Anda di halaman 1dari 34

P E R A TUR AN

U N D ANG -UNDANG K E S EH AT AN
Y A N G B E R L AKU D I I N D ONESIA
D I B I D A NG K E S PRO

Toto Surianto S., SKM., MH.Kes


PRODI S1 Kesehatan Masyarakat
Universitas Mandala Waluya
TOPIK BAHASAN

1 Kesehatan Reproduksi

2 Bayi tabung

3 Reproduksi Kloning

4 Aborsi
Kesehatan Reproduksi (Pasal 71-74 UU No 36 tahun
2009)
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik,
mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari
penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi,
dan proses reproduksi pada lakilaki dan perempuan.
Kesehatan reproduksi meliputi:
a) saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan;
b) pengaturan kehamilan, alat konstrasepsi, dan kesehatan seksual; dan
c) kesehatan sistem reproduksi.
Kesehatan reproduksi dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dalam Kesehatan Reproduksi, Setiap orang berhak:
a) menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat,
aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan
pasangan yang sah.
b) menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi,
paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang
tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.
c) menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi
sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama.
d) memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan
reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
❖ Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan
sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan
terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana
❖ Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif,
preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan
bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan
aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan.
❖ Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dilakukan dengan tidak
bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
❖ Teknik reproduksi buatan adalah penanganan terhadap sel gamet
(ovum, sperma) serta hasil konsepsi (embrio) sebagai upaya untuk
mendapatkan kehamilan di luar cara-cara alami.
❖ Bayi tabung atau Fertilisasi in Vitro adalah proses fertilisasi
dengan mempertemukan sel telur dan sel sperma secara manual
di dalam cawan laboratorium. Apabila proses ini berhasil maka
akan dilanjutkan dengan pemindahan embrio yang bertujuan
menempatkan embrio di dalam uterus.
In vitro fertilisasi (IVF) merupakan program untuk menghasilkan
keturunan bagi pasangan yang mengalami infertilitas. Pada
hakekatnya program IVF bertujuan untuk membantu pasangan
suami istri yang tidak mampu melahirkan keturunan secara alami.
Pasangan suami istri yang dapat mengikuti pembuahan dan
pemindahan embrio adalah pasangan suami istri yang memenuhi
syarat-syarat sbb:
a) Pengelolaan infertilitas telah dilakukan secara lengkap
b) Terdapat alasan yang sangat jelas
c) Sehat jiwa raga
d) Mampu membiayai program fertilisasi in Vitro dan pemindahan
embrio (bayi tabung) dan biaya persalinan
e) Pasangan yang mampu memberikan Informed Consent
f) Umur istri kurang dari 38 tahun
Kehamilan di luar cara alamiah
(Pasal 127 UU No 36 tahun 2009)
Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum
berasal
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu; dan
c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/II/1999
Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/II/1999 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan tentang:
Ketentuan umum, penzinan, Pembinaan dan Pengawasan,
Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup.
Selanjutnya, atas Keputusan Menkes itu, dibuat pedoman Pelayanan
Bayi Tabung di Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan
Swasta Departemen RI yang menyatakan bahwa:
a. Pelayanan Teknologi Buatan hanya dapat dilakukan dengan sel telur
dan sperma suami-istri yang bersangkutan.
b. Pelayanan Reproduksi Buatan merupakan bagian dari pelayanan
infertilitas, sehingga kerangka pelayanannya merupakan bagian
dari pengelolaan pelayanan infertilitas secara keseluruhan.
c. Embrio yang dapat dipindahkan satu waktu ke dalam rahirn tidak
boleh lebih dari tiga, boleh dipindahkan empat embrio dalam
keadaan:
1) Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan insentif bayi baru lahir.
2) Pasangan suami-istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-
kurangnya dua kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal,
atau
3) Istri berumur lebih dari 35 tahun
d. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.
e. Dilarang menjualbelikan embrio, ovum, dan spermatozoa.
f. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk
penelitian. penelitian atau sejenisnya terhadap embrio manusia
hanya dilakukan kalau tujuan penelitiannya telah dirumuskan
dengan sangat jelas.
g. Dilarang melakukan penelitian terhadap atau dengan
menggunakan embrio manusia yang berumur lebih dari 14 hari
setelah fertilisasi.
h. Sel telur manusia yang dibuahi dengan spermatozoa manusia tidak
boleh dibiak in-vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk penyimpanan
dalam suhu yang sangat rendah/simpan beku.
i. Dilarang melakukan penelitian atau eksperimetasi terhadap atau
dengan menggunakan embrio, ovum, dan atau spermatozoa
manusia tanpa izin khusus dari siapa sel telur atau spermatozoa itu
diperoleh.
j. Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesiaes kecuali apabila
fertilisasi trans-spesies itu diakui sebagai cara untuk mengatasi atau
mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setiap hybrid yang terjadi
akibat fertilisasi trans-spesiaes harus segera diakhiri
pertumbuhannya pada tahap dua sel
❖ Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009
Pasal 127 ayat (1) dan Keputusan Menteri Kesehatan No
72/Menkes/II/1999 tersebut, pengaturan bayi tabung cukup jelas,
Bahwasannya bayi tabung diperbolehkan dengan syarat sperma
dan ovum harus berasal dari pasangan suami-istri yang terikat oleh
perkawinan yang sah, dan kemudian hasil fertilisasi in vitro tersebut
harus ditanamkan pada istri dimana ovum tersebut berasal.
❖ Hukum di Indonesia, juga jelas mengatur bahwa baik donor sperma
maupun ovum dan surrogate mother tidak diperbolehkan
❖ Kloning adalah Teknik membuat keturuna ndengan kode genetik
yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu baik
berupa tumbuhan, hewan maupun manusia.
❖ Kloning manusia merupakan teknik membuat keturunan dengan
kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia.
❖ Setiap kloning manusia memerlukan sel somatik dan tetap
memerlukan sel telur (oosit). Sel somatik adalah semua sel, selain sel
reproduksi. Dalam setiap sel terdapat organel berupa dinding sel,
membrane sel, nucleus. Dinding sel berfungsi untuk melindungi dan
menguatkan sel. Membrane sel sebagai pengatur peredaan zat dari
dan ke dalam sel. Nucleus adalah pengatur segala seluruh kegiatan
hidup dari sel, termasuk proses perkembangbiakan. Inti sel iniyang
diperlukan dalam kloning
Ada dua jenis kloning yaitu:

01 Kloning terapeutik 02 Kloning reproduksi

Kloning terapeutik Kloning reproduksi akan


melibatkan sel-sel kloning melibatkan pembuatan
dari orang dewasa untuk manusia dengan genetik
digunakan dalam yang identik.
kedokteran dan merupakan
bidang penelitian aktif.
WHO, memberikan pernyataan terkait penolakan kloning manusia
dengan 2 alasan, yakni:
1) Kloning pada manusia bertentangan dengan martabat dan
integritas manusia, yang seharusnya memiliki ibu bapak biologis.
2) Kloning pada manusia berarti mempermainkan kehidupannya,
berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama
Tahun 1990 dibentuk Human Fertilisation and
Embriology Authority (HFEA) yang memiliki
wewenang menjadi penasihat dan pengatur
pelaksanaan reproduksi buatan di berbagai
Negara. Salah satu kebijakan yang terkait
dengan cloning yaitu HFEA melarang
melakukan kloning untuk tujuan reproduksi
manusia.
Pada Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia (KOGI) di Yogyakarta
(2003) diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Kloning pada manusia menimbulkan kesulitan antara lain masalah
surplus zigot, mengurangi keunikan genetis, menghasilkan individu
dengan orang tua biologis tunggal, dan mengaburkan nama
keluarga dan silsilah, pewarisan dan perwalian.
2) Pada tahap sekarangini kloning dan reproduksi tidak dibenarkan,
namun penelitian kloning terapeutik perlu dilanjutkan dan
dilindungi.
3) Diperlukan pemantauan dan penilaian secara berkala dalam
perkembangan kloning serta dampaknya terhadap aspek-aspek
etik, hukum dan sosial termasuk aspek ekonomi, agama dan
psikologis.
Pengaturan yang berkaitan dengan Kloning (Pasal 64 dan
70 UU No 36 tahun 2009)
❖ Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan
melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat
dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta
penggunaan sel punca.
❖ Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta dilarang
digunakan untuk tujuan reproduksi.
❖ Sel punca adalah sel dalam tubuh manusia dengan kemampuan
istimewa yakni mampu memperbaharui atau meregenerasi dirinya
dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain yang spesifik
❖ Sel punca tidak boleh berasal dari sel punca embrionik.
Secara medis, aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya
kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu
atau berat bayi kurang dari 500 g, yaitu sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan secara mandiri.
Dalam Blaks's Law Dictionary, kata abortion yang
diterjemahkan menjadi aborsi dalam bahasa Indonesia
mengandung arti keguguran dengan keluarnya embrio atau
fetus tidak semata-mata karena terjadi secara alamiah, akan
tetapi juga disengaja atau terjadi karena adanya campur tangan
(Provokasi) manusia.
Secara garis besar, Abortus dibagi menjadi 2 macam, yakni:
1) Abortus Spontaneous
2) Abortus Provokatus
a) abortus provokatus medicinalis
b) abortus provokatus kriminalis
Abortus spontaneous adalah setiap kehamilan yang berakhir
secara spontan sebelum janin dapat bertahan.
Abortus spontaneous adalah aborsi yang terjadi dengan tidak
didahului faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata-
mata disebabkan oleh faktor alamiah.
Aborsi provokatus adalah aborsi yang disengaja baik dengan
memakai obat-obatan maupun alat-alat. Aborsi provocatus
merupakan istilah lain yang secara resmi dipakai dalam kalangan
kedokteran dan hukum. Abortus provokatus merupakan suatu
proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan
untuk bertumbuh.
Abortus provokatus terbagi menjadi dua jenis yaitu:
a) abortus provokatus medicinalis, adalah aborsi yang dilakukan oleh
dokter atas dasar indikasi medis, yaitu apabila tindakan aborsi tidak
diambil akan membahayakan jiwa ibu. Abortus provokatus
medisinalis atau artificialis atau therapeuticus adalah aborsi yang
dilakukan dengan disertai indikasi medis.
b) abortus provokatus kriminalis, adalah aborsi yang terjadi oleh karena
Tindakan-Tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi
medis, sebagai contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka
melenyapkan janin sebagai akibat hubungan sekssual di luar
perkawinan.
Pengaturan Aborsi dalam (Pasal 75-77 UU No 36 tahun 2009)
❖ Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
❖ Larangan dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak
dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
❖ Tindakan pengecualian larangan hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten
dan berwenang.
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Menteri.
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai