Anda di halaman 1dari 8

KELOMPOK 14 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Pengertian HAM
Dalam deklarasi universal hak-hak asasi manusia dijelaskan mengenai hak
asasi manusia sebagai :
“pengakuan atas keseluruhan martabat alami manusia dan hak-hak yang
sama dan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain dari semua anggota
keluarga kemanusiaan adalah dasar kemerdekaan dan keadilan di dunia”.
Ada pula pengertian lain yaitu, Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki
manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang
melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil
kita dapat hidup sebagai manusia. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

B. Pengertian HAM menurut agama islam


Dalam islam seluruh hak asasi merupakan kewajiban bagi negara maupun
individu yang tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, negara bukan hanya
menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi tersebut, melainkan juga memiliki
kewajiban untuk melindungin dan menjamin hak-hak tersebut.

Hak asasi manusia dalam Islam tertuang secara jelas untuk kepentingan
manusia, lewat syari’ah Islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut
syari’ah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab, dan karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan.
Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau
egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya, tugas yang diemban tidak akan
terwujud tanpa adanya kebebasan, sementara kebebasan secara eksistensial
tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri. Sistem HAM Islam
mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan
penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan, artinya Islam
memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama,
satu-satunya keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia
lainya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang
artinya sebagai berikut : “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu
dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia
di antara kaum adalah yang paling takwa.”

HAM dalam Islam terpusat pada 5 hal pokok dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang
disebut juga al-huquq al-insaniyah fi al-islam (hak-hak asasi manusia dalam Islam).
Konsep ini mengandung lima hal pokok yang harus dijaga oleh setiap individu,
yaitu hifdzu al-din (penghormatan atas kebebasan beragama), hifdzu al-
mal (penghormatan atas harta benda), hifdzu al-nafs wa al-‘ird (penghormatan atas
jiwa, hak hidup dan kehormatan individu) hifdzu al-‘aql (penghormatan atas
kebebasan berpikir) dan hifdzu al-nasl (keharusan untuk menjaga keturunan).
Kelima hal pokok inilah yang harus dijaga oleh setiap umat Islam supaya menghasilkan
tatanan kehidupan yang lebih manusiawi, berdasarkan atas penghormatan individu atas
individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, masyarakat
dengan negara dan komunitas agama dengan komunitas agama lainnya.

Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam


Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam memberikan
penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia. Al-Qur’an sebagai sumber
hukum pertama bagi umat Islam telah meletakkan dasar-dasar HAM serta
kebenaran dan keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran mengenai hal tersebut pada
masyarakat dunia. Ini dapat dilihat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
Al-Qur’an, antara lain : 1.) Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 80 ayat tentang hidup,
pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana kehidupan, misalnya dalam Surat Al-
Maidah ayat 32. Di samping itu, Al-Qur’an juga berbicara tentang kehormatan dalam
20 ayat. 2.) Al-Qur’an juga menjelaskan dalam sekitas 150 ayat tentang ciptaan dan
makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan, misalnya dalam
Surat Al-Hujarat ayat 13. 3.) Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang
kezaliman dan orang-orang yang berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat, dan
memerintahkan berbuat adil dalam 50 ayat yang diungkapkan dengan kata-kata :
‘adl, qisth dan qishash. 4.) Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara
mengenai larangan memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan
dan mengutarakan aspirasi. Misalnya yang dikemukakan oleh Surat Al-Kahfi ayat
29.
Begitu juga halnya dengan Sunnah Nabi. Nabi Muhammad saw telah
memberikan tuntunan dan contoh dalam penegakkan dan perlindungan terhadap
HAM. Hal ini misalnya terlihat dalam perintah Nabi yang menyuruh untuk
memelihara hak-hak manusia dan hak-hak kemuliaan, walaupun terhadap orang
yang berbeda agama, melalui sabda beliau : “Barang siapa yang menzalimi
seseorang mu’ahid (seorang yang telah dilindungi oleh perjanjian damai) atau
mengurangi haknya atau membebaninya di luar batas kesanggupannya atau
mengambil sesuatu dari padanya dengan tidak rela hatinya, maka aku lawannya di
hari kiamat.”

C. Hukum Islam dan HAM


Hukum Islam telah mengatur dan melindungi hak-hak azasi manusia. Antar lain
sebagai berikut :
1. Hak hidup.
Hak hidup adalah hak asasi yang paling utama bagi manusia, yang merupakan
karunia dari Allah bagi setiap manusia. Perlindungan hukum islam terhadap hak
hidup manusia dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan syari’ah yang melinudngi dan
menjunjung tinggi darah dan nyawa manusia, melalui larangan membunuh,
ketentuan qishash dan larangan bunuh diri. Membunuh adalah salah satu dosa
besar yang diancam dengan balasan neraka, sebagaimana firman Allah dalam Surat
Al-Nisa’ ayat 93 yang artinya sebagai berikut : “Dan barang siapa membunuh
seorang muslim dengan sengaja maka balasannya adalah jahannam, kekal dia di
dalamnya dan Allah murka atasnya dan melaknatnya serta menyediakan baginya
azab yang berat.”
2. Hak kebebasan beragama
Dalam Islam, kebebasan dan kemerdekaan merupakan HAM, termasuk di
dalmnya kebebasan menganut agama sesuai dengan keyakinannya. Oleh karena
itu, Islam melarang keras adanya pemaksaan keyakinan agama kepada orang yang
telah menganut agama lain. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat AL-Baqarah
ayat 256, yang artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam,
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dan jalan yang salah.”
3. Hak atas keadilan.
Keadilan adalah dasar dari cita-cita Islam dan merupakan disiplin mutlak untuk
menegakkan kehormatan manusia. Dalam hal ini banyak ayat-ayat Al-Qur’an
maupun Sunnah ang mengajak untuk menegakkan keadilan, di antaranya terlihat
dalam Surat Al-Nahl ayat 90, yang artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang perbuatan keji , kemungkaran dan permusuhan.”

4. Hak persamaan
Islam tidak hanya mengakui prinsip kesamaan derajat mutlak di antara manusia
tanpa memndang warna kulit, ras atau kebangsaan, melainkan menjadikannya
realitas yang penting. Ini berarti bahwa pembagian umat manusia ke dalam bangsa-
bangsa, ras-ras, kelompok-kelompok dan suku-suku adalah demi untuk adanya
pembedaan, sehingga rakyat dari satu ras atau suku dapat bertemu dan berkenalan
dengan rakyat yang berasal dari ras atau suku lain.
Al-Qur’an menjelaskan idealisasinya tentang persamaan manusia dalam Surat
Al-Hujarat ayat 13, yang artinya : ”Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu
laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu
adalah yang paling takwa.”
5. Hak mendapatkan pendidikan
Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan kesanggupan
alaminya. Dalam Islam, mendapatkan pendidikan bukan hanya merupakan hak, tapi
juga merupakan kewajiban bagi setiap manusia, sebagaimana yang dinyatakan oleh
hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhari : “Menuntut ilmu adalah kewajiban
bagi setiap muslim.”
Di samping itu, Allah juga memberikan penghargaan terhadap orang yang
berilmu, di mana dalam Surat Al-Mujadilah ayat 11 dinyatakan bahwa Allah
meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu.
6. Hak kebebasan berpendapat
Setiap orang mempunyai hak untuk berpendapat dan menyatakan pendapatnya
dalam batas-batas yang ditentukan hukum dan norma-norma lainnya. Artinya tidak
seorangpun diperbolehkan menyebarkan fitnah dan berita-berita yang mengganggu
ketertiban umum dan mencemarkan nama baik orang lain. Dalam mengemukakan
pendapat hendaklah mengemukakan ide atau gagasan yang dapat menciptakan
kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kebebasan berpendapat dan mengeluarkan
pendapat juga dijamin dengan lembaga syura, lembaga musyawarah dengan rakyat,
yang dijelaskan Allah dalam Surat Asy-Syura ayat 38, yang artinya : “Dan urusan
mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.”
7. Hak kepemilikan
Islam menjamin hak kepemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan
cara apa pun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya,
sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 188, yang artinya : “Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar
kamu dapat memakan harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal
kamu mengetahuinya.”
8. Hak mendapatkan pekerjaan
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak, tetapi juga sebagai
kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin, sebagaimana sabda
Nabi saw : “Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang dari pada
makanan yang dihasilkan dari tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)
Di samping itu, Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam
hadits : “Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu
Majah)

HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (usu.ac.id)


HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM - Makalah

A. Piagam Madinah ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad
SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua
suku suku dan kaum kaum penting di Yatsrib (kemudian bernama Madinah) pada
tahun 622 M. Dokumen tersebut disusun sejelas jelasnya dengan tujuan utama
untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani Aus dan Bani Khazraj di
Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak hak dan
kewajiban kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas komunitas
lain di Madinah, sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas,
yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Aturan di Madinah dikenal dengan Piagam Madinah, sedangkan di Indonesia
dikenal dengan UUD 1945, didalamnya juga memuat tentang pengakuan hak-
hak asasi manusia baik antara rakyat dengan rakyat maupun antara rakyat
dengan pemerintah, pengaturan itu bukan berarti pembatasan hak asasi manusia
melainkan justru untuk melindungi hak-hak asasi masing-masing pihak dalam
berbagai bidang kehidupan yang harus dihormati dan dilaksanakan. untuk
mengatur serta memberikan perlindungan terhadap kemajemukan tersebut
dibuatlah konstitusi yang dijadikan landasan hidup bersama dalam negara.
Kelahiran Piagam Madinah tidaklah lepas dari adanya hijrah Nabi Muhamad
SAW dari Makkah ke Madinah, dan merupakan kepanjangan dari dua perjanjian
sebelumnya yaitu bai’at aqabah 1 dan 2
Dengan tercapainya kesepakatan antara kaum di Madinah, maka semakin
heterogenlah masyarakat yang menduduki Madinah. Selain itu, perjanjian ini juga
menjadi sangat penting bagi diri Nabi sendiri. Piagam madinah ini secara tidak
langsung menunjukkan kapasitas Nabi sebagai seorang pemimpin dan politikus
yang ulung, ditandai dengan :

1. Keberhasilan Nabi Muhammad SAW menyatukan umat Islam dalam satu panji,
yaitu Islam, dengan mengabaikan perbedaan suku, ras dan kabilah. Dan
menyatukan hati semua kaum muslimin dalam satu perasaan.
2. Menjadikan agama sebagai alasan yang paling kuat, sebagai pengerat antar
umat mengalahkan hubungan antar keluarga.
3. Bahwa ikatan yang terbangun atas dasar agama terdapat didalamnya hak-hak
atas setiap individu, dan tercapainya kedamaian dan ketentraman umat.
4. Adanya kesamaan hak antara kaum muslimin dan yahudi dalam hal maslahat
umum, dan dibukannya pintu selebar-lebarnya bagi siapa saja yang ingin
memeluk agama Islam dan melindungi hak-hak mereka.

Piagam madinah sendiri terdiri dari 70 pasal, dan ditulis dalam 4 tahapan yang
berbeda. Pada penulisan pertama terdapat 28 pasal, yang didalamnya mengatur
hubungan antara kaum muslimin sendiri. Pada penulisan yang kedua ada 25
pasal yang mengatur hubungan antara umat Islam dan Yahudi. Dan penulisan
yang ketiga terjadi setelah terjadinya perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-2
Hijrah, yang merupakan penekanan atau pengulangan dari pasal pertama dan
kedua. Sedangkan pada tahap yang keempat ini hanya terdapat 7 pasal dan
mengatur hubungan antara kabilah yang memeluk Islam.

Hak Asasi Manusia Dalam Piagam Madinah


Piagam Madinah, yang merupakan piagam tertulis pertama di dunia ini telah
meletakkan dasar-dasar Hak Asasi Manusia yang berlandaskan Syari’at Islam. Pada
awal pembukaan Piagam Madinah telah disebutkan bahwa semua manusia itu
adalah umat yang satu, yang dilahirkan dari sumber yang sama, jadi tidak ada
perbedaan antara seorang dengan orang lain dalam segala hal. Namun dalam islam
ada satu hal yang membuat seorang dianggap lebih tinggi derajatnya dimata Allah,
yaitu kadar imannya, jadi bukan dilihat dari warna kulit, suku, ras, Negara dan jenis
kelaminnya, namun kadar iman seseorang itu yang membedakannya dengan orang
lain.
Selain adanya persaman hak diantara setiap manusia, Piagam Madinah juga
mengakomodasi adanya kebebasan (yang dimaksud kebebasan disini adalah
kebebasan yang masih dalam ruang lingkup syari’ah) yang berbeda dengan
kebebasan yang terdapat dalam undang-undang lain pada masa sekarang ini, yang
mengedepankan hawa nafsu manusia daripada ketentuan syari’at.
Dalam masalah kebebasan ini, yang dengannya terjaminlah segala
kemaslahatan manusia dari segala bentuk penindasan, ketakutan, dan perbudakan.
Selain itu, kebebasan juga menjadikan manusia seperti apa yang dikehendaki Allah
SWT, sebagai khalifah Allah di bumi ini dan hambanya sekaligus.
Dari uraian diatas dapat diambil sebuah kesimpulan, bahwa Hak Asasi
Manusia yang dimaksud oleh Piagam Madinah adalah Persamaan antara setiap
individu manusia dalam segala segi kehidupan bermasyarakat, dan juga kebebasan
manusia dalam beragama dan hormat-menghormati antar pemeluk agama, Hak-hak
politik yang di tandai dengan adanya persamaan hak antara setiap manusia di muka
hukum dan social politik.
Piagam Madinah merupakan konstitusi yang berfungsi menjadi dasar hidup bersama
yang disepakati masyarakat Madinah yang heterogen di bawah kepemimpinan Nabi
Muhammad saw. pada paruh akhir tahun 1 H.
Piagam Madinah mengandungi prinsip-prinsip HAM dan punya relevansi dengan
universalitas HAM. Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang dikandung oleh Piagam
Madinah dan punya relevansi dengan universalitas HAM, ialah: (1) Hak atas
kebebasan beragama; (2) Hak atas persamaan di hadapan hukum; (3) Hak untuk
hidup; dan (4) Hak memperoleh keadilan.

Isu HAM dalam Piagam Madinah

1. Isu HAM dalam Piagam Madinah

Adapun isu HAM yang dikandung oleh Piagam Madinah, ialah: (1) Hak atas
kebebasan beragama; (2) Hak atas persamaan di depan hukum; (3) Hak untuk
hidup; dan (4) Hak memperoleh keadilan.

1. Hak atas Kebebasan Beragama

Hak atas kebebasan beragama merupakan salah satu isu HAM yang penting dan
dikandung oleh Pasal 25 Piagam Madinah, yakni:
“Etnis Yahudi dari Suku ‘Awf adalah satu umat dengan orang mukmin. Bagi etnis
Yahudi agama mereka; dan bagi orang muslim agama mereka. Juga (kebebasan ini
berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan
jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya.”

1. Hak atas Persamaan di depan Hukum

Hak atas persamaan di depan hukum diungkapkan dalam Pasal 26 s/d Pasal 35,
sebagaimana tersebut berikut ini:
Pasal 26
“Etnis Yahudi suku Najjar diperlakukan sama seperti etnis Yahudi suku ‘Auf.”
Pasal 27
“Etnis Yahudi suku Harts diperlakukan sama seperti etnis Yahudi suku ‘Auf.”
Pasal 28
“Etnis Yahudi suku Sâ’idah diperlakukan sama seperti etnis Yahudi suku ‘Auf.”
Pasal 29
“Etnis Yahudi suku Jusyam diperlakukan sama seperti etnis Yahudi suku ‘Auf.”
Pasal 30
“Etnis Yahudi suku Aus diperlakukan sama seperti etnis Yahudi suku ‘Auf.”
Pasal 31
“Etnis Yahudi suku Tsa’labah diperlakukan sama seperti etnis Yahudi suku ‘Auf,
kecuali orang yang zalim atau khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan
keluarganya.”
Pasal 32
“Suku Jafnah dari Tsa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Dinasti
Tsa’labah).”
Pasal 33
“Etnis Yahudi suku Syutaibah diperlakukan sama seperti etnis Yahudi suku ‘Awf.
Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu lain dari kejahatan (khianat).”
Pasal 34
“Sekutu-sekutu Tsa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (suku Tsa’labah).”
Pasal 35
“Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).”

1. Hak untuk Hidup

Hak untuk hidup merupakan dinyatakan dalam Pasal 14:


“Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran
(membunuh) orang kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir
untuk (membunuh) orang mukmin.”

1. Hak Memperoleh Keadilan

Hak memperoleh keadilan dinyatakan dalam Pasal 2 s/d Pasal 13.


Pasal 2
“Kaum Muhajirin dari suku Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-
membahu membayar diyat di antara mereka, dan mereka membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara kaum mukmin.”
Pasal 3
“Suku ‘Auf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diyat
diantara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan baik dan adil di antara kaum mukmin.”
Pasal 4
“Suku Sâ’idah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar
diyat diantara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan baik dan adil di antara kaum mukmin.”
Pasal 5
“Suku Harts, sesuai (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diyat di antara
mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara kaum mukmin.”
Pasal 6
“Suku Jusyam, sesuai (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diyat di
antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan
baik dan adil di antara kaum mukmin.”
Pasal 7
“Suku Najjar, sesuai (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diyat di antara
mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara kaum mukmin.”
Pasal 8
“Suku ‘Amr ibn ‘Auf, sesuai (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diyat
diantara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan baik dan adil di antara kaum mukmin.”
Pasal 9
“Suku Nabit, sesuai (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diyat di antara
mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara kaum mukmin.”
Pasal 10
“Suku Aus, sesuai (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diyat di antara
mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik
dan adil di antara orang-orang mukmin.”
Pasal 11
“Sesungguhnya orang mukmin tidak boleh membiarkan orang yang terbelit utang,
tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diyat.”
Pasal 12
“Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin
lainnya, tanpa persetujuan daripadanya.”
Pasal 13
Orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari
atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan
di kalangan orang mukmin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya,
sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.

Piagam Madinah – Referensi HAM (elsam.or.id)

Anda mungkin juga menyukai