1. Hak-hak Alamiah
a. Hak Hidup
c. Hak Bekerja
2. Hak Hidup
a. Hak Pemilikan
b. Hak Berkeluarga
c. Hak Keamanan
d. Hak Keadilan
Untuk menjawab hal ini ada beberapa hal penting yang harus
dipahami, yaitu :
Hai umat manusia, sungguh telah Kami jadikan kamu dari lelaki
dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal (QS. Al-Hujurat
[49]: 13)
Pendahuluan
Agama dan HAM adalah isu yang sering kali dianggap
bertentangan. Agama yang dianggap begitu mengikat,
berbanding terbalik dengan HAM yang dinilai membebaskan
keinginan manusia. Islam dengan syari’ahnya dianggap
menghambat ummatnya dalam menjalankan Hak Asasi yang
mereka miliki, benarkah demikian adanya? Seperti anggapan
yang kerap Barat layangkan pada Islam, Islam dianggap
melakukan kejahatan HAM pada ummatnya. Dalam
kesempatan ini akan dibicarakan topic mengenai HAM dalam
Islam, khususnya ke-Tuhanan dan HAM. Adakah relasi antara
Allah SWT dengan HAM yang dimiliki manusia? Inilah yang
akan menjadi poin utama pembicaraan dalam tulisan ini.
Makna Hak Asasi Manusia
Manusia dan Hak Asasinya tidak dapat dipisahkan,
kemunculan HAM itu sendiri sudah dapat dipastikan sebagai
suatu keniscayaan yang muncul sejak keberadaan manusia
sendiri. Adam sebagai manusia pertama, oleh sebab itu HAM
sudah ada sejak keberadaannya di muka bumi. Islam sebagai
agama yang paling akhir muncul dinilai tidak memadai dalam
memberikan ketetapan undang-undang akan HAM itu sendiri,
apakah hal ini dapat dibenarkan?
Jika kita melihat pada kenyataan sejarah agama samawi, akan
kita dapati beberapa peristiwa penting di dalamnya. Sejak awal
mula penciptaan Adam, Allah SWT sudah memberikan perintah
pada dua makhluk yang paling utama sebelum manusia untuk
bersujud pada Adam. Atas pembangkangan yang dilakukan
Iblis dari golongan Jin, dinilai sebagai satu tindak kejahatan
pada masa itu. Apakah Allah SWT menghilangkan Hak Asasi
yang Iblis miliki, dengan memaksanya sujud kepada Adam?
Kejadian ke-dua terjadi ketika Adam melanggar perintah Allah
SWT untuk tidak memakan buah Khuldi. Apakah Allah SWT
telah menghilangkan Hak Asasi bagi Adam untuk memakan
buah Khuldi? Kejadian ke-tiga terjadi ketika Adam hendak
mengawinkan ke-empat anaknya.Ketika anak Adam beranjak
dewasa, kemudian Allah SWT memerintahkan Adam untuk
mengawinkan keempat anaknya berdasarkan pasangan yang
telah ditentukan, apakah Adam telah menghilangkan Hak Asasi
anaknya sendiri untuk memilih? Berbekal pada ke-tiga kasus
inilah akan kita berikan pembahasan lanjut mengenai posisi
Hak Asasi dalam kehidupan manusia nantinya.
Di era modern ini, banyak sekali kita temui berbagai isu terkait
permasalahan HAM sendiri. Namun hal yang harus kita
pertimbangkan di sini pertama-tama adalah makna dari Hak
Asasi tersebut. Sebagian besar aktifis HAM dewasa ini begitu
gigih dalam menyuarakan HAM sebagai suatu bentuk
kebebasan, dapatkah kita terima adanya kebebasan sebagai
suatu makna yang mewakili HAM? Setiap orang memiliki HAM-
nya masing-masing, sedemikian besar peran HAM dalam
dirinya sehingga tidak ada seorangpun yang berhak
mencampuri HAk yang dimilikinya. Namun permasalahan akan
muncul ketika Hak Asasi seseorang bersinggungan bahkan
menerobos Hak Asasi yang dimiliki orang lain. Jika saja Hak
Asasi diartikan sebagai suatu bentuk kebebasan, maka sudah
sepatutnya bagi setiap orang memiliki Hak yang tak terbatas.
Namun pada kenyataannya, tidak akan dapat kita temui suatu
Hak yang tak terbatas hingga tidak ada seorang-pun yang
berhak mencampurinya. Setiap Hak seseorang, senantiasa
berbatasan dengan Hak orang lain, maka dari itu kebebasan
dinilai tidak mencukupi untuk mewakili Hak Asasi dalam
pemaknaan.
Dari ke-tiga kasus yang kita temui dalam penciptaan manusia
pertama sudah dapat kita lihat bahwa kebebasan bukanlah
kata yang tepat untuk mewakili Hak asasi yang tidak hanya ada
pada manusia, melainkan bagi seluruh makhluk ciptaan Allah
SWT. Allah SWT sebagai Tuhan semesta alam, atas ketinggian
yang dimiliki-Nya inilah maka tidak akan dimungkinkan segala
bentuk kesalahan bagi-Nya. Jika kita lihat dari ke-tiga contoh di
atas, pantaskah Allah SWT dengan ke-egoisan-Nya melakukan
berbagai perintah yang memaksa ciptaan-Nya? Dalam Islam,
Perintah dan Kehendak yang Allah SWT miliki adalah
sepenuhnya kebaikan bagi setiap ciptaan-Nya, sedemikian
baiknya sehingga setiap makhluk harus mematuhi-Nya. Bukan
dalam artian memaksa, melainkan untuk mempertahankan
Kebijaksanaan yang dimiliki-Nya. Dia Mengetahui apa yang
tidak kita ketahui, oleh karenanya kita sebagai makhluk yang
penuh dengan kekurangan, sudah sepatutnya untuk mematuhi
Perintah-Nya.
Setiap kelahiran seorang bayi, Allah SWT sesungguhnya telah
membekalinya dengan Hak yang sama sebagaimana manusia
lainnya. Ia memiliki indera, akal, hati, serta segala kelengkapan
yang dimiliki manusia lainnya. Bahkan tidak hanya manusia,
makhluk lain pun juga menerima hal yang sama sebagaimana
kelengkapan yang telah ditentukan-Nya. Adapun cacat atau
kelainan, bukanlah suatu hal yang Allah SWT kehendaki,
karena Allah SWT sesungguhnya menciptakan dalam kebaikan
dan yang membuat buruk suatu keadaan adalah akibat dari
tindakan manusia itu sendiri yang tanpa dia sadari akibatnya.
Dari sini kita dapati bahwasannya Allah SWT dengan begitu
Maha Adil-Nya telah menciptakan suatu system yang begitu
sempurna dalam kehidupan ini. Demikian pula dengan Hak
Asasi yang kita miliki itu bukanlah suatu hal yang ada karena
kita, melainkan suatu anugerah yang Allah SWT berikan
kepada kita, untuk saling memahami antara satu dengan yang
lain. Oleh sebab itu, makna yang paling pantas kita berikan
pada Hak Asasi bukanlah kebebasan, melainkan suatu system
keserasian yang menjaga hubungan kita dengan Allah SWT,
sesama, dan alam.
Sebagaimana yang telah dibicarakan di atas, Hak Asasi adalah
suatu bagian dari diri kita yang sudah ada sejak kita lahir.
Namun agaknya Hak Asasi ini baru berlaku ketika manusia
berinteraksi dalam kehidupannya dengan manusia lain. Agar
terciptanya suatu system harmoni, maka yang perlu
diperhatikan adalah perasaan. Sedemikian tingginya intelektual
yang manusia miliki, hubungan yang harmonis antar sesama
tidak akan pernah terbentuk selama manusia tidak
menggunakan hati dan perasaanya. Bukankah telah kita
rasakan adanya ego yang merusak hubungan kita dengan
orang lain? Oleh sebab itu sudah dapat dipastikan bahwa Hak
Asasi produk bentukan negara barat yang menunjukkan
karakter egoistis tidak akan pernah berhasil dalam mewujudkan
perdamaian dunia. Karena suatu perdamaian akan terwujud
ketika kita mau memahami, bukanlah ketika kita ingin dipahami
oleh masing-masing individu.
Kemunculan Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia muncul dari bentuk kesadaran tiap individu
pada individu lainnya. Allah SWT memberikan kita hati sebagai
alat untuk merasakan apa yang dirasakan oleh sesame, inilah
satu upaya bijak Allah SWT untuk membentuk kesadaran bagi
tiap individu. Tanpa adanya hati dan rasa, maka dapat kita
pastikan hingga saat ini tidak akan ada seorangpun yang
mampu menyadari akan hal ini. Bahkan seorang yang memiliki
nalar cukup tinggi sekalipun tidak akan dapat menyadari
realitas akan Hak Asasi, karena Hak seseorang hanya dapat
dirasakan dan bukan untuk dirasionalkan dalam suatu susunan
yang sistematis.
Dari sini sudah dapat kita pastikan bahwa Hak Asasi itu ada
dikarenakan adanya pemberian Allah SWT kepada kita. Namun
tidak hanya berhenti di sini saja, karena Hak Asasi tidak akan
cukup dengan potensi yang Allah SWT berikan, melainkan
harus adanya upaya respon atas potensi tersebut. Respon
inilah yang akhirnya menghasilkan kesadaran dalam diri kita,
dan kita ungkapkan pada orang lain yang dirasakan oleh
mereka. Perasaan yang sama inilah yang kemudian muncul
dalam suatu formula yang disepakati dalam konsep Hak Asasi
Manusia. Inilah yang pada tahap selanjutnya menjadi undang-
undang public yang mengatur ruang gerak HAM bagi masing-
masing individu. Dari sini dapat dipastikan bahwa HAM
bukanlah suatu bentuk kebebasan yang tak terbatas.
Di manakah Hak Asasi Manusia Berlaku?
Manusia adalah makhluk social, oleh karenanya Hak Asasi
yang dimilikinya senantiasa bergantung pada kondisi social
masyarakat yang berlaku. Sebagaimana yang telah
diungkapkan di atas bahwa masing-masing individu memiliki
Hak Asasi yang berbatasan dengan individu lainnya. Di sinilah
peran Hak Asasi Manusia berjalan, dengan adanya
kesepakatan atau satu system social tersebut maka tiap-tiap
individu berhati-hati dalam menjalankan Haknya masing-
masing. Namun jika Hak tiap individu ini tidak diformulasikan
dalam suatu undang-undang, maka akan terjadi kekacauan.
Hal ini bukan dikarenakan adanya paksaan dalam HAM,
melainkan adanya upaya sekelompok manusia yang tidak
bertanggung jawab dalam melaksanakan Haknya dalam
masyarakat. Untuk menghindari upaya kejahatan dalam HAM
inilah, perlu diadakan formulasi undang-undang HAM.
Dari pernyataan di atas sudah dapat kita pastikan bahwa HAM
itu ada ketika kita berinteraksi dengan individu lainnya. Tetapi
ketika kita berhadapan dengan Allah SWT, adakah lagi
tuntutan atas HAM bagi diri kita? HAM adalah anugerah dari-
Nya, maka sudah sepantasnya bagi kita untuk tidak
mencampurkan urusan kemanusiaan dengan urusan yang
begitu pribadi. Hubungan antara manusia dengan Tuhannya
adalah permasalahan yang begitu sensitive, tidak ada
seorangpun yang berhak mencampurinya, namun tentu saja ini
berlaku ketika individu tersebut tidak bersinggungan dengan
kepentingan individu lainnya. Satu hal yang perlu kita pahami
dalam hal ini bahwa HAM hanya berlaku ketika kita berada
dalam ruang public masyarakat, namun ketika kita
berhubungan dengan Allah SWT, maka tidak ada lagi yang kita
sebut sebagai HAM, karena allah SWT tidak akan pernah
melakukan kesalahan pada diri kita, justru kita yang kerap kali
melakukan kesalahan kepada-Nya.
Piagam Madinah dan Risalah al Huquq dalam menanggapi
HAM
Piagam Madinah dan Risalah al Huquq adalah beberapa bukti
bahwa Islam juga memiliki tanggapan yang begitu besar dalam
permasalahan HAM. Maka dalam kesempatan ini akan
dibicarakan isu penting terkait pembicaraan ini yang ada dalam
keduanya. Kita mulai pembicaraan ini dengan menelaah isi
pasal 1 Piagam Madinah, “Sesungguhnya mereka satu bangsa
dan negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan)
manusia.” Sebagaimana yang telah kita lihat, bahwa ciri utama
dari HAM dalam Islam bahwa pengaruh Ideologi yang begitu
kuat adalah dasar utama bagi setiap aspek kehidupan
manusia, dalam hal ini yakni iman pada Allah SWT, bukan
berdasarkan kekuasaan manusia. Maka dari itu kita tidak akan
pernah mendapati tatanan masyarakat yang Rasulullah SAW
buat, berdasarkan pada bentuk kerajaan atau kekhalifahan.
Rasul SAW juga tidak pernah menyebut dirinya sebagai
seorang khalifah ataupun raja.
Sedangkan dalam Risalah al Huquq, yang menjadi poin utama
atas susunan Hak yang ada adalah “Hak Allah”, yang berbunyi:
Adapun memenuhi hal Allah yang terbesar atasmu adalah
dengan mengabdi (beribadah) kepada-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain. Jika kau
kerjakan itu dengan tulus ikhlas, Ia pun akan mewajibkan atas
diri-Nya menyelesaikan segala urusan dunia dan akhiratmu
dan menjaga segala yang kau sukai dari keduanya.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Hak Asasi yang
kita miliki adalah kesadaran kita atas potensi yang Allah SWT
karuniakan pada kita. Dan sebagai bentuk rasa syukur kita
melalui ibadah kepada-Nya. Dari kedua poin di atas dapat kita
lihat, bahwa hokum HAM dalam Islam berlandaskan pada asas
ke-Tuhanan. Landasan utama yang diyakini dalam Islam
adalah, manusia tiada memiliki daya apapun, dan Allah SWT
sebagai satu-satunya Zat yang memberikan daya, upaya,
kehendak, serta kebebasan. Oleh karena itu, walaupun
manusia memiliki kebebasan dan kehendak, tetap saja itu
semua pemberian dari Allah SWT. Manusia diberi Hak hanya
untuk memanfaatkan segala pemberian yang Allah SWT
karuniakan pada kita, hanya untuk kebaikan.
Kesimpulan
Hak Asasi yang disebutkan dalam poin-poin universal Barat
seakan-akan terkemas apik sebagaimana halnya yang tertera
dalam Deklarasi Universal. Namun, kita harus melakukan
telaah lebih lanjut atas apa yang ada di dalam Islam. Islam
tidaklah miskin, melainkan kaya. Bahkan sebelum dunia
menemukan Deklarasi Universal, Islam sudah memberikan dua
system undang-undang HAM. Namun yang perlu kita sikapi di
sini adalah; Hak Asasi bukanlah suatu bentuk kebebasan,
melainkan suatu bentuk kesadaran untuk merasakan apa yang
orang lain inginkan, yang terwujud dalam suatu system
harmoni yang menjaga keselarasan tersebut. Hak Asasi adalah
karunia Allah SWT, yang berlaku untuk sesama manusia. Ke-
Tuhanan adalah landasan utama HAM dalam Islam.
REFERENSI
Al- Baqir, Muhammad. Ulama, Sufi, dan Pemimpin Umat:
Hidup dan Pikiran Ali Zainal Abidin, Cucu Rasulullah.
Mizan. Bandung: 1993.
Piagam Madinah
12/03/2009 20:40:51
Pendahuluan
Al-Qur'an al-Karim