Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Hak asasi manusia (HAM) mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia ,
terutama dalam hubungan antara negara (penguasa) dan warga negara(rakyat) , dan dalam
hubungan antara sesama warga negara. HAM yang berisi hak-hak dasar manusia memuat
standar normatif untuk mengatur hubungan penguasa dengan rakyatnya dan hubungan
rakyat dengan sesama rakyat. Oleh karena itu penegakan HAM mempunyai makna
penting untuk memberikan perlindungan terhadap rakyat-rakyat dari kesewenang-
wenangan penguasa.
Penegakan HAM mempunyai relevansi dengn civil society , karena nilai-nilai
persamaan , kebebasan,dan keadilan yang terkandung dalam HAM dapat mendorong
terciptanya masyarakat egaliter yang menjadi ciri civil society . Dengan demikian
penegakan HAM merupakan prasyarat untuk menciptakan sebuah civil society atau
masyarakat madani.

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait
dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu
yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan
dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih
diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa
dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan
orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam
usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis
merasa tertarik untuk membuat paper tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil
judul “Hak Asasi Manusia”.

1.2. Identifikasi Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan HAM
2. Apa jenis – jenis HAM ?
3. Apa yang sejarah Perkembangan HAM ?
4. Bagaimana HAM dalam perpestif islam ?

1
5. Apa dimensi Historis HAM dalam Islam ?
6. Bagaimana HAM dalam Perundang-undangan Republik Indonesia ?
7. Bagaimana Realita Penegakan HAM di Indonesia ?
8. Bagaimana Penegakan HAM sebagai sarana utama untuk mewujudkan masyarakat
Madani ?

1.3. Tujuan masalah


1. Untuk mengetahui pengertian HAM
2. Untuk mengetahui jenis-jenis HAM
3. Untuk mengetahui Sejarah perkembangan HAM
4. Untuk mengetahui HAM dalam Perpestif Islam
5. Untuk mengetahui Dimensi historis HAM dalam Islam.
6. Untuk mengetahui HAM dalam perundang-undangan Republik Indonesia
7. Untuk mengetahui Penegakan HAM di Indonesia
8. Untuk mengetahui Penegakan HAM sebagai sarana utama untuk mewujudkan
masyarakat Madani

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA

Jan materson anggota komisi hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB), merumuskan pengertian HAM dalam ungkapan “Human Rights could be generally
defines as those rights which are inherent in our natureband without which we can not live
as human being “ . Artinya , HAM adalah hak hak yang secara inheren melekat dalam diri
manusia , dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. Dari pengertian
tersebut , maka dalam HAM terkandung dua makna, yaitu :

1. Pertama ,HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sejak
ia di lahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak yang sesuai dengan kodrat manusia
sebagai insan merdeka yang berakal budi dan berprikemanusiaan.
2. Kedua, HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat manusia
sesuai dengan kodrat kemanusiaan yang luhur. Tanpa HAM manusia tidak akan dapat
hidup sesuai dengan kodrat kemanusiaannya sebagai makhluk Tuhan yang paling
mulia.

Esensi HAM itu dapat dibaca dalam mukaddimah Universal declaration of Human
Rights yang menyebutkan bahwa “ pengakuan atas martabat yang luhur dan hak-hak yang
sama dan tidak dapat di cabut dari semua anggota keluarga manusia merupakan dasar
kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia.”. menurut Weissbrodt dan vasak, HAM
bukan hanya mejadi ideologi lokal atau nasional , tetapi telah menjadi ideologi universal.
( Davidson,1994: 145)

Secara sederhana , hak asasi manusia dapat di artikan hak dasar(asasi) yang dimiliki
dan meleka pada manusia karena kedudukannya sebagai manusia. Hak Asasi Manusia
adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugrah Tuhan
Yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau pengusaha. Hak ini sifatnya sangat
mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia, serta bersifat kodrati, yakni ia tidak bisa
terlepas dari dan dalam kehidupan manusia sebagai penyandang dari hak tersebut.

3
2.2 JENIS JENIS HAK ASASI MANUSIA

Jenis hak asasi manusia di antaranya dapat diketahui dari deklarasi universaltentang
hak asasi manusia yang di setujui dan di umumkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB
pada 10 Desember 1948.

Menurut deklarasi PBB yang isinya terdiri dari 30 pasal tersebut, secara singkat
dijelaskan seperangkat hak hak dasar manusia yang sangat sarat dengan hak-hak yuridis ,
sperti hak untuk hidup, hak tidak menjadi budak, hak tidak disiksa dan tidak ditahan, hak
dipersamakan dimuka hukum (equality before the law ),hak untuk mendapatkan praduga
tidak bersalah dan sebagainya. Hak hak lain juga di muat dalam deklarasi tersebut , sperti
hak-hak akan nasionalisme ,pemilikan dan pemikiran ; hak untuk menganut agama dan
memperoleh pendidikan, pekerjaan dan kehidupan berbudaya.

Secara lebih sepesifik , di dalam pasal-pasal deklarasi hak asasi manusia sedunia
tersebut di tegaskan beberapa kategori hak sebagai berikut :

1. Pertama , hak secara lansung memberikan gambaran kondisi minimum yang


diperlukan individu, agar ia dapat mewujudkan watak kemanusiaannya .
2. Kedua, hak tentang perlakuan yang seharusnya diperoleh manusia dari sistem hukum.
3. Ketiga, hak yang memungkinkan individu dapat melakukan kegiatan tanpa campur
tangan pemerintah dan memungkinkan individu ikut ambil bagian dalam mengontrol
jalannya pemerintahan .
4. Keempat, hak yang menjamin terpenuhinya tarap minimal hidup manusia dan
memungkinkan adanya pengembangan kebudayaan .
2.3 SEJARAH PERKEMBANGAN HAM
Pada umumnya pakar HAM barat berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya Magna Charta.Namun jauh sebelum magna charta , konsep islam
tentang HAM telah lebih dahulu dikenal , bahkan dengan substansi yang jauh lebih
komprehensip (mengenai hal ini akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan “ HAM
dalam prespektif Islam.

Setelah dunia mengalami dua perang yng melibatkan hampir seluruh kawasan
dunia, dimana hak-hak asasi manusia pada saat itu di injak-injak, timbul keinginan
untuk merumuskan hak-hak asasi manusia itu di dalam suatu naskah internasional.
Usaha ini baru dimulai pada 1948 dengan diterimanya universal declaration of human

4
rights ( pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia) oleh negara-negara yang
bergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa. Dengan kata lain , lahirnya deklarasi
HAM universal merupakan reaksi atas kejahatan keji kemanusiaan yang dilakukan
oleh kaum sosialis nasional di Jerman pada 1933-1945.

Terwujudnya universal declaration of human rights yang dinyatakan pada 10


desember 1948 harus melewati proses yang cukup panjang . sebelum terwujudnya
deklarasi tersebut , setidaknya telah lahir beberapa naskah HAM yang mendahuluinya,
yang bersifat universal dan asasi . naskah naskah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Magna charta (piagam agung 1215) : suatu dokumen yang mencatat beberapa hak
yang diberikan oleh raja Jhon dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya
atas tuntunan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan raja jhon di Inggris.
2. Bill of rights ( Undang-undang Hak 1689) : suatu undnag-undang yang diterima
oleh parlemen inggris yang merupakan perlawanan terhadap Raja James II dalam
suatu revolusi hak berdarah yang dikenal dengan istilah “ The Glorious Revolution of
1688 )
3. Declaration des droits de I’homme et du citoyen ( Pernyataan Hak-hak Manusia
dan Warga negara 1789) : Suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi
Perancis sebagai perlawanan terhadap kewenangan rezim lama.
4. Bill of Rights (Undang-Undang Hak) : Suatu naskah yang disusun oleh rakyat
Amerika pada 1769 , dan kemudian menjadi bagian dari undang-undang dasar pada
1891.

Jika dilihat dari perpestik substansi yang diperjuangkan , sejarah perkembangan


HAM di dunia dapat dikategorikan ke dalam empat generasi, yaitu :

1. Generasi pertama
Berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan
politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik
disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya
keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum
yang baru.

5
2. Generasi kedua

Pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial,
ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan
perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi
kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan
dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.

3. Generasi ketiga

Sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan


adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu
keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam
pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami
ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti
pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan
sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang
dilanggar.

4. Generasi keempat

Yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses


pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak
negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program
pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan
melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat
dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan
deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia
People and Government

2.4 HAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Islam sebagai agama universal mengandung prinsip-prinsip hak asasi manusia.


Sebagai sebuah konsep ajaran, Islam menempatkan manusian pada kedudukan yang
sejajar dengan manusia lainnya.

6
Menurut ajaran Islam, adanya perbedaan lahirlah antar manusia tidak menyebabkan
perbedaan dalam kedudukan sosial. Hal ini merupakan dasar yang sangat kuat, dan tidak
dapat dipungkiri, telah memberikan kontribusi pada perkembangan prinsip-prinsip hak
assasi manusia di dalam masyarakat internasional.

Dalam pandangan islam, yamg dimaksud dengan hak asasi manusia adalah hak-hak
kodrati yang dianugerahkan Allah kepada setiap manusia, yang tidak dapat dicabut atau
dikurangi oleh kekuasaan satu badan apapun (Maududi, 1988: 11-12). Selanjutnya,
Maududi juga menjelaskan bahwa hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen,
kekal, abadi, dan tidak boleh diubah-ubah, dimodifikasi, ataupun dibatalkan..

Konsep HAM dalam sejarah Islam sesungguhnya lebih jauh melampaui sejarah
Barat dalam merumuskan dan mempraktikan konsep HAM. Maududi menyatakan bahwa
Hak-Hak dasar manusia dalam Magna Charta baru tercipta 600 tahun setelah kedatangan
Islam. Islam mempunyai dokrin perlindungan HAM yang lebih komprehensif
dibandingkan dengan konsep HAM dalam Magna Charta (Maududi, 1988:10).
Weeramantry juga menyatakan hal yang sama, yaitu bahwa pemikiran Islam mengenai
hak-hak dibidang Sosial, Ekonomi dan Budaya (Social, Economic, Dan Cultural Rights)
telah jauh mendahului pemikiran Barat (Regsodiputro Mengutip Weeremantry, 1994:3).

Tonggak sejarah dan politik Islam mengenai HAM berawal dari Konstitusi Madina
atau Piagam Madina (Tahun 624) yang bertujuan menyatukan warga Madinah yang
majemuk, baik karena perbedaan etnis (Yahudi dan kelompok-kelompok Arab), perbedaan
Agama (Yahudi, Muslim, dan Nasrani), dan perbedaan kebudayaan. Perlindungan HAM
dalam Konstitusi Madina, atara lain, adalah perlindungan terhadap kebebasan beragama
dan beribadah, kedudukan yang sama sebagai warga masyarakat, persamaan hak dan
kewajiban, dan persamaan di depan hukum.

Gagasan Islam tentang HAM berpijak pada konsep tauhid, yaitu konsep pengakutan
keesaan Allah yang tergambar dari ungkapan syahadat, “Laa ilaaha illa Allah”, tidak ada
Tuhan yang patut disembah selain Allah. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan
persaudaraan seluruh manusia. Bahkan, tauhid juga mencakup ide persamaan dan
persatuan semua makhluk, benda tak bersenyawa, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
manusia. Tegasnya, dalam agama tauhid terdapat pula ide perikemakhlukan, di samping
ide peri kemanusiaan. Ide perikemakhlukan maupun jangkauan lebih luas (Nasution dan
Effendy, 1995: vii).

7
Selanjutnya, dikemukakan bahwa ide perikemakhlukan yang terkandung dalam
ajaran-ajaran Islam itu mendorong manusia supaya tidak bersikap sewenang-wenang,
tetapi bersikap baik terhadap makhluk lain. Oleh karena itu, Al-Ghazali, seorang ulama
yang masyhur dalam pemikiran Islam, berpendapat bahwa sikap kasih sayang dalam Islam
tidak terbatas hanya dalam masyarakat manusia, tetapi juga kasih sayang kepada binatang,
apakah itu yang melata di bumi ataupun terbang di udara (Nasution dan Effendy, 1995:
vii).

Dalam konsep tauhid terdapat kewajiban manusia untuk menyembah Tuhan. Hal in
menunjukkan bahwa hubungan manusia dengan Tuhan bersifat subordinatif. Artinya, pola
hubungan itu adalah hubungan Pencipta dengan ciptaan-Nya, atau Khalik dengan
makhluk-Nya. Ide penyembahan kepada Allah berisi penghambaan manusia kepada
penciptanya, penghambaan makhluk kepada Tuhannya.

Hubungan subordinatif atau penghambaan hanya berlaku dalam hubungan manusia


dengan Tuhan. Hubungan di antara sesama manusia adalah hubungan kesetaraan
(egaliter), karena semua manusia mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah.
Jika terjadi hubungan subordinatif atau penghambatan oleh manusia kepada manusia yang
lain, hal itu bertentangan dengan kodrat kemanusiaan. Feodalisme dan perbudakan
merupakan hubungan eksploitatif oleh manusia terhadap manusia lain yang ditentang oleh
ajaran Islam.

Hak-hak asasi manusia dalam Islam merupakan standar normatif yang ditetapkan
Allah atau dibuat oleh manusia berdasarkan firman Allah untuk mengatur hubungan
sesama manusia, baik dalam hubungan individu dengan individu, individu dengan
masyarakat, maupun dalam hubungan warga negara dengan negara dan hubungan antar-
negara.

Pengakuan bahwa adanya hak asasi pada seseorang berarti mengakui adanya
kewajiban yang harus dilakukan terhadap orang lain atau semua orang. Dan, pengakuan
bahwa hak asasi manusia merupakan hak semua orang berarti mengakui adanya kewajiban
asasi semua orang untuk menghormati hak asasi yang dimiiki oleh orang lain. Batas hak
asasi manusia yang satu adalah hak asasi orang lain. Dengan demikian, hubungan
antarahak dan kewajiban adalah resiprokal yang harmonis, karena pengakuan hak pada
pikah tertentu berimplikasi kewajiban pada pihak lain. Dalam konteks HAM, pengakuan
atas hak asasi pada satu pihak merupakan kewajiban asasi pada semua orang.

8
Dalam hai itu, perlu pula ditegaskan bahwa kebebasan manusia yang terdapat dalam
Islam tidaklah bersifat absolut. Demikian juga hak-hak asasinya. Yang mempunyai
keabsolutan dan ketidakterbatasan dalam ajaran Islam hanyalah Allah, Tuhan alam
semesta. Yang lain mempunyai sifat terbatas. Salain itu, di samping hak, manusia
mempunyai kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya, yaitu patuh kepada perintah dan
larangan-Nya. Larangan-Nya ialah supaya manusia tidak berbuat onar di permukaan bumi,
dan perintah-Nya ialah agar manusian berbuat baik. Mengutamakan kepentingan orang
lain, apalagi kepentingan umum atau orang banyak dilarang dalam Islam (Nasution dan
Effendy, 1995).

Dalam deskripsi berikut akan dijelaskan beberapa hak asasi manusia dalam islam
yang meliputi hak hidup, kebebasan beragama, hak keadilan, kebebasan berfikir dan
perpendapat, hak bekerja, dan hak-hak politik.

1. Hak Hidup

Hak hidup adalah hak manusia atas kehidupan yang dianugerahkan oleh Allah kepada
setiap manusia guna menjamin perkembangan hidup manusia secarah alamiah. Hidup secara
alamiah berkembang dari proses dalam kandungan, lahir, kanak-kanak, dewasa, dan tua.
Menjamin hak hidup manusia berarti menghargai nyawa manusia sebagai sumber kehidupan
manusia tersebut.

Hak hidup adalah hak asasi paling fundamental bagi setiap manusia, karena kehidupan
merupakan prasyarat untuk mendapatkan hak-hak asasi lainnya. Di samping itu, kehidupan
merupakan sumber eksistensi manusia, karena hanya melalui kehidupanlah manusia dapat
merealisasikan dan mengaktualisasikan diri salam kehidupan dunia guna mencari amal saleh.
Tanpa hal hidup, tidak ada artinya hak-hak asasi lain, karena manusia tidak akan dapat
menikmatinya. Kehidupan merupakan jalan untuk mendapatkan hak-hak asasi yang lainnya.

Islam menunjukkan tinggi hak hidup manusia yang dinyatakan secara eksplisit oleh
firman Allah dan hadis. Al-Qur’an mengatakan :

“...Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu


(membunuh) orang lain, atau bukan karena orang itu membuat kerusakan di

9
muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya ...”
(Q.S. Al-Ma’idah: 32).

Ayat ini ditafsirkan Maududi dalam ungkapan yang positif, “Dan, barangsiapa yang
memelihara seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya”.

Penghargaan Islam terhadap hak hidup manusia demikian tinggi, sebab


menghilangkan nyawa orang yang tidak berdosa diibaratkan sepertimembunuh seluruh
manusia. Esensi lain yang terkandung dalam ayat diatas adalah bahwa hak hidup manusia
boleh dirampas dengan alasan orang itu merampas hak hidup orang lain (membunuh) atau
membuat kerusakan di muka bumi. Dengan demikian, Islam bukan hanya memberi
justifikasi perlindungan terhadap hak hidup manusia, tetapi sekaligus justifikasi
pencabutan hak hidup manusia berdasarkan alasan yang benar.

Justifikasi Islam atas perlindungan hak hidup manusia dan pencabutan hak hidup
manusia tersebut dipertegas Al-Qur’an dengan ungkapan pelarangan sebagai berikut ;

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah, melainkan


dengan sesuatu (sebab) yang benar” (Q.S. Al-An’am: 151).

Dalam konteks dosa, perbuatan merampas nyawa orang lain termasuk kelompok
dosa besar. Hadis Rasul menegaskan :

“Dosa terbesar adalah menyekutukan sesuatu dengan Allah dan membunuh


manusia”
“Darah dan hak memiliki merypakan hal yang amat suci hingga kamu
bertemu dengan Tuhan, sebagaimana hari ini dan bulan ini adalah suci.
Ketahuilah bahwa setiap muslim adalah bersaudara. Yang boleh diambil
adalah apa yang diberikannya kepada kamu dengan sukarela”

Ketentuan lain (Q.S. Al-Ma’idah: 32) juga mengandung makna bahwa sanksi hukum
pidana bagi perbuatan merampas nyawa orang lain (membunuh) dan perbuatan membuat

10
kerusakan di muka bumi adalah hukuman mati (qishas). Pembunuhan yang diancam
dengan hukuman/pidana mati itu adalah pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja.

Perintah Tuhan mengenai qishas diatur dalam Al-Qur’an (Q.S. Al-Baqarah [2]: 178) yang
menyebutkan :

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan


dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita, maka barangsiapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula.
Yang demikian itu adalah suatu keringanan dan rahmat dari Tuhanmu.
Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, bagiannya siksa yang amat
pedih.”

2. Hak Kebebasan Beragama

Kebebasan beragama adalah kebebasan manusia untuk memilih dan memeluksuatu


agama yang dia yakini kebenarannya berdasarkan pertimbangan akal dan nuraninya.
Kebebasan beragama berkaitan dengan keyakinan hidup untuk memilih agama beserta
ajaran yang terkandung di dalamnya guna mengatur hidupnya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara, dan warga dunia.

Doktrin Islam menjunjung tinggi kebebasan beragama, karena agama merupakan


keyakinan dan pandangan hidup manusia. Ide kebebasan beragama dalam Islam tercermin
dari ketentuan Al-Qur’an (Q.S. Al-Baqarah; 256) yang menyatakan :

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama lslam; sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat.”

Islam menolak paham pemaksaan beragama, karena hal itu bertentangan dengan
hakikat Islam itu sendiri yang menghendaki ketundukan manusian kepada Allah secara
sukarela (berdasarkan kesadaran diri). Pemaksaan kehendak untuk memasuki Islam juga
bertentangan dengan kodrat manusia sebagai insan yang merdeka. Kebebasan beragama
mempunyai posisi sentral dalam ajaran lslam, karena agama bukan hanya mengatur hidup
manusia di dunia ini saja, tetapi merupakan jalan untuk mencapai kehidupan yang abadi di

11
akhirat. Kehidupan akhirat jauh lebih berharga dari pada kehidupan dunia, karena
kebahagiaan kehidupan akhirat merupakan tujuan akhir hidup manusia. Kebahagiaan.

kehidupan dunia adalah saranan untuk mencapai kebahagian kehidupan akhirat.


Oleh karena itu, wajar jika ada yang berpandangan bahwa kebebasan beragama jauh lebih
penting dari hak hidup. Konsep jihad untuk membelah agama mempunyai nilai yang lebih
tinggi dari kehidupan itu sendiri.

Karena Islam mengakui kebebasan beragama, Islam mempunyai konsep toleransi


beragama yang meliputi toleransi terhadap sesama penganut agama (Islam) dan toleransi
terhadap para penganut yang berbeda. Toleransi terhadap sesama muslim berkaitan dengan
sikap saling menghormati dan menghargai diantara sesama kaum muslim didalam
menjalankan ajaran agama berdasarkan interpretasi keagamaan yang diyakininya dari Al-
Quran.

Mengenai toleransi Islam terhadap agama-agama lain, Tuhan telah menggariskan


pedoman toleransi dalam berbagai ayat. Dalam Al-Quran (Q.S.Al-Mumtahanah: 8), Allah
berfirman :

“Allah tak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tidak memerangi kamu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu/kampung
halamanmu. Hendaklah kamu berlaku baik dan adil terhadap mereka. Sesungguhnya,
Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Dengan penegasan ayat itu, seorang muslim tidak memiliki hambatan keagamaan
untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap umat agama lain, sepanjang meraka tidak
memerangi kaum muslim dalam beragama dan tidak mengusir mereka dari kampung
halamannya. Islam tidak melarang muslim untuk melakukan hubungan mu’ammalah
dengan warga non-muslim, sehingga dimungkinkan untuk melakukan kerjasama ekonomi
dan kemasyarakatan.

Meskipun Islam memperkenankan kerjasama dalam bidang mu’ammalah, tetapi


dalam masalah tauhid dan peribadatan, Islam tidak membuka peluang bagi kerjasama.
Artinya, untuk urusan ketauhidan dan peribadatan tidak ada kompromi dengan agama-
agama dan pemeluk-pemeluk agama lain. Toleransi menyangkut peribadatan ini
diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur’an (Q.S. Al-kafirun [109]) :

12
“ Katakanlah, hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah pula menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah, untukmulah agamamu dan untukkulah agama ku.”

Aspek lain yang termasuk dalam pengertian kebebasan beragama adalah kebebasan
untuk menjalankan peribadatan sesuai dengan ajaran agamanya, perlindungan terhadap
perasaan keagamaan (Tuhan) dan kitab suci, perlindungan temapat-tempat dan saranan
peribadatan, perlindungan terhadap pemuka-pemuka agama, dan kebebasan untuk
melakukan dakwah.

Mengenai kebebasan menjalankan peribadatan, perlindungan terhadap tempat


peribadatan dan pemuka agama, Nabi bersabda (dalam sebuah suratnya kepada penduduk
Najran yang tetap perpegang pada agama mereka) :

“Dan bagi kaum Najran serta yang ada dibawah sayapnya menjadi tetangga Allah
dalam perlindungan Nabi Muhammad, atas harta mereka, agama, tempat-tempat ibadah
meraka, dan semua yang menjadi hak tangan meraka”

Dengan sabda rasul itu tampak jelas bahwa Islam melindungi penganut agama lain
untuk melaksanakan peribadatan sesuai dengan aturan peribadatan agama lain tersebut.
Penguasaan Islam secara politik terhadap suatu daerah tidak dapat dijadikan dalih untuk
membatasi hak-hak non-muslim dalam merealisasikan ajaran agamanya.

Kebebasan dakwah juga dijamin dalam ajaran Islam. Mengenai dakwah ini, Harun
Nasution mengumumkan bahwa dakwah dalam Islam berarti menayampaikan ajaran-
ajarannya kepada masyarakat manusia dan bukan memaksa orang lain masuk islam. Al-
Quran menegaskan :

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah meraka dengan cara yang lebih baik” (Q.S. An-Nahl: 125)

“Berilah peringatan, engkau hanya pemberi peringatan, bukanlah engkau orang yang
berkuasa atas meraka.”

Ketika Deklarasi Umum HAM PBB disepakati pada 1948, Arab Saudi dan beberapa
Islam menolak untuk menandatangani deklarasi, karena menurut wakil Arab Saudi, Al-
Burudi, ketentuan mengenai kebebasan agama yang terdapat dalam pasal 18 tidak sejalan

13
dengan ajaran Islam. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa dalam pengertian
kebebasan beragama itu termasuk kebebasan untuk berpindah agama, sedangkan islam
melarang seorang muslim berpindah agama (murtad). Pendapat Al-Burudi itu ditentang
oleh utusan Pakistan, Zafrullah Khan. Persetujuan Islam terhadap ketentuan-ketentuan
pasal 18 berdasar-kan ketententuan Al-Quran yang dengan jelas mengatakan:

“Barangsiapa yang memilih untuk beriman, berimanlah, dan barang siapa yang
memilih untuk kafir, kafirlah.”

3. Hak atas Keadilan

Keadilan adalah hak manusia untuk mendapat sesuatu hal yang menjadi haknya dari
orang lain. Kata” keadilan” dipergunakan dalam banyak konteks, ada kalahnya digunakan
untuk menyebut hak, perlakuan yang sama, dan keseimbangan atau kesebadingan.
Keadilan bukan hanya berkaitan dengan bidang hukum semata-mata, tetapi juga berkaitan
dengan bidang ekonomi (keadilan ekonomi) bidang politik (keadilan politik), dan bidang
sosial (keadilan sosial).

Menurut M.Ghallab dalam bukunya Inilah Hakekat Islam, keadilan adalah


meletakan sesuatu pada tempatnya,sedangkan dalam pengertian ilmu akhlaq, keadilan
adalah memberikan hak kepada orang berhak. Sementara, menurut Ali bin abi Thalib,
keadilan adalah menempatkan perkara pada tempatnya. Jadi, keadilan adalah hak setiap
orang yang berhak untuk menerima hak yang dimilikinya.

Keadilan mempunyai kedudukan sangat penting dalam sistem nilai Islam, karena ia
merupakan satu-satunya prinsip penciptaan dan pengaturan alam semesta dan segala
isinya. Di samping itu, keadilan juga merupakan prinsip pokok dalam tata pergaulan
(hubungan) manusia, dan juga merupakan prinsip pertanggung-jawaban manusia dalam
peradilan akhirat.

Berikut ini akan dijelaskan ketentuan Al-Quran mengenai keadilan. Perintah berlaku
adil terdapat dalam Al-Quran (Q.S.Al-Ma’idah: 8), yaitu:

“…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu


berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”

Di dalam Al-Quran masih banyak lagi ayat yang menegaskan tentang perintah
berlaku adil terhadap sesama manusia, baik yang menyangkut masyarakat biasa, maupun

14
perintah yang ditunjukan kepada penguasa negara terhadap rakyat yang ada di bawah
kekuasaannya.

4. Hak Kebebasan Berpikir dan Berpendapat

Kebebasan berpikir dan kebebasan berpendapat merupakan bagian dari kebebasan


berekspresi (freedom of expression), yaitu kebebasan manusia untuk mengespresikan diri
dalam kehidupan masyarakat sebagai pengejawantahan kemampuan kognisi (nalar) dan
kemampuan afeksi (rasa)manusia. Aspek lain yang terkait dalam lingkup kebebasan
berekspresi adalah kebebasan berkesenian dalam segala bentuk dan manifestasinya.

Islam menghargai kebebsan berpikir dan berpendpat, karena hal itu sesuai dengan
karakteristik manusia sebagai insan yang bebas dan merdeka. Dalam banyak ayat Al-
Quran ditegaskan tentang dorongan untuk berpikir :

“Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu yamg penuh berkah, supaya
mereka memperhati-an ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran dan orang-orang yang
mempunyai pikiran” (Q.S.Shad:29).

5. Hak Bekerja

Hak lain yang juga diatur dalam Islam adalah hak manusia untuk melakukan
pekerjaan. Beberapa dokrin ajaran Islam yang berkaitan dengan hak bekerja antara lain :

a. Q.S. At-Taubah (9): 105

“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
yang mengetahui akan yang gaib dan nyata. Lalu diberikan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.”

b. Hadist Rasulullah

“Berikanlah upah seorang buruh sebelum kering keringatnya, dan beritahukanlah


upahnya sewaktu ia bekerja” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqy).

6. Hak Politik

Abdul Karim Zaidan dalam bukunya Hak-hak Rakyat dan Kewajiban Negara
dalam Islam membahas hak-hak politik dalam islam, yang meliputi : hak memilih

15
kepala Negara; hak musyawarah; hak melakukan control; hak memecat kepala
Negara; hak mencalonkan diri; dan hak untuk menjadi pegawai negeri. Di samping itu
juga disebutkan kewajiban-kewajiban politik rakyat, yaitu taat kepada pemimpin
sepanjang pemimpin itu memang benar.

Beberapa doktrin Islam mengenai hak-hak politik, di antaranya adalah hadis


shahih dari Abdurrahman ibn Samurah bahwa Nabi bersabda kepadanya:

“ Hai Abdurrahman ibn Samurah, janganlah engkau meminta jabatan. Jika


engkau diberinya karena meminta, engkau akan diberatkannya. Dan jika engkau
diberinya tanpa meminta, maka engkau akan ditolongnya.”

2.5 DIMENSI HISTORIS HAM DALAM ISLAM

Pembicaraan tentang HAM dalam perspektif Islam tidak bias dipisahkan dari
konsep Piagam Madinah dan Deklarasi Kairo. Dua momentum penting tersebut secara
ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Piagam Madinah
Konsepsi dasar yang tertuang dalam piagam yang lahir di masa Nabi
Muhammad ini adalah adanya pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah
untuk melindungi dan menjamin hak-hak sesama warga masyarakat tanpa melihat
latar belakang, suku, ataupun perbedaan agama. Piagam Madinah atau Mistaq al-
Madinah yang dideklarasikan oleh Rasulullah pada tahun 622 merupakan
kesepakatan-kesepakatan tentang aturan-aturan yang berlaku bagi
masyarakatMadinah yang dipimpin oleh Nabi.
Terdapat dua landasan pokok bagi kehidupan bermasyarakat yang diatur dalam
Piagam Madinah, yaitu:
a. Semua pemeluk Islam adalah satu ummat, walaupun mereka berbeda suku
bangsa.
b. Hubungan antara komunitas muslim dan non-Muslim didasarkan pada prinsip-
prinsip sebagai berikut:
 Berinteraksi seara baik dengan sesame tetangga.
 Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.
 Membela mereka yang teraniaya.
 Saling menasehati.

16
 Menghormati kebebasan beragama.

Menurut ahli sejarah, piagam ini adalah naskah otentik yang tidak diragukan
keasliannya. Secara sosiologis, piagam tersebut merupakan antisipasi dan jawaban
terhadap realitas sosial masyarakat Madinah pada saat itu. Secara umum, sebagaimana
terbacadalam naskah tersebut, piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk
Madinah. Walupun mereka heterogen, kedudukan mereka adalah sama, masing-masing
memiliki kebebasan untuk memeluk agama yang mereka yakini dan melaksanakan
aktivitas dalam bidang sosial dan ekonomi.

Setiap individu memiliki kewajiban yang sama untuk membela Madinah, tempat
mereka bertempat tinggal. Dengan demikian, piagam Madinah menjadi alat legitimasi
Nabi Muhammad untuk menjadi pemimpin bukan saja bagi kaum muslim (Mahajirin dan
Anshar), tetapi juga bagi seluruh penduduk Madinah (pasal 23-24). Secara substansial,
piagam ini bertujuan untuk menciptakan keserasian politik dan mengembangkan toleransi
sosio-religius dan budaya seluas-luasnya.

Piagam ini bersifat revolusioner karena mendobrak tradisi kesukuan orang-orang Arab
pada saat itu. Tidak ada satu suku pun yang memiliki keistimewaan atau kelebihan dari
suku yang lain. Jadi, dalam piagam tersebut sangat ditekankan azas kesamaan dan
kesetaraan (aquality).

2. Deklarasi Kairo (Cairo Declaration)

Isu dari pelaksanaan HAM tidak lepas tidak lepas dari perhatiaan umat Islam, apalagi
mayoritas negara-negara islam tergolong kedalama barisan negara-negara Dunia Ketiga
yang banyak merasakan perlakuan ketidakadilan Internasional. Negara-negara Islam yang
tergabung dalam Organitation of Islamic Confrence (OIC/OKI) pada tanggal 5 Desember
1990 di kairo yang mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan yang isinya dinilai lebih
sesuai dengan syariat Islam.

Konsep hak-hak asasi manusia hasil rumusan negara-negara OKI ini selanjutnya
dikenal dengan sebutan Deklarasi Kairo. Deklarasi ini berisi 24 pasal tentang Hak Asasi
Manusia berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah yang dalam penerapan dan realitasnya selaras
dengan pernyataan semesta HAM (The Universal Declaration of Humans Rights) yang
dideklarasikan oleh PBB pada 1948 (Tim Penyusun puslit IAIN Syarif
Hidayatullah,2000:216)

17
Pasal-pasal yang terdapat dalam Deklarasi Kairo mencakup beberapa
persoalan pokok,antara lain :

a. Hak persamaan dan kebebasan (Pasal 19 ayat a,b,c,d,dan e). Pasal ini berdasarkan
pada :
 Q.S. Al-Israa’:70
 Q.S. An-Nissaa’:58,105,107,135
 Q.S. Al-Mumtahanah: 8
b. Hak untuk hidup (Pasal 2 ayat a,b,c,dan d). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Ma’idah:45
 Q.S. Al-Isra’: 33
c. Hak memperoleh perlindungan (Pasal 3),Pasal iniberdasarkan pada :
 Q.S. Al-Balad: 12-17
 Q.S. Al-Taubah: 6
d. Hak kehormatan pribadi (pasal 4). Pasal ini berdasarkan pada :
 Q.S. Al-Taubah:6
e. Hak menikah dan berkeluarga (pasal 5 ayat a dan b). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Baqarah: 22
 Q.S. Ruum: 21
 Q.S. An-Nissa’:1
 Q.S. Al-Tahrim:6
f. Hak wanita sederajat dengan pria (Pasal 6). Pasal ini berdasarkan pada :
 Q.S. Al-Baqarah: 223
 Q.S. Al-Israa’: 23-24
g. Hak – hak anak dari orangtua (Pasal 7ayat a,b,dan c). Pasal ini berdasarkan pada :
 Q.S. Al-Taubah: 122
 Q.S. Israa’: 23-24
h. Hak memperoleh pendidikan dan berperan serta dalam perkembanagn ilmu
pegetahuan (Pasal 9 ayat a dan b). Pasal ini berdasarkan pada :
 Q.S. Al-Taubah:122
 Q.S. Al-‘Alaq: 1-5
i. Hak tahanan dan narapidana (pasal 20-21). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Mumtamanah: 8
j. Hak kebebasan memilih agama (pasal 10). Pasal ini berdasarkan pada:

18
 Q.S. Al-Baqarah: 156
 Q.S. Al-Kahfi: 29
 Q.S. Al-Kafiruun: 1-6
k. Hak kebebasan pada bertindak dan mencari suaka (Pasal 12). Pasal ini
berdasarkan pada:
 Q.S. An-Nissa’: 97
 Q.S. Al-Mumtahanan: 9
l. Hak-hak untuk berkerja (Pasal 13). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. An-Nisaa’: 97
 Q.S. Al-Mumtamanah: 9
m. Hak-hak memperoleh kesempatan yang sama (pasal 14). Pasal ini berdasarkan
pada:
 Q.S. Al-Baqarah: 275-278
 Q.S. Al-Nisaa’ : 161
 Q.S. Ali Imran: 130
n. Hak milih pribadi (pasal 15 ayat a dan b). Pasal ini berdasarkan pada:
 Q.S. Al-Baqarah: 29
 Q.S. An-nisaa’: 29
o. Hak menikmati hasil atau produk ilmu (Pasal 16). Pasal ini berdasarkan pada :
 Q.S. Al-Ahqaat: 19
 Q.S. Al-Baqarah: 164
2.6. HAM DALAM PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA

Deklarasi HAM sedunia memang diketuskan pada 1948, lebih tiga tahun setelah
Indonesia menyatakan kemerdekaanya. Namun demikian,gagasan tentang HAM telah
muncul sebagai gagasan yang membanjiri diskursus politik di nusantara sejak abad ke 18.
Hal ini mungkin bisa menjelaskan mengapa dalam konstitusi negara. UUDS 1950,
masalah HAM menjadi bagian dari pembahasan penting.

Di dalam UUD 1945 setidaknya terdapat lima pasal yang secara langsung
menyatakan perlunya perlindungan bagi HAM,yakni :

Pertama, Hak kesamaan kedudukan di depan hukum pemerintahan.

Kedua, Hak atas pkerjaan dan penghidupan yang layak

19
Ketiga, Hak mengeluarkan pendapat,berkumpul,dan berserikat

Keempat, Hak untuk memeluk agama

Kelima, Hak untuk mendapatkan pendidikan

Pada amandemen kedua UUD 1945, ketentuan mengenai HAM mengalami perubahan
yang cukup signifikan, yang pada garis besarnya merinci HAM secara lebih detail, dan
menekankan bahwa disamping adanya HAM, ada sisi lainyang juga diperhatikan dan
dijunjung tinggi,yaitu adanya kewajiban asasi.

Amandemen kedua UUD 1945,khususnya yang berkaitan dengan HAM


menitiberatkan berupa perubahan pada pasal 27,perluasan pasal 28 dan penambahan jenis
hak pada pasal 30. Pasal 27, yang semula hanya terdiri dari dua ayat,ditambah ayat (3)
yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara. Sementara itu ,pasal 28 yang semula hanya mengatur tentang
kemerdekaan berpendapat dan berkumpul,mengeluarkan pikiran baik dengan lisan
maupun tulisan, diubah dan dirinci menjadi pasal 28A sampai dengan 28 J, yang secara
lengkap dapat dilihat pada lampiran. Pasal 30 ayat(1), yang semula hanya mengatur
tentang bela negara, di ubah redaksinya, yaitu bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Garis besar ketentuan HAM yang diatur dalam UUD 1945 selanjutnya dielabrasi
menjadi ketentun yang lebih rinci di dalam UU no 39 tahun 1999 tentang HAM.
Selanjutnya sebgai upaya untuk menegakkkan HAM, sebgaimana diatur dalam UU no 39
Tahun 1999 tersebut, telah ditetapkan pula UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan
HAM.

Pasal 1 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat lain.

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia. Secara lebih rinci, undang-undang tersebut menguraikan aneka hak asasi
manusia, seperti: hak untuk hidup; hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan; hak
mengembangkan diri; hak memperoleh keadilan; hak atas kebebasan pribadi; hak atas rasa

20
aman; hak atas kesejahteraan; hak turut serta dalam pemerintahan; serta hak wanita dan
hak anak.

Yang sangat menarik adalah bahwa dalam UndangUndang No. 39/1999 ini, hak
wanita juga dijelaskan secara rinci, seperti hak keterwakilan wanita dalam pemilu,
kepartaian, keterwakilan dalam badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Demikian pula
dengan hak wanita untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang,
dan jalur pendidikan. Di dalam pasal 47 dikatakan bahwa seorang wanita yang menikah
dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengikuti status
kewarganegaraan suaminya. , tetapi mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti,
atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya itu. Hak-hak anak dalam undang-
undang ini juga diurai dengan cukup jelas, seperti: hak hidup yang dimilikinya sejak masih
dalam kandungan; hak pemeliharaan; hak perlindungan dari tindak kekerasan, eksploitasi,
pelecehan seksual; dan perlindungan dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Undang-Undang No.39/1999 juga mengatur tentang Komisi Nasional Hak Asasi


Manusia yang lazim disingkat dengan Komnas HAM, yang pengangkatan dan
kewenangannya secara lengkap diatur di dalam pasal 75 sampai dengan pasal 99. Undang-
Undang No. 26 Tahun 2000 secara umum mengatur tentang berdirinya pengadilan HAM
yang diberi tugas dan wewenang khusus untuk memeriksa serta memutus perkara
pelanggaran HAM yang masuk dalam kategori berat.

Abad ke-20 yang baru lewat menunjukkan bahwa ada orang yang makan, minum, .
bercinta, berak, kencing, tidur, dan bekerja seperti kebanyakan orang, tetapi pada saat
yang sama sanggup mengerjakan tugas membunuh manusia dengan cara bengis dan dalam
skala yang besar.

2.7 REALITAS PENEGAKAN HAM DI INDONESIA

Secara yuridis formal, berbagai norma yang mengatur hak asasi manusia, baik di
tingkat global maupun nasional Indonesia, dapat dikatakan telah cukup memadai,
meskipun belum juga dapat dikatakan sempurna. Kendati demikian, kenyataan masih
menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup dalam antara das sollen dan das sein, atau
antara kerangka aturan yang cukup ideal dan kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat.
Kerangka norma yang sesungguhnya telah cukup membangkitkan banyak harapan tidak

21
seimbang dengan upaya penegakan dan implementasinya yang masih jauh dari ideal.

Jika dikaji lebih mendalam, banyaknya pelanggaran HAM itu terutama disebabkan
oleh lemahnya sistem penegakan hukurn terhadap pihak pelanggar dan lemahnya political
will pemerintah dalam mengimplementasikan normanorma HAM. Ironisnya, kekerasan
dan represi negara justru sering dimanfaatkan oleh penguasa sebagai alat untuk
mempertahankan kekuasaan. Sebab lain adalah karena rendahnya tingkat kesadaran
hukum dari warga masyarakat itu sendiri.

2.8 PENEGAKAN HAM SEBAGAI SARANA UTAMA UNTUK MEWUJUDKAN


MASYARAKAT MADANI

Adanya fenomena penindasan rakyat yang dilakukan oleh pemerintah yang sedang
berkuasa merupakan realitas yang sering dipaparkan dalam pemberitaan pers, baik melalui
media elektronika maupun media cetak. Hal ini merupakan bagian kecil dari fenomena
kehidupan yang sangat tidak menghargai posisi rakyat (civil) di hadapan penguasa, dan
bagian dari fenomena kehidupan yang tidak menghargai kebebasan berserikat dan
berpendapat.

Kenyataan tersebut pada akhirnya bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan
rakyat/masyarakat (civil) dalam konteks interaksi, baik antara rakyat dengan negara,
maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan interaktif tersebut akan
memposisikan rakyat sebagai bagian integral dalam komunitas negara yang memiliki daya
tawar (bargaining power) dan menjadi komunitas masyarakat sipil yang memiliki
kecerdasan, analisa kritis yang tajam, dan mampu berinteraksi di lingkungannya secara
demokratis dan berkeadaban.

Prasyarat demokratis ini banyak dikemukakan oleh para pakar yang mengkaji
fenomena civil society: Bahkan, demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi
penegakan civil society. Penekanan demokrasi (kondisi demokratis) di sini dapat
mencakup berbagai bentuk aspek kehidupan, seperti politik, sosial, budaya pendidikan,
ekonomi, dan sebagainya. Sebuah masyarakat yang demokratis hanya dapat terbentuk
manakala anggota masyarakat yang satu menghormati hak asasi yang dimiliki anggota
masyarakat lain dalam komunitas kehidupannya masing-masing.

Aspek lain yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah masyarakat madani adalah
tegaknya keadilan dan supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Keadilan

22
dimaksudkan untuk mewujudkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional
terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
Hal ini meniscayakan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan
pada satu kelompok masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama
dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (penguasa).

Dari uraian di atas dapat ditarik intisari kesimpulan bahwa ada beberapa indikator
yang diperlukan untuk mewujudkan civil society atau masyarakat madani. Di antara
indikator yang terpenting adalah bahwa masyarakat tersebut harus dalam posisi mandiri di
hadapan kekuasaan negara, dan di tengah masyarakat tersebut ditegakkan keadilan dan
supremasi hukum, sehingga terwujud kehidupan yang demokratis dan toleran.

Dalam konstelasi interaksi negara totaliter dan masyarakat, seringkali hukum


menjadi bulan-bulanan. Tidaklah mengherankan kalau terjadi semacam "umwertung allet
Werte", di mana "kekuasaan hukum" ditransformasikan menjadi "hukum kekuasaan"
AGAMA :

SISTEM NILAI
SEJARAH NABI

PENEGAKAN HUKUM KEADILAN DAN LATAR BELAKANG


PENEGAKAN HAM

MASYARAKAT MADANI

23
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang
perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.

HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah
lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam
sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber
ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.

Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-


undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui
hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan
HAM.

Dari uraian di atas dapat ditarik intisari kesimpulan bahwa ada beberapa indikator
yang diperlukan untuk mewujudkan civil society atau masyarakat madani. Di antara
indikator yang terpenting adalah bahwa masyarakat tersebut harus dalam posisi mandiri
di hadapan kekuasaan negara, dan di tengah masyarakat tersebut ditegakkan keadilan
dan supremasi hukum, sehingga terwujud kehidupan yang demokratis dan toleran.

2. Saran-saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan


HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM
orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula
HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.

Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi
antara HAM kita dengan HAM orang lain.

24
DAFTAR PUSTAKA

A’la maududi, Abu .1998. Hak-hak manusia dalam islam.Jakarta : YAPI

Davidson, Scott.1994. Hak Asasi Manusia . Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Karim Zaidan,Abdul.1983. Hak-hak rakyat dan kewajiban Negara Dalam Islam.


Yogyakarta : Lingkungan Studi Nusantara

Lopa, Baharuddin. Al-Quran dan hak Asasi Manusia . Jakarta : Dana Bakti

Setia tunggal , hadi. 2000. Deklarasi universaltentang Hak Asasi Manusia. Jakarta :
harvarindo

Nasution , Harun dan Bahtiar effendy.1987. hak asasi manusia dalam islam. Jakarta:
yayasan Obor Indonesia.

Bangun, Rikard dan Pandur, Servas. Hak Asasi Manusia. (Jakarta: Institut Ecata,
1997)

25

Anda mungkin juga menyukai