Anda di halaman 1dari 13

Konvenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik dalam Sorotan

Hukum Islam
Dhiya Octa Vianes, Elisa Eka Andriyani, Shinta Kurniawati
11210454000018, 11210454000019, 11210454000033

Abstrak
Keberadan hak-hak sipil merupakan salah satu tangguang jawab bagi setiap
orang dan pemerintah dalam hal memenuhi dan menjamin berjalan dengan
selaras kewajiban atasnya. Istilah terkait hak-hak sipil yang sangat kita kenal
adalah International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dimana
perjanjian multirateral yang di bentuk oleh bandan perserikatan bangsa-bangsa
(PBB) mengatur terkait hak-hak sipil dan politik, persoalan yang sama telah
lama menjadi pembahasan islam bahwasanya setiap individu memiliki hak-hak
yang harus di penuhi dan tidak boleh di langgar karena sesungguhnya setiap
orang memiliki anugrah yang di berikan oleh sang pencipta hal-hal ini
termaktub dalam Al-Quran dan hadist.

Kata kunci : Konvenan International, Hak-hak Sipil, Politik, Politik dalam


Sorotan Islam

A. Pendahuluan
Hak asasi manusia merupakan pembahasan dengan Perkembang yang sangat
pesat mulai dari aspek historis-sosiologis, dimensi sipil-politik, dimensi ekonomi,
sosial dan budaya, hingga dimensi hak solidaritas antar manusia yang diantaranya
ialah hak atas hidup dengan layak, hak atas pembangunan, hak atas perdamaian,
hak atas sumber daya alam sendiri, hak atas lingkungan hidup yang baik, hak atas
budaya sendiri, dan beberapa hak kontemporer lainnya. Kajian tentang hak asasi
manusia tidak semata tulisan tentang gejolak sosial historis dan revolusioner, tapi
ia berbicara tentang eksistensi manusia yang rentan menjadi korban. Hak asasi
manusia yang biasanya dipahami sebagai hak yang dimiliki setiap orang sebagai
manusia pada dirinya, yang dimiliki sejak lahir, dan tidak diberikan oleh pihak lain

1
selain dari dirinya sendiri, dengan demikian lahirnya Deklarasi Universal Hak-hak
Asasi Manusia, the Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 yang
dalam Pernyataan ini terdiri atas 30 pasal yang menggaris besarkan pandangan
Majelis Umum PBB tentang jaminan HAM kepada semua orang, adapun
pengerucutan Aturan-aturan HAM sejak dirumuskan nya Kovenan Internasional
tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB) atau the International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) dan juga Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (KIHSP) atau the International
Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) pada tahun 1966 dalam
pembentukan ICCPR dihasilkan perumusan terkait pemisahan kategori hak-hak
sipil dan politik dengan hak-hak dalam kategori ekonomi, sosial, dan budaya ke
dalam dua kovenan atau perjanjian internasional.
ICCPR pada dasarnya memuat ketentuan mengenai pembatasan penggunaan
kewenangan oleh aparat represif negara, khususnya aparatur represif negara yang
menjadi Negara-Negara Pihak ICCPR. Maka hak-hak yang terhimpun di dalamnya
juga sering disebut sebagai hak-hak negatif (negative rights). Artinya, hak-hak dan
kebebasan yang dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara
terbatasi atau terlihat minus. Islam dalam menyikapi pembahasan terkait HAM
terutama dalam hal Hak-hak Sipil dan Politik, Adanya kewajiban dalam islam
yang berkaitan dengan manusia kepada Allah mencakup juga kewajibannya kepada
setiap individu yang lain. Maka, hal yang demikian sudah menjadi hal yang
maphum dalam dunia Islam jika hak-hak setiap individu itu dilindungi oleh segala
kewajiban di bawah hukum Ilahi. Sebagaimana suatu negara secara bersama-sama
dengan rakyat harus tunduk pada hukum, yang berarti negara juga harus melindungi
hak-hak individu.

B. PEMBAHASAN
1.1. Hak Sipil dalam Konteks ICCPR dan Hukum Islam
a. Perlindungan terhadap kebebasan beragama, ekspresi, dan privasi
menurut ICCPR

2
Semua orang mempunyai hak untuk berpikir secara bebas, dan
mempunyai ide serta bebas dalam menentukan agama, atau kepercayaan
dan lainnya. Tunduk pada batasan-batasan tertentu, seseorang juga
mempunyai hak untuk menunjukkan atau mewujudkan keyakinan
agama atau keyakinan lainnya, melalui ibadah, ketaatan, pengamalan
dan pengajaran. adanya toleransi sebagai bentuk untuk menghormati
hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama atau
berkeyakinan, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 18 Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, dan Deklarasi Penghapusan
Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau
Keyakinan jelas di katakan dalam pasal 18 dalam ayat (1) bahwa "Setiap
orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini
mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas
pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-
sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk
menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah,
pentaatan, pengamalan, dan pengajaran. sedangkan dalam ayat (3)
Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan
seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan
yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan,
atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang
lain. maka demikian setiap orang dan negara memiliki kewajiban untuk
menghormati dan menghargai setiap pilihan seorang individu dalam
menetapkan pilihannya (Fatmawati, 2011).

Kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan hak yang


kompleks yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan segala jenis informasi dan gagasan melalui media apa
pun (Rahmanto, 2016). Penggunaan hak ini 'memiliki tugas dan tanggung
jawab khusus' dalam pasal 19 ayat (2) ICCPR “ Setiap orang berhak atas
kebebasan untuk menyatakan pendapat hak ini termasuk kebebasan

3
untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran
apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau
dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan
pilihannya”. selanjutnya dalam ayat (3) ICCPR “ Pelaksanaan hak-hak
yang dicantumkan dalam ayat 2 pasal ini menimbulkan kewajiban dan
tanggung jawab khusus. Oleh karenanya dapat dikenai pembatasan
tertentu, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum dan
sepanjang diperlukan untuk: (a) Menghormati hak atau nama baik orang
lain;(b) Melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau
kesehatan atau moral umum”. Indonesia dalam upayanya telah
mengesahkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi
Kovenan Hak Sipil dan Politik.

b. Perspektif hukum Islam terhadap kebebasan beragama, ekspresi, dan


privasi
Islam dalam sejarahnya telah mengajarkan terhadap suatu
kebebasan, namun kebebasan yang di ajarkan adalah bagaimana dalam
mendakwahkan agama islam nabi Muhammad SAW tidak pernah
mengajarkan kita untuk memaksa seseorang atau suatu kelompok untuk
merubah keyakinan mereka menjadi sama dengan keyakinan kita yakni
agama islam, jelas hal ini menandakan bahwa islam mengajarkan setiap
sesuatu tidak boleh dipaksakan melainkan perlu di beri ruang berupa
kebebasan, sama halnya dalam konteks ketika seseorang dalam memilih
suatu agama sudah sejakawal dijelaskan (Syogie, 2016) . Bahkan,
kebebasan merupakan “slogan” yang menjadi hak setiap individu,
karena salah satu pilar dasar dalam yang mewujudkan keselamatan
individu dan masyarakat. Kebebasan beragama, berpolitik dan berfikir
merupakan bentuk penghargaan al-Qur’an yang telah dianugerahkan
Allah SWT kepada manusia. Dengan demikian,persoalan kebebasan
beragama dalam Islam bukan hal yang baru, akan tetapi sudah berafiliasi
dengan pemikiran Islam seiring dinamika zaman.

4
Penegasan al-Qur’an terhadapkebebasan beragama merupakan
buktibahwa pemaksaan terhadap seseoranguntuk memeluk Islam tidak
dibenarkan. Hal ini telah dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 256
firman Allah SWT :

ِ ٰ ‫ت َويُؤْ ِم ْۢ ْن ِب‬
‫اّلل فَقَ ِد‬ َّ ‫الر ْشدُ ِمنَ ْالغَي ِ ۚ فَ َم ْن يَّ ْكفُ ْر ِب‬
ُ ‫الطا‬
ِ ‫غ ْو‬ ُّ َ‫الدي ِۗ ِْن قَ ْد تَّبَيَّن‬
ِ ‫َل اِ ْك َرا َه فِى‬
َٓ
‫ع ِل ْي ٌم‬
َ ‫س ِم ْي ٌع‬ ٰ ‫ام لَ َها ِۗ َو‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ص‬َ ‫سكَ ِب ْالعُ ْر َوةِ ْال ُوثْ ٰقى ََل ا ْن ِف‬
َ ‫ا ْست َْم‬

Artinya: ”Tidak ada paksaan untuk(memasuki) agama (Islam)


sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat.
Karena itu,barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman
kepada Allah,maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui"

Berekspresi dan privasi, islam memerintahkan kepada manusia agar


berani menggunakan akal pikiran mereka terutama untuk menyatakan
pendapat mereka yang benar sesuai dengan batas-batas yang ditentukan
hukum dan norma-norma lainnya (Asiah, 2017). Perintah ini secara
khusus ditunjukkan kepada manusia yang beriman agar berani
menyatakan kebenaran dengan cara yang benar pula. Ajaran Islam
sangat menghargai akal pikiran. Oleh karena itu, setiap manusia sesuai
dengan martabat dan fitrahnya sebagai makhluk yang berpikir
mempunyai hak untuk berekspresi salah satunya melalui pendapatnya
dengan bebas, asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan
dapat dipertanggung jawabkan. Dalam QS. Ali Imran ayat 104
disebutkan:

5
ٰٰۤ ُ
‫ولىِٕكَ هُ ُم‬ َ َ‫َو ْلت َ ُك ْن ِم ْن ُك ْم ا ُ َّمةٌ يَّدْع ُْونَ اِلَى ْال َخي ِْر َويَأ ْ ُم ُر ْونَ بِ ْال َم ْع ُر ْوفِ َويَ ْن َه ْون‬
‫ع ِن ْال ُم ْنك َِر ِۗ َوا‬
َ‫ْال ُم ْف ِل ُح ْون‬
Artinya : “ Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung ”.

Isalm juga telah memberikan ruang terhadap setiap privasi seseorang


serta perlindungan privasi bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi
umat manusia. Islam sangat menghargai hak setiap orang, Allah telah
mengatur batasan-batasan privasi setiap individu hal ini terlihat dari
beberapa ayat Al-Qur’an di antaranya Surah An-Nur ayat 27 :

‫ع ٰلٓى اَ ْه ِل َه ِۗا‬ ُ ‫غي َْر بُي ُْو ِت ُك ْم َحتٰى تَ ْستَأ ْ ِن‬


َ ُ ‫س ْوا َوت‬
َ ‫س ِل ُم ْوا‬ َ ‫ٰ ٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل تَ ْد ُخلُ ْوا بُي ُْوتًا‬
َ‫ٰذ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَّ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُر ْون‬

Artinya :” Wahai orang-orang yang beriman, janganlah memasuki


rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam
kepada penghuninya. Demikian itu lebih baik bagimu agar kamu
mengambil pelajaran”.
Bahwa agama Islam telah secara jelas dan nyata mengatur mengenai
perlindungan data pribadi. Privasi seseorang harus dilindungi karena
jika bocor atau disalah gunakan dapat merusak harkat dan martabat
seseorang. Dalam konsepnya, melindungi privasi yang bersifat pribadi
merupakan kebutuhan primer karena tergolong dalam maqashid
syari’at, yaitu perlindungan kehormatan diri (hifdzul ‘irdh). (Asiah,
2017). Adapun Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia Dalam
Islam (Cairo Declaration on Human Rights in Islam) tahun 1990,
menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas privasi dalam menjalankan
urusan pribadinya.

6
1.2. Hak Politik dalam Konteks ICCPR dan Hukum Islam
a. Partisipasi politik dan hak untuk berserikat menurut ICCPR
Hak sipil dan politik yang tercantum di dalam ICCPR dapat
diklasifikasikan atas dua bagian. Bagian pertama adalah hak-hak absolut
dengan kata lain hak yang harus ditegakkan dan dihormati dalam
keadaan bagaimanapun dan yang kedua, hak-hak yang boleh dikurangi
pemenuhannya oleh negara (Muhardi Hasan, Estika Sari, 2005).
Kebebasan dari hak politik dan sipil mencakup hak-hak yang
memungkinkan warga negara ikut berpartisipasi dalam kehidupan
politik. Hak politik mencakup hak untuk mengambil bagian dalam
pemerintahan dan memberikan suara dalam pemilihan umum yang
berkala dengan hak suara yang universal dan setara. Partisipasi politik
merupakan suatu kegiatan dari warga negara baik secara langsung
maupun tidak langsung (tidak sengaja) terkait dengan kebijakan-
kebijakan pemerintah dapat dilakukan oleh indvidu-individu maupun
kelompok secara spontan maupun dimobilisasi. “Seperti apa yang telah
dikemukakan di atas, partisipasi politik adalah suatu usaha terorganisir
para warga negara/ masyarakat untuk mempengaruhi bentuk dan
alasannya suatu kebijakan umum (Sitepu, 2012).
Terkait hak untuk berserikat, yang merujuk kepada periodesasi Hak
Asasi Manusia generasi kedua, bahwasanya hak berserikat merupakan
bagian dari Hak Asasi Manusia yang diklasifikasikan sebagai hak-hak
sipil dan politik (Muhammad Addin Nur Prasatia, 2022). Dimana hak
berserikat ini dimaknai sebagai kebebasan individu atau sesorang untuk
bergabung atau keluar dari suatu kelompok tanpa adanya paksaat,
tekanan maupun intervensi dari siapapun serta dilakukan atas dasar
sukarela dan dilakukan atas keyakinan diri sendiri. Hal ini dipertegas
dalam Pasal 22 International Covenant on Civil and Political Right
1966 (ICCPR 1966) yang berbunyi Pasal 22 :

7
1) Everyone shall have right to freedom of association with others,
including the rights to form and join trade unions for the protection
of his interests.
2) No restrictions may be placed on the exercise of this right other than
those which are prescribed by law and which are necessary in a
democratic society in the interests of national security or public
safety, public order, the protection of public health or morals or the
protection of the rights and freedoms of others. This article shall not
prevent the imposition of lawful restrictions on members of the
armed forces and of the police in their exercise of this right.
3) Nothing in this article shall authorize States Parties to the
International Labour Organization Convention of 1948 concerning
Freedom of Association and Protection of the Right to Organize to
take legislative measures which would prejudice, or to apply the law
in such a manner as to prejudice, the guarantees provided for in that
Convention.
Sebagai salah satu negara hukum yang menjunjung tinggi HAM
termasuk hak berserikat, Indonesia telah meratifikasi ICCPR melalui
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan
International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan
Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) sebagai dasar
Indonesia selaku peserta ICCPR di dalam menjunjung tinggi HAM atas
suatu sikap memajukan, melindungi, dan menegakkan HAM yang
diejawantahkan di dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara di dalam
Pasal 28 UUD 1945, ditetapkan bahwa “Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang”. Sehingga di Indonesia sendiri
pengakuan, perlindungan, dan penegakan hak berserikat sebagai bagian
dari HAM telah diatur di dalam suatu peraturan hukum yang terdapat
di dalam Hukum Internasional maupun hukum nasional sehingga
kebebasan berserikat di Indonesia dapat berjalan sebagaimana mestinya

8
termasuk di dalamnya terhadap jaminan kebebasan berorganisasi
sebagai bagian dari hak berserikat di mana terdapat suatu jaminan
kebebasan berorganisasi dari negara kepada seluruh masyarakat
Indonesia sebagai bentuk pengejawantahan dari kesadaran negara
dalam mengakui dan menegakkan hak berserikat sebagai bagian dari
HAM.

b. Prinsip-Prinsip Politik dalam Hukum Islam maupun ICCPR


Dalam bahasa Arab, HAM dikenal dengan (Haqq al- Insânî al-Asâsî
atau juga disebut Haqq al-Insânî ad-Darûrî), yang terdiri terdiri atas tiga
kata, yaitu: a. kata hak (haqq) artinya: milik, kepunyaan, kewenangan,
kekuasaan untuk berbuat sesuatu, dan merupakan sesuatu yang harus
diperoleh. b. kata manusia (al-insân) artinya: makhluk yang berakal
budi, dan berfungsi sebagai subyek hukum. c. asasi (asâsî) artinya:
bersifat dasar atau pokok. Secara terminologis, HAM dalam persepsi
Islam, Muhammad Khalfullah Ahmad telah memberikan pengertian
bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu amanah dan anugerah
Allah SWT yang harus dijaga, dihormati, dan dilindungi oleh setiap
individu, masyarakat atau negara. Bahkan Ibn Rusyd lebih menegaskan
bahwa HAM dalam persepsi Islam telah memberikan format
perlindungan, pengamanan, dan antisipasi terhadap berbagai hak asasi
yang bersifat primair (darûriyyât) yang dimiliki oleh setiap insan.
Perlindungan tersebut hadir dalam bentuk antisipasi terhadap berbagai
hal yang akan mengancam eksistensi jiwa, eksistensi kehormatan dan
keturunan, eksistensi harta benda material, eksistensi akal pikiran, serta
eksistensi agama.
Islam juga telah memberikan hak kepada rakyat untuk bebas
berpolitik, berserikat dan membentuk organisasi-organisasi. Namun,
hak berserikat ini dilakukan dengan motivasi untuk menyebarkan dan
merealisir kemaslahatan dan kebaikan baik bagi individu, masyarakat

9
dan bangsa, bukan untuk menyebarluaskan kejahatan dan kekacauan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hak kebebasan berserikat tidak berlaku
secara mutlak tanpa batas. Akan tetapi, ia dilakukan dengan dilandasi
oleh semangat untuk menyebarluaskan amal-amal kebajikan dan
kesalehan, serta menumpas kejahatan dan kemunkaran. Hak untuk
kebebasan untuk berserikat secara umum terkandung pada QS. Ali
`Imran:110), yang berbunyi;
ْ‫ٱّللِْ ْ َولَوْ ْءَ َام َن‬ ِْ ‫ْ ُكنتُمْ ْ َخ َْي ْأ َُّمةْ ْأُخ ِر َجتْ ْلِلن‬
ِْ ‫َّاس ْ ََت ُمُرو َْن ْبِٱل َمع ُر‬
َّْ ِ‫وف ْ َوتَن َهو َْن ْ َع ِْن ْٱل ُمن َك ِْر ْ َوتُؤِمنُو َْن ْب‬

‫بْلَ َكا َْنْ َخ ًيْاْ ََّّلُمْْۚ ِمن ُه ُْمْٱل ُمؤِمنُو َْنْ َوأَكثَ ُرُه ُْمْٱل ََٰف ِس ُقو َْن‬
ِْ َ‫أَه ُْلْٱل ِك َٰت‬

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Dalam hadits yang lain dinyatakan:


ِْ ‫فْال َم ِْاءْ َوال َك‬
‫لْ َوالنَّا ِْرْ َوَثَنَْهُْ َحَر ْام‬ ْ ِْ‫ث‬ ْ ‫اَل ُمسلِ ُمو َْنْ ُشَرَك‬
ْ ُِْ‫اء‬
ْ َ‫فْثَال‬

Artinya: Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput
dan api; dan harganya adalah haram. (HR. Ibnu Majah)
Berserikatnya manusia dalam ketiga hal pada hadits di atas bukan
karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan
oleh orang banyak (komunitas) dan jika tidak ada maka mereka akan
berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya. Islam mengajarkan
pentingnya kerjasama dan membangun hubungan sosial yang kuat.
Melalui kebebasan berserikat dan berkumpul, manusia dapat saling
membantu, berbagi pengetahuan, dan mendorong kemajuan bersama.
Namun, kebebasan ini juga harus dilakukan dengan tanggung jawab.
Organisasi atau kelompok tidak boleh digunakan untuk tujuan yang

10
merugikan, seperti melakukan tindakan kriminal atau menyebarkan
kebencian.

1.3. Perbandingan antara ICCPR dengan Perspektif Hukum Islam


Terkait Hak-Hak Sipil dan Politik
ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights)
adalah sebuah perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengukuhkan
pokok-pokok Hak Asasi Manusia (HAM) di bidang sipil dan politik.
Perjanjian ini telah diratifikasi oleh banyak negara, termasuk Indonesia
(Reform, 2012). Di sisi lain, hukum Islam juga memiliki perspektif terkait
hak-hak sipil dan politik.
Persamaan antara ICCPR dan Perspektif Hukum Islam
1. Kedua perspektif menekankan pentingnya hak-hak sipil dan politik bagi
individu.
2. Keduanya mengakui hak asasi manusia sebagai hal yang fundamental.
Perbedaan antara ICCPR dan Perspektif Hukum Islam
1. ICCPR didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional, sementara
perspektif hukum Islam didasarkan pada ajaran agama Islam.
2. Terdapat perbedaan dalam interpretasi dan implementasi hak-hak sipil
dan politik antara hukum internasional dan hukum Islam (Soeharno,
2012).
Dalam konteks Indonesia, terdapat perdebatan terkait implementasi
hukum pidana Islam dan hak-hak sipil yang diatur dalam ICCPR. Beberapa
penelitian menyoroti potensi benturan antara hukum pidana Islam dengan
hak-hak sipil dalam perspektif HAM. Dengan demikian, meskipun terdapat
persamaan dalam prinsip-prinsip hak-hak sipil dan politik antara ICCPR dan
perspektif hukum Islam, terdapat perbedaan dalam landasan hukum dan
implementasinya, terutama dalam konteks negara-negara dengan mayoritas
penduduk Muslim seperti Indonesia.

11
C. KESIMPULAN
Semua orang mempunyai hak untuk berpikir secara bebas, dan mempunyai
ide serta bebas dalam menentukan agama, atau kepercayaan dan lainnya.
Tunduk pada batasan-batasan tertentu, seseorang juga mempunyai hak
untuk menunjukkan atau mewujudkan keyakinan agama atau keyakinan
lainnya, melalui ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran. adanya
toleransi sebagai bentuk untuk menghormati hak atas kebebasan berpikir,
berkeyakinan dan beragama atau berkeyakinan. Adapun beberapa rumusan
HAM menurut hukum Islam yang terdapat dalam alQur,an dan as-Sunnah
diantaranya: hak hidup, hak kebebasan beragama, hak bekerja dan
mendapatkan upah, hak persamaan, hak kebebasan berpendapat, hak atas
jaminan sosial, dan hak atas harta benda. Beberapa prinsip HAM dalam
hukum Islam adalah sebagai berikut: prinsip perlindungan terhadap agama,
prinsip perlindungan terhadap jiwa, prinsip perlindungan terhadap akal,
prinsip perlindungan terhadap keturunan
dan prinsip perlindungan terhadap harta.

DAFTAR PUSTAKA
Reform, I. for C. J. (2012) Mengenal Kovenan Internasional Hak Sipil dan
Politik, Institute for Criminal Justice Reform. Available at:
https://icjr.or.id/mengenal-kovenan-internasional-hak-sipil-dan-politik/.
Soeharno (2012) ‘BENTURAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM
DENGAN HAK-HAK SIPIL DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI
MANUSIA’, Lex Crimen, 2.
Asiah, N. (2017). Hak Asasi Manusia Presefektif Hukum Islam . Syariah dan
Hukum Diktum, 62-63.
Fatmawati. (2011). Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama dan
Beribadah Dalam Negara Hukum Indonesia . Konstitusi, 493-498.
Rahmanto, T. Y. (2016). Kebebasan Berekspresi dalam Presefektif Hak Asasi
Manusia: Hak Asasasi Manusia, 48-49.

12
Syogie, F. (2016). Perlindungan Negara Terhadap Hak Kebebasan Beragama:
Perspektif Islam dan Hak Asasi Manusia Universal. Hukum PRIORIS ,
44-47.
Muhardi Hasan dan Estika Sari (2005). Hak Sipil dan Politik.
DEMOKRASI.97
Sitepu, P.A. (2012). Studi Imu Politik,Yogyakarta: Graha Ilmu
Muhammad Addin N.. (2022). Hak Berserikat Sebagai Bagian Dari Hak Asasi
Manusia (HAM) Ditinjau Dari ICCPR 1996. Skripsi. Fakultas Hukum
Universitas Jambi: Jambi. 3-4

13

Anda mungkin juga menyukai