkan martabat manusia.
Hak tersebut merupakan contoh beberapa hak yang
dimiliki oleh setiap individu tanpa memandang perbedaan ras,
warna kulit, jenis kelamin, agama, bahasa, asal kebangsaan,

17
status sosial, harta, atau latar belakang lainnya. Sehinnga hak
asasi manusia itu memerlukan adanya perlindungan dari hukum.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 disebutkan mengenai pengertian hak asasi manusia,
bahwa :
"Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat
padahakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang
Maha Esa, dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara hukum dan
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia".
Dari bunyi undang-undang tersebut ditegaskan bahwa
adanya kewajiban dari setiap individu untuk menghormati hak
asasi orang lain. Kewajiban tersebut dengan tegas dituangkan
dalam undang-undang sebagai seperangkat kewajiban sehingga
apabila tidak dilaksanakan maka tidak mungkin akan terlaksana
dan tegaknya perlindungan terhadap hak asasi manusia. Undang-
undang ini memandang kewajiban dasar manusia merupakan
sisi lain dari hak asasi manusia. Tanpa menjalankan kewajiban
dasar manusia, adalah tidak mungkin terlaksana dan tegaknya
hak asasi manusia, sehingga dalam pelaksanaannya, hak asasi
seseorang harus dibatasi oleh kewajiban untuk menghormati hak
asasi orang lain.
2. Perkembangan Hak Asasi Manusia
Perjuangan untuk memperoleh pengakuan dan jaminan
terhadap hak asasi manusia selalu mengalami pasang surut
sejalan dengan peradaban manusia dan mengalami perjuangan
yang panjang. Sejak abad ke-13 usaha perlindungan terhadap
hak asasi manusia telah dimulai. Usaha melindungi hak-hak
asasi manusia telah ditempuh oleh bangsa Inggris sejak tahun

18
1215 dengan ditandatanganinya Magna Charta oleh Raja John
Lackland.
Namun sebelum adanya Magna Charta, di dunia islam
telah terlebih dahulu ada suatu piagam tentang hak asasi manusia
yang dikenal Namun sebelum adanya Magna Charta, di dunia
islam telah terlebih dahulu ada suatu piagam tentang hak asasi
manusia yang dikenal dengan “Piagam Madinah” di madinah
pada tahun 622, yang memberikan jaminan terhadap
perlindungan hak asasi manusia bagi penduduk Madinah yang
terdiri atas berbagai suku dan agama. Nourouzzaman Shiddiqi
telah membuat ringkasan Piagam Madinah yaitu:
1. Masyarakat pendukung piagam ini adalah masyarakat
majemuk, baik ditinjau dari segi asal keturunan, budaya
maupun agama yang dianut. Tali pengikat persatuan
adalah politik dalam rangka mencapai cita-cita bersama (Pasal
17, 23, dan 42).
2. Masyarakat pendukung semula terpecah belah
dikelompokkan dalam kategori Muslim dan non-Muslim. Tali
pengikat sesama Muslim adalah persaudaraan seagama
(Pasal 15). Diantara mereka harus tertanam rasa solidaritas
yang tinggi (Pasal 14, 19, dan 21).
3. Negara mengakui dan melindungi kebebasan melakukan ibadat
bagi orang-orang non-Muslim, khususnya Yahudi (Pasal
25-30).
4. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai
anggota masyarakat; wajib saling membantu dan tidak
boleh seorang pun diperlakukan secara buruk (Pasal 16).
Bahwa orang lemah harus dilindungi dan dibantu (Pasal 11).
5. Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang
sama (Pasal 24, 36, 37, 38 dan 44).

19
6. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama
dihadapan hukum (Pasal 34, 40 dan 46) .
7. Hukum adat (tradisi masa lalu) dengan berpedoman pada
keadilan dan kebenaran tetap diberlakukan (Pasal 2 dan 10).
8. Hukum harus ditegakkan, siapa pun tidak boleh
melindungi kejahatan apalagi berpihak kepada orang yang
melakukan kejahatan demi tegaknya keadilan dan
kebenaran, siapapun pelaku kejahatan harus dihukum tanpa
pandang bulu (Pasal 13, 22 dan 43).
9. Perdamaian adalah tujuan utama, namun dalam mengusahakan
perdamaian tidak boleh mengorbankan keadilan dan kebenaran
(Pasal 45).
10. Setiap orang harus dihormati (Pasal 12).
11. Pengakuan terhadap hak milik individu (Pasal 47).
Namun yang sering tuangkan dalam sejarah tentang
permulaan perjuangan hak asasi manusai adalah Piagam
Magna Chartayang berisikan beberapa hak yang diberikan oleh
raja John kepada beberapa bangsawan bawahannya dan kaum
gerejani atas sejumlah tuntutan yang diajukan oleh mereka
dengan konsekuensi adanya pembatasan terhadap kekuasaan
raja dan adanya penghormatan terhadap hak-hak rakyat. Hak
yang diberikan kepada para bangsawan ini merupakan
kompensasi dari jasa-jasa kaum bangsawan dalam mendukung
Raja John di bidang keuangan.
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan
penandatanganan Petition of Rights pada tahun 1628 tang
dilakukan oleh Raja Charles I. Dibandingkan dengan Magna
Charta, Petition of Rights banyak mengalami kemajuan. Bila
penandatanganan Magna Charta dilatar belakangi oleh sejumlah
tuntutan yang diajukan oleh kaum bangsawan dan gerejani,
maka kelahiran Petition of Rights dilatar belakangi oleh

20
sejumlah tuntutan rakyat yang diwakili oleh parlemen. Disini
raja berhadapan dengan beberapa parlemen yang terdiri dari utusan
rakyat (the House of Commons).
Perlawanan rakyat Inggris terhadap Raja James II pada
Tahun 1688 atau yang dikenal dengan Revolusi tak berdarah
(The Glorius Revolution) telah mendorong penandatanganan
Undang-Undang Hak (Bill or Rights) oleh Raja Williem III pada
tahun 1689 yang melembagakan adalah kaum borjuis yang
hanya menegaskan naiknya kelas bangsawan dan pedagang
diatas monarkhi.
Penandatanganan undang-undang tersebut bukan saja
menandai kemenangan Parlemen Inggris atau Raja akan tetapi
juga merupakan bukti kesungguhan rakyat Inggris dalam
menegakkan hak-haknya dibawah kekuasaan Raja yang
diperjuangkan selama enam puluh tahun lamanya. Apa yang
dilakukan oleh rakyat inggris merupakan usaha untuk
membatasi kekuasaan raja agar tidak sewenang-wenang.
Usaha membatasi kekuasaan raja untuk melindungi hak
asasi manusia dilakukan pula oleh bangsa Prancis. Seperti di
Inggris, usaha perlindungan hak asasi manusia di Prancis lahir
dari revolusi yang bertujuan menghancurkan sistem pemerintahan
absolut dan menggantinya dengan pemerintahan yang demokratis
yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran Thomas Hobbes dan
John Locke pada saat itu.
Thomas Hobbes dan John Locke adalah peletak dasar
teori perjanjian masyarakat. Perbedaannya apabila teori perjanjian
masyarakat yang dikembangkan oleh Thomas hobbes
melahirkan ajaran monarki absolut, sedangkan teori perjanjian
masyarakat yang dikembangkan oleh John Locke melahirkan
ajaran monarkhi konstitusional.

21
Menurut Thomas Hobbes, manusia selalu dalam situasi
"hommo homini lupus bellum omnium comtra omnes". Situasi
ini mendorong dilakukannya perjanjian antara masyarakat
dengan penguasa. Perjanjian tersebut berisikan penyerahan hak
rakyat kepada penguasa. Sehingga ajaran yang dikemukakan
oleh Thomas Hobbes mengarah kepada pembentukan monarkhi
absolut.
Berbeda dengan Thomas Hobbes, John Locke memandang
dalam bermasyarakat dan bernegara merupakan kehendak
manusia yang diwujudkan dalam dua bentuk perjanjian, yaitu
yang pertama adalah pactum unionis yang merupakan
perjanjian antaranggota masyarakat untuk membentuk masyarakat
politik dan negara.
Sedangkan yang kedua yaitu pactum subjectionis. John
Locke memandang bahwa pactum subjectionis sebagai
perjanjian antara rakyat dengan penguasa untuk melindungi
hak-hak rakyat yang tetap melekat ketika berhadapan dengan
penguasa. Pada dasarnya perjanjian antara individu tadi
(pactum unionis) terbentuk atas dasar suara mayoritas.
Sehingga menurut John Locke tugas negara adalah
melindungi hak-hak individu, yaitu hak untuk hidup (life), hak
untuk mendapatkan kebebasan (liberty), dan hak milik (estate).
Jaminan perlindungan terhadap hak-hak tersebut dituangkan
dalam undang-undang sehingga ajaran John Locke disebut
monarkhi konstitusional.
Perkembangan sejarah perlindungan hak asasi manusia di
Amerika juga memiliki kaitan dengan pengalaman perjuangan
bangsa Inggris dan Prancis. Hal ini terlihat dari ajaran John
Locke terhadap kandungan isi Declaration of Independence
Amerika yang disetujui oleh Congres yang mewakili 13 negara
baru pada tanggal 4 Juli 1776.

22
Perkembangan usaha perlindungan terhadap hak asasi
manusia di Amerika memiliki kemiripan dengan perlindungan
hak asasi manusia yang dialami oleh bangsa Prancis. Konsep
kedaulatan berada di tangan rakyat yang dianut oleh Amerika
juga dianut oleh Prancis. Kedua negara tersebut juga
memperjuangkan hak asasi melalui revolusi serta pada tahun yang
sama kedua negara tersebut menandatangani piagam tentang
perlindungan hak asasi manusia.
Di Prancis pada tahun 1789 dikeluarkan pernyataan
tentang hakhak manusia dan warga negara (Declaration des droits
de L’homme et du citoyen). Deklarasi tersebut berupa naskah
yang dicetuskan pada awal Revolusi Prancis sebagai bentuk
perlawanan terhadap kekuasaan lama yang sewenang-wenang
yang berkuasa secara absolut.
Declaration des droits de L’homme et du citoyen yaitu
pernyataan hak-hak asasi manusia dan warga negara sebagai hasil
Revolusi Prancis di bawah kepemimpinan Jenderal Lafayette
yang terkenal dengan simbol Liberte (Kemerdekaan), Egalite
(persamaan) dan Fraternite (persaudaraan). Deklarasi tersebut
untuk menjamin hak asasi manusia yang tercantum dalam
konstitusi.
Sedangkan pada tahun yang sama, di Amerika juga
dikeluarkan Undang-Undang Hak (Bill of Rights) yaitu suatu
naskah yang disusun oleh rakyat Amerika pada tahun 1789. Dan
undang-undang ini sekarang telah menjadi bagian dari Undang-
Undang Dasar Amerika pada tahun 1971.
Kejadian lain dalam perkembangan hak asasi manusia yaitu
terjadi pada abad ke XX yang ditandai dengan terjadinya Perang
Dunia II yang memporak-porandakan kehidupan manusia. Perang
Dunia ini disebabkan oleh ulah para pemimpin yang tidak
mengindahkan hak asasi manusia bahkan dengan sengaja

23
menginjak-nginjaknya seperti Jerman oleh Hilter, Italia oleh Benito
Musolini, dan Jepang oleh Hirohito.
Pada saat berkobarnya Perang Dunia II, muncullah
Atlantic Charter yang dipelopori oleh F.D. Roosevelt yang
merumuskan tentang The Four Freedoms (4 kebebasan) dalam
hidup bermasyarakat dan bernegara yaitu:
a. Kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat
(freedom of speech);
b. Kebebasan untuk beragama ( freedom of religion );
c. Kebebasan dari rasa takut (freedom of fear);
d. Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want).
Pada tahun 1946 Commision on Human Rights of United
Nation Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan secara
terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial serta hak politik.
Kemudian penetapan dilanjutkan dengan disusunya pernyataan
sedunia tentang hak asasi manusia (Universal Declaration of
Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948.
Universal Declaration of Human Rights merupakan
pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia yang terdiri dari
30 pasal. Piagam tersebut menyerukan kepada semua anggota
dan bangsa di dunia untuk menjamin dan mengakui hak-hak
asasi manusia yang dimuat di dalam konstitusi negara masing-
masing.
Keberhasilan diterimanya Universal Declaration of Human
Rights diikuti oleh keberhasilan diterimanya suatu perjanjian
(Convenant) yang diakui oleh Hukum Internasional dan
diratifikasi oleh negara-negara anggota PBB seperti:
a. The International on Civil and Political RightsYaitu memuat
tentang hak hak sipil dan hak-hak politik (persamaan antara
hak pria dan wanita).

24
b. Optional Protocol Yaitu adanya kemungkinan seorang warga
negara yang mengadukan pelanggaran hak asasi kepada The
Human Rights Commitee PBB setelah melalui upaya
pengadilan di negaranya.
c. The Internaational Convenant on Economic, Social and
Cultural Rights Yaitu berisi syarat-syarat dan nilai-nilai
bagi sistem demokrasi, ekonomi, sosial dan budaya.
Dengan adanya Universal Declaration of Human Rights
maka diharapkan agar para anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
tersebut mencantumkannya dalam Undang-Undang Dasarnya atau
peraturan yang lainnya yang berlaku di negara tersebut.
Di Indonesia, semua peraturan perundang-undangan yang
berlaku mengacu pada hukum dasar atau konstitusi baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tertulis
yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Dasar
Tahun 1945.
Namun setelah adanya amandemen kedua Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 pada tahun 2000 dan
dikeluarkannya ketetapan MPR No. XVII/MPR/998 tentang
Hak Asasi Manusia, maka perkembangan mengenai hak asasi
manusia mengalami peningkatan yang pesat. Terlebih lagi setelah
dikeluarkannya Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia.
Pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat
penyataan mengenai hak asasi manusia yaitu yang dinyatakan
sebagai berikut:
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan".

25
Bunyi paragraf pertama Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 menunjukkan bahwa hak asasi manusia terutama
hak kemerdekaan bagi semua bangsa mendapatkan jaminan dan
di junjung tinggi oleh seluruh bangsa di dunia. Setelah
perubahan kedua Undang-Undang 1945, jaminan tentang hak asasi
manusia dinyatakan secara khusus pada bab tersendiri yaitu Bab
XA tentang Hak Asasi Manusia yang meliputi Pasal 28A
sampai 28 J.
Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus tahun 1945, sebenarnya telah ada pemikiran bahkan
telah menuangkan gagasan mengenai hak asasi manusia.
Namun dalam pelaksanaannya mengalami pasang surut. Banyak
kritikan yang didapat oleh pemerintah sehingga perlu
mendorong pemerintah untuk segera membentuk suatu
Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham).
Tujuan pembentukan Komnasham adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan
hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,
b. Meningkatkan perlindungan dan penegakkan hak asasi
manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia
seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai
bidang kehidupan.
Karena pertimbangan pentingnya masalah hak asasi
manusia di Indonesia dan situasi yang tidak menentu serta
banyaknya sorotan dari dunia Internasional terhadap banyaknya
pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia sedangkan peraturan
perundangan yang dapat didasarkan (landasan) oleh pemerintah
untuk menindak para pelanggar hak asasi manusia belum

26
memadai maka pada tahun 1998 dikeluarkan sejumlah
peraturan tentang hak asasi manusia seperti:
1. Undang-Undang republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998
tentang Pengesahan Convention Againts Torture and Other
Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment
(Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau
Merendahkan martabat Manusia).
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 181 Tahun
1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 129 Tahun
1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia
Indonesia.
4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998
tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan
Non-Pribumi dalam Semua Perumusan dan
Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun
Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintah.

Untuk melengkapi peraturan perundang-undangan diatas


maka pada tanggal 23 September 1999 diundangkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia. UndangUndang tersebut mengatur secara
lengkap dan terperinci mengenai hak asasi manusia.
Sistematika Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia terdiri atas 11 bab dan 106 pasal, yaitu sebagai
berikut:
1. Bab I Ketentuan Umum
2. Bab II Asas-asas Dasar
3. Bab III HAM Kebebasan Dasar Manusia

27
4. Bab IV Kewajiban Dasar Manusia
5. Bab V Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintahan
6. Bab VI Pembatasan dan Larangan
7. Bab VII Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
8. Bab VIII Partisipasi Masyarakat
9. Bab IX Pengadilan Hak Asasi Manusia
10. Bab X Ketentuan Peralihan
11. Bab XI Ketentuan Penutup
3. Jenis-Jenis HAM
Sebagaimana telah berhasil dirumuskan dalam naskah
Perubahan Kedua UUD 1945, ketentuan mengenai hak-hak asasi
manusia telah mendapatkan jaminan konstitusional yang sangat
kuat dalam Undang-Undang Dasar. Sebagian besar materi Undang-
Undang Dasar ini sebenarnya berasal dari rumusan Undang-
Undang yang telah disahkan sebelumnya, yaitu UU tentang Hak
Asasi Manusia. Jika dirumuskan kembali, maka materi yang sudah
diadopsikan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945
mencakup 27 materi berikut:
1. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya;
2. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah;
3. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi;
4. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskri-
minatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu;
5. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih

28
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali;
6. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya;
7. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat;
8. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia;
9. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekua-
saannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari an-
caman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi;
10. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan
berhak memperoleh suaka politik dari negara lain;
11. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan;
12. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khu-
sus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama
guna mencapai persamaan dan keadilan;
13. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang ber-
martabat;
14. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak
milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-
wenang oleh siapapun;

29
15. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia;
16. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam mem-
perjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masya-
rakat, bangsa dan negaranya;
17. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum;
18. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
19. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan;
20. Negara, dalam keadaan apapun, tidak dapat mengurangi hak
setiap orang untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut;
21. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman
dan tingkat peradaban bangsa;
22. Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanu-
siaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemer-
dekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan
ajaran agamanya;
23. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah;
24. Untuk memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi ma-
nusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis,

30
maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan;
25. Untuk menjamin pelaksanaan Pasal 4 ayat (5) tersebut di atas,
dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat
independen menurut ketentuan yang diatur dengan undang-un-
dang;
26. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan ber-
negara;
27. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin peng-
akuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertim-
bangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.
4. HAM sebagai Hak Kodrati
HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata
karena manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena
diberikan oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif,
melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Asal usul gagasan mengenai HAM sebagaimana disebut
terdahulu bersumber dari teori hak kodrati (natural rights
theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori
hukum kodrati (natural law theory). Dalam perkembangannya
melawan kekuasaan muncul Gerakan pembaharuan
(Renaissance) yang mengharapkan kembali kebudayaan Yunani
dan Romawi yang menghormati orang perorang.
Gerakan pembaharuan diteruskan oleh aliran hukum
kodrat yang dipelopori oleh Thomas Aquinas dan Grotius yang
menegaskan bahwa setiap orang dalam kehidupan ditentukan oleh

31
Tuhan, tetapi semua orang apapun statusnya tunduk pada otoritas
Tuhan. Artinya, bukan hanya kekuasaan Raja saja yang
dibatasi oleh aturan-aturan Ilahiah tetapi semua manusia
dianugerahi identitas individual yang unik; yang terpisah dari
negara di mana ia memiliki hak kodrati yang menyatakan
bahwa setiap individu adalah makhluk otonom.
Pada bagian lain, John Locke pendukung hukum kodrati
berpandangan bahwa: semua individu dikarunia alam hak yang
inheren atas kehidupan, kebebasan, dan harta yang merupakan
milik mereka dan tidak dapat dicabut oleh negara. Melalui suatu
kontrak sosial pengunaan hak mereka yang tidak dapat dicabut
itu diserahkan kepada penguasa, apabila penguasa memutuskan
kontrak sosial itu dengan melanggar hak-hak kodrati individu,
rakyat dapat menggantikannya dengan penguasa yang mampu
menghormati hak-hak tersebut. Dalam perkembangannya hak-hak
individu itu memperoleh tempatnya pada:
1. Magna Carta (1215) yang berisi kompromi pembagian
kekuasaan Raja John dengan bangsawannya dan memuat
gagasan HAM yang menjamin adanya perlindungan rakyat
dari penangkapan, penahanan dan pembuangan kecuali ada
keputusan pengadilan yang sah.
2. Habeas Carpus (1679) di Inggris yang mengharuskan
seseorang yang ditangkap diperiksa dalam waktu singkat.
3. Glorius Revolution di Inggris pada tahun 1688 disusul Bill of
Rights (1689) yang memuat hak-hak rakyat dan menegaskan
kekuasaan Raja tunduk di bawah Parlemen.
4. Declaration of Independence 1788 yang disusun Thomas
Jefferson mencantumkan bahwa manusia karena kodratnya
bebas merdeka serta memiliki hak-hak yang tidak dapat
dipisahkan atau dirampas dengan sifat kemanusiaannya

32
berupa; hak hidup, hak memiliki, hak mengejar kebahagiaan
dan keamanan.
5. Pandangan inilah yang dibawah Marquis de lafayette ke
Perancis dan dimuat di Des Droit De L’Homme et Du Citoyen
(Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara 1789) Pasal 1:
"Tujuan setiap organisasi politik adalah pelestarian HAM
yang kodrati dan tidak dapat dicabut. Hak-hak itu adalah
kebebasan (Liberty), Harta (Property), keamanan (Safety),
perlawanan terhadap penindasan (Resistence of Oppression).
6. Gagasan HAM yang berbasis pada pandangan hukum
kodrati itu mendapat tantangan serius pada abad ke 19
dari Jeramy Bentham seorang filsuf utilitarian dari Inggris.
Kritik Bentham yang mendasar terhadap teori hak-hak
kodrati adalah bahwa hak-hak kodrati itu tidak bisa
dikonfimasi dan diverifikasi kebenarannya. Hak bagi
Bentham adalah anak kandung hukum, dari fungsi hukum
lahirlah hak. Kritik Bentham mendapat dukungan dari kaum
positivis seperti yang dikembangkan oleh John Austin bahwa
eksistensi dan isi hak hanya dapat diturunkan dari hukum
negara. Satu-satunya hukum yang sahih adalah perintah dari
yang berdaulat. Ia tidak datang dari alam atau moral,
melainkan dari negara.
Namun demikian, penolakan dari kalangan utilitarian dan
positivis tersebut tidak membuat teori hak-hak kodrati dilupakan
orang. Jauh dari anggapan Bentham, hak-hak kodrati tidak
kehilangan pamornya, ia malah tampil kembali pada masa akhir
Perang Dunia II. Gerakan untuk menghidupkan kembali teori
hak-hak kodrati inilah yang mengilhami kemunculan gagasan
HAM di panggung internasional.
Pengalaman buruk dunia internasional dengan peristiwa
Holocaust Nazi, membuat dunia berpaling kembali kepada

33
gagasan John Locke tentang hak-hak kodrati. Setelah
kebiadaban luar biasa terjadi selama Perang Dunia II, gerakan
untuk menghidupkan kembali hak kodrati menghasilkan
dirancangnya instrumen intrnasional yang utama mengenai HAM.
Hal itu dimungkinkan dengan terbentuknya Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1945, segera setelah berakhirnya
perang yang mengorbankan banyak jiwa umat manusia. Dengan
mendirikan PBB, masyarakat internasional tidak ingin
mengulang terjadinya peristiwa Holocoust di masa depan, dan
karena itu menegaskan kembali kepercayaan terhadap HAM,
terhadap martabat dan kemuliaan manusia, terhadap kesetaraan
hak laki-laki dan perempuan, kesetaraan negara kecil besar dan
kecil. Dari babakan inilah internasionalisasi gagasan HAM.
Sejak saat itu masyarakat internasional bersepakat menjadikan
HAM sebagai tolok ukur pencapaian bersama bagi semua
rakyat dan semua bangsa (a commond standard of achievement for
all peoples and all nations). Hal ini ditandai dengan dengan
diterimanya oleh masyarakat internasional suatu rezim hukum
HAM yang kemudian dikenal dengan International Bill of
Human Rights yang terdiri dari tiga dokumen inti yaitu Deklarasi
HAM sedunia (DUHAM), Kovenan Hak Sipil dan Politik
(Kovenan Hak Sipol) dan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya (Kovenan Hak Ekosob).
Inti paham HAM adalah Pertama bahwa HAM secara
kodrati inheren atau melekat, universal mengacu bahwa HAM
itu tanpa pembedaan warna kulit, ras, agama, suku, etnis,
bangsa, atau status sosial lainnya dan tidak dapat dicabut; hak-hak
itu dimiliki oleh individu semata-mata karena mereka adalah
manusia ciptaanNya bukan karena mereka adalah warga negara
suatu negara.

34
Kedua, perlindungan efektif terhadap HAM terdapat dalam
kerangka batas-batas legitimasi yang demokratis. Ketiga, batas-
batas pelaksanaan HAM hanya dapat ditetapkan atau dicabut
oleh undangundang sebagai bagian dari konsep negara hukum
yang bermakna bahwa hak harus dilindungi oleh undang-undang,
dan bahwa ketika mencabut atau mengurangi hak-hak individu,
pemerintah wajib mematuhi persyaratan hukum yang
konstitusional.
Konsepsi ini juga mengharuskan pemerintah bertindak
sesuai dengan undang-undang, dan undang-undang yang
dijadikan dasar tindakan pemerintah itu tidak bersifat menindas,
sewenang-wenang atau diskriminatif. Dengan demikian
pelaksanaan hak-hak kodrati setiap manusia tidak dibatasi
kecuali oleh batas-batas yang menjamin pelaksanaan hak-hak
yang sama bagi anggota masyarakat yang lain.
Ringkasan
Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada
manusia secara kodrati. Pengakuan terhadap hak asasi manusia
lahir dari adanya keyakinan bahwa semua manusia dilahirkan
dalam keadaan bebas dan memiliki harkat dan martabat yang sama
antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.
Perjuangan untuk memperoleh pengakuan dan jaminan
terhadap hak asasi manusia selalu mengalami pasang surut sejalan
dengan peradaban manusia dan mengalami perjuangan yang panjang.
Sejak abad ke-13 usaha perlindungan terhadap hak asasi manusia
telah dimulai, dan sampai saat ini HAM sudah dikuatkan dengan
undang-undang.
Sebagian besar materi Undang-Undang Dasar sebenarnya berasal
dari rumusan Undang-Undang yang telah disahkan sebelumnya, yaitu
UU tentang Hak Asasi Manusia. Jika dirumuskan kembali, maka materi

35
yang sudah diadopsikan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar
1945 mencakup 27 materi
HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata
karena manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan
oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan
semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Asal usul
gagasan mengenai HAM sebagaimana disebut terdahulu bersumber
dari teori hak kodrati (natural rights theory). Teori kodrati
mengenai hak itu bermula dari teori hukum kodrati (natural law
theory).
Evaluasi
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
memahami isi modul, mahasiswa diminta untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan pada setiap modul:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia (HAM)!.
2. Coba jelaskan perkembangan Hak Asasi Manusia HAM dari
dahulu sampai saat ini!
3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis Hak Asasi Manusia (HAM)!.
4. Jelaskan maksuda Hak Asasi Manusia HAM sebagi kodrati!

36

Anda mungkin juga menyukai