Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia

yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak
kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.
Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu
hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.
HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era pasca reformasi dari
pada sebelum reformasi.
Pasca runtuhnya kekuasaan rejim otoriter orde baru dan masuknya era
reformasi menjadikan semakin meningkatnya tuntutan terhadap penyelesaian
berbagai pelanggaran HAM yang terjadi dan adanya perubahan di tataran
instrumental untuk mendorong penegakan hukum dan penghormatan atas hak
asasi manusia. Salah satu instrumen penting yang lahir dalam masa reformasi ini
adalah munculnya mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia
melalui pengadilan Hak Asasi Manusia (Pengadilan HAM).
Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri
dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan
HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat
makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul Hak Asasi
Manusia.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
C.

Apakah pengertian HAM ?


Bagaimana perkembangan HAM ?
Apa saja contoh-contoh pelanggaran HAM ?
Bagaimana penegakan HAM di Indonesia ?
Bagaimana pengadilan HAM di Indonesia ?

Tujuan

Dengan adanya rumusan masalah diatas saya dapat membuat suatu tujuan
masalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
D.

Untuk mengetahui pengertian HAM dan bagian-bagiannya.


Untuk mengetahui sejarah HAM
Untuk mengetahui HAM dalam tinjauan islam
Untuk mengetahui contoh-contoh pelanggaran HAM
Untuk mengetahui bagaimana penegakan HAM di Indonesia
Untuk mengetahui pengadilan HAM di Indonesia

Pembatasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada

masalah dan tujuan dalam hal pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun
membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM dan penegakannya di
Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM

1.

Pengertian HAM
a) HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh maunusia, sesuai dengan
kodratnya (kaelan: 2002).
b) John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan
langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.
(Mansyur Effendi, 1994).
c) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerag-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh nagara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
d) Menurut Jan Materson dari komisi HAM PBB, Hak Asasi Manusia adalah
hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa hak-hak tersebut
manusia mustahil dapat hidup sebagai Teaching human Rights, yang
merumuskan HAM dengan pengertian, Human Right could be generally
defined as those rights which are inherent in our nature and without which
can not live as human being.
e) Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir
sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian dari manusia
atau pengusaha. Hak asasi manusia sifatnya sangat mendasar bagi hidup
dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati yakni tidak bisa terlepas dari
dan dalam kehidupan manusia.

2.

Ciri Pokok Hakikat HAM


Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan

tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM, yaitu:


a) HAM tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun diwarisi. HAM adalah bagian
dari manusia secara otomatis.
b) HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agam, etnis, pandangan politik atau asal-usul social dan bangsa.
c) HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seoarangpun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM

walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau


melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
B. Perkembangan HAM
1. Pemikiran HAM
a) Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya
berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM
generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh
dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya
keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan
sesuatu tertib hukum yang baru.
b) Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis
melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Jadi
pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian
konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua,
hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi
ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi, dan
hak politik.
c) Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua.
Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi,
sosial, budaya, politik, dan hukum dalam suatu keranjang yang
disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam
pelaksanaannya hasil pemikiran generasi ketiga juga mengalami
ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak
ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas
utama, sedangkan hak lainnya yang dilanggar.
d) Generasi keempat yang mengkritik peranan Negara yang sangat
dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada
pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negatif seperti
diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program
pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat
secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok
elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negaranegara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan

deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic


Duties of Asia People and Government.
2. Perkembangan pemikiran HAM dunia
a) Magna Charta
Pada umum nya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya
HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna charta
yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya
memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi
ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi
dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung
jawabanannya dimuka hukum (Mansyur Effendi: 1994).
b) The American declaration
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The
American Declaration of Independence yang lahir dari paHAM
Rousseau dan montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia
adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah
logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
c) The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration
(deklarasi perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci
lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain
berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah.
Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya
orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh,
berhak

dinyatakan

tidak

bersalah,

sampai

ada

keputusan

pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia


bersalah.
d) The four freedom
Ada empat hak kebebasan bebicara dan menyatakan pendapat, hak
kebebasan memeluk agama beribadah sesuai dengan ajaran agama
yang dipeluknya, hak kebebasan dari kemiskinan dan pengertian
setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai
dan sejahtera bagi pendudukanya, hak kebebasan dari ketakutan,
yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak

satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan


serangan terhadap Negara lain (Mansyur Effendi: 1994).
3. Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia
a) Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol
pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta
mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
b) Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku
3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
1. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD
1945.
2. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi
Republik Indonesia Serikat.
c) Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950.
d) Periode 5 juli sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945.
D.

HAM dalam Perundang-Undangan Nasional

Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis


yangmemuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara).
Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-Undang.
Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan
pemerintah, keputusan presiden, dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat
kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti
dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan
panjang,

antara

lain

melalui

amandemen

dan

referendum,

sedangkan

kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang
masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih
bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk UndangUndang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan
seringnya mengalami perubahan.
E.

Penegakan HAM di Indonesia

Setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat senantiasa menjunjung tinggi
penghargaantehadap

hak-hak

dan

kebebasan-kebebasan

melalui

tindakan

progresif baik secara nasional maupuninternasional. Namun manakala manusia


telah memproklamasikan diri menjadi suatu kaum atau bangsa dalam suatu
Negara, status manusia individual akan menjadi status warga Negara. Pemberian
hak sebagai warga Negara diatur dalam mekanisme kenegaraan. Berikut ini
langkah-langkah dalam upaya penegakan HAM di Indonesia adalah:
1. Mengadakan langkah kongkret dan sistematik dalam pengaturan
hukum positif
2. Membuat peraturan perundang-undangan tetntang HAM
3. Peningkatan penghayatan dan pembudayaan HAM pada segenap
elemen masyarakat
4. Mengatur mekanisme perlindungan HAM secara terpadu
5. Memacu keberanian warga untuk melaporkan bila ada pelanggaran
HAM
6. Meningkatkan hubungan dengan lembaga yang menangani HAM
7. Meningkatkan peran aktif media massa
Dalam penegakan HAM di Indonesia perangkat ideologi pancasila dan UUD 1945
harusdijadikan acuan pokok, karena secara terpadu nilai-nilai dasar yang ada
di dalamnya merupakan TheIndonesia Bill Of Human Right.
Ada sejumlah kemajuan positif yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia
dalam kerangka penegakan HAM, khususnya terkait dengan upaya perbaikan
pada kerangka hukum dan institusi untuk mempromosikan HAM. Telah nampak
dalam kerangka hukum, pemerintah Indonesia telah melahirkan beberapa
kebijakan menyangkut HAM yang cukup positif. Pembuatan Undang-Undang
(UU) HAM serta UU Perlindungan Saksi Mata, adalah beberapa kebijakan yang
dilihatnya dapat memberi sentimen positif pada persoalan perlindungan HAM di
Indonesia. Dibentuknya beberapa institusi penegakan HAM di Indonesia, seperti
pengadilan HAM ad-hoc, Komisi Nasional HAM, Komnas Perempuan serta
sejumlah organisasi HAM lainnya, juga merupakan usaha yang telah dilakukan
pemerintah dalam upaya penegakan HAM.
Adapun program penegakkan hukum dan HAM (PP No.7 tahun 2005)
meliputi pemberantasan korupsi, antiterorisme, serta pembasmian penyalagunaan
narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakkan hukum dan HAM
harus di lakukuan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.

Dalam upaya penegakan penegakan hak asasi manusia di Indonesia, dibutuhkan


sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana penegakan HAM di Indonesia dapat
dikategorikan menjadi dua bagian yaitu:
1. Sarana yang terbentuk institusi atau kelembagaan seperti lembaga
advokasi tentang HAM yang dibentuk oleh LSM, Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Komisi Nasional HAM Perempuan dan
institusi lainnya
2. Sarana yang berbentuk peraturan atau Undang-Undang, seperti adanya
beberapa pasal dalam konstitusi UUD 1945 yang memuat tentang HAM,
UU RI No. 39 Tahun 1999, keputusan Presiden RI No. 50 Tahun 1993,
Keputusan Presiden RI No. 129 Tahun 1998, Keputusan Presiden RI No.
181 tahun 1998 dan Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998. Kesemua
prangkat hukum tersebut merupakan sarana pendukung perlindungan
HAM di Indonesia.
F.

Pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM


Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang

termasuk aparat Negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan
tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk
pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida
dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan
fisikatau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan
kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik
baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anakanak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang
pengadilan HAM).

Sementara itu kejahatan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan


sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya
bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa
pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk
secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain
secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiyaan terhadap
suatu

kelompok

tertentu

atau

perkumpulan

yang

didasari

persamaan

paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,agama, jenis kelamin atau alasan
lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur maupun
bukan aparatur Negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu
penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap
aparatur Negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur
Negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan,
penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat nondeskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus
yang berada dilingkungan pengadilan umum.
Sebagai salah satu upaya untuk memenuhi rasa keadilan, maka pengadilan atas
pelanggaran HAM kategori berat, seperti genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan diberlakukan asas retroaktif. Dengan demikian, pelanggaran HAM
kategori berat dapat diadili dengan membentuk Pengadilan HAM ad hoc.
Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dengan keputusan Presiden dan berada di lingkungan Pengadilan Umum.
Berdasarkan UU No. 26/2000, Pengadilan HAM merupakan pengadilan
khusus yang berada dibawah peradilan umum dan merupakan lex specialis dari
Kitab Undang Hukum Pidana. Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi
penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah
Pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili kejahatankejahatan tertentu. Kejahatan-kejahatan yang merupakan yurisdiksi pengadilan

HAM ini adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang
keduanya merupakan pelanggaran HAM yang berat. Penamaan Pengadilan HAM
yang mengadili kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida ini
dianggap tidak tepat, karena Pelanggaran HAM yang berat dengan dua jenis
kejahatan tersebut adalah kejahatan yang merupakan bagian dari hukum pidana
internasional (international crimes) sehingga yang digunakan adalah seharusnya
terminologi pengadilan pidana.
Selain pengadilan HAM ad hoc, dibentuk juga Komisi Kebenaran dan
Rekonsilasi (KKR). Komisi ini dibentuk sebagai lembaga ekstrayudisial yang
bertugas untuk menegakan kebenaran untuk mengungkap penyalahgunaan
kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau, melaksanakan rekonsiliasi
dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan seseorang berumur dibawah 18
tahun pada saat kejahatan dilakukan. Dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara pengadilan
HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Pengadilan HAM.
Upaya mengungkap pelanggaran HAM dapat juga melibatkan peran serta
masyarakat umum. Kepedulian warga negara terhadap pelanggaran HAM dapat
dilakukan

melalui

penyelenggaraan

upaya-upaya

tribunal

(forum

pengembangan
kesaksian

komunitas
untuk

HAM

atau

mengungkap

dan

menginvestigasi sebuah kasus secara mendalam) tentang pelanggaran HAM.


G.

Penanggung

jawab

dalam

penegakan

(respection),

pemajuan

(promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM


Tanggung

jawab penegakan, pemajuan,

perlindungan

danpemenuhan HAM tidak saja dibebankan kepada Negara, melainkan juga


kepada individu warga Negara. Artinya Negara dan individu sama-sama memiliki
tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM.
Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh Negara
kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan
pelanggaran HAM secara horizontal.
H.

Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM

Salah satu contoh pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia yaitu kasus
Marsinah. Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa
yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk
rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa
pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo. 3 Mei 1993, para buruh
mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat
turun tangan mencegah aksi buruh. 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka
mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari
Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka
perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.Sampai dengan
tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam
kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah
seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan
pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap
menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di
tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah
menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan
sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekanrekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10
malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak
diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat
pada tanggal 8 Mei 1993.
I.

Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran HAM

Banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Kasus pelanggaran


HAM ini bukan semata-mata terjadi karena kesalahan pemerintah yang masih
belum mampu melakukan penegakan HAM di negara kita ini. Namun dalam
kenyataannya, kasus pelanggaran HAM terjadi karena ada beberapa faktor yang
mendorong seseorang untuk melakukan pelanggaran HAM. Beberapa faktor yang
menyebabkan pelanggaran HAM, yaitu:
1. Ketidak tahuannya tentang masalah penghormatan HAM orang lain

2. Adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang akan mengancam


kepentingan

umum

(dikhotomi

antara

individualisme

dan

kolektivisme)
3. Kurang berfungsinya lembaga lembaga penegak hukum (polisi, jaksa
dan pengadilan)
4. Pemahaman belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil maupun
militer
5. Kekuasan yang tidak seimbang
6. Masayarakat warga yang belum berdaya
7. Good Governence masih bersifat retorika
8. Corporete Governence masih bersifat retorika
9. Masih kuatnya budaya korup
10. masih kuatnya budaya paternalistik dan feudal
11. Terjadinya praktekpraktek penyalahgunaan kekuasaan
12. Interprestasi dan penerapan yang salah dari normanorma agama dan
perintah (intruksi)

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan

kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi


satu hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas
HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam
sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat
dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Quran dan Hadits yang
merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat
Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundanundangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili
dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses

pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam


Undang-Undang pengadilan HAM.
Penegakan HAM di Indonesia masih dirasa kurang,karena masih banyak
terjadi kasus-kasus pelanggaran HAM, baik kasus-kasus yang ringan maupun
yang dapat dikategorikan kasus pelanggaran HAM yang berat. Upaya pemerintah
dalam penegakan HAM kini mulai terasa dengan dibentuknya beberapa lembaga
HAM dan diharapkan dapat mewujudkan keadilan dalam HAM setiap warga
negara Indonesia.
B.

Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan

memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dam diinjakinjak oleh rang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan
mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Komarudin dan Azyumardi Azra. 2008. Pendidikan Kewargaan (Civic
Education) Edisi Ketiga Demokrasi Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madan.Jakarta : ICCE UIN Jakarta.
Majda, El-Muhtaj. 2007. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia.Jakarta:
Kencana.
Muzaffar ,Chandra . 1993. Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru.
Bandung : Mizan pustaka.
Prasetyohadi, Wisnuwardhani, Savitri. 2008. Penegakan HAM Dalam 10 Tahun
Reformasi. Jakarta : Komnas HAM.
Sayuti, Wahdi dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi,HAM &
Masyarakat Madani. Jakarta : IAIN Press.
Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Kamus Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai