Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Studi tentang “Sejarah Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia” didorong oleh kesadaran
bahwa “Hak-Hak Asasi Manusia” pada dasarnya melekat dan tidak terpisahkan dari “konsep
manusia” sendiri. Hak Asasi Manusia pada dasarnya mengandung kebebasan dan kesempatan
untuk menjadi dirinya sendiri sebagai manusia. Hak asasi manusia pada dasarnya mengandung
kebebasan dan kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai manusia. Jadi hak asasi manusia mengandung unsur dasar kebebasan untuk menjadi
dirinya sendiri, sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagaimana digambarkan oleh
kebudayaan masyarakatnya. Pertumbuhan dan perkembangan diri dalam upaya-upaya
pengejawantahan harkat dan martabatnya, Manusia mengenal tiga konteks. Pertama, konteks
internal dan temporal yakni untuk menjadi lebih dari kondisinya sendiri sekarang; kedua,
konteks relational dengan sesama, yakni dalam kedudukan sama dan seimbang dengan orang-
orang lain; dan ketiga, konteks material, yakni memiliki materi sehingga dapat menjamin
pertumbuhan diri dan relasinya. HAM tmemiliki sejarah yang panjang. Sejak abad ke-13
perjuangan untuk mengukuhkan jaminan perlindungan HAM telah dimulai. Namun usaha ini
mengalami kemajuan pesat pada abad ke-20. Kemajuan dalam usaha perlindungan HAM pada
abad ke-20 diilhami oleh terjadinya dua kali perang dunia yang ditandai dengan penistaan
terhadap sejumlah hak dasar manusia, termasuk hak hidup. Tidak lama kemudian, usaha ini telah
menjelma menjadi suatu gerakan global. Bahkan belakangan, isu-isu HAM menjadi kata kunci
yang menentukan keberhasilan diplomasi suatu negara dalam pergaulan internasional. Meski
perlindungan hak asasi manusia telah menjadi gerakan global sejak keluarnya Deklarasi
Universal tentang Hak Asasi Manusia melalui Sidang Umum di Istana Chaillot, Paris 19
Desember 1948, namun sinyalemen terjadinya pelanggaran HAM masih sering kita dengar.
Sinyalemen tersebut tidak selamanya benar, tetapi tidak jarang pula muncul karena perbedaan
persepsi dalam memandang pelaksanaan perlindungan HAM di suatu negara. Perbedaan tersebut
dimungkinkan bukan saja karena setiap negara memiliki sejarah perlindungan HAM yang
berbeda, tetapi juga suatu negara dapat menganut prinsip yang berbeda dengan negara lain.
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEBELUM MASA KEMERDEKAAN


Menurut teaching human right yang diterbitkan oleh perserikatan bangsa-bangsa
(PBB),hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,yang
tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.hak hidup misalnya,adalah klaim
untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap
hidup.Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.
Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah
kemunculan organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo (1908), Sarekat Islam
(1911),Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1920)Perhimpunan Indonesia
(1925), dan Partai Nasional Indonesia (1927).Lahirnya organisasi pergerakan nasional itu
tidak bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial,
penjajahan, dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah. Puncak perdebatan HAM yang
dilonyarkan oleh para tokoh pergerakan nasional, seperti Soekarno, Agus salim, Mohammad
Natsir, Mohammad Yamin, K.H.Mas Mansur, K.H. Wachid Hasyim, Mr.Maramis, terjadi
dalam sidang-sidang BPUPKI.
Dalam sejarah pemikiran HAM di indonesia, Boedi Oetomo mewakali organisasi
pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petis-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat
tulisan di surat kabar.Inti dari perrjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan
berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan
rakyat.

B. SESUDAH MASA KEMERDEKAAN


1. Periode 1945–1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak
kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan
untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat
legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum
dasar negara (konstitusi) yaitu, UUD 45. Komitmen terhadap HAM pada periode awal
sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
2. Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode
demokrasi parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menepatkan momentum yang
sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal
atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti
dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini
mengalami “pasang” dan menikmati “bulan madu” kebebasan. Indikatornya menurut ahli
hukum tata negara ini ada lima aspek. Pertama, semakan banyak tumbuh partai-partai politik
dengan beragam ideologinya masing-masing. Kedua, kebebasan pers sebagai pilar demokrasi
betul-betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain demokrasi
berlangsung dalam suasana kebebasan fair (adil) dan demokratis. Keempat, parlemen atau
dewan perwakilan rakyat respresentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan
kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap
eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif
sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
3. Periode 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin
sebagai reaksi penolakan Soekarno terhadap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini
(demokrasi terpimpin) kekuasaan berpusat pada dan berada di tangan presiden. Akibat dari
sistem demokrasi terpimpin presiden melakukan Tindakan inkonstitusional baik pada tataran
suprastruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur politik. Dalam kaitan dengan HAM
telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan hak politik.
4. Periode 1966-1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk
menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang
HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM, pembentukan
Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada tahun 1968 diadakan
Seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil (judicial
review) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanaan TAP
MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan
yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta
kewajiban warganegara.
5. Periode 1998-Sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1988 memberikan dampak yang sangat besar
pada kemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan
pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan
kemajuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya, dilakukan penyusunan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan bahwa banyaknya
norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM
diadopsi dari hukum dan instrument Internasional dalam bidang HAM. Strategi penegakan
HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap status penentuan dan tahap penataan
aturan secara konsisten. Pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan
perundang-undangan HAM seperti amandemen konstitusi negara (Undang-Undang Dasar
1945), ketetapan MPR (TAP MPR). Undang-Undang, peraturan pemerintsh dan ketentuan
perundang-undangan lainnnya.

C. PERMASALAHAN IMPLEMENTASI HAM DI INDONESIA

Ada tiga konsep dan model pelaksanaan HAM di dunia yang dianggap mewakili, masing-
masing di negara-negara Barat, Komunis-Sosialis dan ajaran Islam. Adanya HAM menimbulkan
konsekuensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara paralel dan merupakan
satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pengabaian salah satunya akan menimbulkan
pelanggaran HAM itu sendiri. Khusus tentang implementasi HAM di Indonesia, meskipun
ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia dan belum kondusifnya
mekanisme penyelesaiannya,, tetapi secara umum baik menyangkut perkembangan dan
penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya
regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan serta dibentuknya Pengadilan
HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang dimandatkan sebagai wadah antar bangsa dalam
perwujudan prinsip-prinsip yang terkandung didalam DUHAM, ternyata hingga saat ini masih
diragukan kemampuannya untuk bertindak dan membuat kebijakan yang adil bagi negara-negara
anggotanya. Di Indonesia, diskursus tentang penegakan hak asasi manusia juga tidak kalah
gencarnya. Keseriusan pemerintah di bidang HAM paling tidak bermula pada tahun 1997, yaitu
semenjak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) didirikan setelah
diselenggarakannya Lokakarya Nasional Hak Asasi Manusia pada tahun 1991. Sejak itulah tema
tentang penegakan HAM di Indonesia menjadi pemebicaraan yang serius dan
berkesinambungan. Kesinambungan itu berwujud pada usaha untuk mendudukkan persoalan
HAM dalam kerangka budaya dan sistem politik nasional sampai pada tingkat implementasi
untuk membentuk jaringan kerjasama guna menegakkan penghormatan dan perlindungan HAM
tersebut di Indonesia. Pelanggaran HAM yang baru-baru ini sedang marak adalah pelanggaran
hak asasi perlindungan anak. Padahal di dalamnya sudah terdapat Undang Undang yang
mengatur di dalamnya, antara lain Undang Undang No. 4 tahun 1979 diatur tentang
kesejahteraan anak, Undang Undang No. 23 tahun 2002 diatur tentang perlindungan anak,
Undang Undang No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, Keputusan Presiden No. 36 tahun
1990 diatur tentang ratifikasi konversi hak anak.
Ratifikasi 2 kovenan pokok HAM yaitu Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik serta
Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang telah dilakukan oleh Indonesia
sejak akhir 2005, misalnya, ternyata tak segera diimplementasikan.

Kalau kita lihat ke belakang beberapa peristiwa yang dianggap “Melanggar hak asasi
manusia” di indonesia sebelum masa reformasi cukup banyak, diantaranya belum terungkap
karena memang ada pihak – pihak yang menutupinya. Pelanggaran – pelanggaran itu antara lain:

1965
1. Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan Darat.
2. Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai
pendukung Partai Komunis Indonesia. Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam
kejadian ini.
1966
1. Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang
tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara.
2. Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember.
3. Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.

1967
1. Koran- koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.
2. April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta.
3. Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.

1969
1. Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana.
2. Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.
3. Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir
jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara
seluruh rakyat Papua.
4. Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik,
partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk
partai politik.

1970
1. Pelarangan demo mahasiswa.
2. Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.
3. Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru.
4. Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.

1971:
1. Usaha peleburan partai- partai.
2. Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar.
3. Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak.
4. Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga
masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum
Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.

1974
1. Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di
Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo
terbunuh.
2. Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar
Lubis.

1975
1. Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.
2. Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.

1977
1. Tuduhan subversi terhadap Suwito.
2. Kasus tanah Siria- ria.
3. Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim
perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si
hakim.
4. Kasus subversi komando Jihad.

1978
1. Pelarangan penggunaan karakter- karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di
Indonesia.
2. Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan,
beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.
1980
1. Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang, Pekalongan
dan Kudus.
2. Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit,
dilarang ke luar negri.
1981
1. Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh
orang terbunuh dalam peristiwa ini.

1982
1.Kasus Tanah Rawa Bilal.
2.Kasus Tanah Borobudur. Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah memerlukan
pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai.
3. Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh
orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta. Kampanye massa Golkar diserang oleh massa
PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.

1983
1. Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara
misterius di muka umum.
2. Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.

1984
1. Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.
2. Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.
3. Tuduhan subversi terhadap Dharsono.
4. Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur.

1985
1. Pengadilan terhadap aktivis- aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.

1986
1. Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh
mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.
2. Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.
3. Kasus subversi terhadap Sanusi.
4. Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.
1989
1. Kasus tanah Kedung Ombo.
2. Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.
3. Kasus tanah Kemayoran.
4. Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan
peristiwa Talang sari
5. Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.
1991
1. Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda- pemuda
Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.

1992
1. Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaannya Tommy Suharto.
2. Penangkapan Xanana Gusmao.

1994
1. Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberitaan kapal perang bekas
oleh Habibie.

1995
1. Kasus Tanah Koja.
2. Kerusuhan di Flores.

1996
1. Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya.
Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 1996
2. Kasus tanah Balongan.
3. Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran
lingkungan.
4. Sengketa tanah Manis Mata.
5. Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka
memprotes penggusuran tanah mereka.
6. Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamungkas berkaitan dengan
demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkunjung di sana.
7. Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.
8. Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.
9. Kerusuhan Sambas – Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember1996.

1997
1. Kasus tanah Kemayoran.
2. Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.

1998
1. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan.
Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 – 15
Mei 1998
2. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta, dua hari sebelum kerusuhan
Mei.
3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa
1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.

1999
1. Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini terjadi 24 Juli
1999
2. Pembumi hangusan kota Dili, Timor Timur oleh Militer indonesia dan Milisi pro integrasi.
Peristiwa ini terjadi pada 24 Agustus 1999.
3. Pembunuhan terhadap seorang mahasiswa dan beberapa warga sipil dalam demonstrasi
penolakan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB).
Peristiwa Ini terjadi pada 23 – 24 November 1999 dan dikenal sebagai peristiwa Semanggi II.
4. Penyerangan terhadap Rumah Sakit Jakarta oleh pihak keamanan. Peristiwa ini terjadi pada
tanggal 21 Oktober 1999.
BAB III
KESIMPULAN

Menurut teaching human right yang diterbitkan oleh perserikatan bangsa-bangsa


(PBB),hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,yang
tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.hak hidup misalnya,adalah klaim
untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap
hidup.Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.
Ada tiga konsep dan model pelaksanaan HAM di dunia yang dianggap mewakili, masing-
masing di negara-negara Barat, Komunis-Sosialis dan ajaran Islam. Adanya HAM
menimbulkan konsekwensi adanya kewajiban asasi, di mana keduanya berjalan secara
paralel dan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Hal ini terlihat dengan
adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan serta dibentuknya
Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang
terjadi. Perserikatan Bangsa Bangsa yang dimandatkan sebagai wadah antar bangsa dalam
perwujudan prinsip-prinsip yang terkandung didalam DUHAM, ternyata hingga saat ini
masih diragukan kemampuannya untuk bertindak dan membuat kebijakan yang adil bagi
negara negara anggotanya.
Sejak itulah tema tentang penegakan HAM di Indonesia menjadi pembicaraan yang
serius dan berkesinambungan. Pelanggaran HAM yang baru-baru ini sedang marak adalah
pelanggaran hak asasi perlindungan anak. Padahal di dalamnya sudah terdapat Undang
Undang yang mengatur di dalamnya, antara lain Undang Undang No. Ratifikasi 2 kovenan
pokok HAM yaitu Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik serta Konvensi Internasional
Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang telah dilakukan oleh Indonesia sejak akhir
2005, misalnya, ternyata tak segera diimplementasikan.
Daftar Pustaka

Arifin, R., & Lestari, LE (2019). Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi manusia di Indonesia
dalam konteks implementasi sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Jurnal Komunikasi
Hukum (JKH) , 5 (2), 12-25.

Hidayat, E. (2016). Perlindungan hak asasi manusia dalam negara hukum


indonesia. ASAS , 8 (2).

Rahmanto, T. Y. (2016). Kebebasan Berekspresi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia:


Perlindungan, Permasalahan Dan Implementasinya Di Provinsi Jawa Barat. Jurnal Ham,
7(1), 45-53.

Sari, RK, & Budoyo, S. (2019). Perkembangan Pengaturan Hak Asasi Manusia (Ham) Dalam
Hukum Di Indonesia. Jurnal Meta-Yuridis , 2 (2).

Supriyanto, BH (2016). Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut
Hukum Positif di Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial , 2 (3), 151-
168.

Anda mungkin juga menyukai