Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang
dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan
yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era pasca reformasi daripada sebelum
reformasi.
Pasca runtuhnya kekuasaan rejim otoriter orde baru dan masuknya era
reformasi menjadikan semakin meningkatnya tuntutan terhadap penyelesaian berbagai
pelanggaran HAM yang terjadi dan adanya perubahan di tataran instrumental untuk
mendorong penegakan hukum dan penghormatan atas hak asasi manusia. Salah satu
instrumen penting yang lahir dalam masa reformasi ini adalah munculnya mekanisme
penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia melalui pengadilan Hak Asasi
Manusia (Pengadilan HAM).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hak Asasi Manusia (HAM) ?
2. Bagaimana perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia (HAM) ?
3. Bagaimana perkembangan pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
2. Untuk mengetahui perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM)
3. Untuk mengetahui perkembangan pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM)

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Asasi Manusia

Secara definitif hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai


pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin peluang bagi
manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Hak mempunyai unsur sebagai
berikut :

a. Pemilik hak
b. Ruang lingkup penerapan hak
c. Pihak yang bersedia dalam penerapan hak (James w. Nickel, 1996).

Dengan demikian hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap
manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak
kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau instansi.

Menurut Jan materson dari komisi HAM PBB, hak asasi manusia adalah hak-
hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa hak-hak tersebut manusia mustahil
bisa hidup sebagai manusia.

Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang di bawa
sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau
penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia yang
bersifat kodrati yakni ia tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.

Dalam perundangan tentang hak asasi manusia pasal 1 dinyatakan: “hak asasi
manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai mahluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindunganharkat dan martabat manusia”

2
B. Perkermbangan HAM di Indonesia

Wacana HAM di Indonesia telah berlangsung seiring dengan berdirinya


Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara garis besar perkembangan
pemikiran HAM di Indonesia bisa dibagi kedalam dua periode: sebelum kemerdekaan
(1908-1945) dan sesudah kemerdekaan.

a. Periode Sebelum kemerdekaan (1908-1945)

Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan bisa dijumpai dalam sejarah
kemunculan organisasi Pergerakan Nasional, seperti Boedi Oetomo (1908), Serekat
Islam (1911), Indisch Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1927), Perhimpunan
Indonesia (1925), dan Partai Nasional Indonesia (1927). Lahirnya organisasi
pergerakan nasional itu tidak bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh penguasa kolonial, penjajahan dan pemerasan hak-hak masyarakat
terjajah. Puncak perdebatan HAM yang dilontarkan oleh para tokoh pergerakan
nasional, seperti Soekarno, Agus salim, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, K.H.
Mas Mansur, K.H. Wachid Hasyim, Mr. Maramis, terjadi dalam sidang-sidang Badan
Persiapan Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang-sidangg
BPUPKI tersebut para tokoh nasional berdebat dan berunding merumuskan dasar-
dasar ketatanegaraan dan kelengkapan Negara yang menjamin hak dan kewajiban
Negara dan warga Negara dalam Negara yang hendak diproklamirkan.

Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia, Boedi Oetomo mewakili organisasi


pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan
mengeluarkan penbisa melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah
kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar. Inti dari perjuangan akan kebebasan
berserikat dan mengeluarkan penbisa melalui organisasi massa dan konsep perwakilan
rakyat. Sejalan dengan wacana HAM yang diperjuangkan Boedi Oetomo, para tokoh
Perhimpunan Indonesia, seperti Mohammad Hatta, Nazir Pamontjak, Ahmad
Soebardjo, A. Maramis, lebih menekankan perjuangan HAM melalui wacana hak
menentukan nasib sendiri (the right of self determination) masyarakat terjajah.

Diskursus HAM terjadi pula pada kalangan tokoh pergerakan Serekat Islam (SI),
seperti Cokro Aminoto, H. Samanhudi, Agus Salim. Mereka menyerukan pentingnya

3
usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan
dan diskriminasi rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Berbeda dengan
pemikiran HAM di kalangan tokoh nasionalis sekuler, para tokoh SI mendasari
perjuangan pergerakannya pada prinsip-prinsip HAM dalam ajaran Islam.

b. Periode setelah kemerdekaan

Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode pasca kemerdekaan


Indonesia: 1945-1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998 dan periode HAM
Indonesia kontemporer (pasca orde baru).

1. Periode 1945-1950

Pemikiran HAM periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada


wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui orgainisasi
politik yang didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan penbisa terutama
di Parlemen.

2. Periode 1950-1959

Periode 1950-1959 dikenal dengan masa demokrasi parlrmenter. Sejarah


pemikiran HAM pada masa itu di catat sebagai masa yang sangat kondusif bagi
sejarah perjalanan HAM di Indonesia. Sejalan dengan prinsip demokrasi liberal di
masa itu, suasana kebebasan menbisa tempat dalam kehidupan politik nasional.
Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa
itu tercermin pada lima indikator HAM :

1. Muncunya partai-partai politik dengan beragam ideolog.

2. Terdapatnya kebebasan pers

3. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis

4. Kontrol parlemen atas eksekutif.

5. Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis

3. Periode 1959-1966

4
Periode ini merupakan masa berkhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh
sistem demokrasi terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.
Demokrasi terpimpin (Guided Democrasy) tidak lain sebagai bentuk penolakan
Presiden Soekarno terhadap sistem demokrasi Parlementer yang dinilai sebagai
produk Barat. Menurut Soekarno, sistem demokrasi Parlementer tidak sesuai
dengan karakter bangsa Indonesia yang tela memiliki tradisinya sendiri dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Melalui sistem demokrasi Terpimpin kekuasaan terpusat di tangan presiden.


Presiden tidak bisa dikontrol oleh Parlemen, sebaliknya Parlemen dikendalikan
oleh presiden. Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolute, bahkan dinobatkan
sebagai Presiden RI seumur hidup. Akibat langsung dari model pemerintahan
yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga Negara.
Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebijakan
pemerintah yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya atas nama revolusi
pemerintahan Presiden Soekarno menjadikan Lembaga Kebudayaan Rakyat
(Lekral) yang berafiliasi kepada PKI sebagai satu-satunya lembaga seni yang
diakui. Sebaliknya, lembaga selain Lekra dianggap anti pemerintah atau kontra-
revolusi.

4. Periode 1966-1998

Pada mulanya, lahirnya orde baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan
HAM di Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan orde baru. Namun
pada kenyataannya, orde baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM
di Indonesia. Janji-janji Orde Baru tentang pelaksanaan HAM di Indonesia
mengalami kemunduran amat pesat sejak awal 1970-an hingga 1980-an. Setelah
menbisakan mandat konstitusional dari MPRS, pemerintah Orde Baru mulai
menunjukkan watak aslinya sebagi kekuasaan anti-HAM yang dianggapnya
sebagai produk Barat. Sikap anti-HAM Orde Baru sebenarnya tidak berbeda
dengan argument yang pernah di kemukakan Presiden Soekarno ketika menolak
prinsip dan praktek demokrasi Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara
mempertentangkan demokrasi dan prinsip HAM yang lahir di Barat dengan
budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan orde lama, orde baru memandang
HAM dan Demokrasi sebagai produk Barat yang individualistic dan bertentangan

5
dengan prinsip gotong-royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa
Indonesia

5. Periode pasca Orde Baru

Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia.
Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim
militer di Indonesia dan datangnya era baru Demokrasi dan HAM, setelah tiga
puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim otoriter. Pada tahun ini presiden
Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Wakil
presiden RI. Menyusul berakhirnya pemerintahan Orde Baru, pengkajian terhadap
kebijakan pemerintah Orde Baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM
mulai dilakukan kelompok reformis dengan membuat dengan membuat
perundangan baru yang menjunjung prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan
ketatanegaraan dan kemasyarakatan. Tak kalah penting dari perubahan
perundangan pemerintah era reformasi inin juga melakukan ratifikasi terhadap
insrumen HAM International untuk mendukung pelaksanaan HAM di Indonesia.

Pada masa pemerintah Habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap


pelaksanaan HAM mengalami perkambangan yang sangat signifikan. Lahirnya tap
MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator
keseriusan pemerintah era reformasi akan penegakan HAM. Sejumlah konvensi
HAM juga diratifikasi diantaranya: konvensi HAM tentang kebebasan berserikat
dan perlindungan hak berorganisasi; konvensi menentang penyiksaan dan
perlakuan kejam; konvensi penghapusan segala bentuk dikriminasi rasial;
konvensi tentang penghapusan kerja paksa; konvensi tentang diskriminasi dalam
pekerjaan dan jabatan; serta konvensi tentang usia minimum untuk diperbolehkan
bekerja.

Kesungguhan pemerintah B.J. Habibie dalam perbaikan pelaksanaan HAM di


tunjukkan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah
Rencana Aksi Nasional HAM, pada agustus 1998. Agenda HAM ini bersandarkan
pada empat pilar, yaitu: (1) Persiapan pengesahan perangkat internasional pada
bagian HAM; (2) Diseminasi informasi dan pendidikan bagian HAM; (3)
Penentuan skala prioritas pelaksana HAM; (4) Pelaksanaan isi perangkat
Internasinal di bagian HAM telah diratifikasi melalui perundangan nasional.

6
Komitmen pemerintah terhadap penegakkan HAM juga ditunjukkan
denganpengesahan UU tentang HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara
Urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen HUUM dan
perundangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-
pasal khusus tentang HAM dalam Amandemen UUD 1945, penerbitan inpres
tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, pengesahan UU
tentang pengadilan HAM. Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani du
Protokol Hak Anak, yakni protocol yang terkait dengan larangan perdagangan,
prostitusi dan pornografi anak, serta protocol yang terkait dengan keterlibatan
anak dalam konflik bersenjata. Menyusul kemudian, pada tahun yang sama
pemerintah membuat beberapa pengesahan UU diantaranya tentang perlindungan
anak, pengesahan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dan
penerbitan keppres tentang Rencan Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun
2004-2009.

C. Perkembangan Pemikiran HAM


1. Pemikiran HAM
a. Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada
bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada
bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II,
totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang barumerdeka untuk
menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
b. Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan
juga hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Jadi pemikiran HAM
generasi kedua menunjukkan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak
asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat
penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak
ekonomi, dan politik.
c. Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi
ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya,
politik, dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak
melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaan hasil pemikiran generasi
ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap

7
hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama,
sedangkan hak lainnya yang dilanggar.
d. Generasi keempat yang mengkritik peranan Negara yang sangat dominan
dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan
menimbulkan dampak negatif seperti diabaikannya aspek kesejahteraan
rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan
kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan
sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-
Negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi
manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and
Government.
2. Perkembangan Pemikiran HAM di Indonesia
a. Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada
Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta
mendapatkan perlakuan yang sama hak kemerdekaan.
b. Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3
UUD dalam 4 periode, yaitu :
1) Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945.
2) Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi
Republik Indonesia Serikat.
3) Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950.
4) Periode 5 Juli sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang di bawa sejak lahir
sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Hak ini
sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati yakni ia
tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.

Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan


RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok
atau suatu instasi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilam HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalu hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

Penegakan HAM di Indonesia masih kurang, karena masih banyak terjadi kasus-kasus
pelanggaran HAM , baik kasua-kasus yang ringan maupun yang dapat dikategorikan kaus
pelanggaran HAM yang berat. Upaya pemerintah dalam penegakan HAM kini mulai terasa
dengan dibentuknya beberapa lembaga HAM dan diharapkan dapatmewujudkan keadilan
dalam HAM setiap warga negara Indonesia.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kumpulanmakalah.com/2017/01/perkembangan-ham-di-indonesia.html

https://www.academia.edu/20338415/MAKALAH_PERKEMBANGAN_HAM_DI_INDONESIA

Selasa, 05 November 201

10

Anda mungkin juga menyukai