Disusun Oleh
Kelompok 9
I. PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama terakhir yang diturunkan oleh Allah melalui Rasulullah
SAW di tengah masyarakat Quraisy yang sangat bobrok norma dan akhlaknya ketika
itu.Kondisi masyarakat Arab Jahiliyah dengan tradisi perang antar suku, menganggap remeh
wanita berhasil dituntaskan oleh Rasulullah SAW dengan berpedoman kepada al-Quran.
Islam agama yamg mengakui persamaan hak manusia dalam penciptaan. Islam juga
mengakui adanya perbedaan dalam hal-hal tertentu. Karena perbedaan merupakan
sunnatullah yang menjadikan manusia saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Pengakuan, penghormatan, keadilan1 dan kerja sama adalah unsur-unsur penting dalam
konsep Hak Asasi Manusia (HAM). Unsur-unsur tersebut terdapat dalam sumber Islam
(Syari'ah) yaitu alQuran dan as-Sunnah. Hak asasi manusia dalam Al-Qur'an tidak disebutkan
secara spesifik. Namun Al-Qur'an memuat kandungan tentang hal-hal yang prinsip dalam
keberlangsungan hidup manusia, seperti: keadilan, musyawarah, saling menolong, menolak
diskriminasi, menghormati kaum wanita, kejujuran, dan lain sebagainya. Hak asasi yang ada
pada manusia seperti kebebasan, persamaan, keadilan, perlindungan, dan sebagainya bukan
merupakan pemberian seseorang, organisasi, atau Negara, tapi adalah anugerah
1
Masykuri Abdillah, PENEGAKAN HUKUM KEADILAN HAK ASASI MANUSIA
DALAM ISLAM (Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah), hal, 375
II. PEMBAHASAN
HAM pada hakikatnya merupakan hak moral dan bukan hak politik. Oleh karenanya,
seseorang bisa hidup meski tanpa adanya organisasi politik, seperti yang terjadi pada
komunitas nomeden dan pemburu, yang sampai kini masih bisa dijumpai di sejumlah tempat
yang terisolasi. Berbagai definisi tentang HAM ini, baik dalam konteks akademik murni
maupun dalam konteks penyesuaian dalam filosofi atau ideologi suatu negara. Salah satu di
antaranya adalah definisi yang kamukakan oleh A.J.M. Milne,yakni :
gagasan bahwa ada hak-hak tertentu yang, apakah diakui atau tidak, menjadi milik
seluruh umat manusia sepanjang waktu dan di semua tempat. Ini adalah hak-hak yang mereka
miliki hanya dalam sifat mereka menjadi manusia, terlepas dari kebangsaan, agama, seks,
status sosial, jabatan, kekayaan, atau perbedaan karakteristik etnis, kultur atau sosial lainnya.
Secara historis, gagasan tentang HAM ini berasal dari gagasan tentang hak-hak
alamiah (natural rights). Hak-hak alami ini sering dihubungkan dengan konsep hukum alam
(natural law), sebagaimana yang dikemukakan oleh John Locke (1632-1705).3 Sedangkan
hukum alam ini digali dari filosofi tentang kebutuhan dasar (basic needs) manusia. Dalam
bentuknya yang lebih kongkret seperti sekarang, HAM ini bermula dicantumkan dalam
Declaration of Independence Amerika Serikat pada tahun 1776 : “... that all men are created
equal, that they are endowed by their Creator by certain unalienable Rights, that among these
are Life, Liberty and pursuit of Happiness...”. Hak-hak ini juga dinyatakan dalam Deklarasi
Hak-Hak Manusia dan Warganegara (Declaration des Droits de l’Homme at du Citoyen)
Prancis pada tahun 1789, dengan slogannya yang populer pada waktu itu, yakni:liberté
(kebebasan), egalité (persamaan) dan fraternité (persaudaraan). Baru pada 10 Desember 1948
lahir Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi
Manusia), yang disetujui oleh Majelis Umum PBB dengan hasil perhitungan suara 48 negara
menyetujui, 8 negara abastain dan tidak ada satu pun negara yang menolaknya
Konsep HAM kemudian berkembang, tidak hanya berkaitan dengan hak-hak sipil dan
politik secara tradisional, tetapi juga dengan hak-hak ekonomi dan sosial. Memang gagasan
2
HAM pada waktu itu muncul sebagai penolakan campur tangan terhadap kepentingan
individu, terutama yang dilakukan oleh negara, yang kini dikenal dengan istilah “negative
Berbeda dengan istilah dan sistem demokrasi yang sampai kini masih diperdebatkan
di antara ulama serta intelektual dan aktivis Muslim, hampir semua mereka setuju dengan
istilah hak-hak asasi manusia (HAM) ini, meskipun konsep yang mereka kemukakan tidak
sepenuhnya sama dengan konsep liberal. Penerimaan ini disebabkan karena essensi dari
HAM ini sudah diakui oleh Islam sejak masa permulaan sejarahnya. Di dalam Al-Quran dan
Hadits disebutkan bahwa manusia dijadikan sebagai khalifah Allah di atas bumi, yang
dikaruniai kemuliaan dan martabat yang harus dihormati dan dilindungi. Di antara ayat Al-
Quran yang menunjukkan hal ini adalah : Q.S. Al-Isra’: 70, yakni “Dan sesungguhnya telah
Kami muliakan anak-anak Adam
Hal ini mengandung pengertian bahwa manusia secara fitrah (natural) memiliki
kemulian (karamah) dan oleh karenanya kemulian ini harus dilindungi.8 Di antara Hadits
yang menunjukkan persamaan umat manusia dan penghormatan martabat mereka adalah
“Manusia pada dasarnya adalah sama dan sederajat bagaikan gigi-gigi sisir, tidak ada
keistimewaan bagi orang Arab atas orang non-Arab kecuali karena ketaqwaannya”
2
Masykuri Abdillah, PENEGAKAN HUKUM KEADILAN HAK ASASI MANUSIA
DALAM ISLAM (Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah), hal, 376-379
posisi politik, karena mereka adalah wakil Allah. Dikutip dalam Ahmad Syafii Maarif, Islam
dan Masalah Kenegaraan
3
Terdapat perbedaan penafsiran pemerintah terhadap HAM, yang terkait dengan
kecenderungan politiknya. Pemerintahan Orde Baru memahami HAM dalam konteks
masyarakat Indonesia yang “integralistik”, yang tidak terlepas dari upaya-upaya untuk
membatasi hak-hak sipil dan politik warga negara. Karakterisasi ini pertama kali
diungkapkan Soepomo pada sidang BPUPKI tahun 1945 untuk menyatakan bahwa
masyarakat Indonesia itu merupakan kesatuan hidup, yang antara lain termanifestasi dalam
bentuk tiadanya dualisme antara negara dan Masyarakat,) serta antara hak-hak asasi dan
kebebasan individual berhadapan dengan negara.23 Namun gagasan Soepomo ini ditolak
sidang dengan diterimanya usul Mohammad Hatta memasukkan hak-hak dan kewajiban
warga negara dalam UUD 1945. Dengan lengsernya Soeharto dari jabatannya sebagai
presiden, maka konsep masyarakat integralistik ini pun ikut menghilang.
Banyak negara Muslim telah berupaya melakukan penyesuaian praktik HAM yang
dimaksudkan agar sesuai dengan budaya masyarakatnya. Namun dalam kenyataannya,
penyesuaian ini lebih banyak dimaksudkan untuk menjustifikasi sistem politik yang
dipromosikan oleh pemerintah negara itu, bukan untuk mendekatkan konsep HAM ini kepada
doktrin Islam
3
Masykuri Abdillah, PENEGAKAN HUKUM KEADILAN HAK ASASI MANUSIA
DALAM ISLAM (Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah), hal 384-388
D. HAK ASASI MANUSIA MENURUT AL-QURAN
4
Agama Islam tidak mempunyai piagam khusus untuk Hak Asasi Manusia. Namun al-
Quran dan as-Sunnah memberikan perhatian yang sanagt besar terhadap hak-hak asasi
manusia. Ayat ayat yang memuat tentang hak asasi manusia antara lain:
1) Al-Quran memuat 40 ayat lebih yang menjelaskan tentang paksaan dan kebencian.
Ada sekitar10 ayat lebih yang melarang pemaksaan dalam menjamin kebebasan
berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi.
3) 80 ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup termuat
dalam al-Quran.
4) 150 ayat al- Quran tentang ciptaan dan makhluk serta persamaan penciptaan
Al-Qur‟an sebagai sumber hukum pertama bagi umat Islam telah meletakkan dasar dasar
HAM serta kebenaran dan keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran mengenai hal tersebut
pada masyarakat dunia. Hal ini dapat dilihat ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam al-
Qur‟an, antara lain:
a. Hak Hidup Hak hidup adalah karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada
manusia. Untuk menjamin keberlangsungan hidup dengan tentram dan damai, Islam
menerapkan hukum Qishash sebagai balasan untuk pembunuh yang melenyapkan
nyawa manusia atau membuat manusia lainnya cacat. Allah yang memberi manusia
hidup dan mati sebagaimana firman Allah
4
Masykuri Abdillah, PENEGAKAN HUKUM KEADILAN HAK ASASI MANUSIA
DALAM ISLAM (Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah), hal, 375
Q.S. al-Hijr/15: 23. َّّ (ٖٕ نِ إَ اوُ ْ ن َلن يَ حِ ي يتُُ ْن ُ ِ ُُ نَ وُ َُ ْننَ وِ ارُث َ ونَ اْلو )اArtinya: “Dan
sungguh, Kamilah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang
mewarisi.”
Hak asasi manusia yang berkaitan dengan kehidupan dalam hal ini hak untuk hidup,
menurut Musthafa Husni Assiba‟i dalam bukunya “Kehidupan Sosial Menurut Islam
Tuntunan Hidup Bermasyarakat” mengatakan bahwa: seluruh syariat Islam yang ada
dalam Al-Quran, hadits maupun ijtihad [para imam madzhab, telah memberikan
ketentuan mengenai hukum-hukum yang bercabangcabang perihal “Hak Hidup” ini,
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan cara pemeliharaan Kesehatan
b. Hak untuk merdeka (bebas) Kemerdekaan adalah hak untuk bebas dari segala bentuk
ikatan, perbudakan, dan kekangan merupakan salah satu hak asasi manusia untuk
dihargai dan dihormati. Kemerdekaan adalah salah satu cara manusia untuk
memperoleh kemuliaan hidup. Menurut Vatin sebagaimana dikutip oleh Harun
Nasution mengatakan bahwa: Setiap manusia dilahirkan merdeka. Tidak ada
pencabutan hak atas kemerdekaan. Setiap individu mempunyai hak yang tidak
terpisahkan atas segala bentuk kemerdekaan. Oleh karena itu, manusia perlu berjuang
dengan segala cara untuk melawan pelanggaran atas pencabutan hak itu.
E. HUKUM DAN KEADILAN DALAM ISLAM
Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu penegasan,
ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyatanyata berlaku dalam kehidupan
manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat berkembang maju dalam
berjama’ah (Society). Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup
bermasyarakat berjalin, yang satu bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial harus
berhadapan dengan berbagai macam persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, berantara negara, berantar agama dan sebagainya,
semuanya problematika hidup duniawi yang bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad
Saw, meletakkan beberapa kaidah yang memberi ketentuan-ketentuan pokok guna
memecahkan persoalan-persoalan. Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya
keadilan lanjut M. Natsir. Tiap-tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian
masyarakat, maka bisa merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di
tengah-tengah masyarakat dan bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan.
Semua anggota masyarakat berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum
semuanya sama, mulai dari masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi dalam
Negara.
“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu tidak
berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada
Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS.5:8).
“Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan hukum atasmu seseorang
budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama dijalankannya hukum Allah Swt”.
(H.R.Buchori dari Anas)
Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak berdiri
kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan hukum di masyarakat
dewasa ini banyak ditemui sandungan yang menyolok atas pandangan lebih terhadap orang
yang punya kedudukan tinggi, yang punya kekayaan melimpah, sehingga rakyat banyak telah
menyimpan imej bertahun-tahun bahwa di negeri ini keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh
kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya Political Science and Government dalam
Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan Demokrasi (1999) yaitu, yakni:
b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil c. Semua warga negara memiliki hak
yang sama mendapatkan lapangan pekerjaan