PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia
yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak
kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.
Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu
hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.
HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era pasca reformasi dari
pada sebelum reformasi.
Pasca runtuhnya kekuasaan rejim otoriter orde baru dan masuknya era
reformasi menjadikan semakin meningkatnya tuntutan terhadap penyelesaian
berbagai pelanggaran HAM yang terjadi dan adanya perubahan di tataran
instrumental untuk mendorong penegakan hukum dan penghormatan atas hak
asasi manusia. Salah satu instrumen penting yang lahir dalam masa reformasi ini
adalah munculnya mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia
melalui pengadilan Hak Asasi Manusia (Pengadilan HAM).
Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri
dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan
HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat
makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul Hak Asasi
Manusia.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
C.
Tujuan
Dengan adanya rumusan masalah diatas saya dapat membuat suatu tujuan
masalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
D.
Pembatasan Masalah
Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada
masalah dan tujuan dalam hal pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun
membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM dan penegakannya di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
1.
Pengertian HAM
a) HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh maunusia, sesuai dengan
kodratnya (kaelan: 2002).
b) John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan
langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.
(Mansyur Effendi, 1994).
c) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerag-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh nagara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
d) Menurut Jan Materson dari komisi HAM PBB, Hak Asasi Manusia adalah
hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa hak-hak tersebut
manusia mustahil dapat hidup sebagai Teaching human Rights, yang
merumuskan HAM dengan pengertian, Human Right could be generally
defined as those rights which are inherent in our nature and without which
can not live as human being.
e) Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir
sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian dari manusia
atau pengusaha. Hak asasi manusia sifatnya sangat mendasar bagi hidup
dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati yakni tidak bisa terlepas dari
dan dalam kehidupan manusia.
2.
dinyatakan
tidak
bersalah,
sampai
ada
keputusan
antara
lain
melalui
amandemen
dan
referendum,
sedangkan
kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang
masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih
bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk UndangUndang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan
seringnya mengalami perubahan.
E.
Setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat senantiasa menjunjung tinggi
penghargaantehadap
hak-hak
dan
kebebasan-kebebasan
melalui
tindakan
termasuk aparat Negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan
tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk
pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida
dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan
fisikatau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan
kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik
baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anakanak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang
pengadilan HAM).
kelompok
tertentu
atau
perkumpulan
yang
didasari
persamaan
paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,agama, jenis kelamin atau alasan
lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur maupun
bukan aparatur Negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu
penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap
aparatur Negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur
Negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan,
penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat nondeskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus
yang berada dilingkungan pengadilan umum.
Sebagai salah satu upaya untuk memenuhi rasa keadilan, maka pengadilan atas
pelanggaran HAM kategori berat, seperti genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan diberlakukan asas retroaktif. Dengan demikian, pelanggaran HAM
kategori berat dapat diadili dengan membentuk Pengadilan HAM ad hoc.
Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dengan keputusan Presiden dan berada di lingkungan Pengadilan Umum.
Berdasarkan UU No. 26/2000, Pengadilan HAM merupakan pengadilan
khusus yang berada dibawah peradilan umum dan merupakan lex specialis dari
Kitab Undang Hukum Pidana. Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi
penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah
Pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili kejahatankejahatan tertentu. Kejahatan-kejahatan yang merupakan yurisdiksi pengadilan
HAM ini adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang
keduanya merupakan pelanggaran HAM yang berat. Penamaan Pengadilan HAM
yang mengadili kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida ini
dianggap tidak tepat, karena Pelanggaran HAM yang berat dengan dua jenis
kejahatan tersebut adalah kejahatan yang merupakan bagian dari hukum pidana
internasional (international crimes) sehingga yang digunakan adalah seharusnya
terminologi pengadilan pidana.
Selain pengadilan HAM ad hoc, dibentuk juga Komisi Kebenaran dan
Rekonsilasi (KKR). Komisi ini dibentuk sebagai lembaga ekstrayudisial yang
bertugas untuk menegakan kebenaran untuk mengungkap penyalahgunaan
kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau, melaksanakan rekonsiliasi
dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan seseorang berumur dibawah 18
tahun pada saat kejahatan dilakukan. Dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara pengadilan
HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Pengadilan HAM.
Upaya mengungkap pelanggaran HAM dapat juga melibatkan peran serta
masyarakat umum. Kepedulian warga negara terhadap pelanggaran HAM dapat
dilakukan
melalui
penyelenggaraan
upaya-upaya
tribunal
(forum
pengembangan
kesaksian
komunitas
untuk
HAM
atau
mengungkap
dan
Penanggung
jawab
dalam
penegakan
(respection),
pemajuan
perlindungan
Salah satu contoh pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia yaitu kasus
Marsinah. Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa
yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk
rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa
pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo. 3 Mei 1993, para buruh
mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat
turun tangan mencegah aksi buruh. 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka
mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari
Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka
perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.Sampai dengan
tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam
kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah
seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan
pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap
menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di
tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah
menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan
sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekanrekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10
malam, Marsinah lenyap.Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak
diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat
pada tanggal 8 Mei 1993.
I.
umum
(dikhotomi
antara
individualisme
dan
kolektivisme)
3. Kurang berfungsinya lembaga lembaga penegak hukum (polisi, jaksa
dan pengadilan)
4. Pemahaman belum merata tentang HAM baik dikalangan sipil maupun
militer
5. Kekuasan yang tidak seimbang
6. Masayarakat warga yang belum berdaya
7. Good Governence masih bersifat retorika
8. Corporete Governence masih bersifat retorika
9. Masih kuatnya budaya korup
10. masih kuatnya budaya paternalistik dan feudal
11. Terjadinya praktekpraktek penyalahgunaan kekuasaan
12. Interprestasi dan penerapan yang salah dari normanorma agama dan
perintah (intruksi)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dam diinjakinjak oleh rang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan
mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Komarudin dan Azyumardi Azra. 2008. Pendidikan Kewargaan (Civic
Education) Edisi Ketiga Demokrasi Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat Madan.Jakarta : ICCE UIN Jakarta.
Majda, El-Muhtaj. 2007. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia.Jakarta:
Kencana.
Muzaffar ,Chandra . 1993. Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru.
Bandung : Mizan pustaka.
Prasetyohadi, Wisnuwardhani, Savitri. 2008. Penegakan HAM Dalam 10 Tahun
Reformasi. Jakarta : Komnas HAM.
Sayuti, Wahdi dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi,HAM &
Masyarakat Madani. Jakarta : IAIN Press.
Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Kamus Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.