Anda di halaman 1dari 84

KONSEP HAK ASASI

MANUSIA, HAK KESEHATAN


DAN PERUNDANGAN
KESEHATAN

Toto Surianto S., SKM., MH.Kes


PRODI S1 Kesehatan Masyarakat
Universitas Mandala Waluya
TOPIK
PEMBAHASAN

1 Konsep dan Jenis Hak Asasi Manusia

2 Konsep Dasar dan Jenis Hak Kesehatan


Konsep dan Jenis Hak Asasi Manusia
L a t a r B e l a k a n g P e m i k i r a n Te n t a n g H A M

Thomas Hobbes
HAM merupakan jalan keluar untuk mengatasi keadaan yang disebutnya
“homo homini lupus, bellum omnium contra omnes“ (manusia dapat menjadi
serigala bagi manusia lain).

Keadaan seperti itulah yang menurut Hobbes, mendorong terbentuknya


perjanjian masyarakat dimana rakyat menyerahkan hak-haknya kepada
penguasa. Itu sebabnya pandangan Thomas Hobbes disebut kan sebagai
teori yang mengarah kepada pembentukan monarki absolut.
John Locke
Manusia tidaklah secara absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada
penguasa. Yang diserahkan, menurutnya, hanyalah hak-hak yang berkaitan
dengan perjanjian negara semata, sedangkan hak-hak lainnya tetap berada
pada masing-masing individu.

HAM melekat pada setiap orang dan karena itu hak tidak bisa diambil atau
diserahkan kepada orang atau lembaga lain tanpa persetujuan yang
bersangkutan. Oleh karena itu eksistensi negara modern dengan kekuasaan
yang dimilikinya harus didasarkan pada asumsi bahwa warga negara telah
menyerahkan hak-hak mereka dalam suatu hubungan kontraktual dengan
negara.
Jean Jacques Rosseau
Melalui bukunya “Du Contrat Social” menghendaki adanya suatu
demokrasi, dimana kedaulatan ada di tangan rakyat.
Pandangan Rousseau ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran
Thomas Hobbes dan John Locke. Ketika itu, berkembang
pernyataan tidak puas dari kaum borjuis dan rakyat kecil
terhadap raja
Karl Marx
Hak kolektif antara hak sosial dan hak individu yang bebas.
Menyeimbangkan antara konsep liberal kebebasan individu
dan konsep hak warga negara.
Pengertian HAM

Istilah HAM merupakan terjemahan dari Pengertian secara teoritis dari HAM adalah:“hak yang

istilah “droits de l’homme” dalam bahasa melekat pada martabat manusia yang melekat padanya
sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha Esa, atau hak-hak
Prancis atau Human Rights dalam bahasa
dasar yang prinsip sebagai anugerah Illahi. Berarti hak-hak
Inggris, yang artinya “hak manusia”.
asasi manusia merupakan hak-hak yang dimiliki manusia
menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari
hakikatnya, karena itu HAM bersifat luhur dan suci.”
Secara etimologi, hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai
pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta jaminan
adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya.
Sedangkan asasi berarti yang bersifat paling mendasar atau
fundamental.

Dengan demikian hak asasi berarti hak yang paling mendasar yang
dimiliki oleh manusia sebagai fitrah, sehingga tak satu pun mahluk
dapat menginvestasinya apalagi mencabutnya dan merupakan anugerah
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerintahan dan setiap orang demi terciptanya kehormatan
dan harkat martabat manusia.
Menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerahNya yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila


tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak
asasi manusia.
John Locke, HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.

Jan Materson dari komisi Hak Asasi Manusia PBB, HAM adalah hak-hak yang melekat pada
manusia, yangtanpa dengannya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia).

Baruddin Lopa, pengertian Hak Asasi Manusia yang seperti beliau kutip dari pengertian
yang diberikan Jan Materson, tetapi ditambahkan bahwa pada kalimat “mustahil dapat
hidup sebagai manusia” hendaknya diartikan “mustahil dapat hidup sebagai manusia yang
bertanggung jawab”. Alasan penambahan istilah bertanggung jawab yaitu disamping
manusia memiliki hak, manusia juga memiliki tanggung jawab dari segala yang telah
dilakukannya.
Menurut Baruddin Loppa, bukan berarti manusia dengan hak-haknya itu dapat berbuat
semena-mena. Sebab, apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikatagorikan
memperkosa hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Karena itu hak asasi manusia atas dasar yang paling fundamental, yaitu hak kebebasan dan
persamaan
Sejarah Perkembangan HAM
Perkembangan pemikiran mengenai HAM:
1. Abad XVII dan XVIII Berdasarkan sejarah perkembangannya, dijumpai
adanya beberapa naskah yang dapat dikategorikan sebagai
dokumentasi perkembangan HAM, yaitu:
a) Magna Charta (Piagam Agung 1215) : Suatu dokumen yang mencatat
hak yang diberikan oleh Raja John Lackland dari Inggris kepada
beberapa bangsawan bawahannya atas tutntutan mereka. Dengan
adanya naskah ini, sekaligus menimbulkan konsekuensi terhadap
pembatasan kekuasaan Raja John Lackland. Hak yang diberikan
kepada para bangsawan ini merupakan kompensasi dari jasa-jasa
kaum bangsawan dalam mendukung Raja John di bidang keuangan.
b) Bill of Rights (UU Hak 1689) : Suatu UU yang diterima oleh Parlemen
Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya mengadakan
perlawanan terhadap Raja James II, dalam suatu revolusi gemilang.
Dalam analisis Marxis, Revolusi Gemilang tahun 1688 dan Bill of
Rights yang melembagakan adalah kaum borjuis yang hanya
menegaskan naiknya kelas bangsawan dan pedagang di atas
monarki. Sementara rakyat dan kaum pekerja tetap hidup
tertindas.
c) Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Peryataan hak-hak
manusia dan warga negara 1789), yakni suatu naskah yang
dicetuskan pada permulaan Revolusi Prancis, sebagai perlawanan
terhadap kesewenang-wenangan dari rezim lama.
d) Bill of Rights (UU Hak) : suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika dalam
tahun 1789 (sama dengan Deklarasi Prancis) dan menjadi bagian dari UUD
Amerika pada tahun 1791. Berdasarkan naskah-naskah dokumentasi tersebut
di atas, maka dapat ditarik pemahaman bahwa perkembangan mengenai Hak
Asasi Manusia abad XVII dan XVIII muncul sebagai akibat adanya kesewenang-
wenangan penguasa. Naskah-naskah itu merupakan ekspresi perlawanan
terhadap penguasa yang dzalim. Hak-hak yang dirumuskan pada abad ini
sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai Hukum Alam (Natural Law) oleh
John Locke (1632-1714) dan JJ. Rousseau (1712-1778) yang hanya terbatas
pada hak-hak yang bersifat politis saja seperti kesamaan hak, hak atas
kebebasan, hak untuk memilih dan lainnya.
2. Abad XX. Dalam abad ini ditandai dengan terjadinya Perang Dunia II yang
memporak-porandakan kehidupan kemanusiaan. Perang dunia ini disebabkan
oleh ulah pemimpin2 negara yang tidak demokratis, seperti Jerman oleh Hitler,
Italia oleh Benito Mussolini, dan Jepang oleh Hirohito.
Berkaitan dengan hal ini, maka hak-hak politik yang tertuang dalam naskah2 abad
XVII dan XVIII dianggap kurang sempurna dan perlu diperluas ruang lingkupnya.
Franklin D. Roosevelt pada permulaan Perang Dunia II merumuskan adanya 4
(empat) hak, yaitu:
a) Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat
b) Kebebasan beragama.
c) Kebebasan dari ketakutan.
d) Kebebasan dari kemelaratan.
Kemudian pada tahun 1946, Commision on Human Rights (PBB) menetapkan
secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial, disamping hak-hak politik.
Penetapan ini dilanjutkan pada tahun 1948 dengan disusun pernyataan sedunia
tentang Hak- hak asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada
tanggal 10 Desember 1948.
Dari penjelasan sejarah perkembangan HAM, maka tampak bahwa pengertian
HAM mengalami peralihan yang cukup signifikan, yakni dari semata-mata
kepedulian akan perlindungan individu-individu dalam menghadapi absolutisme
kekuasaan negara, beralih kepada penciptaan kondisi sosial ekonomi yang
diperhitungkan akan memungkinkan individu-individu mengembangkan
potensinya sampai maksimal.
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia
Prinsip-Prinsip HAM meliputi:
a) Prinsip Universal. Prinsip ini mengatakan bahwa semua orang, di
seluruh belahan dunia manapun, agamanya apa pun, warga Negara
manapun, berbahasa apa pun, etnis manapun, tanpa memandang
identitas politik dan antropologis apa pun, dan terlepas dari status
disabilitasnya, memiliki hak yang sama.
b) Prinsip Tak Terbagi. Prinsip ini dimaknai dengan semua hak asasi
manusia adalah sama-sama penting dan oleh karenanya tidak
diperbolehkan mengeluarkan hak-hak tertentu atau kategori hak
tertentu dari bagiannya.
c) Prinsip Saling Bergantung. Prinsip ini dimaknai dengan jenis hak
tertentu akan selalu bergantung dengan hak yang lain. Contohnya, hak
atas pekerjaan akan bergantung pada terpenuhinya hak atas
pendidikan.
d) Prinsip Saling Terkait. Prinsip ini dipahami bahwa satu hak akan selalu
terkait dengan hak yang lain. Entah itu hak untuk hidup, menyatakan
pendapat, memilih agama dan kepercayaan, dan hak-hak lainnya,
adalah hak-hak yang mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya
dalam perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia secara
keseluruhan.
e) Prinsip Kesetaraan. Kesetaraan mensyaratkan adanya perlakuan yang
setara, di mana pada situasi yang sama harus diperlakukan dengan
sama, dan di mana pada situasi berbeda dengan sedikit perdebatan
maka diperlakukan secara berbeda. Kesetaraan juga dianggap sebagai
prasyarat mutlak dalam negara demokrasi. Kesetaraan di depan hukum,
kesetaraan kesempatan, kesetaraan akses dalam pendidikan,
kesetaraan dalam mengakses peradilan yang fair dan lain-lain
merupakan hal penting dalam hak asasi manusia.
f) Prinsip Non-Diskriminasi. Diskriminasi terjadi ketika setiap orang
diperlakukan atau memiliki kesempatan yang tidak setara seperti
ketidaksetaraan di hadapan hukum, ketidaksetaraan perlakukan,
ketidaksetaraan kesempatan pendidikan dan lain-lain. Prinsip non
diskriminasi kemudian menjadi sangat penting dalam HAM.
g) Tanggung jawab Negara (state responsibility). Prinsip ini dimaknai
bahwa aktor utama yang dibebani tanggung jawab untuk memenuhi,
melindungi dan menghormati HAM adalah Negara melalui
aparatusnya. Pasal 71 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM secara
tegas mengatakan bahwa: “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi
manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-
undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia
yang diterima oleh negara Republik Indonesia”.
Hukum HAM merumuskan 3 bentuk kewajiban Negara yaitu (1)
kewajiban untuk menghormati (obligation to respect); (2) kewajiban
untuk memenuhi (obligation to fulfill); dan (3) kewajiban untuk
melindungi (obligation to protect).
Jenis Hak Asasi Manusia
Bagir Manan membagi HAM pada beberapa kategori yaitu:
a) Hak sipil terdiri dari hak diperlakukan sama dimuka hukum, hak bebas
dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat
tertentu, dan hak hidup dan kehidupan.
b) Hak politik terdiri dari hak kebebasan berserikat dan berkumpul, hak
kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan
hak menyampaikan pendapat di muka umum.
c) Hak ekonomi terdiri dari hakjaminan sosial, hak perlindungan kerja,
hak perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan.
d) Hak sosial budaya terdiri dari hak memperoleh pendidikan, hak
kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan hak memperoleh perumahan
dan pemukiman.
Dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia
(Universal Declaration of Human Rights) atau yang dikenal
dengan istilah DUHAM, Hak Asasi Manusia terbagi kedalam
beberapa jenis, yaitu:
a) hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi),
b) hak legal (hak jaminan perlindungan hukum),
c) hak sipil dan politik,
d) hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk
menunjang kehidupan) serta
e) hak ekonomi, social dan budaya
Menurut pasal 3-21 DUHAM, Hak personal, hak legal, hak sipil, dan politik
meliputi:
1) Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;
2) Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3) Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam,
tak berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4) Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi;
5) Hak untuk pengampunan hukum secara efektif;
6) Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang
sewenang-wenang;
7) Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;
8) Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;
9) Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan
pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat;
10) Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
11) Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu;
12) Hak bergerak;
13) Hak memperoleh suaka;
14) Hak atas satu kebangsaan;
15) Hak untuk menikah dan membentuk keluarga;
16) Hak untuk mempunyai hak milik;
17) Hak bebas berpikir, berkesadaran dan beragama;
18) Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat;
19) Hak untuk berhimpun dan bersetikat;
20) dan Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas
akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.
Adapun hak ekonomi, sosial dan budaya meliputi:
1) Hak atas jaminan sosial;
2) Hak untuk bekerja;
3) Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
4) Hak untuk bergabung kedalam serikat-serikat buruh;
5) Hak atas istirahat dan waktu senggang;
6) Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan
kesejahteraan;
7) Hak atas pendidikan;
8) Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari
masyarakat.
Sementara itu dalam UUD 1945 (amandemen I-IV UUD 1945) memuat
HAM yang terdiri dari hak:
1) Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;
2) Hak kedudukan yang sama di dalam hukum;
3) Hak kebebasan berkumpul;
4) Hak kebebasan beragama;
5) Hak penghidupan yang layak;
6) Hak kebebasan berserikat;
7) Hak memperolehpengajaran atau pendidikan.
Dari beberapa bentuk-bentuk Hak Asasi Manusia di atas, secara umum
semua konsep Hak Asasi Manusia sangat mengedepankan hak untuk
hidup, kebebasan dan perlindungan. Tidak ada satupun konsep Hak Asasi
Manusia yang tidak mengedepankan hak untuk hidup, karena hak untuk
hidup merupakan hak manusia sejak lahir.
Hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi:
a) Hak-hak asasi pribadi atau personal rights, yang meliputi kebebasan menyatakan
pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
b) Hak-hak asasi ekonomi atau property rights yaitu hak untuk memiliki sesuatu,
membeli, dan menjual serta memanfaatkannya.
c) Hak-hak asasi politik atau political rights yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilihan umum), hak
untuk mendirikan partai politik dan sebagainya.
d) Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan atau rights of legal equality
e) Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan atau social and culture rights yaitu hak untuk
memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
f) Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan atau
procedural rights yaitu peraturan dalam penahanan, penangkapan, penggeledahan,
peradilan dan sebagainya. Pemenuhan hak asasi manusia dalam suatu negara, tidak
lepas dari adanya suatu kewajiban yang timbul baik oleh suatu negara atau
masyarakat dalam negara tersebut sehingga muncul suatu keharmonisan yang
berjalan secara selaras dan seimbang antara hak dan kewajiban manusia.
Hak-Hak yang Diatur dan Dijamin dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang
HAM, meliputi:
a) Hak Hidup
b) Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
c) Hak Mengembangkan Diri
d) Hak Memperoleh Keadilan
e) Hak atas Kebebasan Pribadi
f) Hak atas Rasa Aman
g) Hak atas Kesejahteraan
h) Hak Turut serta dalam Pemerintahan
i) Hak Perempuan
j) Hak Anak
Konsep Dasar dan Jenis Hak Kesehatan
Konsep Dasar Hak Kesehatan

Definisi sehat menurut World Health Kesehatan menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Organization (WHO) merumuskan dalam Kesehatan, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
cakupan yang sangat luas, yaitu keadaan yang secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
sempurna baik fisik, mental maupun sosial, memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
tidak hanya terbebas dari penyakit atau secara sosial dan ekonomis.
kecacatan.
Hak kesehatan adalah HAM yang melekat pada seseorang sejak lahir dan
bukan karena pemberian seseorang atau negara, maka oleh sebab itu
tidak dapat dicabut oleh siapa pun.
Makna dari hak atas kesehatan tersebut yaitu pemerintah harus
menciptakan kondisi yang memungkinkan bagi setiap individu untuk
hidup sehat.
Hal ini disebutkan juga dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Konsep Dasar Pengaturan Hak Kesehatan

Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia


Pasal 25 ayat (1) Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) menyebutkan bahwa:
Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan
dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan,
pakaian, perumahan dan perawatan Kesehatan serta pelayanan sosial
yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau
keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada
di luar kekuasaannya.
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(KIHESB)
Pasal 12 KIHESB
1. Negara-negara Peserta Perjanjian ini mengakui hak setiap orang untuk
menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai untuk kesehatan jasmani dan
rohani.
2. Langkah-langkah yang diambil oleh Negara-negara Peserta Perjanjian ini
untuk mencapai pelaksanaan sepenuhnya atas hak ini termasuk :
a) Ketentuan untuk penurunan angka kelahiran dan kematian bayi serta
untuk perbaikan Kesehatan anak;
b) Perbaikan seluruh aspek kesehatan lingkungan dan industri;
c) Pencegahan, perawatan dan pengawasan terhadap penyakit epidemik,
endemik, penyakit karena pekerjaan dan penyakit lainnya;
d) Penciptaan kondisi yang akan menjamin semua pelayanan kesehatan dan
pemeriksaan Kesehatan seandainya menderita sakit.
Deklarasi Alma-Ata
Deklarasi Alma-Ata 1978, mengenai Peran Negara Untuk Memenuhi Hak
Atas Kesehatan Warga Negara, yang mencakup:
1) penyediaan pelayanan kesehatan dasar,
2) promosi penyediaan makanan dan gizi yang baik,
3) penyediaan air bersih yang cukup dan sanitasi,
4) perawatan ibu dan anak termasuk KB,
5) imunisasi untuk penyakit menular berbahaya,
6) pencegahan dan control terhadap penyakit-penyakit endemic lokal,
7) pengobatan yang baik dan penyakit umum dan luka-luka,
8) penyediaan obat-obat esensial,
9) menyiapkan program pendidikan kese hatan
Piagam Majelis Kesehatan Rakyat Tahun 2000 Di Bangladesh
Piagam Majelis Kesehatan Rakyat Tahun 2000 Di Bangladesh,
a) kesehatan sebagai HAM,
b) kesehatan mencerminkan komitmen masyarakat terhadap kesetaraan
dan keadilan,
c) mengajak mendukung penerapan hak untuk sehat,
d) menuntut pemerintah dan organisasi internasional untuk pelaksanaan
kebijakan dan menghormati hak untuk sehat,
e) membangun gerakan masyarakat agar kesehatan dan HAM masuk
dalam Undang-Undang,
f) melawan eksploitasi kebutuhan kesehatan rakyat untuk mengambil
keuntungan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UUD 1945 (amandemen I-IV UUD 1945)
a. Pasal 28H Ayat:
1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan Kesehatan
2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.
3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.
b. Pasal 34 ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak
Jenis Hak Kesehatan
Hak atas Kesehatan secara umum terdiri atas:

01 Hak dasar social 02 Hak dasar individual

hak dasar social yakni hak hak dasar individual yang terdiri dari
atas pemeliharaan kesehatan 1) hak atas informasi (the right to
information)
(the right to health care) 2) hak untuk menentukan nasib
sendiri (the right of self
determination)
Hak atas Kesehatan dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Yakni:
Pasal 4, Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses
atas sumber daya di bidang kesehatan.
2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi
dirinya.
Pasal 6, Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan.
Pasal 7, Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi
tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.
Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari
tenaga kesehatan.
Pasal 56
1) Setiap orang berhak menerima atau menolak Sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat 1) tidak berlaku
pada:
a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam
masyarakat yang lebih luas;
b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c. gangguan mental berat.
Pasal 57
1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi Kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi Kesehatan pribadi sebagaimana
dimaksud pada ayat 1) tidak berlaku dalam hal:
a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;
c. izin yang bersangkutan;
d. kepentingan masyarakat; atau
e. kepentingan orang tersebut.
Pasal 58
1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
TOPIK BAHASAN

1 Konsep Dasar Peraturan dan Perundangan Kesehatan

2 Proses Pembentukan Perundangan Kesehatan

3 Pihak yang Terlibat dan Perannya dalam Perundangan Kesehatan

4 Hierarki Peraturan Perundangan di Indonesia

5 Masalah Penerapan Hukum /Peraturan di Indonesia


Konsep Dasar Peraturan dan Perundangan Kesehatan
Pembukaan UUD 1945, cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus tujuan
nasional yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial.
Untuk mencapai tujuan nasional maka diselenggarakan upaya pembangunan
yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan
yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan
kesehatan.
Kesehatan merupakan HAM dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pancasila dan Pembukaan UUD Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya yang dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan untuk pembentukan SDM
Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional.
Kesehatan merupakan Investasi, Maka setiap hal yang menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi
pembangunan negara.
Dalam memaksimalkan pencapaian tujuan nasional Bangsa Indonesia di
Bidang Kesehatan maka diperlukan peraturan dan perundangan di bidang
kesehatan
Peraturan dan Perundangan Kesehatan sangat penting dalam
penyelenggaraan pelayanan Kesehatan untuk memberikan perlindungan dan
kepastian Hukum bagi Penyelenggara pelayanan Kesehatan dan penerima
pelayanan Kesehatan.
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
oleh Lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Proses Pembentukan Perundangan Kesehatan
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
oleh Lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diatur dalam UU No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan Perencanaan, Penyusunan,
Pembahasan, Pengesahan atau Penetapan dan Pengundangan
Proses Pembentukan Undang-Undang
a) Perencanaan. Perencanaan adalah tahap dimana DPR dan Presiden
(serta DPD terkait RUU tertentu) menyusun daftar RUU yang akan
disusun ke depan. Proses ini umumnya kenal dengan istilah
penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Hasil
pembahasan tersebut kemudian dituangkan dalam Keputusan DPR.
b) Penyusunan. Tahap Penyusunan RUU merupakan tahap penyiapan
sebelum sebuah RUU dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah.
Tahap ini terdiri dari: Pembuatan naskah akademik, Penyusunan
Rancangan Undang-Undang, Harmonisasi, pembulatan, dan
pemantapan konsepsi.
Penyusunan RUU adalah pembuatan rancangan peraturan pasal
demi pasal dengan mengikuti ketentuan dalam lampiran UU No. 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Harmonisasi, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi adalah suatu
tahapan untuk;
1) Memastikan bahwa RUU yang disusun telah selaras dengan
Pancasila, UUD 1945, dan UU lain
2) Teknik penyusunan peraturan perundang-undangan
3) Menghasilkan kesepakatan terhadap substansi yang diatur dalam
RUU
c) Pembahasan. Pembahasan materi RUU antara DPR dan Presiden
(juga dengan DPD, khusus untuk topik-topik tertentu) melalui 2
tingkat pembicaraan.
1) Tingkat 1 adalah pembicaraan dalam rapat komisi, rapat
gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran
atau rapat panitia khusus.
2) Tingkat 2 adalah pembicaraan dalam rapat paripurna.
Pengaturan sebelum adanya putusan MK 92/2012 hanya
“mengijinkan” DPD untuk ikut serta dalam pembahasan tingkat 1,
namun setelah putusan MK 92/2012, DPD ikut dalam
pembahasan tingkat 2. Namun peran DPD tidak sampai kepada
ikut memberikan persetujuan terhadap suatu RUU. Persetujuan
bersama terhadap suatu RUU tetap menjadi kewenangan
Presiden dan DPR.
d) Pengesahan. Setelah ada persetujuan bersama antara DPR dan
Presiden terkait RUU yang dibahas bersama, Presiden mengesahkan
RUU tersebut dengan cara membubuhkan tanda tangan pada
naskah RUU. Penandatanganan ini harus dilakukan oleh presiden
dalam jangka waktu maksimal 30 hari terhitung sejak tanggal RUU
tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
Jika presiden tidak menandatangani RUU tersebut sesuai waktu yang
ditetapkan, maka RUU tersebut otomatis menjadi UU dan wajib
untuk diundangkan. Segera setelah Presiden menandatangani
sebuah RUU, Menteri Sekretaris negara memberikan nomor dan
tahun pada UU tersebut.
e) Pengundangan. Pengundangan adalah penempatan UU yang telah
disahkan ke dalam Lembaran Negara (LN), yakni untuk batang
tubung UU, dan Tambahan Lembaran Negara (TLN)m yakni untuk
penjelasan UU dan lampirannya, jika ada.
Sebelum sebuah UU ditempatkan dalam LN dan TLN, Menteri
Hukum dan HAM terlebih dahulu membubuhkan tanda tangan dan
memberikan nomor LN dan TLN pada naskah UU. Tujuan dari
pengundangan ini adalah untuk memastikan setiap orang
mengetahui UU yang akan mengikat mereka.
Proses pembentukan Undang-Undang yang diatur dalam UU No.12
tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Pasal 16 sampai 23, Pasal 43 sampai 51 dan Pasal 65 sampai 74). Proses
pembentukan sebuah undang-undang:
1) Sebuah RUU bisa berasal dari Presiden, DPR atau DPD.
2) RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau
pimpinan lembaga terkait.
3) RUU kemudian dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional
(prolegnas) oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun.
4) RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik
kecuali untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) menjadi Undang-Undang, serta RUU pencabutan Undang-
Undang atau pencabutan Perpu.
5) Pimpinan DPR mengumumkan adanya usulan RUU yang masuk dan
membagikan ke seluruh anggota dewan dalam sebuah rapat
paripurna.
6) Di rapat paripurna berikutnya diputuskan apakah sebuah RUU
disetujui, disetujui dengan perubahan atau ditolak untuk
pembahasan lebih lanjut.
7) Jika disetujui untuk dibahas, RUU akan ditindaklanjuti dengan dua
tingkat pembicaraan.
8) Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan
komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat
panitia khusus.
9) Pembicaraan tingkat II dilakukan di rapat paripurna yang berisi:
penyampaian laporan tentang proses, pendapat mini fraksi,
pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I; pernyataan
persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara
lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan pendapat
akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.
10) Apabila tidak tercapai kata sepakat melalui musyawarah mufakat,
keputusan diambil dengan suara terbanyak.
11) Bila RUU mendapat persetujuan bersama DPR dan wakil pemerintah,
maka kemudian diserahkan ke Presiden untuk dibubuhkan tanda
tangan. Dalam Undang – Undang ditambahkan kalimat pengesahan
serta diundangkan dalam lembaga Negara Republik Indonesia.
12) Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU disetujui
bersama, RUU tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib
diundangkan.
13) Setelah diundangkan DPR melakukan penyebarluasan Undang –
undang tersebut melalui media cetak maupun elektronik.
Penyebarluasan dilakukan oleh DPR Pemerintah pada setiap tahapan
proses pembentukan undang - undang.
Pihak yang Terlibat dan Perannya dalam
Perundangan Kesehatan
Presiden
a) Mengajukan RUU kepada DPR
b) Membahas RUU Bersama DPR untuk mendapatkan
persetujuan bersama
c) Mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk
menjadi UU
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI
a) Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
b) Mengajukan RUU
c) Menyusun dan membahas RUU
d) Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi
daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA
dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah)
e) Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
f) Menetapkan UU bersama dengan Presiden
g) Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah
pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan
menjadi UU
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI
Mengajukan RUU dari DPR yang dapat berasal dari DPD.
Pembahasan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah;
hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah) dilakukan dengan
mengikutsertakan DPD pada pembicaraan tingkat I.
Masyarakat
Masyarakat (orang perseorangan atau kelompok orang yang
mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan
Perundang-undangan) memberikan masukan secara lisan
dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Masukan secara lisan dan/atau tertulis dapat dilakukan melalui:
a) rapat dengar pendapat umum
b) kunjungan kerja
c) sosialisasi dan/atau
d) seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
Setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Hierarki Peraturan Perundangan di Indonesia
Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan
Berdasarkan Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki
diatas
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011, mencakup peraturan yang
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia,
Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk
dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang
setingkat, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan
1. Undang-Undang, Materi muatan yang harus diatur dengan
UndangUndang berisi:
a) pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD Tahun 1945;
b) perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-
Undang;
c) pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d) tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e) pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
2. Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang, Materi muatan
Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang sama dengan
materi muatan Undang-Undang.
3. Peraturan Pemerintah, Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi
materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
4. Peraturan Presiden, Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi
yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk
melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk
melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
5. Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi.
Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam
Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Ketentuan pidana pada Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota berupa ancaman pidana kurungan paling lama
6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat
memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam
Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Fungsi Peraturan Perundang-Undangan
1. Fungsi UUD 1945 yang utama adalah membatasi dan membagi
kewenangan para penyelenggara pemerintahan Negara, sehingga
dapat tercipta keterkendalian dan keseimbangan (chekcs and
balances) diantara para penyelenggara pemerintahan negara sesuai
dengan asas trias politica (distribution of powers) dan menciptakan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (clean
governance/government).
2. Fungsi Undang-Undang (UU) adalah menyelenggarakan pengaturan
lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 baik yang tersurat maupun
yang tersirat sesuai dengan asas negara berdasar atas hukum
(rechtsstaat) dan asas konstitusionalisme.
3. Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
adalah mengatur lebih lanjut sesuatu subtansi atau materi muatan
yang dalam keadaan hal-ihwal kegentingan yang memaksa harus
segera diatur berdasarkan Pasal 22 UUD 1945. Jika ditolak DPR Perpu
tersebut harus dicabut.
4. Fungsi Peraturan Pemerintah (PP) adalah menyelenggarakan
pengaturan lebih lanjut untuk melaksanakan UU sebagaimana
mestinya baik yang diperintahkan secara tegas maupun tidak dari
suatu UU. Landasan formal konstitusionalnya adalah Pasal 5 ayat (2)
UUD 1945. Dasar hukum UU-nya adalah UU No. 12 Tahun 2011.
5. Fungsi Peraturan Presiden (Perpres) adalah menyelenggarakan
pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.
Landasan formal konstitusionalnya adalah pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
6. Fungsi Peraturan Menteri (Permen) adalah menyelenggarakan fungsi
pemerintahan umum sebagai pembantu presiden sesuai dengan
lingkup tugasnya dan kewenangannya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
7. Fungsi Peraturan Daerah Propinsi (Perda Propinsi) adalah untuk
menyelenggarakan pelaksanaan otonomi daerah di tingkat propinsi
dan tugas pembantuan (medebewind) dalam rangka penjabaran
lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Di
samping itu, fungsi Perda Provinsi juga untuk menyelenggarakan
ketentuan tentang fungsi anggaran DPRD Propinsi dalam rangka
menetapkan APBD, Perubahan dan Perhitungan APBD dan
pengelolaan keuangan Propinsi
8. Fungsi peraturan Gubernur Provinsi adalah untuk menyelenggarakan
lebih lanjut ketentuan dalam Perda Provinsi atau atas kuasa
peraturan perundang-undangan (lain) yang lebih tinggi, sesuai
dengan lingkup kewenangan provinsi sebagai daerah otonom
sekaligus wilayah administratif (wakil pemerintah
pusat/dekonsentrasi)
9. Fungsi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota)
adalah untuk menyelenggarakan pelaksanaan otonomi daerah di
tingkat Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan (medebewin) dalam
rangka penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Disamping itu fungsi Perda Kabupaten/Kota juga untuk
menyelenggarakan ketentuan tentang fungsi anggaran DPRD
Kabupaten/Kota dalam rangka menetapkan APBD, dan pengelolaan
keuangan daerah Kabupaten/Kota.
10. Fungsi Peraturan Bupati/Walikota adalah untuk menyelenggarakan
lebih lanjut ketentuan dalam Perda Kabupaten/Kota atau
melaksanakan peraturan perundang-undangan (lain) yang lebih
tinggi.
Masalah Penerapan Hukum /Peraturan di Indonesia
Menurut Diani Sadiwatim masih terdapat banyak sekali
permasalahan2 regulasi di Indonesia dapat diklasifikasikan ke
dalam 4 problem utama, yaitu :
1) Konflik Peraturan, dalam hal ini maksudnya adalah banyak
peraturan perundang-undangan di Indonesia yang isi atau
substansi pasal-pasalnya secara nyata bertentangan dengan
peraturan yang lainnya.
2) Inkonsistensi Peraturan, dalam hal ini yang dimaksud
inkonsistensi regulasi adalah di dalam satu peraturan
perundang-undangan terdapat banyak pasal atau pengaturan
yang tidak konsisten dengan pengaturan di dalam peraturan
perundang-undangan turunannya atau peraturan perundang-
undangan yang masih berkaitan dengan peraturan perundang-
undangan yang dimaksud.
3. Multitafsir Peraturan, dalam hal ini yang dimaksud multitafsir
peraturan adalah apabila di dalam suatu pasal atau ketentuan dalam
suatu peraturan perundang-undangan terdapat ketidakjelasan
rumusan, baik itu dari segi objek, subjek ataupun tata bahasa yang
diatur, sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang bermacam-
macam. Hal seperti ini tentunya sangat berbahaya karena kontradiktif
dengan tujuan dan fungsi hukum yaitu untuk mencapai kepastian
hukum.
4. Tidak Operasional, yang dimaksud dengan tidak operasional adalah
bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku aktif seharusnya
memiliki kemampuan dan kegunaan untuk menyelesaikan
permasalahan hukum di masyarakat, menciptakan keadilan, dan
kepastian hukum, akan tetapi justru tidak memiliki daya guna dan
daya kerja tersebut. Selain itu di dalam teori hukum suatu peraturan
perundang-undangan dirasa tidak operasional jikalau peraturan
tersebut sudah berlaku tapi masih belum mempunyai peraturan
pelaksana
Beberapa penyebab munculnya permasalahan hukum di Indonesia
antara lain:
1. Lemahnya Integritas Penegakan Hukum. Nurdjana, SH, MH
menjelaskan jika salah satu masalah yang sering terjadi di hukum
Indonesia adalah karena lemahnya integritas penegakan hukum di
Indonesia yang sangat mempengaruhi sistem hukum Pidana yang
seharusnya menjadi hukum formal serta hukum materiil. Solusi hal
ini pula lah yang menyebabkan banyaknya permunculan kasus
misalnya saja korupsi di Indonesia.
2. Tidak Ada Pengawasan yang Efektif. Hal lainnya yang menyebabkan
hukum di Indonesia sangat lemah adalah karena tidak ada
pengawasan yang efektif terkait dengan hukum yang berjalan baik
oleh pengadilan, pengawasan internal pemerintah, parlemen, dan
komisi Negara Independen.
3. Mentalitas Praktisi Hukum yang Lemah. Masalah lainnya adalah
lemahnya praktisi hukum yang menjalankannya, seperti jaksa, hakim,
pengacara, bahkan polisi. Jika praktisi hukum masih memiliki
mentalitas yang lemah maka tentu saja akan menyulitkan proses
hukum yang sedang berlangsung. Sehingga harapan untuk hukum
yang adil bagi rakyat hanyalah sebatas impian semata.
4. Peraturan Hukum yang Kurang Jelas. Dengan adanya peraturan yang
jelas, tentu saja akan membuat peraturan hukum di Indonesia
semakin baik. Namun sayangnya, di Indonesia sendiri masih banyak
masalah-masalah hukum yang berkaitan dengan penilaian
multitafsir dari peraturan-peraturan yang ada. Selain itu, partisipasi
publik yang sangat minim dalam pembentukan perundang-
undangan juga menjadi penyebab dari masalah hukum di Indonesia.
5. Independensi Hakim Masih Bermasalah. Proses hukum akan
berjalan baik jika hakim memiliki kekuasaan yang merdeka tanpa
harus dipengaruhi dari tekanan berbagai pihak. Namun masih
banyak ditemukan kasus di Indonesia jika independesin hakim masih
sangat bermasalah. Masih banyak hakim-hakim Indonesia yang
rentan terhadap suap dari beberapa pihak.
6. Proses Peradilan yang Masih Bermasalah. Masih banyak ditemukan
proses peradilan di Indonesia yang selalu bermasalah, hal ini bisa
saja disebabkan karena tak adanya jaminan ataupun pengaturan
yang melarang kegiatan suap menyuap. Masih banyak pula
diskriminasi hukum yang beradasarkan status ekonomi dan sosial
seseorang.
7. Kesadaran Hukum Masyarakat yang Kurang. Jika kondisi masyarakat
Indonesia sudah banyak perkembangan wilayah Indonesia yang
“melek” terhadap hukum, maka tentu saja potensi atas
penyelewengan hukum bisa diminimalisir. Namun sayangnya masih
banyak masyarakat indonesia yang belum terlalu sadar akan hukum,
sehingga memicu perkembangan kecurangan serta penyelewengan
yang semakin meningkat di dalam proses hukum.
8. Peraturan Perundang-Undangan Masih Belum Memihak Rakyat.
Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia saat inbi
masih lebih banyak merefleksikan kepentingan politik dibandingkan
dengan keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia
kepentingan rakyat Indonesia
Contoh yang memperlihatkan jika hukum Indonesia masih
sangat bermasalah.
a) Kasus Nenek Minah, Hukum di kasus ini menyatakan
ennek Minah bersalah dan harus mengalami kurungan
penjara selama satu bulan 15 hari hanya karena
mengambil 3 buah kakao di PT Rumpun Sari Antan.
b) Kasus Susu Formula yang berbakteri, bahkan kasus ini
sampai menyangkut Menkes di tahun 2008. Namun belum
ada kelanjutan dari kasus ini.
c) Kasus Mantri Desa Misran, di dalam kasus ini seorang
mantri yang harus mengalami 3 bulan penjara hanya
dikarenakan menolong orang saja.

Anda mungkin juga menyukai