Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang
dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan
yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum
reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan
kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM
pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah
tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul Hak Asasi Manusia.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia
yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah
merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu
juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari HAM?
2. Bagaimana sejarah awal terbentuknya HAM?
3. Bagaimana perkembangan HAM di Indonesia?
4. Apa saja yang termasuk pelanggaran HAM?

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia
dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam
deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan
tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal
28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.
Dibawah ini akan dijelaskan pengertian hak asasi manusia dari beberapa para
ahli dibidangnya, yaitu antara lain:
1) Haar Tilar, HAM ialah hak-hak yang melekat pada diri setiap insan dan tanpa
memiliki hak-hak itu maka setiap insan tidak bisa hidup selayaknya manusia.
Hak tersebut didapatkan sejak lahir ke dunia.
2) Prof. Koentjoro Poerbopranoto, Menurutnya HAM ialah suatu hak yang
sifatnya mendasar atau asasi. Hak-hak yang dimiliki setiap manusia
berdasarkan kodratnya yang pada dasarnya tidak akan bisa dipisahkan
sehingga bersifat suci.
3) John Locke, Menjelaskan bahwa HAM ialah hak-hak yang langsung
diberikan Tuhan yang esa kepada manusia sebagai hak yang kodrati. Oleh
karenanya, tidak ada kekuatan apapun di dunia yang bisa mencabutnya. HAM
ini sifatnya fundamental atau mendasar bagi kehidupan manusia dan pada
hakikatnya sangat suci.
4) Mahfudz M.D., Menjelaskan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada
martabat stiap manusia yang mana hak tersebut dibawa sejak lahir ke dunia
sehingga pada hakikatnya hak tersebut bersifat kodrati.
5) UU No 39 Tahun 1999, Menerangkan bahwa HAM ialah seperangkat hak
yang melekat pada diri manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. dimana
hak tersebut merupakan anugerah yang wajib di hargai dan dilindungi oleh
setiap orang untuk melindungi harkat dan martabat setiap manusia.
6) Muladi, Menurutnya HAM ialah segala hak pokok atau dasar yang telah
melekat pada diri manusia dalam kehidupannya.
7) Peter R. Baehr, Menurutnya HAM merupakan hak dasar yang mutlak dan
harus dimiliki setiap insan untuk perkembangan dirinya.
8) Karel Vasak, Menjelaskan bahwa HAM merupakan tiga generasi yang
didapat dari revolusi Prancis. Ia mengistilahkan generasi karena yang

dimaksud merujuk pada inti dan ruang lingkup dari hak yang mana hak
menjadi prioritas utama dalam kurun waktu tertentu.
9) Miriam Budiarjo, HAM merupakan hak yang dimiliki setiap orang yang
dibawa sejak lahir ke dunia dan menurutnya hak itu sifatnya universal karena
dimiliki tanpa adanya perbedaan ras, kelamin, suku, budaya, agama dan lain
sebagainya.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa HAM merupakan
hak yang sudah melekat dalam diri setiap insan yang dibawa sejak lahir ke dunia
dan berlaku sepanjang hidupnya serta tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun
karena hak itu sifatnya kodrati yang langsung Allah berikan pada setiap makhluk
ciptaannya. Dan setelah kita mengetahui apa itu HAM, hendaknya sebagai warga
negara indonesia yang baik kita harus menjunjung tinggi nilai HAM tanpa adanya
perbedaan baik suku, status, keturunan, gender, golongan dan lain sebagainya.

A. SEJARAH PERKEMBANGAN HAM


1. Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Para ahli HAM menyatakan bahwa sejarah perkembangan HAM bermula
dikawasan Eropa. Wacana awal HAM di Eropa dimulai dengan lahirnya Magna
Charta yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja- raja.

Sejak

lahirnya Magna Charta (1215), raja yang melanggar aturan kekuasaan harus diadili
dan mempertanggungjawabkan kebijakan pemerintahannya di hadapan parlemen.
Lahirnya Magna Charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki
konstitusional. Keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada Pasal 21
Magna Charta yang menyatakan bahwa ...para Pangeran dan Baron dihukum atau
didenda berdasarkan kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya
adapun pada Pasal 40 ditegaskan bahwa ...tak seorang pun menghendaki kita
mengingkari atau menunda tegaknya hak atau keadilan.
Pada 1689, lahir Undang- Undang Hak Asasi Manusia (HAM) di Inggris. Pada
masa itu mulai muncul istilah equality before the law, kesetaraan manusia di muka
hukum. Menurut Bill of Rights, asas persamaan manusia di hadapan hukum harus
diwujudkan, karena tanpa hak persamaan, maka hak kebebasan mustahil dapat
terwujud. Untuk mewujudkan kebebasan yang bersendikan persamaan hak warga
negara tersebut, lahirlah sejumlah istilah dan teori sosial di Amerika:
a. Teori Kontrak Sosial (J.J. Rousseau)
Menyatakan bahwa hubungan antara penguasa (raja) dan rakyat
didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan- ketentuannya mengikat
kedua belah pihak.
b. Trias Politica (Montesquieu)
Teori tentang sistem politik yang membagi kekuasaan pemerintahan
negara dalam tiga komponen: pemerintah (eksekutif), parlemen (legislatif),
dan kekuasaan peradilan (yudikatif).
c. Teori Hukum Kodrati (John Locke)
Teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat manusia ada hak- hak
dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak diserahkan
kepada negara.
d. Hak- hak dasar persamaan dan kebebasan
Teori yang mengatakan bahwa semua manusia dilahirkan sama dan
merdeka
Pada 1789, lahir deklarasi Perancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan
hukum yang meminjam hak asasi manusia dalam proses hukum, seperti larangan
penangkapan dan penahan seseorang secara sewenang-wenang tanpa alasan yang
4

sah dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang
berwenang. Prinsip presumption of innocent adalah bahwa orang-orang yang
ditangkap dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Prinsip ini kemudian
dipertegas oleh prinsip-prinsip HAM lain, seperti kebebasan mengeluarkan
pendapat, kebebasan beragama, perlindungan hak milik, dan hak-hak dasar lainnya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak
kebebasan manusia (the four freedoms) di Amerika Serikat pada 6 Januari 1941,
yang diproklamirkan oleh Presiden Theodore Roosevelt. Keempat hak ini yaitu: hak
kebebasan berbicara dan menyatakan dan menyatakan pendapat; hak kebebasan
memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama masing-masing yang
dipeluknya; hak bebas dari kemiskinan; dan hak bebas dari rasa takut.
Tiga tahun kemudian, dalam konferensi buruh internasional di Philadelphia,
Amerika Serikat, dihasilkan sebuah deklarasi HAM. Deklarasi Philadelphia 1994
ini menurut pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial
dan perlindungan seluruh manusia apa pun ras, kepercayaan, dan jenis-jenis
kelaminnya.
Deklarasi ini memuat prinsip HAM yang menyerukan jaminan setiap orang
untuk mengejar pemenuhan kebutuhan materiel dan spiritual secara bebas dan
bermartabat serta jaminan keamanan ekonomi dan kesempatan yang sama.
Kemudian dijadikan dasar perumusan Deklarasi Universal HAM (DUHAM) yang
dikukuhkan oleh PBB dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada
1948.
Menurut DUHAM, terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh setiap
individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan
perlindungan hukum); hak sipil dan politik; hak substensi (hak jaminan adanya
sumber daya untuk menunjang kehidupan); dan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil, dan politik
meliputi:
1. Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi.
2. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan.

3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berperkemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan.
4. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi.
5. Hak untuk pengampunan hukum secara efektif.
6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenangwenang.
7. Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak.
8. Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah.
9. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan
pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat.
10. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik.
11. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu.
12. Hak bergerak.
13. Hak memperoleh suaka.
14. Hak atas satu kebangsaan.
15. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga.
16. Hak untuk mempunyai hak milik.
17. Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama.
18. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat.
19. Hak untuk berhimpun dan berserikat.
20. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama
terhadap pelayanan masyarakat.

Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:


1. Hak atas jaminan sosial.
2. Hak untuk bekerja.
3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama.
4. Hak untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh.
5. Hak atas istirahat dan waktu senggang.
6. Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan.
7. Hak atas pendidikan.
8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari
masyarakat.

2. Setelah Deklarasi Universal HAM 1948


Dibagi atas empat kurun generasi yaitu:

Generasi pertama, disini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang politik
dan hukum. Dampak Perang Dunia II sangat mewarnai generasi ini dimana
totaliterisme dan munculnya Negara-negara

yang baru merdeka untuk

menciptakan tertib hukum yang sangat kuat seperti hak-hak yuridis antara lain:
hak hidup, hak untuk tidak menjadi budak, hak untuk tidak disiksa, hak kesamaan
dan keadilan dalam proses hukum (Fair Trail), hak praduga tidak bersalah.
Generasi kedua, pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis saja seperti
diatas tetapi juga menyerukan hak-hak social, ekonomi, politik, dan budaya.
Generasi ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antar hak
ekonomi, social, budaya, dan politik serta hukum dalam satu bagian integral yang
dikenal dengan istilah Hak-Hak melaksanakan pembangunan (The Rights Of
Delopment).
Generasi ke-empat, peran dominan Negara dalam proses pembangunan
ekonomi dan kecenderungan pangabaikan aspek kesejahteraan rakyat mendapat
sorotan tajam kalangan generasi HAM ini pemikiran generasi ini dipelopori
Negara kawasan Asia pada tahun 1983 melahirkan deklarasi ham yang dikenal
dengan Declaration Of The Basic Duties Of Asia Popleand Government.
Deklarasi ini tidak hanya mencakup tututan structural saja tetapi juga menyerukan
terciptnya tatanan social yang berkeadilan.
B. PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA
1. Periode Sebelum Kemerdekaan(1908-1945)
Perkembangan HAM pada periode sebelum kemerdekaan memiliki ciri khas
seperti besifat tradisional. Dengan cara yang sederhana, dipimpin oleh tokoh
masyarakat, agama atau kalangan bangsawan, belum teroganisasi secara modern, dan
khususnya perjuangan kemerdekaan masih mengandalkan kekuatan fisik persenjataan.
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam
sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional.
Organisasi pertama ialah Boedi Oetomo pada tahun 1908. Dalam konteks
pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran
berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi petisi yang dilakukan kepada
pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar Goeroe Desa.
Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat.
Organisasi kedua ialah Sarekat Islam pada tahun 1911. Dalam organisasi ini,
ditekankan usaha usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari
penindasan dan diskriminasi rasial.
7

Organisasi ketiga ialah Indische Partij pada tahun 1912. Dalam organisasi ini,
pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan
serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Organisasi keempat ialah Partai Komunis Indonesia pada tahun 1920. Partai
ini merupakan partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak
hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu isu yang berkenan dengan alat produksi.
Organisasi kelima ialah Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925. Organisasi
ini lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
Organisasi keenam ialah Partai Nasional Indonesia pada tahun 1927.
Organisasi ini mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
Lahirnya organisasi pergerakan nasional ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial yang melakukan
pemerasan hak-hak masyarakat terjajah.
Puncak perdebatan HAM yang dilontarkan oleh para tokoh pergerakan
nasional terjadi dalam sidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), dimana dirumuskan dasar-dasar ketatanegaraan dan kelengkapan negara
yang menjamin hak dan kewajiban negara dan warga negara dalam negara yang
hendak diproklamirkan.
2. Periode Setelah Kemerdekaan
a. Periode 1945- 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan
serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh
pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (konstitusi) yaitu, UUD 1945.
Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutnya memberikan
keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Sepanjang periode ini, wacana
HAM bisa dicirikan pada:

Bidang sipil politik, melalui:


1) UUD 1945 (Pembukaan, pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29,
Pasal 30, Penjelasan pasal 24 dan 25 )
2) Maklumat Pemerintah 01 November 1945
3) Maklumat Pemerintah 03 November 1945
8

4) Maklumat Pemerintah 14 November 1945


5) KRIS, khususnya Bab V, Pasal 7-33
6) KUHP Pasal 99
Bidang ekonomi, sosial, dan budaya, melalui:
1) UUD 1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan
Pasal 31-32)
2) KRIS Pasal 36-40

b. Periode 1950- 1959


Periode 1950 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal
dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada
periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena
suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi
parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan
oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini
mengalami pasang dan menikmati bulan madu kebebasan. Indikatornya
menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak
tumbuh partai partai politik dengan beragam ideologinya masing masing.
Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi
berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat,
parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat
menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan
kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan
pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan
tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
Tercatat pada periode ini Indonesia meratifikasi dua konvensi
internasional HAM, yaitu :
1) Konvensi Genewa tahun 1949 yang mencakup perlindungan
hak bagi korban perang, tawanan perang, dan perlindungan
sipil di waktu perang.
2) Konvensi tentang Hak Politik Perempuan yang mencakup hak
perempuan untuk memilih dan dipilih tanpa perlakuan
diskriminasi,serta hak perempuan untuk menempati jabatan
publik.
c. Periode 1959 1966

Periode ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal, digantikan


oleh Demokrasi Terpimpin (Guided Democracy) berpusat pada kekuasaan
Presiden Soekarno. Guided democracy sebagai sebagai bentuk penolakan
Presiden Soekarno terhadap demokrasi parlemen. Pada sistem ini (demokrasi
terpimpin) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari
sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional
baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur
poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi
masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
d. Periode 1966- 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada
semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah
diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM
dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang
perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan
Pengadilan HAM untuk wilayah Asia.
Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum
II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil (judical review) untuk
dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP
MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah
menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak hak
Asasi Manusia dan Hak hak serta Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir
1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi
dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat
defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya
restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam
ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai
dengan nilai nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta
bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang
dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan
deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan
pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara Negara
Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
10

Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan


kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama
dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) dan masyarakat akademisi yang mengharapkan penegakan HAM.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan
lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus
Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya,
dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an
nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran
strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif
terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap
akomodatif

pemerintah

terhadap

tuntutan

penegakan

HAM

adalah

dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM)


berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Komnas HAM sebagai hasil dari sikap akomodatif pemerintah
memilikui beberapa fungsi yaitu :
Melakukan pemantauan dan penyelidikan pelaksanaan HAM
Melakukan pengkajian dan penelitian dari instrumen hukum di

Indonesia
Menangani kasus pelanggaran HAM
Mengkaji peraturan negara seperti undang- undang, peraturan
pemerintah, peraturan daerah dan produk hukum lainnya yang

terkait dengan HAM.


Memberi pendapat,

pertimbangan,

dan

saran

kepada

pemerintah terkait pelaksanaan HAM


Komnas HAM memiliki peranan yang penting dalam penegakan
HAM, akan tetapi lembaga tersebut tidak berdaya dalam mengungkapkan
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Negara seperti kasus pada tahun 1982
mengenai pengembangan objek wisata Borobudur di Jawa Tengah yang
memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk setempat
tidak mendapat ganti rugi yang memadai dari pemerintah.
Di samping membentuk komnas HAM pemerintah juga meratifikasi
tiga konvensi HAM sebagai sikap akomodatif, antara lain:
11

1) Konvensi

Penghapusan

Segala

Bentuk

Diskriminasi

terhadap

Perempuan, UU No.7 Tahun 1984


2) Konvensi Internasional Menentang Apartheid dalam Olahraga, UU
No.48 Tahun 1993
3) Konvensi Hak Anak, Keppres No.36 Tahun 1990.
Meskipun telah melakukan sikap akomodatif ini pemerintah pada masa
orde baru tidak sepenuhnya menjalankan dan menyerasikan pelaksanaan HAM
di pemerintahan. Komitmen pelaksanaan HAM yang murni dan konsekuen
pada masa orde baru masih jauh dari harapan masyarakat. Pelanggaran HAM
orde baru dapat dilihat dari kebijakan politik orde baru yang bersifat
sentralistik (otoriter) dan anti segala gerakan politik yang berbeda dengan
pemerintah. Rakyat merasa terbelenggu hak kebebasannya karena segala
aktivitasnya harus sesuai dengan kendali pemerintah. Akumulasi pelanggaran
HAM oleh negara yang banyak terjadi pada masa ini mendorong masyarakat
menuntut mundur Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan pada tahun 1998.
Dan pada tahun itu juga berakhirlah masa orde baru.
e. Periode Pasca- Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di
indonesia. Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai
berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan
HAM, setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim otoriter.
Pada tahun ini Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang kala itu
menjabat sebagai Wakil presiden RI. Dengan berakhirnya masa Orde Baru,
rakyat merasa terlepas dari ikatan-ikatan yang selama itu mengekang gerak
kebebasannya. Tuntutan untuk ditegakkan dan dijaminnya kebebasan rakyat
(HAM) merebak di segala kondisi kehidupan masyarakat. Tuntutan tersebut
diterima dan diwujudkan oleh pemerintah reformasi dengan beberapa tindakan
nyata, di antaranya :
Mengamandemen UUD 1945 dan dimuatnya hak-hak asasi manusia

secara rinci didalam pasal-pasalnya.


Dimuatnya
HAM
dalam

(Tap.MPR No.XVII/MPR1998)
Disahkannya Undang-Undang yang menjamin hak-hak kebebasan

Ketetapan

MPR

rakyat.
12

Ratifikasi instrument HAM internasional untuk mendukung HAM di

Indonesia.
Disahkannya sejumlah konvensi HAM yaitu: konvensi tentang
kebebasan berserikat, konvensi tentang penyiksaan dan perlakuan
kejam,

konvensi

penghapusan

diskriminasi

rasial,

konvensi

penghapusan kerja paksa, konvensi tentang diskriminasi dalam


pekerjaan dan jabatan, dan konvensi tentang usia minimum untuk
diperbolehkan bekerja.
Selain hal- hal diatas masih banyak lagi jaminan- jaminan yang
berkaitan dengan penegakan HAM yang dilakukan pemerintah pada era
reformasi. Misalnya: kebebasan persuratkabaran, pembenahan pelaksanaan
pemilu, dan pelaksanaan otonomi seluas-luasnya.
Tidak hanya itu presiden B.J.Habibie menunjukkan kesungguhannya
dalam pelaksanaan HAM dengan pembuatan Rencana Aksi Nasional HAM,
Agustus 1998, dengan 4 pilar yaitu :
1)
2)
3)
4)

Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM


Diseminasi informasi dan pendidikan bidang HAM
Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM
Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang
diratifikasi melalui perundang-undangan nasional

C. HAM: ANTARA UNIVERSALITAS DAN RELATIVITAS


Substansi HAM bersifat universal, tetapi masih banyak perdebatan dalam
pelaksanaan HAM. Hampir semua negara sepakat dengan prinsip universal HAM,
tetapi memiliki perbedaan pandangan dan cara pelaksanaan HAM yang disebut
dengan istilah wacana universalitas dan lokalitas atau partikularitas HAM.
Partikulalitas HAM terkait dengan kekhususan yang dimiliki suatu negara atau
kelompok sehingga tidak sepenuhnya dapat melaksanakan prinsip prinsip HAM
universal. Kekhususan tersebut bisa saja bersumber pada kekhasan nilai budaya,
agama, dan tradisi setempat. Misalnya, hidup serumah tanpa ikatan pernikahan di
Indonesia. Hal tersebut tidak bisa diterima dan meresahkan masyarakat sekitar karena
tidak sesuai dengan norma agama.
Teori relativitisme kultural berpandangan bahwa nilai nilai moral dan budaya
bersifat partikular. Teori ini berpendapat bahwa tidak ada hak yang universal, semua
tergantung pada kondisi sosial kemasyarakatan yang ada. Hak dasar dapat diabaikan
13

dengan praktik praktik sosial, apabila berbenturan dengan nilai nilai lokal maka
HAM harus dikontekstualisasikan, sehingga nilai moral HAM bersifat lokal dan
spesifik dan hanya berlaku khusus pada suatu negara, tidak pada negara lain.
Pada para penganut teori radikal universalitas semua nilai termasuk nilai nilai
HAM adalah bersifat universal dan tidak bisa di modifikasi untuk menyesuaikan
adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu negara. Nilai nilai HAM berlaku sama
dimana pun dan kapan pun serta dapat diterapkan pada masyarakat yang mempunyai
latar belakang budaya dan sejarah yang berbeda.
D. PELANGGARAN DAN PENGADILAN HAM
Unsur lain dalam HAM adalah masalah planggatan dan pegadilan HAM.
Secara jelas UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mendefinisikan hal
tersebut. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidan disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.
Pelanggaran HAM dikelompokkan pada dua bentuk, yaitu:
1) Pelanggaran HAM berat: Genosida dan Kejahatan Manusia
2) Pelanggaran HAM ringan
Kejahatan Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud
untuk menghancurkan atau memunashkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,
ras, kelompok etnis, dan agama. Kejahatan Genosida dilakukan dengan cara:

Membunuh anggota kelompok


Mengakibatkan Penderitaan Fisik atau mental yang berat terhadap

anggota kelompok
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan

kemusnahan secara fisik, baik seluruh maupun sebagiannya.


Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran

didalam kelompok
Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain.

14

Kejahatan manusia adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan serangan


yang meluas dan sistematis. Sedangkan serangan yang dimaksud ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil berupa:

Pembunuhan
Pemusnahan
Perbudakkan
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan; pokok

hukum internasional
Penyiksaan
Perkosaan, perbudakkan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk

bentuk kekerasan seksual lain yang yang setara.


Penganiyaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari perbedaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,
agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara

universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.


Penghilangan orang secara paksa.
Kejahatan apertheid, penindasan dan dominasi suatu kelompok ras atau
kelompok ras lain untuk mempertahankan dominasi dan kekuasaannya.

Pelanggaran HAM kategori berat dapat diadili dengan bmembentuk


Pengadilan HAM Ad Hoc. Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk atas usul Dewan
Perwakilan Rakyat dengan keputusan presiden dan berada di lingkungan pengadilan
umum.
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan seseorang yang berumur di
bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan.

Contoh kasus pelanggaran HAM di Indonesia:


1. Komnas HAM selidiki kasus penyiksaan TKW di Batam
Komisi Nasional HAM menilai ada pelanggaran HAM berat yang dilakukan perusahaan
penyalur tenaga kerja PT. Tugas Mulia di Batam yang melakukan penyiksaan terhadap calon
TKW di penampungan. Anggota Komisi Nasional HAM, Ridha Saleh mengatakan, prihatin
dengan nasib sembilan TKW pembantu rumah tangga yang kabur dari penampungan PT.
15

Tugas Mulia di komplek Golden Gate Baloi Batam pada selasa (21/6) disebabkan mengalami
penyiksaan dari pemilik perusahaan penyalur tersebut.
Ada pelanggaran HAM yang berat dalam kasus ini. Saya telah mendengar kesaksian dari
sembilan orang TKW asal NTT yang kabur dari penampungan serta perusahaan yang
memperkejakan mereka, Kata Ridha di Batam, Kamis (23/6).
Dikatakan, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari para TKW terdapat kekerasan fisik
dan seksual terhadap 8 pekerja yakni Yuliana, Yustina, Rusti, Petrus, rosalinda, Melinda, Yola
serta Meri. Berdasarkan investigasi juga diperoleh informasi bahwa PT. Tugas Mulia
berbohong tentang jumlah pekerja yang ditampung. Perusahaan tersebut menyebut hanya 200
pekerja yang ditampung padahal jumlahnya sekitar 400 PRT.
Ridha berjanji akan meneruskan kasus kekerasan terhadap para TKW di Batam yang
teraniaya secara fisik dan seksual ke pusat. Selanjutnya, laporan dan data-data yang didapat,
akan dilaporkan langsung ke Kapolri dan Presiden RI

2. Komnas HAM Temukan Dugaan Pelanggaran HAM dalam Peristiwa


Tolikara
JAKARTA, KOMPAS.com Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan sejumlah
dugaan pelanggaran HAM pada peristiwa kerusuhan di Tolikara. Komisioner Komnas HAM
Maneger Nasution mengatakan, ada empat temuan pelanggaran, antara lain intoleransi dan
hak untuk hidup.
"Dari hasil pemantauan kita, ada permintaan keterangan, kita lihat obyeknya, maka Komnas
HAM menemukan empat dugaan pelanggaran HAM," ujar Maneger di Kantor Komnas
HAM, Jakarta, Senin (10/8/2015).
Maneger mengatakan, Komnas HAM menemukan adanya dugaan pelanggaran hak atas
kebebasan beragama. Saat tim turun ke lokasi, Bupati Tolikara Usman Wanimbo
membenarkan adanya peraturan daerah tentang pembatasan agama dan pengamalan agama
tertentu di Tolikara.

16

"Bupati Tolikara Usman Wanimbo mengakui sudah menandatangani perda bersama dua
fraksi DPRD Tolikara tahun 2013. Perda itu dalam perspektif HAM dinilai diskriminatif,"
kata Maneger.
Namun, saat itu Usman tidak memegang surat perda tersebut dan hingga kini Komnas HAM
belum menerima salinannya. Maneger mengatakan, Usman berjanji akan segera
menyerahkannya ke Komnas HAM.
Selain itu, Komnas HAM juga menemukan dugaan pelanggaran hak untuk hidup. Peristiwa
Tolikara yang terjadi pada 17 Juli 2015 itu mengakibatkan tewasnya satu warga dan 11 orang
lainnya mengalami luka tembak.
"Faktanya, kami temukan adanya 12 warga Tolikara yang tertembak, satu di antaranya
meninggal. Tim Komnas HAM ke enam rumah sakit," kata Maneger.
Ketiga, pelanggaran terhadap hak atas rasa aman warga Tolikara. Maneger mengatakan,
peristiwa tersebut meninggalkan rasa takut yang mendalam bagi warga sekitar.
"Ada sekitar 400 pengungsi, ada ibu-ibu lebih dari 100 yang mengalami rasa takut luar biasa.
Ada juga anak-anak. Ini satu fakta," kata dia.
Terakhir, kata Maneger, adanya dugaan pelanggaran terhadap hak atas kepemilikan.
Pembakaran sejumlah ruko pada peristiwa tersebut, kata dia, telah melumpuhkan sentra
ekonomi di Tolikara. Belum lagi terbakarnya sejumlah rumah yang menyebabkan warga
kehilangan tempat tinggal.
"Ada pembakaran yang menyebabkan terbakarnya puluhan kios, ada rumah penduduk dan
juga rumah ibadah. Itu adalah pelanggaran terhadap hak kepemilikan," ujar Maneger.
Komnas HAM memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah terkait kasus Tolikara ini. Komnas HAM berharap agar kejadian serupa
tidak lagi terjadi, baik di Tolikara maupun di daerah lainnya.

E. HAM, GENDER, KEBEBASAN BERAGAMA, DAN LINGKUNGAN HIDUP

17

Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerinah, dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. HAM bersifat
universal atau kontekstual. Teori relativitas berpandangan bahwa ketika berbenturan
dengan nilai-nailai local, maka HAM harus dikontekstualisasikan. Teori radikal
universalitas berpandangan bahwa semua nilai termasuk nilai-nilai HAM adalah
bersifat universal dan tidak bisa dimodifikasi sesuai dengan perbedaan budaya dan
sejarah tertentu.
Perkembangan HAM adalah sejarahnya tergantung dinamika modeldan
system pemerintahan yang ada. Dalam model pemerintahan yang otriter dan represif,
perkembangan HAM relatif mandek seiring ditutupnya atau dibatasinya keran
kebebasan, sedangkan model pemerintahan yang demokratis relative mendukung
upaya penegakan HAM karena terbukaknya ruang kebebasan dan partisipasi politik
masyarakat.
Gender adalah suatu konsep kultural yang berkembang di masyarakat yag
berupaya membuat perbedan peran, perilaku, mentalitas, dan karakter emosional
antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini sudah lama melekat dalam pandangan
umum masyarakat sehingga melahirkan anggapan bahwa perbedaan peran sebagai
sesuatu yang bersifat kodrati. Misalnya, bahwa perempuan identik dengan uruan
rumah tangga semata, sedangkan laki-laki identik dengan pengelola dan penanggung
jawab urusan ekonomi.
Dalam kehidupan sosial misalnya, berkembang anggapan bahwa kedudukan
laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena laki-laki dianggap lebih cerdas, kuat
dan tidak emosional semua anggapan ini merupakan produk budaya belaka.
Ketidakadilan gender dapat dilihat dalam berbagai bentuk :
1. Marginalisasi perempuan, pengucilan perempuan dari kepemilikan akses, fasilitas,
kesempatan sebagaimana yang dimiliki laki-laki.
Contoh: Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga
dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang
diterima.
2. Penempatan perempuan pada posisi tersubordinasi, menempatkan perempuan pada
prioritas yang lebih rendah.
Contoh: Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran
pengambil keputusan atau penentu kebijakan dibanding laki-laki.
3. Stereotipisasi perempuan, yakni pencitraan atas perempuan yang berkonotasi negatif.
Contoh: Perempuan dianggap cengeng, suka digoda.
18

4. Kekerasan terhadap perempuan, anggapan bahwa laki laki pemegang supremasi dan
dominasi atas semua sektor kehidupan.
Contoh: Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap
isterinya di dalam rumah tangga.
5. Beban kerja yang tidak proporsional, anggapan bahwa perempuan adalah makhluk
tuhan kelas ke dua.
Contoh: ketidakadilan beban kerja atas peprempuan seperti hamil, melahirkan,
menyusui, memasak, mengurus keluarga, dsb.

Dalam prespektif membangun toleransi antar- umat beragama, ada lima


prinsip yang bisa dijadikan pedoman semua pemeluk agama dalam khidupan seharihari:
1) Tidak satu pun agama yang mengajarkan penganutnya untuk menjadi
jahat.
2) Adanya persamaan yang dimiliki agama- agama, misalnya ajaran
tentang berbuat baik kepada sesama.
3) Adanya perbedaan mendasar yang

diajarkan

agama-agama.

Diantaranya, perbedaan kitab suci, nabi, dan tata cara ibadah.


4) Adanya bukti kebenaran agama.
5) Tidak boleh memaksa seseorang untuk menganut suatu agama atau
kepercayaan.
Bersandar pada lima prinsip ini, hal yang harus lebih ditunjukkan oleh semua
umat beragama adalah untuk melihat persamaan- persamaan dalam agama yang
diyakini seperti dalam hal perdamaian dan kemanusiaan.
Perbedaan, dalam hal apa pun, adalah rahmat Tuhan yang harus disyukuri,
karena jika Tuhan menghendaki keseragaman, niscaya Dia dapat melakukannya.
Perbedaan hendaknya dijadikan media untuk berlomba dalam lapangan kemanusiaan
dan penegakan keadilan.
Terkait dengan hubungan HAM dan lingkungan hidup, tindakan merusak
kelestarian lingkungan hidup merupakan bagian dari pelanggaran HAM. Sayangnya,
masih banyak pihak yang kurang menyadari bahwa perusakan alam, penggundulan
hutan, dan industrialisasi dalam skala besar yang dapat berakibat pada perubahan
iklim dan cuaca dalam skala luas yang melampaui batas-batas Negara. Perubahan
19

iklim yang disebabkan industrialisasi di negara-negara maju, yang akan sangat


berpengaruh pada kehidupan ekonomi negara atau masyarakat yang hidup di kawasan
maritim.

20

BAB III
KESIMPULAN
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita
ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan
bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk
pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau
bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM
menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat
dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

21

GALERI

22

DAFTAR PUSTAKA
Ubaedillah, A. 2015. Pancasila, Demokrasi, dan Pencegahan Korupsi. Jakarta:
Prenadamedia Group
https://cindyhernawan7.wordpress.com/2014/05/09/perkembangan-ham-di-indonesia/
http://indraachmadi.blogspot.co.id/2014/11/penegakan-hak-asasi-manusia-indonesia.html
http://www.kompasiana.com/filsufkampung/pelaksanaan-ham-pada-masa-orde-baru-danorde-reformasi_550d8383a33311231e2e3be0
http://muhammadaslansyah.blogspot.co.id/2013/11/beberapa-kasus-pelanggaran-hakasasi.html
http://adrianynwa.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-ham-di-indonesia.html

23

Anda mungkin juga menyukai