Anda di halaman 1dari 23

HAK ASASI MANUSIA DAN

DEMOKRASI DALAM ISLAM

Disusun Oleh:
Nurhayati
Nur Hafizqi
Tamima Azri Adila
Wirda Ashma Fadhillah
PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA

Didalam kamus besar bahasa Indonesia, Hak asasi diartikan


sebagai hak dasar atau hak pokok seperti hak hidup dan hak
mendapatkan perlindungan. Hak-hak asasi manusia adalah hak-
hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tak dapat
dipisahkan daripada hakekatnya dan karena itu bersifat suci.
Selanjutnya hak-hak asasi manusia yang dianggap sebagai
hak yang dibawa sejak seseorang lahir ke dunia adalah anugerah
dari Tuhan Yang Maha Pencipta (hak yang bersifat
kodratif). Oleh karena itu, tidak ada satu kekuasaan pun
di dunia yang dapat mencabutnya. Jadi, hak asasi mengandung
kebebasan secara mutlak tanpa mengindahkan hak-hak dan
kepentingan orang lain. Karena itu HAM atas dasar yang paling
fundamental yaitu hak kebebasan dan hak persamaan. Dari kedua
dasar ini pula lahir HAM yang lainnya.
Hak-hak Asasi Manusia dan Sejarahnya

Kedatangan Islam di muka bumi yang dibawa oleh


Nabi Muhammad SAW bertujuan untuk membawa
rahmat bagi makhluk seisi bumi termasuk didalamnya
manusia. Menurut ajaran Islam, manusia tidak hanya
menjadi objek tapi sekaligus menjadi subjek bagi
terciptanya keselamatan dan kedamaian itu. Oleh
karena itu, setiap muslim dituntut pertanggungjawaban
atas keselamatan diri dan lingkungannya. Seorang
muslim harus dapat memberikan rasa aman bagi orang
lain baik dari ucapan maupun tindak-tanduknya.
Berdasarkan ini, maka penghargaan tertinggi kepada
manusia dan kemanusiaan menjadi perhatian yang paling
utama dan prinsipil di dalam Islam. Penghargaan yang tidak
dibatasi oleh kesukuan, ras, warna kulit, kebangsaan dan
agama. Misalnya nilai persamaan, persaudaraan, dan
kemerdekaan merupakan nilai-nilai universal Islam yang
berlaku pula untuk seluruh umat manusia di jagad raya ini.
Hal ini tercermin dari penegasan Allah didalam kitab suci al-
qur’an :

“Sesungguhnya kami telah memuliakan Bani Adam (manusia)


dan Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami beri
mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan” (Q.S. Al-Isra’/17:70).
Hal itu sesungguhnya manusialah yang diberikan
kebebasan memilih antara hal-hal yang baik dan yang
buruk, benar dan salah, bermanfaat dan mendatangkan
mudarat dan sebagainya. Kunci dari itu semua adalah
manusia dikaruniai akal pikiran dan hati nurani
(qalb). Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi
kekhalifahan itu setiap manusia harus mengerti terlebih
dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya seperti
kebebasan, persamaan, perlindungan dan sebagainya.
Hak-hak tersebut bukan merupakan pemberian
seseorang, organisasi, atau Negara tapi adalah anugerah
dari Allah yang sudah dibawanya sejak lahir ke alam
dunia. Hak-hak itulah yang kemudian disebut dengan
Hak Asasi Manusia (HAM).
Latar Belakang Pemikiran tentang HAM

Manusia pada dasarnya berasal dari satu ayah dan satu ibu,
yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, membentuk
aneka ragam suku dan bangsa serta bahasa dan warna kulit yang
berbeda-beda. Karena itu manusia menurut pandangan Islam
adalah umat yang satu “ummatun wahidatun”.
Karena manusia itu bersaudara yang saling mengasihi dan sama
derajatnya, manusia tidak boleh diperbudak oleh manusia lain.
Manusia bebas dalam kemauan dan perbuatan, bebas dari tekanan
dan paksaan orang lain. Manusia, menurut islam, hanya milik
Allah dan hamba Allah (‘Abd Allah) dan tidak boleh menjadi
hamba dari makhluk-Nya, termasuk hamba dari manusia.
Dari ajaran dasar persaudaraan, persamaan dan
kebebasan ini pula timbul manusia yang lainnya.
Seperti kebebasan dari kekurangan, rasa takut,
meyalurkan pendapat, bergerak, kebebasan dari
penganiayaan dan penyiksaan. Hal ini mencakup
semua sisi dari apa yang disebut hak-hak asasi
manusia seperti hak hidup, hak memiliki harta, hak
berfikir, hak berbicara dan mengeluarkan pendapat,
mendapat pekerjaan, hak memperoleh pendidikan, hak
memperoleh keadilan, hak berkeluarga dan hak
diperlakukan sebagai manusia yang terhormat (mulia)
dan sebagainya.
Perspektif Islam tentang Hak Asasi Manusia

a. HAM sebagai tuntutan fitrah manusia


Manusia adalah puncak ciptaan tuhan. Ia dikirim kebumi untuk
menjadi khalifah atau wakil-Nya. Oleh karena itu setiap perbuatan
yang membawa perbaikan manusia oleh sesama manusia sendiri
mempunyai nilai kebaikan dan keluhuran kosmis, menjangkau
batas-batas jagad raya, menyimpan kebenaran dan kebaikan
universal, suatu nilai yang berdimensi kesemestaan seluruh alam.
Berdasarkan pandangan ini, maka manusia memikul beban serta
tanggung jawab sebagai individu dihadapan Tuhan-Nya kelak,
tanpa kemungkinan untuk mendelegasikannya kepada pribadi lain.
Punya pertanggung jawaban yang dituntut dari seseorang haruslah
didahului oleh kebebasan memilih. Tanpa adanya kebebasan itu
lantas dituntut dari padanya pertanggung jawaban, adalah suatu
kezaliman dan ketidakadilan, yang jelas hal itu bertentangan sekali
dengan sifat Allah yang maha adil.
b. Perimbangan antara hak-hak individu dan masyarakat

Didalam syariat islam apabila disebut hak Allah,maka


yang dimaksud adalah hak masyarakat atau hak umum. Allah
adalah pemilik yang sesungguhnya terhadap alam
semesta,termasuk apa yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Hal
ini ditegaskan oleh firman-nya antara lain:

1. “Ketahuilah bahwa milik Allahlah apa-apa yang ada


dilangit dan dibumi” (Q.S Yunus/10:55)
2. “Dan Dialah yang menciptakan bagimu semua yang terdapat
dibumi” (Q.S Al-Baqarah/2:29)
3. “Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah
yang telah dikaruniakan-Nya kepadamu” (Q.S An-
Nuur/24:33)
4. “……..di dalam harta mereka tersedia bagian tertentu bagi
orang miskin yang meminta dan tak punya” (Q.S Al-
Ma’arij/70:24:25)
Dasar-dasar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Al-Qur’an

a. Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat


Al-Qur’an menegaskan:
 “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar. Dan merekalah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali-
Imran/3:104)
 “Hendaklah kamu saling berpesan kepada kebenaran dan saling
berpesan dengan penuh kesabaran” (Q.S Al-Ashr/103:3)
 “Berilah berita gembira kepada hamba-Ku yang mendengarkan
perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah
orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-
orang yang mempunyai akal” (Q.S Az-Zumar/39:17:18)

Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa setiap orang berhakmenyampaikan


pendapatnya kepada orang lain, mengingatkan kepada kebenaran, kebajikan
serta mencegah kemungkaran. Bahkan hal itu disampaikan bukan saja karena
ada hak tapi sekaligus merupakan suatu kewajiban sebagai orang beriman.
b. Hak kebebasan memilih agama

Sehubungan dengan kebebasan memilih agama dan


kepercayaan,Al-Qur’an menyebutkan antara lain:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(islam),sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang salah. Karena itu barang siapa yang Ingkar kepada Thaghut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S Al-Baqarah/2:256)
Berdasarkan ayat diatas, jelaslah bahwa masalah menganut
suatu agama atau kepercayaan sepenuhnya diserahkan kepada
manusia itu sendiri untuk memilihnya. Didalam islam, kita hanya
diperintah untuk berdakwah yang bertujuan menyeru, mengajak
dan membimbing seseorang kepada kebenaran itu. Dakwah
bertujuan juga untuk menegakkan “Al-Amru bil ma’ruf wa al-
nahyu ‘an al-munkar”(menyeru kepada kebajikan serta mencegah
dari kemjungkaran ).
c. Hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh
kesejahteraan sosial
Sehubungan dengan hak untuk memperoleh kesempatan yang
sama ini Al-Qur’an menyebutkan sebagai berikut :
“ Dialah orang yang menjadikan segala yang ada dibumi ini
untuk kamu…..” (Q.S Al-Baqarah/2:29)

Ayat ini menjadi dasar setiap orang mempunyai kesempatan


yang sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari apa-apa
yang sudah disiapkan Allah dipermukaan bumi ini. Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk mendapatkan Rezki yang
halal dan baik hal ini di tegaskan dalam firman-Nya :
“ Hai sekalian Manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat dibumi…..” (Q.S Al-Baqarah/2:168)
DEMOKRASI DALAM ISLAM
Dalam teori, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dengan
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung
oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem
pemilihan bebas. Lincoln (1863) menyatakan “Demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Dalam
sistem demokrasi, rakyatlah yang dianggap berdaulat, rakyat yang
membuat hukum dan orang yang dipilih rakyat harus melaksanakan
apa yang telah ditetapkan rakyat tersebut.
Selain itu, demokrasi juga menyerukan kebebasan manusia secara
menyeluruh dalam hal :
a. Kebebasan beragama
b. Kebebasan berpendapat
c. Kebebasan kepemilikan
d. Kebebasan bertingkah laku
Demokrasi dan Islam
Demokrasi islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan
konsep-konsep Islami yang sudah lama berakar, yaitu
musyawarah (syura), persetujuan (ijma’), dan penilaian
interpretative yang mandiri (ijtihad). Seperti banyak konsep dalam
tradisi politik Barat, istilah-istilah ini tidak selalu dikaitkan dengan
pranata demokrasi dan mempunyai banyak konteks dalam wacana
Muslim dewasa ini. Namun, lepas dari konteks dan pemakaian
lainnya, istilah-istilah ini sangat penting dalam perdebatan
menyangkut demokratisasi dikalangan masyarakat muslim.
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik
kekhalifahan manusia. Oleh karena itu perwakilan rakyat dalam
sebuah negara Islam tercermin terutama dalam doktrin musyawarah.
Hal ini disebabkan menurut ajaran Islam, setiap muslim yang
dewasa dan berakal sehat, baik pria maupun wanita adalah khalifah
Allah di bumi.
Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan
mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan
dalam menangani masalah negara. Kemestian bermusyawarah
dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam surat
Al-syura ayat 3 :

“Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan


mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”.(QS Asy-Syura : 38).

Disamping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam


masalah demokrasi, yakni konsensus atau ijma’. Konsensus
memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum
Islam dan memberikan sumbangan sangat besar pada korpus hukum
atau tafsir hukum. Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus dan
musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi
demokrasi Islam modern.
Prinsip-prinsip demokrasi dalam islam

Pertama, Syura merupakan suatu prinsip tentang cara


pengambilan keputusan yang secara eksplisit ditegaskan
dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-
Syura:38 dan Ali Imran:159. Dalam praktik kehidupan
umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai
pelaksana syura adalah ahl halli wa-l‘aqdi pada zaman
khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebih menyerupai tim
formatur yang bertugas memilih kepala negara atau
khalifah.
Kedua, al-‘adalah adalah keadilan, artinya dalam
menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai
jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan
bijaksana. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam
sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT
dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-
Nahl: 90; QS. as-Syura: 15; al-Maidah: 8; An-Nisa’: 58,
dan seterusnya. Prinsip keadilan dalam sebuah negara
sangat diperlukan, sehingga ada ungkapan yang berbunyi
“Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia negara
kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia
negara (yang mengatasnamakan) Islam”.
Ketiga, al-Musawah adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak
yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat
memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan
kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif.
Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi
menghindari hegemoni penguasa atas rakyat.

Keempat, al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan


yang diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu
kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan baik.
Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang
diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan
kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab.
Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti
ditegaskan Allah SWT dalam Surat an-Nisa’:58.
Kelima, al-Masuliyyah adalah tanggung jawab.
Sebagaimana kita ketahui bahwa, kekuasaan dan
jabatan itu adalah amanah yangh harus
diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri,
maka rasa tanggung jawab bagi seorang
pemimpin atau penguasa harus dipenuhi. Dan
kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua
pengertian, yaitu amanah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga
amanah yang harus dipertenggungjawabkan di
depan Tuhan.
Keenam, al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa
setiap orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan
kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya.
Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan
memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam
rangka al-amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar,
maka tidak ada alasan bagi penguasa untuk
mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai adalah
adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang
berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya
keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu
masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela.
Ada beberapa alasan mengapa islam disebut sebagai agama
demokrasi, yaitu sebagai berikut:

1. Islam adalah agama hukum, dengan pengertian agama islam


berlaku bagi semua orang tanpa memandang kelas, dari
pemegang jabatan tertinggi hingga rakyat jelatah dikenakan
hukum yang sama. Jika tidak demikian, maka hukum dalam
islam tidak berjalan dalam kehidupan.
2. Islam memiliki asas permusyawaratan “amruhum syuraa
bainahum” artinya perkara-perkara mereka dibicarakan
diantara mereka. Dengan demikian, tradisi bersama-sama
mengajukan pemikiran secara bebas dan terbuka diakhiri
dengan kesepakatan.
3. Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan manusia
tarafnya tidak boleh tetap, harus terus meningkat untuk
menghadapi kehidupan lebih baik di akhirat.
Jadi, prinsip demokrasai pada dasarnya
adalah upaya bersama-sama untuk
memperbaiki kehidupan, kareana itulah
islam dikatakan sebagai agama
perbaikan “diinul islam” atau agama
inovasi. Untuk itu, islam selalu
menghendaki demokrasi yang merupakan
salah satu ciri atau jati diri islam sebagai
agama hukum.
ASSALAMUALAIKUM
WR.WB
SEKIAN DAN
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai