Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN HAM TERHADAP HUKUM PIDANA RAJAM

A. Pengertian dan Sejarah HAM

1. Pengertian HAM

Hak Asasi Manusia pertama kali dicetuskan dalam Bahasa Perancis,

“Droit L’Homme” yang biasa diartikan sebagai hak-hak manusia sedangkan

dalam Bahasa Inggris disebut “Human Rights”.1 HAM dalam taraf

Internasional merupakan bagian dari sistem hukum Internasional, yang

berisikan serangkaian peraturan, pernyataan, larangan, serta prinsip dan konsep

yang pada pembentukannya dilakukan oleh masyarakat Internasional.

Pandangan HAM barat seperti yang dikemukakan oleh Ebrahim Moosa,

mengatakan bahwa HAM dalam konteks ini (Barat) merupakan hak yang tidak

dapat diganggu oleh siapa pun dengan alasan bahwa setiap individu adalah

manusia yang memiliki hak mutlak.2

Sementara itu, dalam konteks negara Indonesia yakni dalam UU no. 39


Tahun 1999 HAM mendefenisikan HAM sebagai seperangkat hak yang

melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang

Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung

tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.3

1
Rozali dan Samsyir, Perkembangan HAM dan Keberadaan Pengadilan HAM di
Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 7.
2
Mohammad Monib, Islah Bahrawi, Islam dan Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan
Nurcholis Majid (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 42.
3 UU RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Mengenai definisi HAM, maka akan muncul berbagai perspektif dan

perbedaan konsepsi tentang manusia. Definisi tentang HAM modern lebih

menekankan pada kedaulatan individu, otoritas mutlak perbuatan manusia, dan

kebebasannya dari apapun termasuk dari intervensi tuhan.

Sementara itu Nurcholis Majid atau biasa dikenal Cak Nur,

memberikan beberapa point penegasan penting terkait HAM. Salah satu esensi

pokok HAM yaitu suatu pengertian tentang hak asasi manusia diperlukan

sebagai ukuran minimum untuk menjamin harkat martabat seorang manusia

tanpa membedakan kulturnya. Beberapa hal pokok tersebut, yaitu kebebasan

nurani (freedom of conscience) yang meliputi, kebebasan beragama dan

berkeyakinan, kebebasan menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat,

kebebasan dari rasa takut dan dari ancaman penyiksaan, dan satu jaminan

untuk memperoleh perlakuan hukum yang adil dan tidak memihak.4

2. Sejarah HAM

Sejarah membuktikan bahwa kesadaran manusia terhadap hak-hak asasi

akan meningkat bila terjadi pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan seperti

adanya perbudakan, penjajahan, dan ketidakadilan. Perjuangan atas pengakuan

dan usaha menegakkan hak-hak asasi manusia dari berbagai bangsa banyak

dituangkan dalam berbagai konvensi, konstitusi, perundang-undangan, teori

dan hasil pemikiran yang pernah hadir di muka bumi ini.

Sejarah hak asasi manusia secara khusus dapat ditelusuri sejak adanya

Magna Charta di Inggris (1215), Habeas Corpus Act (1679), Petition of Rights

(1689), dan Bill of Rights (1689). Semangat Magna Charta inilah yang

4
Mohammad Monib, Islah Bahrawi, Islam dan Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan
Nurcholis Majid (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011), h. 43.
kemudian melahirkan undang-undang dalam kerajaan inggris tahun 1689 yang

dikenal dengan undang-undang Bill of Rights.

Peristiwa tersebut dianggap menjadi keberhasilan rakyat inggris

melawan kecongkakan raja John sehingga timbul suatu adagium yang

berintikan “Manusia sama di muka hukum (equality before the law,5 adagium

ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi yang

mengakui dan menjamin asas persamaan dan kebebasan sebagai warga negara.

Asas ini pula yang nantinya menjadi dasar hak-hak asasi manusia seperti

kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia sebagaimana tercermin dalam

konsiderans mukaddimah deklarasi sedunia tentang Hak-hak Asasi Manusia

1948.

Untuk mewujudkan tindakan konkrit dalam kehidupan masyarakat dan

kenegaraan pemikiran dua tokoh, Pendapat Rousseo tentang kontrak sosialnya

dan Montesquieu6 dengan trias politikanya telah memberikan kontribusi yang

amat besar, maka trias politika yang lahirnya didorong oleh sebuah keinginan

untuk mencegah tirani yang pada intinya membuat pemisahan antara legislatif,

eksekutif dan yudikatif sehingga seorang raja tidak bisa bertindak semena-

mena.

Kemudian, pada 10 November 1948 PBB memproklamirkan Universal

Declaration Of Human Rights di Paris yang didalamnya memuat 30 pasal,

dimana kesemuanya memaparkan tentang hak dan kewajiban umat manusia.

Terdapat 5 jenis hak asasi manusia menurut Universal Declaration of Human

5
Ahmad Kosasih, HAM dalam Persfektif Islam Menyingkap Persamaan dan
Perbedaan antara Islam dan Barat, (Jalarta: Salemba Diniyah, 2003), edisi pertama, h. 21.
6
Ahmad Kosasih, HAM dalam Persfektif Islam Menyingkap Persamaan dan
Perbedaan antara Islam dan Barat, (Jalarta: Salemba Diniyah, 2003), edisi pertama, h.
21.
Rights yaitu hak personal (Hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal(hak

jaminan perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak

jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan), dan hak ekonomi.

Selain itu, PBB juga menerima Convenants Of Human Rights saat sidang PBB

pada 16 Desember 1966, hingga sekarang masalah hak asasi manusia telah

diakui dalam hukum internasional.

Setelah diakui secara internasional, hal tersebut juga diakui secara

nasional yaitu dengan dibentuknya instrumen-instrumen Hak Asasi Manusia,

dalam rangka memberikan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia,

di samping dibentuk aturan-aturan hukum juga dibewa Tantuk kelembagaan

yang menangani masalah yang berkaitan dengan penegakkan hak asasi

manusia.

Sementara dalam Islam, jauh sebelumnya Allah Subhanahu wa Ta’ala

telah menetapkan hak asasi manusia melalui Nabi Muhammad Shallallahu

‘Alaihi wa Sallam bahwa manusia ditempatkan sebagai makhluk yang

memiliki kemuliaan dan keutamaan, memiliki harkat dan martabat yang tinggi,

sebagaimana dinyatakan dalam Al-Q’uran surah Al-Isra:70.

Terjemahan:
“dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam, kami
angkut mereka didaratan dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan mahluk yang telah kami ciptakan.”(Q.S. Al-Isra:70 )
Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang

persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia Persamaan,

artinya Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan

yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati atas manusia lainnya

hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya.3 Hal ini sesuai dengan firman

Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13:


“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Sedangkan kebebasan merupakan elemen penting dari ajaran Islam.

Kehadiran Islam memberikan jaminan pada kebebasan manusia agar

terhindar dari kesia-siaan dan tekanan, baik yang berkaitan dengan

masalah agama, politik dan ideologi. Namun demikian, pemberian

kebebasan terhadap mansia bukan berarti mereka dapat menggunakan

kebebasan tersebut mutlak, tetapi dalam kebebasan tersebut terkandung

hak dan kepentingan orang lain yang harus dihormati juga.

Banyak diantara firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dalam

Alqur’an yang diwahyukan kepada Rasulullah Shallallahu “Alaihi

Wassalam, yang menjelaskan berbagai konsep tentang kehidupan

manusia, termasuk bagaimana bergaul dengan sesama manusia,

disamping ayat-ayat Alqur’an.

Islam menempatkan hak asasi manusia sebagai konsekuensi dari

pelaksanaan kewajiban terhadap Allah. Berbeda dengan masyarakat barat

mereka memandang hak asasi manusia sebagai sebuah ekspresi kebebasan

manusia yang di mana ia lepas dari ketentuan Allah, agama dan moral.

Dalam Islam ekspresi kebebasan manusia harus di tempatkan dalam

kerangka keadilan dan persamaan kedudukan dihadapan tuhan. Karena

itu, tampak bahwa hak asasi manusia dalam Islam bersifat ilahiyyah,

yakni bersumber dari Allah, sedangkan hak asasi manusia menurut

masyarakat barat lebih bersifat insaniyyah, dengan hanya berfokus pada

manusia.
B. Kedudukan HAM dalam Islam

Adapun konsepsi dasar HAM adalah12 seperangkat hak yang melekat

pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha

Esa dan merupakan anugrah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat. Dalam hal ini semua

manusia dikaruniai akal budi dan hati nurani untuk saling berhubungan

dalam semangat persaudaraan.

Dalam pandangan Islam pada prinsipnya hak asasi manusia bukanlah

berasal dari siapapun, melainkan berasal dari causa prima alam semesta ini

yaitu Tuhan yang Maha Esa. Islam telah menetapkan kebebasan kepada

setiap manusia. Hal tersebut tidak hanya sekedar dispensasi melainkan

sesuatu yang wajib baginya, karena manusia dilahirkan dalam keadaan bebas

dan harus hidup dalam keadaan bebas. Kebebasan dan persamaan berasal

dari dasar kehormatan manusia yang merupakan sumber hak-hak asasi

manusia. Undang-undang sipil telah mengakui adanya keterikatan hak

persamaan dengan hak kebebasan untuk sebuah tujuan yang jelas, yaitu

mewujudkan keseimbangan antara maslahat kepentingan individu dan

masyarakat.

Dikalangan intelektual dan aktivis Muslim, mereka semua setuju

tentang konsep hak asasi manusia, dan tentu saja konsep tentang hak asasi

manusia sejalan dengan Islam.51 Konsep HAM dalam pandangan Islam

diperkenalkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. yang

termaktub dalam khutbah haji perpisahan (khutbat al wada’). Khutbah

tersebut menegaskan penghargaan terhadap kehidupan, harta dan martabat

kemanusiaan (life, property, and dignity). Dalam pidatoya, Nabi


Muhammad saw. menegaskan bahwa tugas sucinya adalah untuk menyeru

manusia kepada jalan Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati apa yang

menjadi hak-hak suci sesama manusia.34

Mustafa al-Siba’i dan Hasan al-Ili sebagaimana dikutip Faisar

Ananda menjelaskan bahwa kemuliaan adalah hak yang dimiliki oleh

setiap manusia tanpa memandang warna kulit, bangsa dan agama. Demikian

juga Sayyid Qutb menyatakan bahwa martabat merupakan hak alami setiap

individu. Anak Adam sejak awal dimuliakan bukan karena atribut personal

mereka dan bukan karena status sosial mereka, melainkan karena mereka

adalah manusia.35

Menurut Wahbah Az-Zuhaili, hak asasi manusia adalah

sekelompok hak alami yang dimiliki manusia, melekat dengan sendirinya

pada watak manusia, ditetapkan secara internasional, walaupun belum

sempurna pengakuan internasional terhadapnya atau menjadi amburadul

karena kekuasaan-kekuasaan tertentu. Hak-hak tersebut mencakup hak-hak

pokok, seperti hak untuk hidup, kesejajaran, persamaan, kebebasan dan lain-

lain. Secara global, semuanya beorientasi pada kehormatan manusia yang

sangat diperhatikan dalam hak kebebasan dan persamaan.36

HAM dalam pandangan Islam, dikategorisasikan sebagai aktivitas yang

didasarkan pada diri manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Islam,

menurut pandangan yang sifatnya teosentris, mengandung aspek ketuhanan

dan manusia hidup dimaksudkan untuk mengabdi kepadaNya.

Pemaknaan HAM yang berkembang di barat telah menempatkan

manusia dalam setting yang terpisah dengan Tuhan (devided God). Hak Asasi

Manusia merupakan hak yang secara alamiah akan diperoleh seseorang sejak
lahir. Perbedaan persepsi tentang manusia, hak-haknya, hingga nasibnya

merupakan salah satu sebab yang memicu konflik antara dunia Barat dengan

Timur, dalam hal ini adalah Islam. HAM adalah anugrah Tuhan, sehingga

setiap individu harus bertanggung jawab pada Tuhan.53

Dalam Islam terdapat tiga bentuk kebebasan, yaitu kebebasan

individual, kebebasan politik serta kebebasan ekonomi dan sosial.

1) Kebebasan individu

Kebebasan individu adalah kebebasan yang paling pokok,

karena berkaitan langsung dengan diri manusia dan merupakan

inti dari kehormatannya. Kebebasan ini adalah kebebasan yang

bersifat asli dan alami yang telah ditetapkan oleh undang-undang

semenjak manusia itu lahir. Kebebasan individu dalam misalnya

adalah hak untuk memperoleh keamanan, hak untuk mendapat

perlindungan terhadap tempat tinggal, hak untuk mendapat

keamanan pada saat bergerak pindah dari satu tempat ke tempat

lain.37

2) Kebebasan Politik

Kebebasan politik, yaitu di mana seluruh warga negara

berhak untuk berpartisipasi dalam urusan negara, politik,

ekonomi dan budaya. Landasan dasar hak ini dalam pandangan

Islam adalah asas permusyawaratan yang merupakan ungkapan

keinginan bagi pengambil keputusan agar selalu mendengarkan

suara rakyat. Sebagaimana dijelaskan Az-Zuhaili bahwa aturan

hukum dalam Islam yang dikehendaki Allah swt. dan telah

dijelaskan Rasulullah adalah bertumpu pada enam dasar, yaitu:


kebebasan atau demokrasi, keadilan, persamaan, permusyawaratan,

perbandingan dan mawas diri.38

3) Kebebasan Ekonomi dan Sosial

Kebebasan Ekonomi dan Sosial yaitu di mana setiap manusia

berhak mendapat kebebasan dalam bidang ekonomi dan sosial.

Dalam bidang ekonomi, Islam menetapkan program-program

pengentasan kemiskinan, pemberantasan penyakit dan

pengangguran dan mengangkat martabat orang-orang jompo, aman

dalam melaksanakan transaksi. Tujuannya adalah agar terpenuhi

kehidupan manusia yang sejahtera dan terhormat dalam

masyarakat dan terpenuhi seluruh sarana dan prasarana

kehidupannya. Sedangkan kebebasan sosial dalam pandangan

Islam adalah terpenuhinya perlindungan hak asasi manusia

terhadap pendidikan, kesehatan dan bekerja.39

C. Tujuan HAM dalam UU No. 39 Tahun 1999

Pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)merupakan

bagian dari tanggung jawab negara sebagai pemangku kewajiban dalam

melaksanakan kewajibannya kepada seluruh rakyat. Kewajiban negara untuk

menghormati, melindungi dan memenuhi HAM harus ditunaikan. HAM yang

meliputi hak-hak sipil dan politikdan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya

harus mendapatkan perhatian negara secara berimbang. Kedua ranah hak ini

secara penuh merupakan hak-hak fundamental warga negara yang harus

dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh negara.


Pemajuan dan perlindungan HAMtelah menjadi salah satu program

pemerintah sejalan dengan proses reformasi dan pemantapan kehidupan

berdemokrasi yang sedang berlangsung. Untuk lebih melindungi dan

memajukan HAM telah dibentuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang HAM (UU HAM).

Tujuan dari HAM itu sendiri menurut UU No. 39 Tahun 1999 yaitu

tentu memberikan hak-hak kebebasan bagi setiap manusia. Semangat undang-

undang ini, adalah untuk meninggikan harkat, martabat bangsa dengan harapan

jauhdari pelanggaran. Karena sesungguhnya HAM tidak diperjual-belikan, dan

tidak dapat membatasi orang lain diluar koridor hukum yang berlaku.Sesuai

pasal1, UU39/99 tentang HAM; menyatakan bahwa “Hak Asasi Manusia

adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang

wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,

pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan

martabat manusia”.

Dengan meratifikasi perjanjian PBB tentang Hak Asasi Manusia

(HAM) melalui Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM,

membuktikan keseriusan pemerintah Indonesia dengan HAM.

Implementasinya diharapkan juga keseriusan pemerintah melalui penegakan

hukum yang berlaku, tanpa memandang tingkat sosial,ras,agama dan lainnya.

Pelanggaran bisa saja dilakukan oleh pemerintah ataupun masyarakat, baik

kelompok maupun secara perorangan.

D. Pandangan HAM Terhadap Hukum Rajam


Pelaksanaan hukum rajam di Indonesia dinilai melanggar semangat

perlindungan Hak Asasi Manusia dan akan menurunkan martabat manusia.

Salah satu rujukan penting untuk membaca penerapan hukurn pidana Islam

berupa hukum rajam adalah mengkaitkannya dengan Konvensi Menentang

Penylksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak

Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention againts Torture

and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment).

Konvensi ini menjadi satu rujukan dunia internasional untuk melihat dan

mengkritisi berbagai penghukuman di dunia, apakah masih bertentangan

dengan hak asasi manusia ataukah tidak. Negara Indonesia telah meratifikasi

konvensi ini lewat Undang-Undang No.5 tahun 1998.

Namun, sebelum itu perlu diketahui apa definisi hukum rajam

sehinggga dapat dikatakan sebagai bentuk penyiksaan yang melanggar hak

asasi manusia. Rajam ialah sanksi hukum pidana berupa pembunuhan terhadap

para pelaku zina muhshan (yaitu orang yang berzina sementara ia sudah

pernah menikah atau masih dalam ikatan pernikahan dengan orang lain).

Rajam dilakukan dengan cara menenggelamkan sebagian tubuh yang

bersangkutan ke dalam tanah, lalu setiap orang yang lewat dirninta

melemparinya dengan batu-batu sedang (hijarah mu 'tadilah) sampai yang

bersangkutan meninggal dunia.

Pasal 1 Konvensi Menentang Penylksaan dan Perlakuan atau

Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan

Martabat Manusia mendefinisikan penyiksaan sebagai setiap perbuatan yang

dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan

yang hebat, baik jasmani maupun rohani, yang dengan sengaja dilakukan pada

seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau
dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah

dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau

mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan

yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau

penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari atau, dengan

persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik atau orang lain yang bertindak

dalam kapasitas resmi.

Oleh karena itu, hukum rajam termasuk kedalam kategori menyiksa,

tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia karena seseorang yang

dianggap bersalah dicambuk di hadapan publik sampai ia meninggal. Hukum

rajam mempertemukan tiga unsur sekaligus:mempermalukan orang di depan

publik, menyiksa dan merendahkan martabat orang bersangkutan sampai pada

titik ketidakberhargaan sama sekali. Dunia internasional selalu mengecam

hukum rajam dinilai bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia.

Dona Guest juga mengatakan bahwa pemberlakuan hukum pidana

Islam berupa rajam di Aceh bertentangan dengan banyak instrumen hukum

internasional, dimana Indonesia telah meratifikasi dan berjanji untuk

melaksanakan hukum tersebut. Pada Pasal 7 Kovenan Internasional tentang

Hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa tidak seorang pun dapat dapat

dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain keji, tidak manusiawi

atau merendahkan martabat. Dan pada Pasal 5 Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia (DUHAM) juga dinyatakan bahwa tidak seorang pun boleh disiksa

atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara

tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.

Namun dari sudut pandang Ulama dalam hal memberikan hukuman

bagi orang yang belum diberitahukan sebelumnya tentang hukuman yang akan
dijatuhkan kepadanya tentu dianggap telah berbuat zalim kepada orang

tersebut”. Pemikiran tersebut tentu ada benarnya, karena pemeritah juga

dengan memberlakukan sebuah aturan hukum yaitu baik Undang-Undang

maupun Qanun tidak serta merta biasanya langsung berlaku pada saat detik,

jam, hari dan tanggal itu juga. Akan tetapi kebiasaannya dibutuhkan waktu

sosialiasi yang kemungkinan sampai berbulan-bulan dan bahkan bertahun-

tahun untuk diketahui oleh hal layak masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai